• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema

2. Selesaian (denouement)

Penyelesaian merupakan bagian akhir atau penutup cerita.

Penyelesaian dalam novel ibuk, yaitu saat ayah Bayek meninggal

dunia. Berikut kutipannya:

(8) Bayek pulang untuk Bapak, dan Bapak telah berpulang. “Pak, insya Allah, aku akan jaga rumah Pak. Aku akan jaga Ibuk, dan semuanya. Bapak istirahat dulu. Matur nuwun. Uripe kene wis keangkat kabeh,”bisik Bayek. Bayek pun meninggalkan pemakaman, masih memakai kopiah hitam milik Bapak yang dipakai selama acara pemakaman.

“Seperti mimpi, Yek,” kata Ibuk singkat, ”ternyata, begini saja hidup.”

Bayek merangkul Ibuk. Berjalan kaki menuju rumah. Sesampai di rumah Ibuk langsung ke kamar Bapak. Duduk di sudut ranjang. Membuka dompet Bapak. Ada KTP, SIM, beberapa lembar uang, dan secarik kertas di mana Bapak mencatat beberapa nomor telepon keluarganya. Ia menatap foto Bapak di KTP. Di SIM tercatat Pekerjaan: Pengemudi.

Ibuk menarik napas panjang. Bau keringat Bapak yang menempel di bantal diciuminya (hlm. 278).

(9) Cinta ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu terang untuk Bapak. Dari pertemuannya di Pasar Batu 40 tahun yang lalu sampai kepergian sang playboy yang telah menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya. 40 tahun lalu mereka mulai membangun kepingan-kepingan hidup. Melalui perjalanan yang saling memperkaya, memperkuat, dan melengkapi satu sama lain. Cinta mereka telah melahirkan anak-anak yang penuh cinta.

Perjalanan cinta yang sederhana tapi kokoh. Cinta yang semakin merekah. Cinta yang semakin terang. Cinta yang tak pernah luntur. Sepanjang perjalanan mereka.

Cinta Ibuk telah menyelamatkan keluarga.

Cinta Ibuk yang akan menghidupkan Bapak. Selamanya

(hlm. 285).

Demikian alur/ plot yang menggambarkan kejadian dalam

novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Alur pada novel dibagi menjadi 3

bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Secara keseluruhan alur novel

ini adalah alur maju atau progresif. Hal ini dapat dilihat dari kutipan

(1) yang menggambarkan dimulainya pernikahan Bapak dan Ibuk

sampai kutipan (9) yang menggambarkan akhir sebuah cerita yaitu

Bapak akhirnya meninggal dunia.

4. Latar/Setting

Nurgiyantoro (2000: 230) mengatakan unsur-unsur setting

dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu setting tempat, setting waktu

dan setting sosial. Setting tempat adalah setting yang menggambarkan

lokasi atau tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah

karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial

menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat di suatu tempat. Ketiga latar ini akan dikaitkan dalam

novel “ibuk” karya Iwan Setyawan.

a. Latar Tempat

Latar tempat dalam novel ibuk, digambarkan dengan rumah

dan perlengkapan rumah tangga yang sederhana pula. Semuanya serba

sederhana. Meja makan pun tidak ada. sSelain di Jawa Timur, dalam

novel ini terdapat latar/ setting di New York, Amerika Serikat.

Awalnya Ibuk dan sekeluarga menumpang di rumah Mbak Gik

(kakak angkat Bapak). Semakin lama mereka tinggal di rumah Mak

Gik, Ibuk dan sekeluarga semakin tidak enak dengan Mak Gik.

Akhirnya mereka mulai merencanakan untuk pindah rumah. Berikut

kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan

tersebut:

(1) Kamar kecil mereka pun menjadi semakin meriah dan Ibuk merasa tidak enak dengan Mbak Gik. Ibuk dan Bapak masih menumpang di rumah kakak angkatnya hampir dua tahun ini. Mereka mulai membicarakan untuk pindah rumah karena sungkan. Tapi memang tidak ada uang dan bayi-bayi ini butuh tempat yang hangat. Akhirnya mereka memutuskan untuk menetap sementara waktu lagi di rumah Mbak Gik (hlm. 33).

