• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896-1916)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896-1916)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERUSAHAAN GULA PRAJA MANGKUNEGARAN

MASA K.G.P.A.A. MANGKUNEGARA VI

(1896-1916)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh :

RM. IWAN KRISHNA WARDHANA C 0504043

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : RM. IWAN KRISHNA WARDHANA NIM : C 0504043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896–1916) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, April 2012 Yang Membuat Pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah ada kesulitan itu pasti ada kemudahan. (Q.S. Alam Nasyrah : 5)

Rizki kita bukanlah kekayaan yang disimpan, melainkan keuntungan yang disebar untuk dinikmati banyak orang.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT berkat limpahan rahmad serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat selesaikan skripsi. Skripsi ini disusun guna meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Di dalam penyusunan skripsi tersebut, tidak mungkin segala aral melintang yang menghadang bisa dilalui tanpa bantuan dari berbagai pihak. Sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya untuk segera menyelesaikan skripsi.

3. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya kepada penulis.

4. Dr. Warto, M.Hum., selaku pembimbing utama dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini teramat sabar dan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

5. Drs. Supariadi, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

6. Seluruh dosen pengajar Ilmu Sejarah yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

7. Ibu Darweni, Bapak Basuki dan segenap staf perpustakaan Reksopustaka Mangkunegaran yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis dalam proses pengumpulan data yang diperlukan.

8. Bapak dan ibu yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.

(8)

commit to user

viii

10.Teman-teman Ilmu Sejarah UNS Angkatan 2004 : Desca, Asih, Wulan, Shofa Daryadi, Wasita, Anton, Amin, Arif, Edy, Sapto, Desy dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan semangat yang kalian berikan. Terimakasih pula untuk teman-teman Ilmu Sejarah angkatan atas dan bawah.

11.Keluarga besar Trah Ronggo Sastro Waskithan dan Tondhonegaran, yang senantiasa memberikan pangestu ketika bertemu.

12.Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Betapa sadar penulis bahwa isi skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, April 2012

(9)

commit to user

DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN DAN UKURAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

A. Wilayah Praja Mangkunegaran Masa Mangkunegara VI ... 14

B. Figur Kepemimpinan Mangkunegara VI ... 19

BAB III MANAJEMEN ATAU PENGELOLAAN PERUSAHAAN GULA PADA MASA MANGKUNEGARA VI ... 24

A. Sistem Produksi Gula ... 24

1. Bahan Baku ... 25

a. Pada Pabrik Gula Colomadu ... 25

(10)

commit to user

x

2. Pembaharuan Mesin-mesin Pabrik ... 29

3. Buruh/Tenaga Kerja ... 33

4. Jumlah Produksi ... 41

B. Distribusi Pemasaran ... 43

1. Transportasi ... 43

2. Jumlah dan Nilai Ekspor ... 47

3. Kontribusi ... 49

C. Organisasi Perusahaan ... 52

1. Superintenden ... 52

2. Demang dan Rangga ... 54

3. Administrator ... 56

4. Mantri Gunung ... 57

5. Opziener ... 57

6. Bekel ... 58

7. Buruh/Kuli ... 62

BAB IV PEMBAHARUAN MANAJEMEN PERUSAHAAN GULA MANGKUNEGARAN ... 67

A. Kontrak Baru atau Sewa Tanah... 67

1. Pada Pabrik Gula Colomadu ... 67

2. Pada Pabrik Gula Tasikmadu ... 68

B. Pemisahan Keuangan Praja dengan Keuangan Perusahaan ... 72

C. Efisiensi atau Penghematan... 73

D. Perbedaan Masa Pemerintahan Mangkunegara V dengan Mangkunegara VI... 77

BAB V KESIMPULAN ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas Areal dan Produksi Gula Mangkunegaran Akhir Abad ... 28 Tabel 2 Luas Lahan Tanaman Tebu dan Banyaknya Tebu Hasil Pembelian

dari Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917 ... 28 Tabel 3 Jumlah Tebu yang Digiling di Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917 32 Tabel 4 Kapasitas Giling Tiap 24 Jam di Tasikmadu 1911 – 1917 ... 32 Tabel 5 Lahan Sawah di Colomadu yang Ditanami Tebu Tahun 1904 ... 33 Tabel 6 Produksi Gula dari Industri Gula Mangkunegaran 1899 – 1917

dalam Kuintal ... 42 Tabel 7 Nilai Ekspor Utama (1870 – 1920) (dalam ribuan Gulden) ... 48 Tabel 8 Persentase Nilai Ekspor ke Berbagai Negara Tahun 1875 – 1930 ... 49

DAFTAR BAGAN

(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN DAN UKURAN

1. ISTILAH

Acte Van Verband : Piagam pengangkatan

Administrator : Pengurus administrasi; manajer utama dari pabrik gula

Afdeeling : Wilayah administrasi Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia yang berada di bawah Keresidenan

Afgemalen : Habis digiling Agrarische zaken : Urusan agraria

Ajun kontrolir : Pembantu kontrolir; pembantu pengawas

Anggaduh : Meminjam; menyewa Beenzwart : Tepung arang tulang

Bekel : Orang yang mendapat wewenang menjaga kebaikan desa; petani penghubung antara pemilik atau penguasa tanah dengan penggarap tanah

Bekel gundul : Bekel yang tidak memiliki petani penggarap atau nara karya : bekel pacul

Bekel ngiras : Pemegang tanah apanage yang mengawasi penanaman di lahannya sendiri

Bengkok : Tanah lungguh untuk perangkat desa Bordes : Tempat bor besar untuk menggiling Bupati patih : Sebutan patih di Praja Magnkunegaran

Cacah : Bahu; karya; luas lahan yang dikaitkan dengan jumlah petani penggarap (nara karya)

Carbonatie : Proses pengkarbonan Commisie van beheer : Komisi penasehat

Centrifuge : Mesin pengolah gula; memisahkan dari pusat atau bagian utama

Civiele lijst : Gaji Raja dan kerabatnya Crusher : Mesin penghancur

Cokes : Batu bara

Cutuurdiensten : Kerja wajib tanam

Dangir : Menyiangi rumput pada tanaman

Demang : Secara harfiah berarti pegangan; seseorang yang diberi tugas untuk memegang dan menjalankan segala pekerjaan di pedesaan

De Hersteller : Sang Pembangun Kembali

(13)

commit to user

Garebeg besar : Pesta upacara yang diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Tengah untuk memperingati hari Raya Idul Adha pada bulan Besar (Dzulhijjah) atau bulan kedua belas dalam penanggalan Jawa dan Islam

Garebeg Maulud : Pesta upacara yang diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Tengah untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad S.A.W pada bulan Maulud atau bulan ketiga dalam penanggalan Islam

Garebeg puasa : Pesta upacara yang diselenggarakan oleh penguasa beragama Islam untuk menyongsong datangnya bulan puasa atau Ramadhan

Giet cokes : Batu bara cair

Glebagan : Bergantian, bergiliran

Gubernemen : Pemerintah Kolonial Belanda

Gugur gunung : Kerja wajib yang dilakukan oleh penduduk desa dalam mengatasi peristiwa-peristiwa besar di desanya seperti bencana alam banjir, tanah longsor dan sebagainya

Gunung : Polisi; pejabat keamanan Heerendiensten : Kerja wajib tidak dibayar Hoofd suiker : Gula kualitas baik / gula murni

Interandiensten : Kerja wajib yang dilakukan petani penggarap untuk kepentingan pabrik gula di sekitar pabrik gula

Ipeng : Jembatan kecil

Jaya ayeran : Jaga patuh; kewajiban yang dikenakan kepada para petani penggarap untuk menjaga rumah kepala desa dalam suau hari tertentu

Jaga larakan : Jaga di pos desa

Jaga patrol : Ronda malam di pedukuhan

Jaga playangan : Kegiatan mengantor surat dari desa ke kecamatan dan sebaliknya

Jajar : Petugas yang menerima perintah dari bekel Java gas cokes : Batu bara padat Jawa

Jung Satuan luas sekitar 4 bahu atau 28.386 m2 Kabekelan : Wilayah kekuasaan bekel

Kapanewonan : Wilayah administrasi dengan luas wilayah sebesar seribu bahu atau karya dan dipimpin oleh seorang panewu

(14)

commit to user

xiv

Kapitalisme : Sistem dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada modal pribadi atau dari perusahaan swasta dengan ciri persaingan di pasar bebas

Kareteg : Jembatan besar

Karya : Jumlah kuli yang terlibat dalam pengolahan lahan; kesatuan luas sekitar 7.069 m2; satu bahu; ¾ hektar Kemantren gunung : Kecamatan; onderdistrict

Klep plaat : Tempat katup Kondensator central : Kondensasi pusat

Kookpan : Panci besar untuk memasak

Kuli kenceng : Petani penggarap dengan penguasaan tanah sawah minimal seluas 0,5 hektar ditambah tanah pekarangan dan tegalan

