• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budai Award dan

nota

Kesepahaman

S

emarang, Kunjungan kerja Ketua MK Moh. Mahfud MD di Semarang, Sabtu, (19/12), diawali dengan menghadiri undangan sebagai narasumber di seminar Nasional yang diselenggarakan oleh bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dengan tema, “Menembus Kebuntuan Legalitas Formal menuju Pembangunan Hukum dengan pendekatan Progresif” yang dikuti oleh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua MK menjelaskan tentang kewenangan MK dan putusan MK yang selalu berdasarkan UUD 1945.

Pada hari berikutnya, Senin, (21/12), Ketua MK berkunjung ke Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang untuk menerima Penghargaan “Budai Award Universitas Islam Sultan Agung”, karena pengabdiannya di bidang hukum selama ini. Ketua MK berkesempatan memberikan orasi ilmiah yang berjudul “Dunia Hukum dan Peradaban Islam di Indonesia. Dalam orasinya, Ketua MK menerangkan sejarah peradaban negara dunia Islam yang pernah mengalami kejayaan, seperti Persia, byazantium. Namun pada akhirnya semua Negara Islam tersebut hancur karena proses penegakan hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Moh. Mahfud MD yang juga guru besar Universitas Islam Indonesia, mengatakan sebuah negara dapat berdiri gagah dan megah karena keadilan dan tegaknya hukum. Namun negara dapat hancur dan hilang ditelan bumi karena keadilan yang tidak ditegakkan.

Sebagai wujud keseriusan untuk mengembangkan kesadaran berkonstitusi, pada hari yang sama, Senin (21/12) di Semarang, MK melakukan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gafar, Rektor Undip, dan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, dan disaksikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD.

Nota kesepahaman tersebut ditandatangani dalam rangka penyebarluasan informasi tentang Mahkamah Konstitusi dan pengembangan budaya sadar berkonstitusi serta UUD 1945. Melalui upaya tersebut, diharapkan dapat menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi, mendorong peningkatan partisipasi warga negara dalam melaksanakan dan menegakkan UUD 1945, serta meningkatkan partisipasi objektif dan konstruktif warga negara dalam pelaksanaan tugas Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, dalam sambutannya Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengharapkan Indonesia yang sedang menghadapi krisis kepercayaan, dapat terobati dengan cara sadar hukum, supaya konstitusi di Indonesia menjadi sumber dari segala sumber hukum. (Rendi Johanes)

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), tambah Mukthie, mengajukan gugatan kepada MK karena merasa tidak puas dengan hasil kerja dan profesionalitas kerja KPU, KPUD dan KPU Kabupaten/Kota.

Mukthie juga mengakui bahwa UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) tidak lagi memadai untuk dijadikan sebagai landasan hukum. “UU Pemda sering diuji materiil ke MK. Banyak perubahan terjadi dalam UU tersebut. Oleh karena itu, sebenarnya UU Pemda sudah tidak memadai,” katanya.

Menurut Mukthie, KPU, KPUD maupun KPU Kabupaten/Kota, harus secermat mungkin mengawasi proses pemilihan dari awal. “Dimulai dari pendaftaran pemilih hingga pemilihan harus diawasi dan dilaksanakan secermat mungkin. Seharusnya Panwaslu pun sudah dibentuk sejak proses pendaftaran pemilih agar kesalahan-kesalahan bisa diminimalisir,” ujarnya.

Menanggapi tentang kemungkinan adanya calon incumbent yang mengajukan diri kembali dalam pemilukada, Mukthie meminta KPU mempelajari putusan MK mengenai calon incumbent. “MK telah membuat putusan yang memberikan tafsir soal hitungan satu masa jabatan incumbent yakni separuh dari lamanya masa jabatan. Kalau walikota atau bupati incumbent sudah menjabat 2,5 tahun berarti terhitung satu masa jabatan,” katanya. (Lulu A.)

Ketua MK, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD. S.H, S.U (sebelah kiri) saat menerima penghargaan Budai Award Universitas Islam sultan agung.

F o to : H u m a s MK /R e n d i J o

Aksi

A

ksi pencatutan nama Ketua MK, Moh. Mahfud MD, oleh oknum tidak bertanggung-jawab untuk meminta sejumlah uang, kembali terjadi. Barisan Merah Putih RI Papua yang saat ini sedang mengajukan perkara UU Otonomi Khusus Papua, dimintai sejumlah uang oleh oknum yang mengatasnamakan Mahfud MD. Hal itu terungkap dalam konferensi pers yang digelar langsung oleh Ketua MK di Lantai 15 Gedung MK, Rabu (23/12/2009) pukul 13.00 WIB.

“Oknum tersebut mengaku bernama Mahfud dan menjanjikan akan memenangkan perkara yang sedang diajukan. Oknum meminta uang sebesar 85 juta rupiah untuk ditransfer ke rekening BNI atas nama Riska Handayani. Si Oknum mengaku Riska adalah istri Mahfud. Nomor telepon yang digunakan adalah 081288882355,” jelas Mahfud MD membeberkan identitas pelaku.