(2) Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan setelah Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah Mbak Gik. Bapak telah membangun sebuah rumah kecil di Gang Buntu (hlm. 35-36).

Saat membangun rumah, adik laki-laki Ibuk ikut membantu

dalam membangun rumah tersebut. Ibuk membayangkan kamar-kamar

yang akan dibangun di dalam rumah. Berikut kutipan secara langsung

pada nomor kutipan (3) dan kutipan tak langsung pada nomor kutipan

(4):

(3) Empat adik laki-laki Ibuk, Cak Gi, Cak Lus, Cak Yit, dan Cak Cocok membantu banyak dalam pembangunan rumah ini. bersama tiga tukang bangunan, fondasi dikerjakan dalam waktu empat hari saja.

(4) Melihat pondasi rumah berukuran 6 X 7 meter ini, Ibuk sudah membayangkan kamar Ibuk, kamar kalian, ruang tamu kecil ini, dapur tempat memasak, dan kamar mandi. (hlm. 78).

Rumah sederhana ditempati Ibuk dan keluarga. Mereka tetap

bersyukur walaupun atap rumah mulai bocor. Berikut kutipan (5) secara

langsung dan kutipan (6) tak langsung yang mendukung pernyataan

tersebut:

(5) Hujan mengguyur Batu. Desember yang basah dan dingin. Tiga bak plastik di ruang tamu menampung bocoran air di sana-sini. Suara air menetes dengan ritme yang berbeda di tiap bak. Kadang petir menggelegar (hlm. 74).

(6) “Meskipun banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama,” kata Ibuk. Ia berjalan ke dapur (hlm. 79).

Ibuk tidak tahu di mana letak kota New York itu berada, Ibuk

selalu mendoakan Bayek agar selalu lancar dalam segala urusannya.

Berikut kutipan langsung dari pengarangnya:

(7) Ibuk tidak tahu di belahan dunia mana New York terletak. Tapi doanya melayang ke sana. Tepat ke hati Bayek (hlm. 144).

Sepulang dari pemakaman, Bayek langsung memeluk Ibuk.

Mereka bersedih karena Bapak yang selama ini hidupnya sudah

bahagia, tiba-tiba sakit dan dipanggil oleh Tuhan. Berikut kutipan

langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(8) Bayek merangkul Ibuk. Berjalan kaki menuju rumah. Sesampai di rumah Ibuk langsung ke kamar Bapak. Duduk di sudut ranjang. Membuka dompet Bapak. Ada KTP, SIM, beberapa lembar uang, dan secarik kertas di mana Bapak mencatat beberapa nomor telepon keluarganya. Ia menatap

foto Bapaka di KTP. Di SIM tercatat Pekerjaan: Pengemudi.

Ibuk menarik napas panjang. Bau keringat Bapak yang menempel di bantal diciuminya (hlm. 278-279).

Mulai dari pertemuan Ibuk dan Bapak di pasar 40 tahun yang

lalu, sampai perjalanan yang hidup yang saling memperkuat keadaan

yang dulu pernah mengalami kesulitan. Bapak yang selalu menemani

Ibuk selama hidupnya dan Ibuk yang selalu memberi ketenangan bagi

keluarga dan Bapak. Kini harus terpisah oleh maut. Berikut kutipan

langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(9) Cinta Ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu terang untuk Bapak. Dari pertemuannya di Pasar Batu 40 tahun yang lalu sampai kepergian sang playboy pasar yang telah menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya (hlm. 285).

b. Latar waktu

Latar waktu dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan dijelaskan

secara terbuka oleh pengarang. Secara garis besar keterangan waktu

dalam novel ini terjadi mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya, saat

anak-anak bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik

meninggalnya Bapak, dan sampai akhirnya Bapak meninggal dunia.

