• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

7. Self Efficacy

Self efficacy (efikasi diri) menurut Bandura (1986) dalam Hidayat dan Handayani (2010:8) yaitu sebagai keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu aktivitas dengan berhasil. Konsep self efficacy pada dasarnya bersumber dari Social Learning Theory yang dikembangkan oleh Bandura (1986) dalam Hidayat dan Handayani (2010:8) yang menekankan hubungan kusal timbal balik (reciprocal

28 determinism) antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor personal yang saling terkait. Teori ini mengakui peran motivasi dari self efficacy sebagai kekuatan kognitif pusat yang menyediakan sub-keterampilan regulasi diri.

Menurut Bandura (dalam Luthans, 2005:388) efikasi diri merupakan penilaian atau keyakinan pribadi tentang “seberapa baik seseorang dapat melakukan tindakan yang diperlukan untuk berhubungan

dengan situasi prospektif”. Definisi yang lebih luas dan lebih tepat untuk

perilaku organisasi positif diberikan oleh Stajkovic dan Luthans (dalam Luthans, 2005:338), efikasi diri mengacu pada keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu.

Secara umum, self efficacy dapat diartikan sebagai keyakinan khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan melibatkan kepercayaan seseorang bahwa dia mampu untuk melakukan suatu tindakan tertentu pada situasi tertentu. Kepercayaan ini muncul akibat pengalaman individu itu sendiri atas perilakunya dan perilaku orang lain pada situasi yang sama/hampir sama pada masa lalu. Self efficacy memiliki beberapa indikator seperti yang dijabarkan oleh Steers dan Porter (1996:254-256) dalam Hidayat dan Handayani (2010:9), yaitu:

a. Orientasi pada tujuan b. Orientasi kendali kontrol

29 d. Berapa lama seseorang bertahan dalam menghadapi hambatan.

Keyakinan individu bahwa ia memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu memberikan kontribusi untuk melakukan judgment yang lebih baik. Individu dengan self efficacy tinggi cenderung melakukan berbagai tugas dengan baik. Sebaliknya, individu dengan self efficacy rendah cenderung menghindari tugas dan situasi yang mereka percaya melebihi kemampuan mereka.

Self efficacy merupakan bentuk motivasi internal dimana individu meyakini bahwa dia mampu mengatur dan melaksanakan tugas untuk mencapai tingkat kinerja yang diharapkan. Self efficacy membangun motivasi yang mempengaruhi kegiatan pilihan individu, tingkat pencapaian, ketekunan, dan kinerja dalam berbagai konteks (Zhao, Seibert, dan Hills, 2005). Teori kognitif sosial memberikan dasar untuk menjelaskan bagaimana self efficacy dirasakan sebagai fokus utama dalam mekanisme self regulator yang mengatur motivasi dan tindakan manusia (Bandura, 1997). Menurut teori kognitif sosial, kinerja seseorang dipengaruhi tidak hanya oleh faktor lingkungan, tetapi juga oleh faktor personal yaitu self efficacy (motivasi).

Menurut Alwisol (2006:345), sumber-sumber efikasi diri antara lain :

a. Pengalaman performansi, muncul ketika individu pernah mencapai prestasi dimasa lalu.

30 mengamati keberhasilan orang lain.

c. Persuasi sosial, pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri.

d. Keadaan emosi, keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu.

Menurut Bandura (1997:42) self efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif. Dalam menilai tingkat self efficacy individu melalui tiga dimensi, yaitu:

a. Level atau Magnitude (tingkat kesulitan tugas) yaitu derajat kesulitan tugas yang dirasakan oleh individu mampu untuk dihadapi. Dimana individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan akan menghindari tingkah laku yang dirasa di luar batas kemampuannya. Yang termasuk dalam level atau magnitude ini yaitu memahami tugas yang diberikan, mendahulukan tugas yang dirasa lebih mudah untuk dikerjakan dan sadar akan kemampuan yang dimiliki dengan menghindari tugas di luar batas kemampuan.

b. Generality (luas bidang tingkah laku) yaitu individu mampu menilai keyakinan dirinya dalam mengerjakan banyak kegiatan atau hanya kegiatan tertentu saja. Generality atau luas bidang tingkah laku dapat dilihat dari kemampuan dalam mengerjakan tugas yang beragam atau berbeda-beda dan bersikap tenang ketika menghadapi hambatan dalam pekerjaan.

31 c. Strength (tingkat kekuatan) yaitu berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Tingkat kekuatan atau strength dapat berupa tetap bekerja dengan profesional dalam kondisi apapun sekalipun di bawah tekanan dan konsisten pada tugas yang dijalankan.