Legiun : Pasukan bersenjata; angkatan perang Lungguh : Duduk; tanah jabatan

Macadam : Makadam; jalan yang diperkeras dengan batu

Mandor : Orang yang mengepalai beberapa orang atau kelompok dan bertugas mengawasi pekerjaan mereka; karyawan biasa yang tugasnya sama dengan tugas karyawan dan merangkap tugas pengawasan atas rekan-rekannya

Mangkunegaran : Nama praja atau wilayah kekuasaan Mangkunegara Mantri gunung : Pejabat kepolisian di bawah wedana gunung Missive : Surat dinas

Molen : Alat penggilingan

Multiple effect : Efek atau akibat yang luas atau banyak

Nara karya : Petani penggarap tanah yang disertai dengan kewajiban-kewajiban kepada desa dan praja

Nglaci : Membuat parit

Onderneming : Perusahaan; perkebunan

Onderafdeeling : Wilayah administrasi Kolonial Belanda di bawah Afdeeling

Onderdistrict : Wilayah administrasi di bawah distrik; kecamatan Onderregentscahp : Wilayah administrasi setingkat kabupaten, di atas

distrik Opziener : Pengawas

Pacht : Sewa

Pasang rahan : Peristirahatan

Panewu gunung : Penguasa pemerintahan pada setingkat distrik

(15)

commit to user

xv

Patok : Ukuran luas sekitar 354,75 m2

Patuh : Lurah patuh; pemegang tanah jabatan yang ditunjuk oleh raja/adipati

Pemalik rahi : Uang pengganti kepada pemilik atau pemakai lama Penemu : Camat; kepala pemerintahan di atas kepala desa dan

di bawah wedana; penguasa 1.000 karya tanah

Pepanci : Bagian yang diberikan kepada seseorang karena memang menjadi haknya; jatah gaji

Piagem : Surat tanda perjanjian Pituwas : Penghargaan; tanah pensiun Praja : Kerajaan; wilayah kerajaan Pranatan : Peraturan; tatanan

Priayi : Kerabat atau keluarga raja; bangsawan; aristokrat; pejabat pemerintahan di Jawa; elite terpelajar di Jawa Proef station : Balai percobaan / penelitian

Putra Sentana : Anak keturunan dan kerabat raja Quadruple effect : Mesin penggiling berlipat empat Rambanan : Bahan pakan ternak

Rangga : Kepala desa yang berasal dari priayi Rembang : Panen tebu

Reorganisasi : Pengorganisasian kembali; pembaharuan Reynoso : Teknologi penanaman tebu

Rendement : Hasil laba / sisa

Rijksblad : Lembaran praja; terbitan praja yang berisi informasi tentang peraturan-peraturan kerajaan

Ru (roede) : Ukuran panjang sekitar 12 kaki; satu tombak; 3,77 m Self supporting : Sistem ekonomi yang mandiri / berdikari

Sereh : Jenis hama yang menyerang tanaman tebu

Sikepan : Berpakaian dengan menggunakan sikep (jenis pakaian Jawa)

Station : Setasiun; tempat menjalankan mesin-mesin pabrik Stroop suiker : Gula cair kualitas baik / gula sirup

Superintendent : Pimpinan administrasi yang mengatur badan usaha milik seseorang atau badan

Triple effect : Mesin penggiling berlipat tiga Toeslag : Tambahan biaya, tambahan gaji Vacuum pan : Ruang hampa udara

Verdamping : Sistem penguapan

Verslaag : Laporan

Wedana gunung : Penguasa wilayah pemerintahan setingkat kabupaten Wingewest : Daerah yang menguntungkan

Wissel gronden : Tanah yang dikerjakan secara bergantian atau bergiliran antara tanaman tebu dengan tanaman padi; glebagan

Woeste gronden : Tanah liar

(16)

commit to user

xvi Zuiger stang : Pipa penyedot 2. SINGKATAN

BB : Binnenlandch Bestuur (Pemerintahan Dalam Negeri) B.R.Aj. : Bandara Raden Ajeng

B.R.M.H. : Bandara Raden Mas Harya G.R.M. : Gusti Raden Mas

K.G.P.A.A. : Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria K.P.A. : Kanjeng Pangeran Arya

MN : Mangkunegara / Mangkunegaran PG : Pabrik Gula

VOC : Vereenigde Oost Indische Compagnie (Persekutuan Perusahaan-perusahaan Hindia Timur Belanda)

3. UKURAN

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1 : Peta Wilayah Mangkunegaran ... 88 Gambar 2 : K.G.P.A.A. Mangkunegara VI ... 89 Lampiran 1 : Turunan Surat tentang masalah keuangan Mangkunegaran harus

diketahui Residen dan akan mengikuti segala saran-saran Residen tentang Pemerintahan, tanpa tahun. MN VI No. 190 ... 90 Lampiran 2 : Laporan tahunan keuangan Mangkunegaran tahun 1912. MN VI

(18)

commit to user

xviii

ABSTRAK

RM Iwan Krishna Wardhana, C 0504043, 2012, Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896 – 1916), Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini membahas tentang manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa pemerintahan Mangkunegara VI. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI dan bagaimana Mangkunegara VI melakukan pembaharuan/ perubahan manajemen perusahaan perkebunan Praja Mangkunegaran.

Penelitian ini menggunakan penelitian sejarah dengan tehnik pengumpulan data menggunakan studi dokumen atau arsip dan studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian dikritik secara intern dan ekstern dipadukan dengan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta sejarah. Fakta tersebut kemudian dianalisis dengan tehnik analisis diskriptif kualitatif dan disusun dalam sebuah historiografi.

(19)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan perkebunan di negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Di negara-negara berkembang, pada umumnya perkebunan hadir sebagai perpanjangan dari perkembangan kapitalisme agraris Barat yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial. Perkebunan pada awal perkembangannya hadir sebagai sistem perekonomian baru yang semula belum dikenal, yaitu sistem perekonomian pertanian komersial (commercial agriculture) yang bercorak kolonial.

Sistem perkebunan yang dibawa oleh pemerintah kolonial atau yang didirikan oleh korporasi kapitalis asing itu pada dasarnya adalah sistem perkebunan Eropa (European plantation), yang berbeda dengan sistem kebun (garden system) yang telah lama berlaku di negara-negara berkembang pada masa pra-kolonial. Sebagai sistem perekonomian pertanian baru, sistem perkebunan telah memperkenalkan berbagai pembaharuan dalam sistem perekonomian pertanian yang membawa dampak perubahan penting terhadap kehidupan masyarakat tanah jajahan atau negara-negara berkembang. Karena itu

(20)

commit to user

perkembangan perkebunan di negara-negara berkembang berkaitan erat dengan proses modernisasi.1

Dalam catatan sejarah Indonesia selama masa kolonial Belanda berkuasa, terjadi beberapa kali pergantian haluan politik. Pertama politik kolonial konservatif, terutama dijalankan pada masa tanam paksa pada tahun 1830-1870. Pada masa politik kolonial konservatif masalah-masalah politik, hukum, dan perekonomian dikuasai dan dikendalikan oleh negara kolonial. Tidak mengherankan apabila hasil dari kegiatan ekonomi pada masa itu sebagian besar dinikmati oleh negara Belanda.2 Kedua adalah politik kolonial liberal yang dijalankan tahun 1870-1900.

Dalam politik kolonial ini peranan negara hanya terbatas pada persoalan menjaga ketertiban hukum keteraturan masyarakat, sedangkan urusan ekonomi dijalankan oleh swasta yang kemudian mendorong tumbuhnya berbagai perusahaan swasta di Indonesia. Baik politik kolonial konservatif maupun politik kolonial liberal dianggap tidak ada bedanya, karena hasil dari kedua kebijaksanaan politik tersebut tidak dapat dinikmati oleh penduduk pribumi.

Awal abad XX, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang paling mendasar. Eksploitasi terhadap Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama kekuasaan Belanda, digantikan dengan pernyataan-pernyataan keprihatinan atas kesejahteraan bangsa Indonesia. Dalam hal ini muncul

1

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1991, Sejarah Perkebunan di Indonesia (Kajian Sosial Ekonomi) (Yogyakarta : Aditya Media), hlm. 3.

2

(21)

commit to user

kebijaksanaan politik yang ketiga yaitu politik kolonial etis 1900-1942. Dalam politik kewajiban moril memperhatikan kepentingan pribumi dan membantu Indonesia dalam kesulitan. Politik etis mengubah pandangan dalam politik kolonial yang beranggapan Indonesia tidak lagi sebagai wingewest atau daerah yang menguntungkan. Indonesia diubah menjadi daerah yang perlu dikembangkan, melalui tiga prinsip dasar, yaitu pendidikan, perpindahan penduduk dan pengairan.3

Perusahaan gula di Praja Mangkunegaran mulai ada sejak masa pemerintahan Mangkunegara IV (1853 – 1881), yang melatarbelakangi Mangkunegara IV dalam membangun perusahaan gula ialah gula merupakan produk ekspor yang pada saat itu sedang naik daun dipasarkan baik di dalam negeri maupun luar negeri, tanaman tebu sudah terbiasa ditanam di sejumlah tempat di wilayah Surakarta termasuk Mangkunegaran, sumber pendapatan Praja secara tradisional melalui pajak dan persewaan tanah dirasa tidak mencukupi.4 Dengan dibangunnya dua pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu maka pendapatan Mangkunegaran meningkat serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar pabrik dengan bekerja di pabrik maupun di perkebunan tebu.

