• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 SELULOSA MIKROKRISTAL

Microcrystalline cellulose (MCC) merupakan turunan selulosa yang

diperoleh dengan cara memperlakuan pada alfa-selulosa yang dikandung oleh tumbuhan berserat dengan menggunakan larutan asam. Di bidang farmasi, MCC digunakan sebagai bahan eksipien dalam formulasi pembuatan tablet, pengikat agar bahan – bahan dalam tablet tetap menyatu [22].

Kandungan utama yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan MCC yaitu bahan yang berserat dan memiliki kandungan selulosa cukup tinggi. Setiap bahan memiliki jumlah selulosa yang berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan selulosa dalam biomassa, maka kemungkinan biomassa dijadikan sebagai

bahan baku semakin besar. Beberapa bahan yang mengandung selulosa dan dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan MCC tercantum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Daftar Biomassa dan Kandungannya [22] Biomassa (Lignoselulosa) Selulosa (% berat)

Kayu lunak 40 – 45

Pelapah sawit 37 – 45 Tandan kosong sawit 36 – 42

Ampas tebu 32 – 44

Jerami padi 28 – 36

Pada penelitian ini, menggunakan ampas tebu sebagai bahan baku untuk mendapatkan Microcrystalline cellulose (MCC) dimana ampas tebu sendiri mengandung 32 – 44% (% berat).

Dalam proses produksi gula, dari setiap tebu yang diproses dihasilkan ampas tebu. Limbah pabrik gula berupa ampas tebu dapat mengganggu lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Selama ini pemanfaatan ampas tebu hanya terbatas untuk makan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih cukup rendah [69].

Selulosa dapat dibuat menjadi selulosa mikrokristal, yaitu dengan melarutkan selulosa dalam larutan alkali kuat maka akan diperoleh selulosa yang hampir murni yang dikenal dengan alfa-selulosa dan dengan merendam alfa-selulosa dengan asam, kemudian dihaluskan secara mekanik akan didapat selulosa mikrokristal [69].

Terdapat beberapa proses yang dapat digunakan untuk memproduksi selulosa mikrokristal yaitu [22] :

1. Proses hidrolisis asam

Proses hidrolisis dengan asam merupakan metode konvensional dalam pembuatan MCC. Larutan asam yang dapat digunakan adalah asam klorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4). Larutan asam tersebut berfungsi untuk melarutkan selulosa amorf. Kondisi operasi yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi adalah suhu di atas 160 oC. Metode ini dilakukan dengan cara menghidrolisis secara terkontrol alfa selulosa dari tumbuhan berserat dengan larutan mineral encer. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan selulosa mikrokristal menggunakan metode kimiawi lebih singkat.

2. Proses kontak uap

MCC diproduksi dengan cara mengkontakkan selulosa dengan steam bertekanan pada temperature antara 180 oC sampai 350 oC selama waktu yang cukup untuk mecapai kondisi LODP (leveling off degree of polymerization).

Proses pengontakkan bertujuan untuk menghidrolisis selulosa dan menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Uap jenuh secara terus menerus diumpankan ke dalam reaktor sampai mencapai tekanan 430 psig. Tekanan di dalam reaktor antara 390 psig (2,689 Pa) sampai 430 psig (2,965 Pa). Kelebihan dari proses ini adalah tidak membutuhkan larutan asam. MCC yang diproduksi dengan proseskontak berbentuk koloid.

3. Proses hidrolisis gas

Proses hidrolisis gas merupakan proses hidrolisis dengan menggunakan gas. Selulosa dihidrolisis sebagian di dalam reaktor bertekanan menggunakan air dan menjaga suhu reaktor pada suhu reaksi, 100 DP (degree of

polymerization). Kemudian, menginjeksikan gas oksigen atau karbon

dioksida dengan menjaga tekanan antara 0,1 sampai 60 bar pada 20 oC. Rasio antara selulosa dan air dalamreaktor yaitu 1:8 sampai 1:20 (V/V). Kelebihan dari proses ini yaitu dapat menghasilkan yield di atas 95%. Proses ini dikategorikan ramahlingkungan karena air limbah yang dihasilkan tidak lagi mengandung garam inorganik. Namun proses ini hanya sesuai untuk bahan bakuselulosa murni.

4. Proses ekstruksi reaktif

Pembuatan MCC dari material yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa, dengan menggunakan proses ekstruksi reaktif. Ekstruksi tahap pertama melibatkan natrium hidroksida (NaOH) yang dilakukan pada rentang temperatur 140 oC sampai 170 oC untuk menghilangkan senyawa kompleks

lignocellulosic. Kemudian, tahap kedua yaitu dengan melibatkan larutan

asam yang dilakukan pada suhu 140 oC. Selulosa dan larutan asam direaksikan dalam screw conveyor. Screw conveyor terdiri atas screw dan

barrel. Screw diputar sehingga menghasilkan tekanan pada selulosa,

kemudian selulosa bercampur dengan larutan asam membentuk MCC. Kelebihan proses ini yaitu dapat dijalankan pada proses kontinyu untuk

memproduksi MCC dengan waktu reaksi lebih cepat dan dengan efisiensi yang baik. Dilihat dari segi produk MCC, partikel MCC yang dihasilkan kecil sehingga tidak membutuhkan perlakuan tambahan untuk memperkecil partikel.

5. Proses enzim

Pada proses ini, hidrolisis ini dilakukan dengan menggunkan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzim a- amylase yang dipakai untuk hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa (Groggins, 1958). Dalam hidrolisis selulosa, mikrobia yang digunakan dapat berupa Trichoderma viride. Mikrobia tersebut akan menghasilkan enzim

endo-celullase yang dapat memutus bagian amorf a-cellulose secara selektif.

