• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Sekolah Berbasis Islam

2. sekolah berbasis islam

Sekolah berbasis Islam adalah salah satu jenjang pendidikan formal yang bernaung di bawah institusi Islam dan di bawah binaan Kementerian Agama RI yang meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, Pendidikan Guru Agama, Pesantren, dan Perguruan Tinggi Agama Islam (Daradjat, 2011: 96).

Menurut Azyumardi Azra (1998:17) lembaga-lembaga pendidikan formal Islam mengambil bentuk yang bermacam-macam pada kalangan masyarakat Muslim di berbagai negara. Antara lain, Darul Hikmah, al-Kuttab, Madrasah, Pesantren, Sekolah Islam.

Sejarah mencatat bahwa pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Artinya, Islam lahir dengan memuat upaya-upaya pendidikan. Formulasi pendidikan Islam pada awalnya tidak merujuk pada sebuah sistem sebagaimana dikenal saat ini, melainkan lebih pada upaya syiar Islam itu sendiri yang dilaksanakan dalam bentuk halaqah di sudut masjid, bahkan prosesnya bermula dari sebuah rumah sahabat Nabi yang lebih dikenal dengan sebutan Darul Arqam (Nahidl, 2007: 10).

Menurut Azra, pendidikan formal Islam baru muncul pada masa kebangkitan madrasah, yaitu saat pertama kali didirikan tahun 1064 M oleh Wazir Nizham al-Mulk. Dan sepanjang sejarah Islam,

36

keberadaan madrasah memang didedikasikan terutama kepada ‘ulum diniyah dengan penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadis.

Pada tataran praksis, menurut Tholhah Hasan, pendidikan Islam tidak terbatas pada label Islam, atau lembaga ke-Islaman, juga tidak terbatas pada pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam. Pendidikan Islam mencakup semua aktivitas, mulai konsep, visi, misi, institusi, kurikulum, metodologi, proses belajar mengajar, dan SDM kependidikan yang disemangati dan bersumber pada ajaran dan nilai-nilai Islam, yang buitl-in dalam proses semua aktivitas tersebut (Nahidl, 2007: 11).

Kemunculan sekolah-sekolah Islam yang oleh Azyumardi Azra disebut sebagai sekolah elit Muslim telah memberikan paradigma baru dalam sejarah pendidikan Islam di tanah air. Kiprah lembaga-lembaga ini telah mengubah citra pendidikan Islam dari yang semula diorientasikan hanya pada penguasaan ilmu-ilmu keislaman semata, kini mulai menyentuh aspek ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan mulai mereposisikannya pada tataran yang strategis (Lubis, 2008: 86).

Sekolah-sekolah Islam yang dimaksud bukan hanya lembaga pendidikan pesantren atau madrasah seperti yang selama ini dikenal memiliki otoritas penyelenggaraan pendidikan keagamaan. Lembaga pendidikan tersebut bisa sekolah umum yang dilandasi dengan nuansa keislaman. Sekolah-sekolah ini juga tergolong dalam kategori lembaga

37

pendidikan Islam karena memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan Halfian Lubis (2008: 82) dalam bukunya A. Malik Fadjar berikut ini (1) menggunakan label Islam yang diletakkan pada lembaganya, (2) landasan penyelenggaraannya didasarkan pada komitmen keislaman, atau (3) program-program pendidikan yang dijalankan didasarkan pada pengembangan nilai-nilai keislaman.

Selain madrasah dan pondok pesantren, yang termasuk sekolah berbasis Islam adalah sekolah umum yang bercirikan Islam yang memberikan indikator mata pelajaran pendidikan agama Islam lebih dari lima jam pelajaran per minggu.

Memberikan pendidikan kepada anak adalah suatu kewajiban orang tua yang harus di laksanakan. Ini berdasarkan nash-nash secara umum dari Al Quran dan As Sunnah yang suci ataupun secara naluri insaniyah yang sudah seharusnya peduli akan hal tersebut. Namun perlu dingat bahwa memberi pendidikan untuk anak adalah bagaikan menorehkan tinta di atas lembaran kosong. Kalau kita menorehkannya dengan tinta berkualitas jelek, dengan asal-asalan, maka jangan harap akan mendapatkan hasil yang baik. Lain halnya jika kita menorehkannya dengan tinta emas dan dengan penuh kecermatan serta kehati-hatian, insya Allah kita akan mendapat hasil yang memuaskan.

Pada dasarnya pendidikan itu bermula dari rumah, yang mana dikenal dengan istilah Al Ummahaat madrasatul uula lil abnaa’ yaitu para ibu adalah tempat pendidikan pertama untuk sang anak. Atau

38

secara umum bahwa kedua orang tuanya merupakan sarana pendidikan pertama dan sangat menentukan bagi masa depan sang anak. Dalam hal ini terlebih dahulu dibutuhkan keshalihan kedua orang tua. Sebab keshalihan orang tua secara umum akan berpengaruh kepada anak-anaknya atau bahkan sampai anak cucunya.