Untuk lebih jelasnya keterangan waktu dalam novel ibuk, akan

dijabarkan.

Latar waktu ditunjukkan ketika Ibuk melahirkan Isa, usia Ibuk

18 tahun. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan

(10) Ketika melahirkan Isa, anak pertama, Ibuk masih berumur 18 tahun. Kata Ibuk, perempuan umur 18 tahun zaman dulu sudah matang. Wis ngerti urip (hlm. 29).

Kali ini Ibuk melahirkan anak keduanya yaitu Nani. Ibuk sudah

lebih siap dibandingkan saat kehamilan Isa (anak pertamanya). Berikut

kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(11) Setelah enam bulan menyusui Isa, Ibuk hamil anak kedua, Nani. Kali ini Ibuk sudah lebih siap menjelang kelahirannya. Baju bayi pun sudah ada, bekas mbaknya. Semenjak hamil Nani, air susu tak lagi keluar. Isa harus mendapatkan susu sapi segar yang Ibuk beli tiap pagi di Koperasi Unit Desa. Sampai detik-detik kelahiran Nani, Ibuk berjalan kaki setiap hari sekitar 3 km ke Desa Sisir untuk membeli susu segar ini. mungkin karena Ibuk sering jalan kaki, Nani bisa lahir lebih lancar daripada kelahiran anaknya yang pertama (hlm 33).

Pada kehamilan ketiga ini, Bapak dan Ibuk mengharapkan anak

laki-laki. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan

tersebut:

(12) Setelah Sembilan bulan dan entah lebih berapa hari, air ketuban pun pecah. Dari Rahim Ibuk terlahir harapan besar Ibuk dan Bapak. Anak laki-laki pertama dalam keluarga Abdul Hasyim. Bayek (hlm. 35).

Hidup Bapak dan Ibuk semakin ramai dengan lahirnya adik

Bayek yaitu Rini. Kemudian disusul anak yang paling bungsu yaitu

Mira. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan

tersebut:

(13) Hidup Bayek, Ibuk, Isa, Nani, dan Bayek semakin ramai dengan kelahiran Rini, adik Bayek. Ia lahir satu setengah tahun setelah Bayek lahir. Menyusul Mira, anak bungsu yang lahir lima tahun setelah kelahiran Rini (hlm 36).

Anak-anak mulai sekolah. Isa akan masuk SMP. Nina, Bayek,

dan Rini masih duduk di bangku SD. Sementara itu, si bungsu Mira

masih digendong Ibuk. Isa selalu bertanya apakah dia bisa melanjutkan

ke SMP, Nina minta dibelikan sepatu, sedangkan Bayek minta uang

SPP dan minta seragam koor baru. Berikut kutipan secara tidak

langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(14) Minggu sore selalu ramai di rumah!

“Buk, beli buku baru entar malam ya?” rayu Bayek. “Buk, sepatuku jebol!” ujar nani.

“Buk, bayar SPP. Ini sudah tanggal 10…,” keluh Bayek. “Buk, aku sekolah SMP ya tahun depan,” kata Isa.

“Buk, aku mesti beli seragam koor baru,” keluh Bayek lagi (hlm. 58).

Sudah empat hari angkot selalu mogok. Bapak selalu pulang

larut malam. Bapak capek dan kesal karena angkot selalu mogok,

sementara anak-anak harus makan dan bayar sekolah. Berikut pada (16)

dan (17) kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(15) Jam 11 malam, Bapak masih di jalan. Bapak belum pulang. Isa, Nani, dan Rini tertidur pulas di kamar depan semenjak jam 9 (hlm. 109).

(16) “Sudah empat hari ini, Nah. Mangan opo iki arek-arek mene? SPP juga mesti dibayar besok. Kalau begini terus, pingin segera jual angkot saja. Gak ngerti maneh aku!” ujar Bapak di sudut dapur sambil membanting sandal jepit biru tipisnya dengan keras (hlm. 115).

