• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS

B. Semiotika

1. Konsep Dasar Semiotika

Istilah semiotics atau semiotika pertamakali diperkenalkan oleh

Hippocrates (460-377 SM), ia merupakan seorang penemu ilmu medis Barat,

24

John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: kencana, 2008), h. 160.

25

seperti ilmu gejala-gejala. Gejala, menurut Hippocrates dalam bahasa Yunani

merupakan semeon, yang berarti “penunjuk” (mark) atau “tanda” (sign) fisik.26

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda.27 Semiotika, seperti kata John Lechte dalam Sobur, adalah teori tentang

tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang

menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs

„tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sign system (code) „sistem tanda‟.

Semiotika menjadi salah satu kajian yang bahkan menjadi tradisi dalam teori komunikasi. Teori semiotika terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri.

Tanda, yakni apapun yang memproduksi makna. Secara umum, tanda

menurut Tony Thwaites ialah, tanda bukan sekadar ulasan tentang dunia,

tetapi dengan sendirinya merupakan ihwal (things) khususnya dalam dunia

sosial. Tanda tidak hanya menyampaikan makna, tetapi memproduksinya. Tanda memproduksi banyak makna, namun bukan sekadar satu makna

petanda.28

Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan.

26

Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 6.

27

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.

28

Tony Thwaites, Introducing Cultural and Media Studies; sebuah Pendekatan Semiotik, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 13-14.

Kode kultural yang menjadi salah satu faktor konstruksi makna dalam sebuah simbol menjadi aspek yang penting untuk mengetahui konstruksi pesan dalam tanda tersebut. Konstruksi makna yang terbentuk inilah yang kemudian menjadi dasar terbentuknya ideologi dalam sebuah tanda. Sebagai salah satu kajian pemikiran dalam cultural studies, semiotik tentunya melihat bagaimana budaya menjadi landasan pemikiran dari pembentukan makna dalam suatu tanda.

Ketika kita berbicara mengenai sebuah kajian ilmu atau sebuah teori, maka tidak bisa terlepas dari tokoh-tokoh yang mencetuskan kajian tersebut. Semiotika tentunya memiliki tokoh-tokoh yang menjadi pemikir terbentuknya sebuah tradisi semiotik itu sendiri, ada empat tokoh semiotika yang cukup terkenal dengan teorinya, di antaranya, pertama, Charles Sander Pierce, ia menemukan tipologi tanda yaitu indeks, ikon, dan simbol. Teori Pierce

dikenal dengan grand theory yang membagi sistem tanda menjadi tiga unsur

yaitu representmen, interpretant, dan objek. Kedua, Ferdinand de Saussure, tokoh ini lebih berfokus pada semiotika linguistic, setidaknya Saussure telah

menemukan dua komponen dalam studi semiotika yaitu signifier (penanda)

dan signified (petanda).29 Kemudian barulah muncul tokoh-tokoh selanjutnya seperti Roland Barthes dan Cristian Metz. Semiotika sendiri menurut Sobur terbagi menjadi dua jenis, di antaranya:

a. Semiotika Komunikasi

Semiotika ini menekankan pada teori tentang tanda, salah satu di antaranya yaitu mengansumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi,

29

yakni pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran

komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan).

b. Semiotika Signifikasi

Semiotika ini lebih memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Pada jenis ini, tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya, yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada

penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya.30

2. Konsep Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes menjadi tokoh yang begitu identik dengan kajian semiotika. Pemikiran semiotika Barthes banyak digunakan sebagai rujukan penting dalam penelitian, khususnya di Indonesia. Konsep pemikiran Barthes terhadap semiotik dikenal dengan konsep mitologi dan semiologi yang

merupakan pendalaman dari teori linguistik dan semiologi milik Saussure.31

Sebagai penerus dari pemikiran Saussure, Roland Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Di mata Barthes, suatu teks merupakan sebentuk konstruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka perlu dilakukan rekonstruksi dari teks itu sendiri.

Barthes menjelaskan bahwa kunci dari analisisnya ada pada konotasi

dan denotasi. Ia mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem

30

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.

31

yang terdiri dari sebuah ekspresi (E) atau signifier dalam hubungannya (R)

dengan isi (signified) (C).32

Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”,

mencakup denotasi, yaitu makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal. Hal ini merupakan distingsi antara Saussure dan Barthes,

meskipun Barthes tetap menggunakan istilah signifier (ekspresi) dan signified

(isi) yang diusung oleh Saussure.