Masa Mangkunegara IV merupakan masa kejayaan perekonomian Mangkunegaran khususnya di sektor perkebunan yaitu kopi dan gula yang pada saat itu sedang naik daun di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut berubah setelah meninggalnya Mangkunegara IV dan digantikan

3

Marwati Djoened Poesponegoro, et.al, 1993. Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), hlm 37.

4

(22)

commit to user

puteranya Mangkunegara V, adanya krisis ekonomi dunia (1875 – 1890) dan wabah penyakit sereh yang menyerang tanaman kopi dan tebu mengakibatkan pendapatan Praja menurun sehingga harus berhutang kepada pemerintah Kolonial Belanda untuk memenuhi kebutuhan praja. Sehingga mulai saat itu masa Mangkunegara V (1881 – 1896) keuangan Praja Mangkunegaran diawasi langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam hal ini Residen Surakarta dengan dibentuk suatu Dewan Komisi yang bertugas mengawasi keuangan Praja.

Praja Mangkunegaran mengalami perubahan dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini ditandai dengan Mangkunegara I sebagai pendiri Praja Mangkunegaran, Mangkunegara II sebagai peluas daerah Praja Mangkunegaran, Mangkunegara III sebagai peletak dasar sistem ketataprajaan atau pemerintahan di Mangkunegaran, Mangkunegara IV merupakan peletak dasar sistem perkebunan modern di Jawa, yang berhasil membangun sistem ekonomi Praja Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara IV inilah puncak kejayaan Mangkunegaran di bidang ekonomi dengan membawa Praja Mangkunegaran menuju ke arah kemakmuran rakyat dengan mengusahakan peningkatan pertanian dan perkebunan.

(23)

commit to user

kesalahan manajemen keuangan Praja oleh Sri Mangkunegara V sendiri. Faktor yang ikut menentukan hancurnya keuangan Praja Mangkunegaran yaitu adanya krisis ekonomi dunia (1875-1890) yang melanda pada saat itu. Sebagai akibat dari situasi keuangan tersebut, pengelolaan keuangan Praja diambil alih oleh Residen Surakarta.

Akibat krisis ekonomi dunia tahun 1880-an, terjadi proteksi terhadap gula bit di Eropa yang mengakibatkan peredaran gula dalam negeri menjadi lebih besar karena tidak dapat diserap dalam pasaran Eropa yang selama itu menjadi pasar utama produksi gula dari Jawa. Oleh karena penawaran lebih besar dari permintaan maka harga gula mengalami kerugian karena laba dari penjualan gula tidak seimbang dengan biaya produksi. Selain itu di Jawa juga sedang berjangkit penyakit sereh yang melanda kebun-kebun tebu, termasuk kebun-kebun tebu Mangkunegaran, baik di sekitar Colomadu maupun Tasikmadu. Akibatnya, jumlah tebu yang dihasilkan tiap hektar menurun drastis dan kualitas gula yang dihasilkan tidak baik. Peristiwa ini merupakan pukulan berat bagi kelangsungan industri gula Mangkunegaran.

(24)

commit to user

ekonominya sendiri dengan mengikuti pola ekonomi kapitalis produksi ala Eropa ini terpaksa harus mengalami ujian yang berat.5

Perusahaan gula masa Mangkunegara VI di sini menarik untuk dikaji karena dengan kegigihannya berhasil meningkatkan perekonomian Praja Mangkunegaran khususnya di bidang produksi gula. Manajemen dan mesin-mesin pabrik diperbaiki dan diperbarui untuk meningkatkan hasil produksi gula. Mesin-mesin yang telah rusak diganti dengan mesin-mesin baru yang didatangkan dari Eropa, sehingga produksi gula meningkat dan hasil penjualan meningkat. Perusahaan gula merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar sejak masa Mangkunegara IV dengan dibangunnya 2 pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu.

Pada masa Mangkunegara IV inilah perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kejayaannya, namun setelah digantikan puteranya Mangkunegara V perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kemunduran dan meninggalkan banyak hutang. Tugas berat di awal pemerintahan Mangkunegara VI membuatnya melakukan politik penghematan dan meningkatkan produksi gula untuk menunjang perekonomian. Cita-cita Mangkunegara VI ingin mengembalikan masa kejayaan perusahaan gula yang pernah dialami oleh ayahnya Mangkunegara IV.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan beberapa perumusan masalah sebagai berikut :

5

(25)

commit to user

1. Bagaimana manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI ?

2. Bagaimana Mangkunegara VI melakukan pembaharuan/perubahan manajemen perusahaan perkebunan Praja Mangkunegaran ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI.

2. Untuk mengetahui Mangkunegara VI melakukan pembaharuan/perubahan manajemen perusahaan perkebunan Praja Mangkunegaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Perkembangan ilmu sejarah sendiri sebagai bahan acuan bagi sejarawan yang ingin memperdalam dan meneliti masalah ini.

2. Mengetahui peranan Mangkunegara VI terhadap perkembangan perusahaan gula di Praja Mangkunegaran tahun 1896 – 1916.

E. Kajian Pustaka

(26)

commit to user

Pringgokusumo yang berjudul Mangkunegaran, Analisis sebuah Kerajaan Jawa (1939), yang berisi mengenai sejarah berdirinya Kadipaten Mangkunegaran, gambaran umum Praja Mangkunegaran meliputi jalannya pemerintahan mulai dari K.G.P.A.A. Mangkunegara I hingga VII, wilayah dan penduduk Mangkunegaran juga keadaan perekonomian. Di dalam buku ini juga dibahas mengenai melemahnya perekonomian Mangkunegaran pada masa Mangkunegara V akibat adanya krisis ekonomi dunia (1875-1890) dan adanya kesalahan manajemen pengelolaan keuangan.

Pada masa Mangkunegara VI keadaan perekonomian yang buruk berangsur-angsur membaik dengan dijalankannya politik penghematan dan perbaikan pengelolaan keuangan perusahaan maupun kas Praja Mangkunegaran. Di dalam buku ini dijelaskan usaha-usaha Mangkunegara VI dalam memulihkan perekonomian dengan dijalankannya politik penghematan dengan dikuranginya gaji para pegawai dan kerabat Mangkunegaran, mengurangi pengeluaran yang tidak perlu yaitu dengan penyederhanaan pesta-pesta kerajaan serta perbaikan manajemen perusahaan juga mengenai pemisahan keuangan perusahaan dengan keuangan Praja Mangkunegaran.

(27)

commit to user

Tasikmadu serta kekayaan milik Mangkunegaran yang lain pada pertengahan abad ke 19 hingga abad ke 20 awal.

Pada bagian pertama menguraikan tentang pertumbuhan Praja Mangkunegaran dengan menjelaskan proses politik sehubungan dengan lahirnya Praja Mangkunegaran. Pada bagian kedua membahas secara garis besar tentang perusahaan milik Praja Mangkunegaran dari pertengahan abad XIX hingga awal abad XX. Karya ini hanya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan perusahaan perkebunan gula di Mangkunegaran dari masa pertumbuhan, perkembangan dan hancurnya perkebunan gula tersebut pada masa Mangkunegara V.

Buku karangan Dr. S. Mansfeld yang diterjemahkan oleh Muhammad Husodo Pringgokusumo berjudul Sejarah Milik Praja Mangkunegaran (1986) yang berisi pada bab I tentang lahirnya Praja Mangkunegaran, bab II tentang Sri Mangkunegara IV sebagai peletak dasar milik Praja Mangkunegaran, bab III mengenai kemunduran pada zaman Sri Mangkunegara V, pada bab IV berisi campur tangan pemerintah Hindia Belanda, bab V mengenai Sri Mangkunegara VI berhasil melepaskan campur tangan pemerintah Hindia Belanda dan pada bab VI berisi penggunaan dana Praja Mangkunegaran oleh Sri Mangkunegara VII (sampai tahun 1925).

(28)

commit to user

praja dengan keuangan perusahaan gula Mangkunegaran. Buku ini sangat membantu di dalam penulisan ini karena berisi usaha-usaha yang dilakukan Mangkunegara VI dalam memperbaiki keadaan perekonomian di Praja Mangkunegaran khususnya di sektor perusahaan gula tahun 1896 – 1916.