Kondisi operasi yang disarankan dalam proses ini adalah 50-60 oC dan pH 2.5-3. Proses inimemiliki beberapa kelebihan yaitu, hidrolisis dengan enzim lebih bersihdan prosesnya lebih selektif, bekerja pada tekanan dan temperatur yang sedang. Namun, proses hidrolisis dengan menggunakan enzim terjadi secara lambat dengan waktu reaksi sekitar 24 sampai 48 jam. Ditinjau dari waktu reaksi, proses ini tidak cocok untuk aplikasi secara komersial.

Metode yang digunakan untuk pembuatan selulosa mikrokristal pada penelitian ini adalah proses hidrolisis asam. Metode ini dilakukan dengan cara menghidrolisis secara terkontrol alfa selulosa dari tumbuhan berserat dengan larutan mineral encer. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan selulosa mikrokristal menggunakan metode ini lebih singkat dibandingkan dengan proses pembuatan selulosa mikrokristal lainnya.

Beberapa sumber alam telah digunakan untuk menghasilkan selulosa mikokristal, seperti serat rami (Bhimte dan Tayade, 2007), ampas tebu dan jerami (Indra dan Dhake, 2008), dan lenan (Leppanen, dkk., 2009). Dimana selulosa mikrokristal dapat digunakan sebagai pengisi, pengikat, dan penghancur serta memiliki sifat bebas mengalir, sehingga banyak juga digunakan dalam pembuatan tablet cetak langsung. Penggunaan selulosa mikrokristal disini dapat memberikan waktu hancur terhadap bahan dalam waktu yang singkat [34].

2.6 RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

Minyak sawit memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Komposisinya terdiri dari asam lemak jenuh ± 50%, MUFA (monounsaturated fatty acid) ± 40%, serta asam lemak tak jenuh ganda yang relatif sangat sedikit (± 10%).

Minyak sawit juga dapat difraksinasikan menjadi 2 bagian, yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksi-fraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan maupun non pangan. Proses pemisahan asam lemak yaitu stearin dan olein dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: mechanical pressing, solvent crystalization dan

hydrophilization. Metode machanical pressing merupakan cara yang paling

sederhana dan masih dilakukan di banyak negara. Pada metode ini asam lemak di didihkan pada sebuah bejana dan kemudian didinginkan. Setelah itu bahan tersebut akan terbentuk menjadi dua fasa yaitu kristal padat dan cairan [35].

Fatty acid Asam Stearat + Asam Oleat

(Stearin) (Olein)

2.7 ALKANOLAMIDA

Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena itu golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk garam karena amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak. Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi seperti etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan amonia dengan etilen oksida.

Alkanolamina seperti etanolamina, jika direaksikan dengan asam lemak akan membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air. Alkanolamida merupakan kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan pesat.

Mechanical pressing

Surfaktan alkanolamida tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi daripada molekul. Disamping itu alkanolamida dapat digunakan pada rentang pH yang luas, biodegradabel, lembut dan bersifat noniritasi, baik untuk kulit maupun mata. Surfaktan ini juga menghasilkan reduksi tegangan permukaan yang besar, toksisitas yang rendah dan pembusaan yang bagus serta stabil. Surfaktan alkanolamida juga sangat kompatibel dengan ketiga jenis surfaktan lainnya yaitu surfaktan anionik, kationik dan amfoterik. Sebagaimana surfaktan nonionik lainnya, alkanolamida menunjukkan performa yang baik seperti kelarutan yang tinggi, stabil terhadap berbagai enzim dan media yang alkali. Karena sifat-sifatnya tersebut maka surfaktan ini dapat digunakan sebagai bahan pangan, obat-obatan, kosmetika danaplikasi industri serta dapat digunakan pada rentang penggunaan surfaktan anionik [23].

Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached

Deodorized Palm Stearin). RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki sifat kemurnian yang tinggi serta harga yang relatif lebih terjangkau.

2.8 METODE PENCELUPAN BERKOAGULAN

Terdapat dua metode pencelupan yang umumnya digunakan dalam produksi sarung tangan yaitu metode pencelupan langsung dan metode pencelupan berkoagulan. Metode kedua adalah metode yang sangat sering digunakan dalam industri [24].

Metode pencelupan merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan produk lateks seperti sarung tangan, balon, kondom, dan lain-lain. Metode pencelupan adalah proses dimana cetakan berlapis koagulan dicelupkan ke dalam lateks karet alam dalam beberapa kali pecelupan [25].

Proses dimulai dengan membersihkan cetakan dan berakhir dengan memisahkan film dari cetakannya. Operasi pembersihan termasuk mencuci cetakan dengan larutan asam, kemudian dinetralkan dengan larutan basa dan diikuti dengan pembilasan dan pengeringan di dalam oven. Cetakan yang telah dibersihkan dicelupkan pada tangki koagulan pada sudut yag telah ditentukan untuk beberapa waktu, kemudian ditarik perlahan dari tangki pencelupan.

Pada tangki koagulan, cetakan dicelupkan selama 16 detik agar terbentuk lapisan tipis dan seragam pada permukaan cetakan. Hal ini dapat diperoleh dengan perendaman perlahan dan penarikan cetakan diikuti dengan manipulasi mekanik dan evaporasi koagulan secara cepat. Cetakan yang sudah dilapisi dikeringkan dalam oven dan dicelupkan pada tangki lateks.

Formulasi koagulan merupakan campuran dari garam kalsium, air atau alkohol, agen pembasah dan agen anti-lekat. Tangki umumnya dilengkapi dengan pengaduk untuk mencegah terjadinya pengendapan bahan kimia. Sebuah saringan juga digunakan untuk menahan gelembung-gelembung udara dan bekas koagulum yang mungkin terbentuk [24].

Dokumen terkait