Menurut Bandura (1997:117), proses yang mengaktifkan efikasi diri salah satunya proses motivasi. Berdasarkan kondisi lapangan, efikasi diri subjek banyak dipengaruhi oleh hasil interaksi antara karyawan dengan lingkungan kerjanya. Dukungan dari pimpinan dan rekan kerja memberikan peran besar dalam menumbuhkan efikasi diri karyawan dalam melakukan tugas-tugas perusahaan. Bentuk-bentuk dukungan informatif seperti nasehat, petunjuk dan saran dari pimpinan maupun rekan kerja mempengaruhi keyakinan diri karyawan agar dapat berhasil dalam pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kreitner dan Kinicki (2003:171) bahwa petunjuk yang membangun serta umpan balik yang positif mempengaruhi efikasi diri seseorang.

Pekerjaan dapat benar-benar menjadi ancaman dan sumber stres bagi individu yang tidak memiliki keyakinan dan efikasi diri yang tinggi bahwa dirinya mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan padanya (Jex, Bliese, Buzzel dan Primeau, 2001). Efikasi diri yang tinggi membantu individu untuk menyelesaikan tugas dan mengurangi beban kerja secara psikologis maupun fisik sehingga stres yang dirasakan pun kecil.

32 8. Job Stress

Stres kerja adalah suatu konsekuensi yang berhubungan dengan kejadian-kejadian di sekitar lingkungan kerja sehingga mengakibatkan suatu ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan kerja individu baik secara fisik maupun psikologis (Rohman, 2004). Stres kerja tidak hanya berpengaruh terhadap individu, tetapi juga terhadap organisasi dan industri.

Stres kerja menurut Ulfa Sumitro, dkk (2009:7) adalah tingkat penyesuaian individu terhadap kondisi yang tidak menyenangkan sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara harapan atau keinginan individu dengan tuntutan kerja yang diberikan sehingga berpengaruh pada kondisi fisik, psikologis, dan perilaku anggota organisasi. Dengan adanya tingkat stres kerja pada auditor akan berdampak buruk pada kinerja auditor itu sendiri, sehingga akan merugikan tujuan-tujuan dari profesi akuntan dan Kantor Akuntan Publik tempatnya bekerja.

Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Aspek intrinsik dalam pekerjaan yang berkaitan dengan stres kerja salah satunya yaitu tuntutan tugas (Munandar, 2001:381). Tuntutan tugas meliputi beban kerja, beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres, timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu dan jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas.

33 Dessler (2007:296) mengungkapkan bahwa tidak ada dua orang yang bereaksi dengan cara yang sama terhadap pekerjaan, karena faktor pribadi juga mempengaruhi tekanan. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi.

Menurut Robbins (2006:794) sumber-sumber stres kerja antara lain dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu.

e. Faktor lingkungan seperti ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi.

f. Faktor organisasi seperti tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, dan tahap perkembangan organisasi. g. Faktor individu seperti masalah keluarga, masalah ekonomi, dan

kepribadian.

Menurut Rahim (1996) dalam Umar Assegaf (2005:96), karakteristik pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan itu menimbulkan stres kerja secara konseptual terdiri dari lima yaitu antara lain: Physical Environment, Role Conflict, Role Ambiguity, Role Overload, Role Insufficiency.

a. Physical Environment, dimana lingkungan tempat bekerja yang tidak mendukung terselenggaranya proses bekerja yang baik.

34 b. Role Conflict, yaitu mengindikasikan suatu tingkatan dimana individu

mengalami ketidaksesuaian antara permintaan dan komitmen dari suatu peran.

c. Role Ambiguity, mengindikasikan suatu kondisi dimana kriteria prioritas, harapan (expectation), dan evaluasi tidak disampaikan secara jelas kepada pegawai.

d. Role Overload, yaitu mengindikasikan suatu tingkatan dimana permintaan kerja melebihi kemampuan pegawai dan sumber daya lainnya.

e. Role Insufficiency, yaitu kondisi dimana pendidikan, training, keterampilan dan pengalaman pegawai tidak sesuai dengan job requirement.

Gejala-gejala stres kerja sendiri tampak dari tiga hal, yaitu fisiologis, psikologis, dan perilaku. Fisiologis meliputi perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung. Psikologis meliputi menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan, muncul ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan. Perilaku meliputi perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar-masuknya karyawan, juga perubahan kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur (Robbins 2006:800).

35 Menurut Dwiyanti (2001:75), terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik tempat kerja, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan, aturan yang dikeluarkan oleh manajemen maupun waktu yang diberikan. Sedangkan faktor personal dapat berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri.

Dokumen terkait