Buku karya R.S.S. Sidamukti yang berjudul Sri Paduka K.G.P.A.A Mangkunegara VI (1965) dalam rangka peringatan meninggalnya Mangkunegara VI ke-40 tahun / 5 windu berisi riwayat hidup dari Mangkunegara VI dari kecil, dewasa hingga memegang tampuk pimpinan di Praja Mangkunegaran dengan keberhasilannya dalam membangun kembali perekonomian yang pada masa Mangkunegara V mengalami kemunduran. Buku ini sangat membantu dalam penulisan ini karena berisi riwayat hidup Mangkunegara VI khususnya usaha-usahanya dalam membangun kembali perekonomian di Praja Mangkunegaran yaitu dengan memperbaiki manajemen pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu.

Mengadakan politik penghematan mulai dari gaji pegawai sampai pada masalah penyederhanaan pesta-pesta kerajaan serta pemisahan keuangan kas Praja dengan keuangan perusahaan milik Mangkunegaran sehingga perekonomian Praja Mangkunegaran mulai membaik. Praja Mangkunegaran mampu melunasi semua hutang-hutangnya dan diberikan hak otonomi untuk mengurusi keuangan di Mangkunegaran kembali setelah sebelumnya sejak masa pemerintahan Mangkunegara V keuangan Praja diawasi oleh Pemerintah Hindia Belanda.

(29)

commit to user

perusahaan, pabrik dan perkebunan sehingga Praja Mangkunegaran mencapai kesuksesan dalam bidang perekonomian. Buku ini lebih menitikberatkan mengenai perkebunan tebu atau pabrik gula sebagai salah satu bagian dari kesuksesan perekonomian Praja Mangkunegaran. Di samping itu juga membicarakan mengenai usaha yang dilakukan Mangkunegara VI dalam meningkatkan pendapatan Praja Mangkunegaran. Secara keseluruhan, buku ini sangat bagus sebagai penunjang penelitian ini, karena dengan buku ini sedikit banyak dapat diketahui seberapa besar peranan Mangkunegara VI dalam meningkatkan pendapatan di Praja Mangkunegaran.

Dari karya-karya di atas, maka dicoba untuk mengungkap lebih lengkap lagi mengenai kebangkitan kembali ekonomi di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VI, yang mengantarkan ekonomi di Praja Mangkunegaran mencapai zaman kejayaan kembali sehingga mendapat julukan De Hersteller atau Sang Pembangun Kembali. Sudah banyak penelitian mengenai Praja Mangkunegaran, tetapi hanya sedikit yang khusus mengkaji mengenai masa Mangkunegara VI. Penelitian mengenai ekonomi di Praja Mangkunegaran antara lain berjudul Era Kebangkitan Ekonomi di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara IV, Perusahaan Perkebunan Kopi pada masa Mangkunegara IV

(1853-1881) dan Krisis Ekonomi pada masa Mangkunegara V (1881-1896).

F. Metode Penelitian

(30)

commit to user

diperlukan, dianalisis dan dikembangkan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau sedangkan fakta tidak mungkin ditemukan tanpa tersedianya data. Berasal dari data-data itulah fakta dapat ditemukan setelah melalui proses interpretasi sedangkan data baru dapat ditemukan setelah melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber sejarah.6

Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.7 Metode sejarah ini terdiri dari 4 tahap yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu : heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

1. Heuristik

Heuristik merupakan proses pengumpulan sumber-sumber tertulis baik studi dokumen berupa arsip, surat keputusan, laporan-laporan maupun studi pustaka berupa hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan. Arsip tersebut berasal dari perpustakaan Reksopustaka Mangkunegaran karena sebagian arsip atau dokumen sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Adapun arsip yang digunakan antara lain : Surat Residen Surakarta kepada Asisten Residen Surakarta dan Superintenden Urusan Mangkunegaran tanggal 28 Desember 1894

no. 6901/38 dalam Arsip P 1760, Surat Superintenden kepada Residen Surakarta

tanggal 25 Januari 1895 no. MN 738 dalam Arsip YN 992, surat jawaban

6

Sartono Kartodirdjo, 1992, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah, (Jakarta : PT. Gramedia), hlm. 90.

7

(31)

commit to user

superintenden De Kock van Leeuwen kepada Residen Surakarta tanggal 18

Oktober 1895 dalam Arsip P 1760 dan YN 992, babad dan serat-serat mengenai Mangkunegara VI serta dokumen lainnya.

2. Kritik Sumber

Kritik ini bertujuan untuk mencari otensitas atau keaslian data-data yang diperoleh melalui kritik intern dan kritik ekstern. Dalam hal ini data yang diperoleh harus diuji, baik secara intern maupun ekstern. Data yang diperoleh dari arsip Mangkunegaran, buku-buku dan sumber lain seperti koran, majalah yang ada di Monumen Pers kemudian dikritik sesuai dengan permasalahan yang dikaji. 3. Interpretasi

Usaha ini merupakan penafsiran terhadap fakta-fakta yang diperoleh dari data-data yang telah diseleksi dan telah dilakukan kritik sumber. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analitis yaitu menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Selain itu tehnik yang digunakan untuk menganalisa data penelitian ini adalah tehnik analisis dengan tehnik diskriptif kualitatif, yaitu untuk mencari hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis pada ruang dan waktu tertentu. Tujuan dari tehnik ini adalah agar penelitian ini tidak hanya menjawab apa, kapan dan di mana peristiwa ini terjadi tetapi juga menjelaskan gejala sejarah sebagai kausalitas.

4. Historiografi

(32)

commit to user

pemahaman dan interpretasi atas fakta sejarah itu ditulis dalam bentuk kisah sejarah yang menarik dan logis serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya kemudian disajikan dalam bentuk penulisan diskriptif.

G. Sistematika Skripsi

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri atas :

Bab I yang berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tentang gambaran umum Praja Mangkunegaran yang meliputi wilayah Praja Mangkunegaran masa Mangkunegara VI dan figur Mangkunegara VI sebagai pemimpin.

Bab III mendiskripsikan tentang manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI yang berisi sistem produksi gula, distribusi pemasaran serta organisasi perusahaan.

Bab IV berisi tentang pembaharuan manajemen perusahaan yang meliputi kontrak baru atau sewa tanah, pemisahan keuangan Praja dengan keuangan perusahaan, efisiensi atau penghematan dan perbedaan masa pemerintahan Mangkunegara V dengan Mangkunegara VI.

(33)

commit to user

BAB III

MANAJEMEN ATAU PENGELOLAAN PERUSAHAAN GULA

PADA MASA MANGKUNEGARA VI

A. Sistem Produksi Gula

Perusahaan gula di Praja Mangkunegaran mulai ada sejak masa pemerintahan Mangkunegara IV (1853 – 1881), pabrik gula pertama yang dibangun adalah pabrik gula Colomadu, peletakan batu pertama dilakukan pada hari Minggu tanggal 8 Desember 1861 dan pada tahun 1862 pabrik gula itu sudah siap untuk dioperasikan, biaya pembangunan pabrik mencapai f 400.000. Keberhasilan pabrik gula Colomadu mendorong Mangkunegara IV membangun pabrik gula kedua, yaitu pabrik gula Tasikmadu. Pabrik gula kedua ini letaknya di desa Sandakara, Distrik Karanganyar. Wilayah ini merupakan daratan rendah yang terletak di sebelah barat lereng Gunung Lawu dan sebelah timur Kota Solo, tepatnya di tepi jalan Solo – Karangpandan.

Peletakan batu pertama pembangunan bangunan pabrik dilakukan tanggal 11 Juni 1871. Pabrik gula diselesaikan pembangunannya tahun 1874. Selain itu Praja Mangkunegaran juga mendirikan pabrik beras Polokarto di wilayah Honggobayan Kecamatan Jatisrono pada tahun 1882, pabrik gula Kemiri tahun 1883 yang dibeli oleh MangkunegaraV beserta dengan areal perkebunan tebunya. Pabrik tersebut diberi nama Madu Renggo karena sulitnya transportasi dan rendahnya jumlah produksi akhirnya pada tahun 1886 pabrik gula Kemiri atau Madu Rengga ditutup dan digabungkan dengan pabrik gula Tasikmadu,

(34)

commit to user

pembudidayaan tanaman tembakau tetapi mengalami kegagalan karena tanaman tembakau sangat tergantung dengan iklim yang sulit dikontrol juga faktor pemeliharaan yagn masih sangat tradisional dan bibit yang mempunyai produktivitas yang sangat rendah serta perkebunan teh kemuning yang pengelolaannya kemudian diserahkan kepada pihak swasta Belanda.