3. Konsep Semiotika Christian Metz

Christian Metz adalah seorang teoritikus film yang terkenal sebagai pelopor penerapan teori semiotika dari Saussure ke dalam film. Tokoh ini lahir di Beziers, Prancis bagian selatan, pada tahun 1931. Pada periode 1970-an, pemikirannya mengenai film sangat memengaruhi perkembangan film di

Prancis, Inggris, Amerika Latin, dan Amerika Serikat.33 Bukunya yang

berjudul Languange and Cinema memberikan pemahaman mengenai film

sebagai satuan bahasa yang berbeda dari bahasa tutur. Semua komponen dalam film merupakan serangkaian kode yang merepresentasikan sebuah budaya, sejarah dan nilai-nilai. Bagi Metz, teori film adalah teori yang mengkaji wacana-wacana sejarah film, masalah ekonomi film, estetika film

dan semiotika film.34

Menurut Metz, film merupakan sekumpulan tanda dan bahasa yang tercipta melalui gerakan gambar serta kode-kode yang ditampilkan di dalam

32

Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi, h. 16.

33

http://jurnalfootage.net/v4/artikel/peranan-teori-filem-di-dalam-ilmu-filem, diakses pada Jumat, 10 Oktober 2014.

34

film. Baginya, sebuah film bagi penontonnya hanyalah “ilusi tentang realitas” yang mungkin lebih tepat disebut “impresi tentang realitas”.

Metz secara khusus tertarik dengan bagaimana penanda film, dibandingkan dengan media lainnya (penanda-penanda lainnya), ia berhasil memberikan suatu narasi (diagesis), intrik, deskripsi, drama, dan sebagainya. Di sinilah faktor kunci penentunya, berkaitan dengan cara bagaimana film memberikan suatu struktur naratif, bukan dengan cara bagaimana film-film tertentu berkembang dan ditafsirkan dalam kerangka perkembangan ini.

Menjelang pertengahan tahun 1970-an, Metz mulai menyadari bahwa pendekatan semiotik terhadap film cenderung mengistimewakan tataran struktur diskursus film dan mengabaikan kondisi penerimaan film terhadap

aspek pandangan para penonton.35

4. Tabel Analisis Film Steve Campsall

Steve Campsall merupakan salah seorang pengajar studi bahasa Inggris dan media di The Beauchamp College. Dalam tabel analisis filmnya yang diadopsi dari pemikiran Metz, Steve campsall melihat film sebagai kesatuan

bahasa dan makna. Ini kemudian dipahami oleh Campsall sebagai Moving

Image Texts: “Film Languange”. Semiotika film dapat direalisasikan dengan

berbagai komponen dan elemen yang dapat menjelaskan teknik semiotika film secara mendetail melalui tabel berikut:

35

John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Posmodernitas,

Tabel 2.2.36

Tabulasi Analisis Film

Analysis Moving ImageTexts: “Film Languange” Signs, Code and

Conventions

Semiotika, merupakan sebuah jalan untuk menjelaskan bagaimana tanda itu diciptakan. di dalam film, tanda-tanda tersebut diciptakan oleh para sineas film atau sutradara. Apa yang kita dengar, kita rasakan, merupakan sesuatu yang dapat kita persepsikan dan mengandung sebuah ide. Ide tersebutlah yang kemudian disebut dengan

„meaning‟.

Salah satu contoh pemaknaan penting, misalnya kata-kata pengecut, memiliki lawan heroic. Situasi ini memungkinkan penafsir memiliki pendapat yang berbeda, dan ini

dinamakan Binary Opposite. Ada beberapa

komponen dalam memahami semiotika film. Di antaranaya:

- Signs (tanda): unit makna terkecil yang bisa kita tafsirkan dan turut menentukan makna keseluruhan.

- Code (kode): dalam semiotika, sebuah kode merupakan sekumpulan tanda yang Nampak “pas” sekaligus “alami” dalam membentuk makna keseluruhan.

- Convention (konvensi): istilah konvensi itu penting. Ia merujuk pada suatu cara yang sudah umum dalam mengerjakan sesuatu. Dan kita sering mengaitkan sesuatu yang konvensional dengan hasil yang pasti dan menganggapnya natural.