Demikian pula Islam memerintahkan agar para orang tua berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya serta berkewajiban untuk memelihara keluarganya dari api neraka, sebagaimana Firman Allah :

Q.S. At-Tahrim/66: 6 :

ُة َراَج ِحْلا َو ُساَّنلا اَهُدوُق َو اًراَن ْمُكيِلْهَأ َو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

نو ُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَي َو ْمُهَرَمَأ اَم َ َّاللَّ َنوُصْعَي لا ٌداَدِش ٌظلاِغ ٌةَكِئلاَم اَهْيَلَع

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai ( perintah ) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim/66: 6)

Kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya bukan hanya mencarikan nafkah dan memberinya pakaian, atau kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi, lebih dari itu Allah memerintahkan kepada orang tua untuk mengarahkan

anak-39

anaknya untuk mengerti kebenaran, mendidik akhlaqnya, memberinya contoh yang baik-baik serta mendoakannya.

ْلَف ْمِهْيَلَع اوُفاَخ اًفاَع ِض ًةَّيِِّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم اوُك َرَت ْوَل َنيِذَّلا َشْخَيْل َو

اوُقَّتَي

اًديِدَس لا ْوَق اوُلوُقَيْل َو َ َّاللَّ

Artinya:“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya (mereka) meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”(An Nisa 9)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada setiap orang tua untuk senantiasa khawatir terhadap pendidikan dan masa depan anaknya, agar nantinya anak-anaknya bisa menjadi orang yang bertakwa dengan senantiasa

beramal shaleh, beramar ma’ruf nahi munkar dan rajin melakukan

ketaatan lainnya.

Seiring dengan bertambahnya usia dari anak-anak kita tentunya mereka membutuhkan sarana untuk mengembangkan wawasannya serta pengenalan lingkungan. Dengan demikian proses pendidikan berlanjut ke lembaga-lembaga pendidikan formal ataupun non formal. Ini menjadi tugas kita sebagai orang tua untuk mencari lembaga pendidikan atau sekolah yang baik untuk anak demi masa depan dunia dan akhiratnya. Meskipun

40

sekolah itu sebenarnya hanya sarana dan tempat singgah anak untuk menempuh ke jenjang-jenjang berikutnya, namun tidak jarang sekolah bisa lebih mewarnai prilaku dan tabiat buruk bagi anak.

Tentunya orang tua berharap sekolah yang dipilih akan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak. Aischa Revaldi (2010: 69) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memilih sekolah untuk anak, yaitu sebagai berikut:

1) Lokasi sekolah dan lingkungan 2) Sarana fisik

3) Visi dan misi sekolah 4) Porsi pendidikan agama 5) Profil pendidik

6) Kurikulum pembelajaran 7) Alternatif aktivitas

8) Ketertiban dan kebersihan sekolah 9) Keterampilan skolastik

10) Lihat presentasi dan keberhasilan alumninya

Beberapa hal yang dikemukakan Aischa Revaldi tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan orang tua dalam memilih sekolah.

41

Menurut Daradjat orang-orang yang pada masa kecilnya dulu tidak mendapatkan didikan agama, atau mendapatkannya dengan cara yang tidak sesuai dengan pertumbuhan jiwanya, serta tidak pernah dilatih atau dibiasakan melaksanakan ajaran agama, terutama ibadah, maka setelah dewasa nanti mereka tidak akan merasakan kebutuhan terhadap agama, sehingga sikap mereka menjadi acuh tak acuh, bahkan mungkin menjadi anti terhadap agama (Daradjat, 1975: 92).

Setiap orang tua memiliki pertimbangan tersendiri untuk memilih pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Terbaik menurut mereka memang memiliki definisi yang berbeda. Ada yang terbaik karena progaramnya, biayanya, fasilitasnya, atau berbagai kriteria lain.

Namun, terlepas dari pilihan tersebut, hendaklah setiap orang tua mempertimbangkan siapa yang akan memberikan pengajaran pada anaknya. Terutama dengan memperhatikan agama dan akhlaknya yang baik dari para pendidik. Sebab seorang pendidik yang baik diharapkan akan mampu mencetak karakter baik kepada murid-muridnya.

Oleh karena itu orang tua dituntut untuk lebih bisa berpikir kritis terhadap pendidikan anaknya. seperti apa masa depan seorang anak dapat tercermin dari bagaimana pendidikan yang dilaluinya

42

Dokumen terkait