1. Bahan Baku

a. Pada Pabrik Gula Colomadu

Dalam proses penanaman tebu diperlukan adanya sejumlah faktor pendukung, antara lain : bibit, pengolahan, pemupukan dan pemanenan atau rembang. Untuk memenuhi persediaan bibit, industri gula Mangkunegaran mengadakan penanaman sendiri di kebun bibit yang terletak pada lahan yang mudah perolehan airnya. Lahan yang digunakan untuk kebun bibit bisa berasal dari tanah persewaan maupun tanah di wilayah pabrik gula sendiri. Kebun bibit di tanah sewa sudah berlangsung sejak akhir abad XIX hingga tahun 1924. Kebun bibit hasil sewa lahan dari pabrik gula Colomadu berasal dari Ampel, suatu lahan bibit di wilayah sunan yang disewa oleh pabrik gula ini. Untuk mengangkut bibit yang jaraknya cukup jauh itu digunakan jasa kereta api. Sementara itu, kebun bibit di lahan sendiri berada di sekitar pabrik gula Colomadu. Pengangkutannya menggunakan gerobag atau cikar.1

b. Pada Pabrik Gula Tasikmadu

Berbeda dengan di Colomadu, bibit tebu untuk perkebunan tebu Tasikmadu terutama dipenuhi dari kebun bibit dari wilayah Tasikmadu sendiri.

1

(35)

commit to user

Semula kebun bibit hanya berlokasi di Desa Klangon dan Tasikmadu, tetapi sejak tahun 1912 terdapat tambahan kebun bibit di Triagan. Kebun bibit Triagan ini tanahnya diperoleh dengan menyewa kepada Sunan karena meskipun letaknya masih dalam areal Tasikmadu, tanah itu merupakan milik Sunan.

Jenis bibit tebu yang ditanam berubah-ubah. Perubahan jenis bibit yang ditanam mengikuti perkembangan inovasi bibit tebu yang dikembangkan pusat penelitian di Pasuruan. Kebun tebu Mangkunegaran yang termasuk dalam kelompok perkebunan tebu Solo sangat dipengaruhi oleh inovasi-inovasi tersebut. Dalam kelompok Solo ini terdapat jaringan antara perkebunan yang difasilitasi oleh penasihat tanaman tebu dan pabrik gula Solo. Sampai dengan tahun 1920-an, jenis tebu yang ditanam adalah DI 52, EK 2 dan 247 B.2

Waktu penanaman tebu yang ideal adalah pada bulan Juni dan Juli. Secara teoritis tanaman yang ditanam pada bulan-bulan itu akan memperoleh hasil tebu yang paling maksimal dibandingkan dengan bulan-bulan sebelum atau sesudahnya. Semakin maju atau semakin mundur dari bulan tanam itu, produksi gulanya semakin rendah.3 Ada beberapa faktor penyebab keterlambatan dalam penanaman tebu di perkebunan tebu Mangkunegaran. Faktor utama adalah keterlambatan penyerahan lahan tebu dari petani akibat sistem glebagan. Selain itu juga faktor ketersediaan tenaga kerja serta kesiapan bibit. Untuk mengantisipasi menumpuknya pekerjaan pada bulan Juni dan Juli, sebagian tanaman tebu untuk daerah tertentu ditanam pada bulan-bulan sebelumnya. Dengan demikian, penanaman tebu dapat berlangsung empat sampai enam bulan.

2Ibid

, hlm 81.

3

(36)

commit to user

Tanah yang hendak ditanami bibit tebu dipersiapkan secara matang. Pertama-tama dibuat stelsel got yang rasional, yakni dengan kedalaman 12 inci. Tanahnya diangkat ke permukaan membentuk pematang. Tanaman tebu ditanam dengan alur (larik) model h.e.h. Pemupukan merupakan tahap berikutnya setelah kegiatan penanaman tebu dilakukan. Pemupukan dilakukan selama 2 kali, yakni sekitar 20 hari setelah tunas tebu ditanam dan beberapa bulan setelah tebu tumbuh besar. Sebagaimana yang berlaku umum di Jawa selama itu, cara pemupukan dilakukan dengan cara menanam pupuk dalam lubang yang dibuat di sekitar tanaman tebu. Cara seperti ini sejak tahun 1920-an diganti dengan cara yang baru, yakni dengan memberikannya di permukaan tanah di sekitar tanaman tebu. Dengan cara seperti ini diharapkan dapat mengurangi jumlah pupuk yang digunakan.

Selain pupuk kandang, pada abad XX digunakan pupuk buatan. Pupuk buatan berupa ammonia cair atau Z.A dan dubbele superpospat atau enkele superpospat. Persediaan pupuk ditampung di los-los sekitar perkebunan yang rentan terhadap pencurian. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penggunaan pupuk buatan terutama Z.A sekitar 5 sampai dengan 6 pikul per bahu untuk tanah-tanah yang subur. Sementara itu untuk tanah-tanah-tanah-tanah yang tandus diberikan pupuk hingga 7 pikul per bahu.4

Sejalan dengan membaiknya kinerja manajemen industri gula Mangkunegaran, luas lahan dan produksi gula yang dihasilkan juga mengalami peningkatan. Lahan yang digunakan untuk perkebunan tebu tidak hanya pada

4 Surat dari Groep Adviseur Voor Solo kepada Superintendent der Mangkonegorosche

(37)

commit to user

wilayah Mangkunegaran, tetapi juga ke wilayah Kasunanan dengan cara sewa lahan. Misalnya, pada tahun 1912 wilayah kebun tebu Triagan disewa oleh Manajemen Pabrik Gula Tasikmadu.

Peningkatan areal tanam didorong oleh membaiknya kinerja pabrik gula akibat harga gula yang kompetitif di pasaran. Selain itu, penyakit tebu mulai dapat diatasi karena pemilihan bibit varietas unggul. Besarnya permintaan bahan dasar tebu untuk digiling di pabrik gula Tasikmadu juga menjadi faktor peningkatan luas areal tanam. Untuk wilayah Tasikmadu data luas lahan ditemukan untuk tahun 1911 – 1917. Selain tebu yang ditanam sendiri, juga terdapat tebu hasil pembelian. Tabel 1 memberikan gambaran tentang luas lahan tebu Tasikmadu pada periode awal ketika industri gula kembali dikelola oleh Praja Mangkunegaran.

Tabel 1

Luas Areal dan Produksi Gula Mangkunegaran Akhir Abad XIX

Tahun Luas areal (ha) Produksi gula (kuintal) Sumber : A.K. Pringgodigdo, 1976, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan

Mangkunegaran, Terj. Maryono Taroeno, (Surakarta : Reksopustaka Mangkunegaran), hlm 103.

Catatan : Ttd : Tidak tersedia data

Tabel 2

Luas Lahan Tanaman Tebu dan Banyaknya Tebu Hasil Pembelian dari Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917

Tahun

(38)

commit to user

1912 785 874.901 1.114 84.285 959.186 1913 979 1.319.066 1.347 180.770 1.499.836 1914 966 1.309.779 1.355 205.329 1.515.108 1915 969 1.213.825 1.252 190.882 1.404.707 1916 1.040 1.386.163 1.332 256.276 1.642.439 1917 1.028 1.247.060 1.213 373.681 1.620.741 Sumber : A.K. Pringgodigdo, 1976, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan

Mangkunegaran, Terj. Maryono Taroeno, (Surakarta : Reksopustaka Mangkunegaran), hlm 127.

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa luas areal tanaman tebu sendiri wilayah Tasikmadu terus mengalami perkembangan yang signifikan. Pada tahun 1911 luas lahan tebu sudah mencapai 693 hektar, padahal pada akhir abad XIX ketika masih dikelola oleh residen luas aeral tertinggi hanya 373 hektar (tahun 1895). Dengan demikian, selama 16 tahun mengalami kenaikan luas lahan tebu 86%. Dari tahun 1911 sampai dengan tahun 1917 luas lahan tanaman tebu cenderung mengalami kenaikan.

(39)

commit to user

2. Pembaharuan Mesin-mesin Pabrik

Perkembangan jumlah tebu yang digiling di pabrik gula Tasikmadu juga didorong oleh kemampuan gilingnya. Pada perempat kedua abad XX, kemampuan giling pabrik gula ini meningkat pesat. Perkembangan kemampuan giling ini disebabkan oleh perbaikan teknologi dan sarana pendukung dari pabrik gula itu. Setelah berakhirnya musim giling tanggal 23 Desember 1912, pabrik gula ini mengalami pembangunan secara besar-besaran. Kecuali penempatan mesin penggiling dengan kualifikasi multiple effect, semua bagian pabrik dibongkar dan dibangun lagi. Pada bekas gedung tempat mengolah tebu menjadi gula dibuat bangunan besar dengan atap besi. Di samping atau di sebelah pabrik baru ini dibangun bangsal penumbukan yang baru beratap besi. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan pembangunan bagian-bagian lain dari pabrik itu.