Malam harinya Bapak pulang larut malam lagi. Beliau

membawa uang untuk bayar SPP Bayek dan Rini. Untuk kebutuhan

kutipan secara langsung dan tak langsung yang mendukung pernyataan

tersebut:

(17) Malam harinya Bapak pulang larut malam lagi, sekitar jam 11 .

“Nah, ini buat bayar SPP Bayek dan Rini besok. Untuk belanja, kamu hutang dulu ke Bang Udin,” kata Bapak. (hlm. 117).

Bayek berjuang dengan selalu rajin belajar, akhirnya ia bisa

mendapatkan PMDK dan kuliah di IPB yang kemudian ia mendapatkan

tawaran kerja di Jakarta. Berikut kutipan secara langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(18) Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa (hlm. 143).

Bayek mendapatkan tawaran untuk bekerja di New York,

Amerika Serikat. Berkat kerja keras dan usahanya, ia bisa membangun

rumahnya di Batu. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung

pernyataan tersebut:

(19) Dua bulan kemudian rumah kecil Ibuk di Gang Buntu diratakan. Fondasinya pun dibongkar.

Kebahagian mulai dirasakan Bapak dan Ibuk. Bapak sudah tidak

lagi bekerja sebagai sopir angkot atau pu sopir truk. Beliau sudah

pensiun. Ibuk mulai melakukan pekerjaan rumah tangganya dengan

santai. Namun, bapak malah mulai sakit-sakitan di tengah kebahagian

yang mulai dirasakan keluarganya. Berikut kutipan secara langsung

(20) Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari kamar Bapak (hlm. 254).

(21) Senin, 30 Januari 2012. Bapak terbangun sekitar jam 11.30 malam (hlm. 266).

(22) Selasa, 31 Januari 2012. Bapak menjalani terapi ketiga. Di akhir terapi, Bapak tertidur pulas (hlm. 267).

(23) Kamis, 2 Februari 2012. Saatnya Bapak kembali menjalani terapi (hlm. 269).

(24) Jumat, 3 Februari 2012. Hasil lab dan CT scan keluar (hlm. 270).

(25) Sabtu, 4 Februari 2012, pukul 2 dini hari. Rini bangun kembali untuk memeriksa kondisi Bapak.

(26) Sabtu, 4 Februari 2012, pukul 2:30 pagi. Rini bangun kembali untuk memeriksa Bapak. Tangannya masih memegang tangan Bapak. Ia melihat wajah Bapak. Ada air mata yang melelehkan di mata kiri Bapak. Rini kemudian memeriksa napasnya. Bapak yang tidur di sampinga, sudah tidak bernapas lagi… (hlm. 271).

c. Latar sosial

Latar sosial dalam novel ini mengacu kepada status keluarga

Ibuk dalam masyarakat. Bapak pernah menjabat sebagai ketua RT,

namun Bapak jarang menjalankan tuganya tersebut karena Bapak harus

bekerja narik angkot.

Bapak bekerja sebagai sopir angkot yang tidak lulus SMP,

sedangkan Ibuk sebagai ibu rumah tangga yang tidak lulus SD.

Sehingga status sosial dalam keluarga tersebut memang termasuk

golongan keluarga sederhana, namun keluarga tersebut mencoba

menaikkan status sosial melalui pendidikan.

Berikut ini latar sosial Bapak. Bapak sejak masih muda. Sejak

Bapak (Sim) tidak bisa melanjutkan SMP, Bapak mulai ikut narik

angkot suami kakak angkatnya. Berikut kutipan secara tidak langsung

(27) “Sekarang aku ikut narik angkot suami kakak angkatku itu. Sudah beberapa tahun. Sejak aku tidak bisa melanjutkan SMP. Kamu sendiri asli sini?” tanya Sim balik (hlm. 10).

