• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKILAS PENGERTIAN FILSAFAT, BAHASA DAN FILSAFAT BAHASA

Dalam dokumen ENGLONESIAN Jurnal Ilmiah Linguistik dan (Halaman 54-56)

Swesana Mardia Lubis Universitas Sumatera Utara, Medan

3. SEKILAS PENGERTIAN FILSAFAT, BAHASA DAN FILSAFAT BAHASA

3.1 Filsafat

Manusia tidak akan pernah lepas dari kegiatan berfilsafat dalam kehidupannya. Secara umum orang sering menafsirkan

filsafat sebagai pernyataan yang teramat sulit dipahami karena memuat tentang kebijakan maupun konsep-konsep pemikiran yang berkaitan dengan semesta alam. Bahkan ada sinyelamen bahwa filsafat sering membingungkan dan menyesatkan sementara yang membuatnya (baca: filsuf) tidak pernah merasa bingung bahkan tersesat oleh karenanya.

Dari sudut etimologisnya kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani “Philein” yang berarti mencintai dan “Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Maka dengan itu penggabungan kedua kata Philein dan Sophia adalah mencintai kebijaksanaan. Zubair (1987: 7) memberikan beberapa defenisi tentang filsafat antara lain:

a. Cinta kebijaksanaan,

b. Ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran dan kenyataan,

c. Hasil fikiran yang kirtis dan

dikemukakan dengan cara yang sistematis,

d. Pendalaman lebih lanjut dari Ilmu pengetahuan, dan

e. Pandangan hidup.

Dari beberapa pengertian yang diberikan di atas dapat disederhanakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang hakekat semesta alam yang mana kajian tersebut tersusun secara sistematis buah pikiran manusia.

Dalam Encyclopedia Americana volume 21 (1996: 925) dikemukakan bahwa: “Philosophy can be defined as rational critical thinking of a more or less systematic kind, about the conduct of life, the general nature of the world, and the justification of belief”

Filsafat merupakan pemikiran kritis yang sistematis dan meliputi kajian mengenai prilaku manusia dalam kehidupan dan juga cirri-ciri semesta alam. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu refleksi yang merupakan akal budi, perenungan tentang esensi dari manusia dan alam semesta.

Namun perlu dibatasi bahwa pengertian kebenaran yang ditawarkan oleh filsafat bukan kebenaran yang hakiki.

Pergeseran nilai kebenaran itu sendiri bisa terjadi karena perkembangan waktu dan kebudayaan yang dikelola oleh manusia. Apa yang menjadi hakikat kebenaran sejati adalah apa-apa yang diperoleh dari Tuhan sebagai pencipta manusia dan segala isinya dalam jagad raya ini.

3.2 Bahasa

Setiap orang mempunyai dan menggunakan bahasa. Berbahasa merupakan kegiatan rutin manusia yang alamiah sebagaimana layaknya manusia bernafas. Namun dapat dibayangkan apa yang terjadi bila manusia tidak memiliki bahasa naka bumi ini akan membisu seperti pepohonan yang tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya. Manusia pantas bersyukur dengan bahasa yang dimilikinya karena dapat mengidentifikasi tentang identitas dan eksistensi dirinya sebagai manusia.

Bahasa merupakan alat komunikasi bila ditinjau dari fungsinya. Dengan berkomunikasi dengan sesama maka bahasa mau tidak mau merupakan perekat sosial yang man manusia dapat saling mengenal, berbicara dan bersenda gurau atau bahkan saling mencerca satu sama lainnya. Dengan bahasa manusia membedakan dirinya dengan mahluk hidup lainnya yang ada di jagad raya ini.

Pengertian bahasa dapat dipandang dari dua sisi yakni secara internal dan eksternal. Secara internal bahasa dimaksudkan sebagai system bunyi yang bermakna. Sebagaimana yang dikemukakan oleh R.H. Robins (1980: 9) bahwa bahasa secara internal adalah : ‘A language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates’. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bahwa bahasa adalah sistem pelambangan bunyi yang arbitrer di mana kelompok masyarakat dapat saling bekerja sama.