Di dalam bangunan-bangunan baru itu berbagai sentral pabrikasi dibentuk dengan menggunakan alat-alat baru. Mesin-mesin pabrik Tasikmadu yang sudah tua memang masih dipergunakan, tetapi dilengkapi dengan mesin-mesin lain yang diambil dari pabrik gula Triagan. Selain itu juga ditambah dengan mesin-mesin baru di Eropa, seperti bor besar. Untuk meningkatkan daya tampung tebu yang telah digiling, juga dibeli panci penampung gula olahan, satu untuk Tasikmadu dan dua untuk Triagan.5

Secara teknis pabrik gula yang diperbarui tahun 1912 itu sangat bagus. Kedua penguapan dalam 7 panci penampung dipindahkan oleh pompa udara yang basah untuk dapat bekerja secara lebih ekonomis agar dapat memindahkan air

5

(40)

commit to user

sampai pada kondensasi pusat yang terletak di belakang dua mesin pemompa itu. Sebaliknya, bor dipasang dalam posisi centrifugal dilengkapi dengan filter. Dalam pembaruan mesin pabrik ini, carbonage sama sekali diperbarui dan kapasitas giling ditingkatkan mulai dari 18.000 pikul.6

Molen-molen diperluas dengan sebuah crusher yang bekerja dengan baik, demikian pula Verdampingnya (penguapannya) tetapi kondensasi sentral tidak sesuai harapan karena kondensator model baru masih dalam pengiriman. Penggunaan kondensator lama sering menghambat proses produksi kaerna uap-uap carbonatie tidak semuanya bisa dikondensasi dan disedot oleh pompa udara kering sehingga banyak uap yang ikut tersedot ke dalam pompa. Kinerja pompa yang demikian itu bisa berbahaya karena tekanan di dalam pompa meningkat seharusnya ruangan di dalam pompa itu hampa udara. Hal ini berakibat pompa tersebut harus terus dihentikan untuk mengosongkan pompa dan mengganti klep plaat atau tempat katup karena uap tersebut mengakibatkan pipa-pipa penyedot atau zuiger stang berkerut dan tiap hari klepnya harus diganti.

Pada tanggal 2 Juli tahun 1913 setelah selesai masa giling, station baru disambung dengan kondensator model baru sehingga perputaran uap menjadi normal. Untuk Kalk Oven (oven gampign) menggunakan java gas cokes karena cocok, tetapi lama-kelamaan tidak sesuai untuk mesin pompa gas dengan klep model baru. Karena cokes tersebut kotor, maka di bagian dalam dari pompa itu terbentuklah tir, yang tidak saja melekat pada zuiger tetapi juga pada pompa itu

6

(41)

commit to user

dan klepnya harus diganti sebab klep-klep itu menjadi seret sehingga setelah beberapa jam tidak bekerja lagi dan jika diteruskan akan pecah.

Setelah diadakan perundingan antara superintenden dengan Direktur Proef Station (Balai Percobaan). Industri di Kagok dan wakil dari penyalur instalasi mesin-mesin pabrik, akhirnya diputuskan untuk membeli giet cokes (cokes cair yang dituangkan) dan ternyata cocok digunakan. Dengan adanya mesin-mesin pabrik yang baru itu maka dengan mudah tebu 13.000 pikul dapat digiling dalam waktu 24 jam.

Perkembangan kemampuan giling pabrik gula Tasikmadu setelah mengalami pembaruan bangunan pabrik dan instalasinya terlihat dalam tabel 3. Berdasarkan tabel itu terlihat jumlah tebu yang berhasil digiling tahun 1911 hanya 551.160 kuintal tebu. Pada tahun 1913, ketika sudah ada pembaruan; jumlah tebu yang berhasil digiling sebanyak 1.499.836 kuintal. Musim giling setelah itu jumlah tebu yang digiling umumnya di atas 1.500.000 kuintal.

Tabel 3

Jumlah tebu yang digiling di Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917

Unsur Tahun

1911 1912 1913 1914 1915 1916 1917

Tebu yang digiling

(kw)

551.160 599.186 1.499.836 1.515.108 1.404.707 1.642.439 1.620.741

Hasil gula (kw)

96,06 83,92 71,16 68,26 81,37 82,83 87,64

(42)

commit to user Tabel 4

Kapasitas giling tiap 24 jam di Tasikmadu 1911 – 1917

Tahun Jumlah kuintal tebu

Dari data tabel 4 dapat dilihat perkembangan kapasitas giling tiap 24 jam di Tasikmadu yang terus mengalami peningkatan dari tahun 1911 per hari mampu menghasilkan 5.382 kuintal tebu yang digiling dan terus mengalami perkembangan hingga tahun 1917 yang mampu menggiling hingga 9.719 kuintal, hal ini terjadi selain karena pembaruan mesin-mesin pabrik juga ditunjang oleh hasil panen tebu yang terus meningkat. Untuk mempertahankan kualitas tanaman tebu, selain dengan pemilihan bibit tebu, pembuatan lubang tanaman tebu, pengaturan air yang baik melalui dinas irigasi Mangkunegaran, juga dilakukan pemberantasan penyakit sereh. Penyakit sereh tersebut sangat diwaspadai dan secara periodik diteliti untuk dibasmi dengan bahan kimia.

Tabel 5

Lahan sawah di Colomadu yang ditanami tebu tahun 1904 Afdeeling Lahan sawah yang ditanami tebu

(43)

commit to user

Sumber : Arsip MN VI 134, Staat Gronden der Onderneming Tjolomadoe 1904, (Surakarta, Reksopustaka).

Berbeda dengan perkebunan tebu Tasikmadu, data tentang luas lahan tebu secara kontinu di wilayah perkebunan Colomadu pada awal abad XX tidak ditemukan. Data yang dapat dikemukakan hanyalah luas lahan yang digunakan untuk keperluan tanaman tebu pada tahun 1904 sebagaimana terdapat dalam Tabel 5. Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa luas lahan yang ditanami tebu di seluruh wilayah Colomadu seluas 1.806 bahu atau 1.264,2 hektar ditambah 1.723,15 ru atau 6.892 m. Lahan tebu tersebar ke dalam tujuh kelurahan, yaitu Ngasem, Pucung, Sanggir, Blulukan, Gedhongan, Banyuanyar dan Klodran. Lahan tebu paling luas terdapat di Klodran, yakni 315 bahu dan 0,30 ru. Lahan tebu paling sedikit terdapat di Blulukan, yakni 21 bahu dan 371 ru.

3. Buruh / Tenaga Kerja

(44)

commit to user

wilayah Tasikmadu dan 250 – 300 ru untuk wilayah Colomadu. Tanah-tanah itu dikerjakan secara bergantian dengan pabrik gula. Tanah yang demikian dikenal sebagai tanah glebagan (wissel gronden).7

Proses pergantian (glebag) antara wilayah perkebunan Colomadu dan Tasikmadu berbeda. Oleh karena tanah-tanah di lingkungan perkebunan Colomadu umumnya lebih subur jika dibandingkan dengan tanah di wilayah Tasikmadu maka proses pergantiannya lebih cepat, yakni dua kali (glebag dua), sedangkan di Tasikmadu tiga kali, glebag tiga atau moro telu. Stelsel ini menuntut cara pengerjaan lahan yang berbeda, yakni di Tasikmadu dalam satu bahu lahan tebu dikerjakan oleh tiga orang, sementara di Colomadu dikerjakan oleh dua orang.8

Pengerjaan lahan tebu dari kedua pabrik gula Mangkunegaran pada awal abad XX sudah menggunakan sistem Reynoso. Penggarapan lahan tebu biasanya sudah dimulai sejak bulan Maret. Pertama-tama berbagai got atau parit untuk pengairan digali dan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanaman. Untuk kepentingan penanaman, parit dibuat sepanjang 24 dm, sebelah kiri kanannya dibersihkan dalam jarak 2 dm yang disebut gombengan. Ukuran lubang tanaman panjang 20 ru dan lebar 20 dm dengan kedalaman minimal 20 dm dengan jarak masing-masing 4 kaki.9

7

Satu ru persegi sama dengan 4 m2, lihat almanak Tani 1930-1931, (Surakarta : Reksopustaka).

8

Arsip P 1760, (Surakarta : Reksopustaka).

9 Surat Residen Surakarta tanggal 17 Juni 1909 no 8611/44T

(45)

commit to user

Kegiatan pascatanam berupa pemeliharaan tanaman tebu. Tanaman muda digenangi dengan air melalui parit-parit itu dan pada waktunya dilakukan penyiangan (dangir). Pemupukan dilakukan dua kali, yakni sekitar 20 hari pascatanam dan pada bulan Desember umumnya dilakukan pemupukan terakhir. Setelah itu terus dilakukan peninggian tanah serta pemagaran kebun bagian luar dengan pelepah bambu ori.10

Selain kepada nara karya, kerja jaga juga dikenakan kepada para bekel. Semula hanya terdapat 2 orang bekel untuk ronda malam khusus di kompleks pabrik gula mulai pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00, kemudian bertambah jumlahnya 5 orang bekel.11 Kerja wajib menjaga kebun tebu melibatkan sejumlah orang. Di Colomadu, pekerjaan ini dilakukan oleh sekitar 25 nara karya selama rata-rata 5 – 6 bulan dalam satu tahun dan berjalan secara berbeda-beda menurut kondisi tanaman dan musim gilingnya. Penjagaan tebu dilakukan oleh orang yang sama dan tidak dapat dilakukan secara bergilir. Kerja ini hanya dilakukan atas kesepakatan antara para rangga dan administrator.

