• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2. Kajian Pustaka

2.2.1 Semiotika

2.2.1.1. Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semioligi Saussaren. Ia juga intelektual kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra, dan Ia dikenal sebagai tokoh yang memainkan peran sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. (Sobur, 2004: 63)

Roland Barthes memberi pelajaran berharga tentang bagaimana menganalisis tanda-tanda komunikasi yang ia sebut semiologi komunikasi, yaitu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya. Dengan begitu seorang Peneliti menganalisis setiap teks berdasarkan konteksnya, referensinya dan dapat menggunakan penjelasan sintaksis (ketatabahasaan), dan analisis semantik (makna tanda-tanda) dan teks tertulis. (Zamroni, 2009:92).

Di dalam buku Barthes yang terkenal, S/Z ia menggunakan lima kode untuk menganalisis sebuah novel yang kurang terkenal berjudul Sarrasine yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. Kode Hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk

mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.

2. Kode Semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu.

3. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut Barthes pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi fonem dalam proses produksi wicara maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.

4. Kode Proaretik atau kode tindakan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; antara lain semua teks yang bersifat naratif.

5. Kode Gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya, menurutnya realisme tradisional didefenisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. ( Sobur, 2004: 65-66)

Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Makna denotatif suatu kata adalah makna yang biasa kita temukan dalam kamus, sedangkan makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata dari makna denotatif tersebut. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama sebuah kata secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Makna denotatif bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Makna konotasi adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi

Universitas Sumatera Utara karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya kepada pendengar; dipihak lain kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. Pada dasarnya, konotasi timbul disebabkan masalah hubungan sosial atau hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. karena itu bahasa manusia tidak sekadar menyangkut masalah makna denotatif atau ideasional dan sebagainya. (Sobur,2004:263,266)

Barthes mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi dan mendefenisikan sebuah tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya dengan content (signified). Sebuah tanda primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula. Dengan begitu primary sign adalah denotatif sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konotasi menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaanya. Konotasi memiliki makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Konsep konotatif inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes, model ini disebut sebagai model Signifikasi dua tahap (two order signification). (Wibowo,2011: 16-17).

Lewat Model signifikasi dua tahap Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier ( ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign) (Wibowo, 2011:17).

Universitas Sumatera Utara Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang pembaca adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Dalam konsep Barthes konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. (Sobur,2004: 68-69).

Gambar Peta tanda Roland Barthes

Dari peta Roland Barthes diatas terlihat bahwa tanda konotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika kita mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin. (Sobur,2004:69)

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai Mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku pada suatu periode tertentu. Di dalam Mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, Mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, Mitos adalah juga suatu sistem

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (Penanda Konotatif) 1. SIGNIFIER (Penanda) 2. SIGNIFIED (Petanda)

3. DENOTATIVE SIGN (Tanda Denotatif)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (Petanda Konotatif)

Universitas Sumatera Utara pemaknaan tataran kedua. Di dalam Mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda (Sobur,2004:71).

Dokumen terkait