Perlu diketahui pula bahwa tipe tanda dan kode setidaknya terbagi menjadi tiga, yaitu:

- Ikon: tanda dank ode yang dibuat untuk

menunjukkan sesuatu yang melekat atau identik pada sesuatu.

- Indeks: system penandaan yang menggunakan unsure kausalitas atau sebab akibat.

- Simbol: pemaknaan terhadap sesuatu yang melepaskan secara total makna denotasi pada sesuatu terssebut.

36

Stave Campsall – 27/06/2005; 14:18:24) Media – GCSE Film Analysis Guide (3) –

Hal lain yang juga penting untuk memahami

tanda adalah melaui konvensi. Konvensi

merupakan suatu kesepakatan umum yang melekat dalam masyarakat dan dijadikan jalan dalam melakukan suatu pekerjaan. Biasanya konvensi terwujud dalam suatu perbuatan.

Mise-En-Adegan Mise-En-Adegan menjawab beberapa pertanyaan penting di dalam sebuah film. Pertanyaan tersebut meliputi efek apa? Mengapa dia memproduksi? Dan apa tujuan yang ingin

dicapai? Namun, sebenarnya Mise-En-Adegan

merupakan segala sesuatu yang dihadirkan para sutradara ke dalam adegan-adegan dan rekaman-rekaman yang terbuat di dalam kamera melalui

aspek Setting, Kostum, Tata Rias, dan

Pencahayaan.

Editing Editing merupakan suatu proses memotong dan menggabungkan beberapa potongan film menjadi satu. Membuat film tersebut menjadi cerita yang bersambung, dapat dipahami, realistis, mengalir dan naratif.

Shot Types Shot merupakan pengambilan gambar untu membangun sebuah potongan gambar yang naratif dan memberikan makna tersendiri terhadap

objeknya. Biasanya shot terkait dengan

pengambilan kamera. Seperti Close Up (CU), Point

of View (POV) dan Middle Shot (MS).

Camera Angle Sudut kamera, biasanya selalu menciptakan makna-makna yang signifikan dengan kondisi atau

situasi objek. Seperti sudut kamera POVhigh angle

shot yang mencerminkan superioritas atau

kekuasaan. Camera

Movement

Pergerakan kamera merupakan suatu bentuk penciptaan makna yang dinamis. Perpindahan dari zoom out ke zoom in misalnya, memiliki nilai dan dinamika makna tersendiri.

Lighting Pencahayaan merupakan salah satu aspek

penting dalam film. Pencahayaan dapat

menimbulkan suasana dan mood yang menegaskan

makna. Kegelapan di hutan misalnya menciptakan makna ketakutan dan kengerian.

Dieges and Sound

Dieges atau diagenic sound di dalam film merupakan „dunia film‟. Yang mana merupakan bagian dari setiap aksi yang dijalankan aktor. Misalnya, suara musik yang yang mengiringi jalannya aktor dan lainnya.

Visual SFX merupakan gambar generasi computer (CGI) yang bertujuan untuk menciptakan realitas

Effects/SFX dan makna melalui efek-efek gambar dan suara. Narrative Narrative merupakan unsur film yang memuat

cerita dan kisah khusus di dalam film.

Genre Genre adalah ragam dari naratif yang sedang dibicarakan di dalam film.

Iconography Ikonografi merupakan aspek penting dari genre. Hal inilah yang demikian akan menjadi symbol-simbol pendukung genre. Seperti padang pasir yang mendukung karakter koboi.

The Star System Bintang-bintang film tertentu bisa menjadi bagian penting dalam ikonografi dan menjadi penegas makna. Bisa menjadi penegas karakter dan aksi.

Realism Media dapat menyuguhkan tingkat realitas yang sangat tinggi, sehingga sesuatu terkesan benar-benar nyata. Dengan layar yang jernih, jelas, sound yang kuat, dan ruang yang sengaja dibuat gelap, pemirsa dapat merasakan atmosfer realitas yang tinggi.

Demikianlah berbagai komponendan elemen yang dapat merealisasikan film melalui teknis semiotika yang mana peneliti akan mengkaji lebih dalam sistem tanda yang terkait di dalam film berdasarkan tabel tersebut.

C. Representasi Jihad fi Sabilillah

Dokumen terkait