Secara sederhana pengertain arbitrer adalah mana suka dalam arti bahasa dapat bebas menyatakan sesuatu berdasarkan konvensi dari masyarakat bahasa itu sendiri. Misalnya, kata ‘rumah’ dalam bahasa Indonesia sama dengan ‘house’ dan ‘ev’ dan

‘jabu’ bagi orang Inggris, Turki dan Suku Batak.

Bahasa secara eksternal lebih dimaksudkan pada fungsi maupun peranannya sebagai alat komunikasi. Hal ini dapat dilihat sebagaimana yang dikemukakan oleh Sri Utari Subyakto (1992: 1) bahwa berbahasa itu adalah komunikasi dan tanpa berkomunikasi melalui bahasa, maka barangkali identitas kita sebagai ‘genus manusia’ (homo sapiens) akan hilang. Ternyata peranan bahasa dlam kehidupan bahasa sangat dominan dan penting. Bahasa dapat mempersatukan manusia dikarenakan adanya saling pengertian dan pemahaman melalui informasi yang dilakukan melalui medium bahasa. Dan bahasa itu sendiri merupakan cermin realitas kehidupan manusia untuk mengidentifikasi keberadaannya secara jelas dan pasti.

3.3 Filsafat Bahasa

Secara umum orang akan berasumsi bahwa filsafat bahasa memuat pengertian penggabungan dua kata ‘filsafat’ dan ‘bahasa’. Maka dengan demikian, asumsi tersebut akan mengacu pada filsafat tentang bahasa atau berfilsafat melalui bahasa. Asumsi tersebut tidak dapat dipersalahkan meskipun esensinya tidak sesempurna apa yang menjadi hakikat filsafat bahasa.

Filsafat bahasa yang juga dikenal dengan sebutan filsafat analitik tumbuh dan berkembang di Eropa terutama Inggris pada abad XX. Mengutip definisi yang ditawarkan A. Joko Wicoyo (1997: 1) bahwa filsafat adalah:

“bidang filsafat khusus yaitu masalah yang dibahasa dengan bahasa. Namun berbeda dengan ilmu bahasa atau linguistik yang membahas mengenai ucapan, tata bahasa, dan kosa kata, filsafat bahasa lebih berkenaan dengan bagaimana suatu ungkapan bahasa itu mempunyai arti, sehingga analisa filsafati tidak lagi dimengerti atau tidak lagi dianggap harus didasarkan pada logika teknis, baik logika formal maupun matematik, tetapi berfilsafat didasarkan pada penggunaan bahasa biasa.”

Bila disimak dan diteliti pernyataan di atas maka dapat disederhanakan bahwa

filsafat bahasa merupakan penyederhanaan konsep filsafat melalui alat bantu bahasa. Dengan kata lain penjabaran nuansa filsafat melalui medium bahasa dikenal dengan sebutan filsafat bahasa.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Wicoyo, Kaelan (1998: 576) mengutarakan bahwa filsafat bahasa sebagai salah satu cabang filsafat adalah: “pemecahan masalah-masalah dan konsep- konsep filsafat melalui analisis bahasa, karena bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat misalnya melalui berbagai macam pertanyaan filosofis seperti ‘kebenaran’, ‘keadilan’, ‘kewajiban’, ‘kebaikan’ dan pernyataan-pernyataan fundamental filosofis lainnya dapat diuraikan dan dianalisis melalui bahasa atau analisis penggunaan bahasa.”

Dari kedua kutipan di atas dapat disederhanakan bahwa filsafat bahasa merujuk pada pemahaman tentang konsep filsafati melalui analisis bahasa. Dengan kata lain, kebingungan yang sering ditawarkan dalam berfilsafat dapat dipermudah melalui analisis bahasa. Atau melalui medium bahasa kebermaknaan unsur berfilsafati akan lebih jelas dan mudah dipahami dengan bantuan medium bahasa dalam hal ini adalah analisis bahasa.

4. INTERPRETASI REALITAS

Dalam dokumen ENGLONESIAN Jurnal Ilmiah Linguistik dan (Halaman 54-56)