Selain nara karya, jaga kebun tebu juga melibatkan setiap malamnya 12 bekel. Kerja interan adalah kerja yang wajib dilakukan nara karya di sekitar pabrik gula yang dilakukan sekali dalam sepuluh hari pada siang hari setelah malam harinya mereka mendapat giliran jaga malam. Di Tasikmadu pekerja interan ini memperoleh ganti rugi uang sebesar 10 sen per bulan. Sementara itu, di

10Ibid .

11

(46)

commit to user

Colomadu pekerja interan diperoleh dari pekerja bebas dan dibayar antara 25 – 35 sen per bulan.

Beban berat penduduk dalam mengerjakan lahan glebagan di wilayah perkebunan tebu tidak serta merta menjadi ringan dengan pemberian uang tambahan. Dalam sistem kerja wajib seperti itu penduduk menjadi kurang memiliki waktu untuk mengerjakan lahan sawahnya sendiri. Pihak pabrik juga tidak memerintahkan penduduk untuk mengerjakan sawah garapannya sendiri ketika waktu senggang yang panjang, ketika lahan tidak digunakan untuk tanaman tebu.

Usaha-usaha untuk meringankan beban penduduk terus dilakukan pada masa selanjutnya. Pada tahun 1894, Residen Surakarta dalam sebuah suratnya kepada Asisten Residen Surakarta dan Superintenden Urusan Perusahaan Mangkunegaran memerintahkan agar dilakukan pengurangan lebih lanjut beban penduduk di lingkungan pabrik gula Malangjiwan/Colomadu dan Tasikmadu. Pengurangan terutama ditujukan kepada mereka yang bekerja sebagai penjaga pabrik dan anggotanya, pekerja pembuat parit dan rambanan.12 Tetapi pengurangan beban diikuti dengan pengurangan uang tambahan, yakni ditekan hingga f 18 per bahu. Alasannya, uang tambahan itu sering tidak dinikmati para nara karya karena digunakan untuk membayar kuli bebas di lahan garapannya.

Pada tanggal 4 Maret tahun 1895 Residen Surakarta memerintahkan kepada Superintenden agar dalam mengolah kebun tebu, sesuai dengan aturan wajib tanam dan kerja wajib, juga dalam penjagaan tanaman sawah glebagan

12Surat Residen Surakarta kepada Asisten Residen Surakarta dan Superintenden Urusan

(47)

commit to user

yang dapat ditentukan pemiliknya. Penduduk seharusnya bekerja di bawah pengawasan administrator dan aparat perkebunan sehingga dapat dihindari kekacaubalauan dalam ritme kerja dari para pekerja wajib. Para administrator dalam hal ini harus bertanggung jawab secara pribadi kepada residen untuk menunjuk secara tepat bagian kuli di kebun tebu dan sawah garapan sendiri. Di luar yang telah ditentukan itu, penduduk tidak boleh diperkerjakan lebih lama dan terus-menerus, termasuk oleh para kepala pribumi karena hal itu selalu terjadi, tetapi harus di bawah pengawasan ketat para administrator bangsa Eropa.13 Pada tahun 1895 juga diusulkan agar interan diensten atau kerja wajib yang dilakukan petani penggarap untuk kepentingan pabrik gula di sekitar pabrik gula Tasikmadu yang dipandang memberatkan itu diganti karena menyebabkan orang mengalami kelelahan setelah melaksanakan jaga malam.14

Sejalan dengan makin membaiknya kinerja pabrik gula Mangkunegaran maka luas lahan yang harus ditanami tebu semakin meningkat. Peningkatan ini tidak sepadan dengan jumlah nara karya yang tersedia. Di Colomadu pada tahun 1895 terdapat 350 bahu lahan tebu, untuk dapat mengerjakan 3 orang per bahu jumlah tenaga kerja yang tersedia masih kurang. Untuk itu, dianjurkan agar membagikan lahan kepada 16 bekel yang selama itu dibebaskan dari kerja wajib di kebun dengan diberikan imbalan upah andil sawah glebagan seperti halnya

13 Surat Residen Surakarta kepada Superintenden Urusan Mangkunegaran tanggal 4

Maret 1895 dalam Arsip P 1760, (Surakarta : Reksopustaka).

(48)

commit to user

nara karya. Lokasi sawah glebagan itu diusahakan sedekat mungkin dengan tempat tinggalnya.15

Jika usul itu dilaksanakan maka di Colomadu akan terdapat 906 nara karya dan 18 bekel yang melaksanakan wajib kerja di kebun tebu atau 1.024 pekerja wajib kebun. Mereka menggarap 350 bahu tanaman tebu. Oleh karena 1 bahu menampung 750 lubang tanaman maka jumlah lubang tanaman mencapai 262.500 buah. Dengan pertimbangan beban setiap orang sama maka setiap orang dikenakan beban membuat 257 lubang tanaman atau lebih dari 1/3 bahu. Pekerja wajib itu masih memperoleh uang tambahan dari pabrik gula sebesar f 18 per bahu atau f 6 per orang yang diberikan pada bulan Desember setiap tahunnya.16

Usul itu ternyata dilaksanakan dalam tahun itu juga. Pelaksanaannya tidak hanya di Colomadu, tetapi juga di Tasikmadu. Dengan mengacu pada aturan dan luas lahan yang tersedia maka jumlah nara karya yang terkena wajib tanam sebanyak 906 orang untuk Colomadu, dan 1.002 orang untuk Tasikmadu. Sementara itu, jumlah bekel yang terlibat adalah 118 orang untuk Colomadu dan 126 orang untuk Tasikmadu.17

Secara umum, ada persamaan aturan kerja bagi nara karya dan bekel di Colomadu dan Tasikmadu, meskipun ada beberapa perbedaan. Persamaan tersebut meliputi penyerahan rumput dan rambanan, kerja interan dan kerja desa sedangkan perbedaannya adalah : 1) Di Colomadu masih berlangsung kerja

15Surat Superintenden kepada Residen Surakarta tanggal 25 Januari 1895 no. 738 dalam

Arsip P 1760, (Surakarta : Reksopustaka).

16Ibid .

17

(49)

commit to user

ayeran, meskipun intensitasnya telah berkurang, yakni sekali dalam 19-20 hari. 2) Di Tasikmadu kerja ayeran telah dihapuskan. 3) Kerja jaga di Colomadu masih berlangsung, meskipun oleh orang tertentu yang ditunjuk selama 5 sampai 6 bulan, siang dan malam sedangkan di Tasikmadu telah dihapus.18

Pengurangan beban wajib tanam dan kerja wajib bagi kuli di perkebunan tebu terus berlanjut hingga awal abad XX, yakni pengenalan buruh bebas. Residen van Wijk dalam sebuah suratnya yang ditujukan kepada Mangkunegara VI mengemukakan bahwa pada tahun 1911 telah dilakukan ujicoba pengenalan buruh bebas sebagai pengganti kerja wajib di perkebunan yang dikenakan kepada penduduk di kedua pabrik gula Mangkunegaran.

Hasil ujicoba itu menurut penilaian residen dianggap berhasil, meskipun di beberapa onderneming yang diamati masih berlangsung tradisi hubungan perburuhan lama. Hasil pengamatan itu adalah : 1) masih berlangsungnya kerja paksa di sebagian besar kebun tebu, 2) pembayaran upah kerja oleh rangga, bekel, atau petinggi bertempat di tempat tinggal pengawas perkebunan, 3) ikut campur tangannya para pegawai Eropa dalam urusan pemerintahan dan penyerahan personil ini kepada pejabat Mangkunegaran, 4) adanya dinas pengaduan dari kalangan orang Eropa dalam hal pengantaran rumput, pengangkutan dan sebagainya oleh penduduk, 5) para bekel masih selalu mewajibkan pengangkutan tebu untuk kepentingan pabrik. Untuk merealisasikan pengenalan buruh bebas itu maka dibentuklah komisi yang anggotanya : 1. Untuk pabrik gula Tasikmadu : Asisten Residen Sragen, Wedana Gunung Karanganyar dan Administrator pabrik

18Surat Superintenden kepada Residen Surakarta tanggal 25 Januari 1895 no. 738 dalam

(50)

commit to user

gula Tasikmadu. 2. Untuk pabrik gula Colomadu : kontrolir untuk urusan agraria di Solo, Wedana Gunung Surakarta dan Administrator pabrik gula Colomadu.19

Pada tahun 1904, penananam tebu masih dilakukan dengan sistem kerja wajib bagi para nara karya yang menggarap sawah itu. Cara pengerjaannya dengan sistem glebagan. Tanah seluas lima bahu dibagi menjadi tiga, 2/3 untuk ditanami tebu, 2/3 ditanami padi dan sisanya sebagai gaji para bekel. Setelah muncul buruh bayaran pada perempat kedua abad XX, tanaman tebu tidak dikerjakan secara wajib, tetapi melalui buruh bayaran. Petani penggarap sawah dikenakan pajak tanah dan pajak kepala. Para pekerja perkebunan sejak itu tidak selalu berasal dari petani penggarap tanah, tetapi bisa berasal dari luar daerah Colomadu dan Tasikmadu yang bekerja secara musiman.20

Tuntutan penggunaan buruh bebas semakin mencuat sejak tahun 1911, tetapi sampai dengan tahun 1915 penggunaan buruh bebas di pabrik gula Mangkunegaran belum dijalankan sepenuhnya. Residen sebagai wakil pemerintah Kolonial di Surakarta dan sekaligus sebagai anggota commissie van Beheer dari Dana Milik Mangkunegaran mendapat banyak peringatan dan kecaman. Missive rahasia tanggal 25 Februari 1915 no. 11 sebagaimana dikutip oleh Skretaris Gubernur Jenderal dalam surat dinasnya nomor 548 tertanggal 13 April 1915 yang ditujukan kepada Residen Surakarta berisi kecaman pada residen bahwa buruh bebas yang ada di pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu ternyata hanya nama

19Ibid .