Berikut ini latar sosial Ibuk. Ibuk (Tinah) adalah gadis desa

yang lugu. Ia tidak bisa lulus SD. Tinah akhirnya tinggal di rumah dan

membantu lima adiknya. Ketika umur 16 tahun Tinah mulai membantu

neneknya, Mbok Pah, berdagang baju bekas di Pasar Batu. Berikut

kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(28) “Oh, aku… aku asli sini. Sejak lahir tinggal di Gang Buntu sini. Tidak pernah ke kota lain. Sehari-hari aku membantu Mbok Pah jualan baju di pasar. Ya, seperti Mas lihat kemarin. Mau kerja apa lagi? SD juga nggak lulus,” jawab Tinah, gugup (hlm 10).

Latar sosial ditunjukkan ketika Ibuk menikah muda dan

melahirkan seorang anak pada umur 18 tahun. Zaman dahulu,

perempuan umur 18 tahun sudah dewasa dan mulai mengerti arti hidup.

Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(29) Ketika melahirkan Isa, anak pertama, Ibuk masih berumur 18 tahun. Kata Ibuk, perempuan umur 18 tahun zaman dulu sudah matang. Wis ngerti urip (hlm. 29).

Latar sosial selanjutnya, Bapak menjadi ketua RT di

kampungnya. Namun, Bapak lebih sibuk narik angkot. Sehingga Pak

Lurah pun agak kesulitan memberikan tanda tangan untuk surat

pengantar. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung

pernyataan tersebut:

(30) “Begini saya dengar ketua RT di sana, Pak Hasyim suami Ibu, tidak melaksanakan tugas sebagai ketua RT

sebagaimana mestinya,” kata Pak Lurah yang berkopiah hitam (hlm. 122).

Bayek selalu berjuang meningkatkan keterampilan yang

dimilikinya. Ia sadar bahwa dengan belajar dan kerja keras, ia bisa

setara dengan siapa saja. Hal ini secara tidak langsung membuat status

keluarganya meningkat. Berikut kutipan secara langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(31) Pencapaian yang menyegarkan untuk Bayek yang masih berjuang untuk memperbaiki komunikasi bahasa Inggrisnya. Ia sadar bahwa ia bisa setara dengan siapa pun lewat belajar dan bekerja keras. Tak peduli dari keluarga mana ia dilahirkan (hlm. 175).

Berkat usaha keras Bayek, Bayek selalu mengirimi uang untuk

pembangunan rumah di Batu. Akhirnya rumah di Batu yang dulunya

kecil sekarang dibangun dengan lantai dua. Berikut kutipan secara

langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(32) Enam bulan kemudian, Ibuk dan Bapak punya rumah baru berlantai dua. Ada empat kamar. Isa dan keluarganya punya kamar sendiri di lantai atas. Satu kamar untuk Rini dan Nani, dan satu kamar lagi untuk Bayek (hlm. 177).

Ekonomi keluarga Ibuk dan sekeluarga lebih baik. Bahkan lebih

sangat berubah karena usaha keras mereka sekeluarga. Termasuk anak

laki-laki satu-satunya yaitu Bayek. Berikut kutipannya:

(33) “Buk… aku wis transfer lagi!” kata Bayek dengan semangat (hlm. 186).

Demikian hasil analisis latar dalam novel ibuk, karya Iwan

Latar tempat ditunjukkan dari kutipan (1) sampai kutipan (9), latar

tempat sebagian besar berada di rumah Gang Buntu, Kota Batu,

Malang, Jawa Timur dan sebagian lagi, latar tempat berada di New

York, Amerika Serikat.

Latar waktu ditunjukkan dari kutipan (10) sampai kutipan (26).

Latar waktu ditunjukkan mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya,

saat anak-anak bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik

meninggalnya Bapak, dan sampai akhirnya Bapak meninggal dunia.