Mahfud MD menjelaskan bahwa semua yang dikatakan oknum dengan mengaku sebagai dirinya tersebut adalah penipuan luar biasa dan aksi

S

emua warga negara wajib mengawal integrasi NKRI dan integrasi tersebut hanya dapat dicapai dengan pemerintahan yang adil. Hal itu ditegaskan Ketua MK, Moh. Mahfud MD, saat memberikan orasi ilmiah pada Dies Natalis ke XI dan wisuda lulusan Program Pascasarjana, Sarjana

F o to : H u m a s MK /A n d h in i SF

Meminta Uang

Kaum

Intelektual Bagian

Dari Masyarakat

Yang Wajib

Mengawal nKRI

Ketua MK, Moh. Mahfud MD, saat memberikan keterangan pers terkait pencatutan namanya untuk pemerasan

pencatutan nama. Di samping itu, dalam pencatutan nama kali ini, apa yang dikatakan si oknum semuanya salah. “Istri saya bukan bernama Riska Handayani, tapi Zaizatun Nihayati. Lalu, istri saya juga tidak punya nomor rekening BNI,” ujarnya.

Mahfud menambahkan, pen- catutan nama yang mengatasnamakan Ketua MK ini merupakan kasus yang kesekian kalinya. Sebelumnya, pencatutan nama Ketua MK atau pejabat MK lainnya juga pernah terjadi pada perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2009 kemarin.

Dalam keterangannya, di papar kan bahwa tindakan oknum tersebut adalah kasus kriminal yang bisa dilaporkan ke polisi. “Pelaku bisa dilacak dari nomor telepon yang digunakan dan juga nomor rekening yang dipakai,” urainya. Ia juga tidak lupa mengingatkan segenap masyarakat yang berperkara di MK agar senantiasa berhati-hati. Berperkara di MK tidak dipungut biaya dan setiap putusan MK tidak pernah ada hubungannya dengan pemberian uang atau suap-menyuap. (Yazid)

Ketua MK, Moh. Mahfud MD, saat memberikan orasi ilmiah di Universitas Garut, Senin (28/12).

F o to : H u m a s MK /K h u s n u l K h u lu k

dan Diploma Universitas Garut (Uniga), Senin (28/12) di Garut, Jawa Barat.

“Musuh kita bersama saat ini adalah ketidakadilan dari aparat yang juga bisa mengancam disintegrasi bangsa, seperti diperjualbelikannya hukum dan keadilan oleh hakim di pengadilan, jaksa serta oleh pengacara,” tambahnya.

Negara kebangsaan (nation state) harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi serta nomokrasi (negara hukum). Setiap pemegang kebijakan negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan mengancam integrasi,

ideologi, dan teritori negara, yakni Pancasila dan konstitusi UUD 1945.

Di hadapan 430 wisudawan, Mahfud berharap alumni Uniga hendaknya tak hanya menjadi sarjana melainkan bisa menjadi kaum intelektual (cendikiawan) yang memiliki tanggungjawab atas keselamatan masyarakat dan NKRI.

“Karena banyak sarjana yang tak intelektual, termasuk para koruptor pun otaknya sarjana,” katanya. (Kusnul Khuluq)

Releksi 2009:

MK Pengawal

Demokrasi dan

Penegak

Keadilan

Substantif

P

ada 2009, MK telah menegaskan dirinya sebagai pengawal demokrasi (the guardian of the democracy) dengan mengacu kepada prinsip me- negakkan keadilan substantif. MK juga telah

menjalankan fungsi menguji konstitusionalitas undang-undang. MK menilai dan menguji norma UU apakah berlawanan dengan konstitusi sebagai hukum tertinggi (fundamental law).

Demikianlah yang diungkapkan oleh ketua MK Moh. Mahfud MD, didampingi oleh Wakil Ketua MK dan para Hakim Konstitusi saat menggelar konferensi pers yang bertajuk “Releksi Kinerja MK 2009 dan Proyeksi 2010” di gedung MK, Selasa (29/12).

Di hadapan para pimpinan redaksi dan para jurnalis media cetak, elektronik, serta online yang hadir pada acara tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa MK juga mempunyai kewenangan untuk memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sepanjang 2009 telah dilakukan terhadap 12 perkara PHPU Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daeeah. “Selain itu, MK juga menyelesaikan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif sebanyak 69 perkara dan 2 perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden (656 kasus),” lanjutnya.

Produk hukum seperti undang-undang, menurut Mahfud, meski ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR dengan cara demokratis, akan tetapi belum tentu hasilnya mencerminkan nilai-nilai dari cita hukum dan nilai-nilai konstitusi.

“Pengalaman masa lalu membuktikan hal tersebut. Prinsip penegakan keadilan dalam proses peradilan itulah yang saat ini digali MK sedalam-dalamnya untuk mewujudkan keadilan substantif (substantive justice) di masyarakat dan tidak terbelenggu dengan apa yang ditetapkan undang-undang (procedural justice),” tegas Mahfud.