20

(51)

commit to user

saja. Dalam pelaksanaannya, hubungan kerja antara kuli dan pabrik adalah kerja wajib yang dibayar.

Kerja bebas yang secara teoretis menguntungkan penduduk di lingkungan perkebunan tebu Mangkunegaran ternyata tidak selalu ditanggapi secara positif oleh penduduk. Pada tanggal 18 Februari tahun 1914 sebanyak 93 penduduk pabrik gula Colomadu menghadap Wedana Gunung Kota Mangkunegaran menyampaikan keluhannya. Mereka menghendaki kembali model hubungan kerja lama, yakni dalam sistem glebagan lama. Dalam sistem itu, mereka tidak membayar pajak tanah dan setiap tahunnya menerima premi f 6 per nara karya. Dengan sistem upah, semua pekerja kebun dibayar dengan uang dan ini berarti para nara karya kenceng akan kehilangan preminya.21

Keluhan penduduk Colomadu itu tidak memengaruhi rencana perubahan hubungan kerja baru. Penduduk tidak lagi dikenakan kerja wajib tanam karena pekerjaan itu akan dilakukan oleh manajemen pabrik dengan menggunakan pekerja bebas yang bisa berasal dari penduduk setempat maupun penduduk lain yang mencari pekerjaan di perkebunan tebu. Penduduk pengguna tanah glebagan bisa lebih berkonsentrasi mengerjakan lahan glebagannya untuk ditanami tanaman pangan. Jika mereka ingin terlibat dalam tanaman tebu maka mereka pun akan dibayar sesuai aturan pabrik.

4. Jumlah Produksi

Untuk mempertahankan kualitas tanaman tebu, selain dengan pemilihan bibit tebu, pembuatan lubang tanaman tebu, pengaturan air yang baik melalui

21

(52)

commit to user

dinas irigasi Mangkunegaran juga dilakukan pemberantasan penyakit dan hama tanaman tebu, terutama penyakit sereh. Penyakit ini sangat diwaspadai dan secara periodik diteliti untuk dibasmi dengan bahan kimia.

Perbaikan proses penanaman tebu dan pembaruan mesin-mesin pabrik telah mendorong perkembangan produksi dari kedua pabrik gula itu. Meskipun demikian, perkembangan produksi dari pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu milik Mangkunegaran ini memiliki perbedaan.

Tabel 6

Produksi Gula dari Industri Gula Mangkunegaran 1899 – 1917 dalam kuintal

(53)

commit to user

Tasikmadu tahun 1899 – 1911 sebesar 48.954,62 kuintal, sedangkan rata-rata produksi dari pabrik gula Colomadu dalam tahun yang sama sebesar 39.652,77 kuintal. Tetapi jika ditinjau dari persentase kenaikan produksi selama dasawarsa pertama abad XX, pabrik gula Colomadu lebih besar dibandingkan dengan pabrik gula Tasikmadu. Pada tahun 1900, jumlah pabrik gula di pabrik gula Colomadu sebesar 25.344 kuintal. Pada tahun 1911, jumlah produksi gula dari pabrik gula Tasikmadu meningkat menjadi 53.752 kuintal atau meningkat 27,73% sedangkan produksi gula dari pabrik gula Colomadu sebesar 46.958 kuintal atau meningkat 4,37%. Keunggulan dalam jumlah produksi gula dan persentase peningkatan produksi dari pabrik gula Tsikmadu dibandingkan dengan Colomadu terlihat dengan jelas sejak tahun 1912 – 1917.

Pada tahun 1912, jumlah produksi gula dari pabrik gula Tasikmadu mencapai 99.052 kuintal, atau meningkat dua kali lipat (50%) dibandingkan dengan rata-rata pabrik gula Tasikmadu selama dasawarsa pertama abad XX. Sementara itu, pabrik gula Colomadu sebesar 52.408 kuintal atau hanya meningkat 13,92% dari rata-rata produksi selama dasawarsa pertama abad XX. Salah satu penyebab produksi gula dari pabrik gula Tasikmadu meningkat dengan pesat adalah telah selesainya pembangunan gedung dan instalasi pabrik gula itu pada tahun 1912 yang mendorong peningkatan kapasitas gilingnya.22

22

(54)

commit to user

B. Distribusi dan Pemasaran

1. Transportasi

Ketika industri gula Mangkunegaran muncul pada tahun 1861, transportasi yang digunakan penduduk adalah transportasi darat dan sungai. Transportasi darat menggunakan alat transportasi berupa kuda, cikar, bendi dan gerobag. Jalan sebagai sarana transportasi darat dibagi menjadi dua bagian, yakni jalan besar (lurung gede) dan jalan kecil (lurung kecil) serta jalan penghubung menuju jalan desa. Di beberapa bagian jalan sering melintasi sungai sehingga memerlukan jembatan. Jembatan besar disebut kareteg dan jembatan-jembatan kecil disebut ipeng. Jalan dan jembatan itu dalam pengerjaannya menggunakan tenaga kerja wajib tanpa dibayar.23

Jalan raya yang menghubungkan Solo – Semarang sudah ada sejak sebelum industri gula Mangkunegaran dibangun. Jalan raya itu telah biasa digunakan untuk mengangkut barang-barang hasil perkebunan milik para penyewa tanah di Surakarta seperti kopi, gula dan nila. Jalan itu sangat penting karena menjadi alat penghubung dengan transportasi laut di Pelabuhan Semarang. Jalan darat lain adalah Surakarta – Ngawi – Surabaya. Rute kedua ini menonjol karena di Surabaya terdapat pelabuhan besar yang mengangkut produksi perkebunan keluar Jawa dan luar Hindia Belanda meskipun jaraknya lebih jauh.24

Jalan militer dari Semarang ke Surakarta dan Surakarta menuju Madiun dalam kondisi baik. Penguasaan jalan-jalan itu tidak sama, ada yang berada di tangan Pemerintah Kolonial, Sunan dan Mangkunegara. Jalan-jalan yang berada

23Arsip MN V 187

, (Surakarta : Reksopustaka).

24

Gambar

Tabel 1 Luas Areal dan Produksi Gula Mangkunegaran Akhir Abad .............  28
Gambar 1    :  Peta Wilayah Mangkunegaran ......................................................
Tabel 1 Luas Areal dan Produksi Gula Mangkunegaran Akhir Abad XIX
Tabel 3
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jadi harapan penulis semoga dalam pelaksanaannya yang terlibat bisnis Multi Level Marketing hendaklah bermuamalah sesuai dengan maqashid (tujuan) syariat Islam

Bellatrix Lestrange engages Hermione, Luna and Ginny in a fight in the Great Hall, but after firing a Killing curse that misses Ginny by an inch, Molly Weasley takes over

Peningkatan Jalan Lingkungan Panunggulan Tamansari Modal Jasa kontruksi 94.000.000 1 Paket Kec. Tamansari APBD

Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu.. pengetahuan dan juga memberikan banyak bantuan untuk

# MONTHLY FIGURES RELATE 2015 AND 2016 RESPECTIVELY... 3) ALL QUANTITIES REPRESENT ACTUAL REPORTED WEIGHT, NOT ESTIMATED FROM THE NUMBER OF PACKAGES. 4) SALES HELD DURING A

investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen dan kinerja keuangan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Teknik analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik

Gambar di atas menunjukkan mayoritas anggota organisasi merasa bahwa penyebaran informasi kurang merata, 40% responden mempersepsikan bahwa ada perbedaan

Tujuan dari proyek akhir ini adalah merancang, membuat, dan mencoba mesin pembuat pellet pupuk dari kotoran sapi dengan sistem kerja power screw.. Manfaat