Latar sosial ditunjukkan dari kutipan (27) sampai (33). Unsur

latar sosial dalam novel ibuk, menunjukkan bahwa melalui pendidikan,

anak-anaknya dapat hidup lebih baik dan dapat meningkatkan status

sosial keluarga.

5. Tema

Dalam novel yang berjudul ibuk, memiliki tema tentang

kesetiaan. Kesetiaan tersebut ditunjukkan oleh tokoh utama dalam novel

ibuk, karya Iwan Setyawan. Isi novel tersebut mengisahkan nilai

kesetiaan atau hal-hal tentang pentingnya kesetiaan seorang ibu dalam

membesarkan kelima anaknya bersama dengan suaminya yang bekerja

sebagai sopir angkot. Ibu dan suaminya selalu berusaha agar anak-

anaknya selalu makan dan terus bersekolah hingga sarjana. Mereka tidak

ingin anak-anaknya seperti ibu dan ayahnya. Ibu hanya lulus SD

Ibuk, akhirnya anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan hingga lulus

sarjana.

Tema kesetiaan dalam novel ini ditunjukkan saat Ibuk berjanji

tidak akan membiarkan anak-anaknya tidak berpendidikan. Berikut

kutipan secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung

pernyataan tersebut:

(1) Dalam genggamannya, Ibuk tak akan membiarkan anak- anaknya tidak berpendidikan seperti dia.

Cukup aku saja yang tidak lulus SD, tekad Ibuk (hlm. 124).

Tema kesetiaan tersebut terlihat ketika Ibuk bercakap-cakap

dengan Bayek. Saat itu Ibuk baru menyadari bahwa hidup mereka

sekeluarga dulu sulit. Berikut kutipan secara tidak langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(2) Ibuk menarik napas sejenak. “Ah, Yek, ternyata hidup kita dulu susah ya.” Matanya menerawang. Demikian juga Bayek.

Ibuk melalui hidup sebagai perjuangan. Tidak melihatnya sebagai penderitaan.

(3) “Itulah hidup, Yek, memang mesti dijalani dengan kuat, tabah. Dengan perjuangan. Rasa enak itu baru terasa setelah kita melalui perjuangan itu,” kata Ibuk sebelum kembali ke dapur (hlm. 240).

Hidup serba kekurangan, semua penuh keprihatinan. Mereka

sekeluarga harus hidup sederhana. Ibuk harus pandai mengatur

kebutuhan rumah tangga. Hal ini memang sulit untuk anak-anak, tetapi

menabung. Berikut kutipan secara langsung maupun tidak langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(4) Ah, semuanya. Semuanya. Hidup penuh dengan keprihatinan. Tidak mudah dimengerti oleh anak-anak tapi Ibuk ingin menyelamatkan mereka. hidup dengan kesederhanaan untuk masa depan keluarga.

“Berapa pun uang yang kamu miliki, jangan pernah berlebihan. Nabung! Kamu bisa jatuh sakit. Harus ke dokter dan itu tidak murah. Hidupmu tidak hanya untuk sekarang saja. Hidupmu masih panjang,” pesan Ibuk yang tidak mempunyai rekening di bank. Ibuk selalu menabung di bawah tumpukan baju di lemari tua (hlm. 102).

Berdasarkan kutipan (1) sampai (4) dapat disimpulkan bahwa

tema kesetiaan dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan terdapat dalam

kutipan-kutipan tersebut. Terutama pada tokoh Ibuk yang selalu setia dan

berjuang gigih demi keluarganya termasuk anak-anaknya. Sehingga

anak-anaknya menjadi sukses dan dapat saling membantu meringankan

beban orang tuanya.

Walaupun di akhir cerita Bapak meninggal dunia, kesetiaan Ibuk

kepada Bapak dan anak-anaknya tidak akan luntur. Cinta Ibuk yang

selalu menerangi mereka agar selalu setia menghadapi hidup ini dengan

cara berusaha keras meningkatkan kualitas hidup.

Dokumen terkait