Dengan demikian, menurut Mahfud, MK berperan dalam menjaga keseimbangan antara negara demokrasi dan nomokrasi.

Beberapa Putusan MK selama 2009 yang mencerminkan MK sebagai lembaga pengawal demokrasi dan penegak keadilan substantif antara lain sebagai berikut.

1. Putusan perkara pilpres yang dimohonkan oleh JK-WIN dan Mega-Prabowo (Perkara No.108 109/PHPU.B- VII/2008).

2. Penegasan Putusan Final Pemilukada Jawa Timur (Perkara No. 41/PHPU.D-VI/2008),

Ketua MK, Moh. Mahfud MD, didampingi oleh para Hakim Konstitusi saat menyampaikan kinerja MK selama 2009 di hadapan wartawan media cetak, elektronik, dan online, Selasa (29/12) di gedung MK.

F o to : H u m a s MK /W iw ik B W

Aksi

5. Pemilu Sesuai Budaya Setempat di Yahukimo,

6. Putusan Sela atas perkara PHPU legislatif di berbagai daerah, 7. Putusan Akhir Pelaksanaan Putusan MK,

8. Tafsir Penghitungan Tahap Ketiga (Perkara No.74-94-80-59-67/PHPU.C-VII/2009),

9. Penghitungan Tahap Kedua Konstitusional Bersyarat, Konstitusionalitas Parliamentary Threshold 2,5%, Presidential Threshold 20% dan Pemisahan Jadwal Pemilu (Perkara No.3/PUU-VII/2009,

10. Terpidana Dapat Menjadi Caleg dan Calon Kepala Daerah (Perkara No.04/PUU-VII/2009), 11. Tafsir Pasal “Penyebaran Kebencian” KUHP (Perkara No. 7/PUU-VII/2009),

12. Larangan Publikasi Quick Count Inkonstitusional (Perkara No.9/PUU-VII/2009),

13. KTP dan Paspor sebagai Identitas Pemilih dalam Pilpres (Perkara No. 102/PUU-VII/2009), 14. Anggota DPD berhak menjadi Ketua MPR (Perkara No.117/PP-VII/2009),

15. Kasus uji materil UU KPK dengan Pemohon Bibit-Chandra (Perkara No.133/PUU-VII/2009). (RN Bayu Aji)

M

K diperkirakan akan memiliki agenda persidangan yang cukup padat pada 2010 nanti. Pasalnya, dari data yang telah diolah MK, sepanjang 2010 diperkirakan akan berlangsung sekitar 244 pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yang terdiri dari 7 daerah tingkat provinsi dan 237 tingkat kabupaten/kota.

Demikianlah yang diungkapkan oleh Ketua MK, Moh. Mahfud MD dalam konferensi pers yang digelar dengan tajuk Releksi Kinerja MK 2009 dan Proyeksi 2010 di gedung MK, Selasa (29/12). Menurut Mahfud, berdasarkan pengalaman MK menangani sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) selama ini, diprediksi sekitar 30-50% dari Pemilukada 2010 masih berpotensi menjadi sengketa yang akan dimohonkan kepada MK.

“Dengan asumsi demikian, maka kurang lebih 73 hingga 122 pemilukada berpeluang masuk menjadi perkara di MK,” tutur Mahfud. Namun demikian, imbuh

Mahfud, selama ini MK telah mempersiapkan sistem untuk menangani itu semua, baik apabila pemilukada dilakukan secara serentak ataupun tidak.

Selain pemilukada, pada 2010 mendatang MK Indonesia juga dipercaya menjadi tuan rumah konferensi MK se-Asia. Pada gelaran konferensi MK negara-negara Asia ke-7 tersebut menurut rencana juga akan dibentuk asosiasi Mahkamah Konstitusi Asia. “Dan Indonesia mendapat kehormatan untuk menjadi penyelenggara peristiwa bersejarah tersebut,” ujar Mahfud.

Sementara itu Wakil Ketua MK, Abdul Mukthie Fadjar menyoroti perhatian yang telah diberikan publik dan media kepada MK selama 2009. Mukthie berharap, perhatian berupa kritik dan masukan tersebut perlu tetap diberikan. “MK juga senantiasa mengajak insan pers untuk ikut menjaga integritas MK. “MK siap dikritik oleh pers karena MK bukanlah lembaga peradilan yang tertutup,” cetusnya.

Namun demikian, Mukthie juga kembali menegaskan bahwa pendapat hakim konstitusi ada pada putusan, bukan melalui pernyataan-pernyataan di media. Oleh karena itu, apabila seorang hakim konstitusi banyak berkomentar melalui media, menurut Mukthie, hal itu bukan cerminan pendapat MK.

Proyeksi MK 2010:

Dari Pemilukada Hingga Konferensi MK

Dokumen terkait