• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV MURABAHAH SEBAGAI PEMBIAYAAN PERSONAL PADA

C. Sengketa-sengketa dalam Pembiayaan Personal

Dalam rangka pengamanan terhadap sengketa yang kemungkinan terjadi dalam pembiayaan murabahah, Bank Sumut Syariah Cabang Medan mengambil langkah-langkah untuk mengategorikan pembiayaan murabahah berdasarkan kelancarannya. Sesuai dengan maksud penggunaannya maka Bank Sumut Syariah menyusun empat kriteria dalam mengelompokan pembiayaan murabahah sesuai kolektibilitasnya, yaitu :

a. Sandi 1, adalah pembiayaan lancar.

b. Sandi 2, adalah pembiayaan dalam perhatian khusus, yaitu menunggak 1 hari sampai 90 hari.

c. Sandi 3, adalah pembiayaan kurang lancar, yaitu menunggak 91 hari sampai 180 hari.

d. Sandi 4, adalah pembiayaan diragukan, yaitu menunggak 181 hari sampai 270 hari.

e. Sandi 5, adalah pembiayaan macet, yaitu menunggak lebih dari 270 hari.79

Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut, dalam pembahasan sebelumnya maka pengajuan pembiayaan di Bank Sumut Syariah Cabang Medan yang menggunakan skim murabahah dikenakan kewajiban memberikan jaminan/agunan. Berdasarkan kenyataan di atas, menunjukkan bahwa jaminan mutlak diperlukan untuk memberikan kepastian bahwa dana tersebut dapat dikembalikan, atau setidaknya bank tidak akan mengalami kerugian yang begitu besar, jika misalnya ternyata hanya dapat mengeksekusi jaminan yang telah diberikan, karena debitur bertindak semaunya atau asal-asalan dalam menjalankan usaha bisnisnya.

Dalam sebuah akad atau perjanjian, tidak lepas dari potensi munculnya suatu sengketa dikemudian hari. Hal ini dikarenakan adanya salah satu pihak yang melanggar dari isi akad atau perjanjian yang telah disepakati. Dalam setiap jenis usaha selalu terdapat kemungkinan terjadinya sengketa dalam pelaksanaannya, demikian pula pada Pembiayaan Murabahah. Adapun kemungkinan daripada sengketa-sengketa yang terdapat dalam skim pembiayaan murabahah pada Bank Sumut Syariah antara lain :

a. Default atau kelalaian, nasabah tidak membayar angsuran.

b. Fluktualisasi harga komparatif. Ini terjadi bila suatu harga di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual bel tersebut.

79

c. Penolakan nasabah : Barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena beberapa sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan, sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah mendatangi kontrak pembelian dengan penjualan, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai kendala untuk menjualnya kepada pihak lainnya.

d. Dijual karena ba’i al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah dapat melakukan apapun terhadap asset miliknya, hal itu akan menimbulkan default yang besar

Selain itu juga terdapat kemungkinan sengketa lain dalam Pembiayaan Murabahah di Bank Sumut selain hal yang disebut diatas :

1. Nasabah mengalami kerugian yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kerugian yang ditimbulkan karena perkembangan usaha nasabah tidak menguntungkan.

2. Karakter atau watak nasabah yang tidak baik, misalnya kurang bertanggung jawab, sehingga mempengaruhi terlaksananya perjanjian skim pembiayaan dari murabahah tersebut.

3. Kondisi nasabah, hal ini meliputi dari penilaian Account Officer dalam melakukan bank checking untuk mengetahui kondisi nasabah, apabila tergolong bermasalah maka harus segera direkomendasikan penolakannya kepada Komite Penyaluran Dana.

4. Dan tidak terpenuhinya seluruh aspek yuridis dan syariah yang berkaitan pada nasabah.

D. Penyelesaian Sengketa

Dalam sebuah akad atau perjanjian, tidak lepas dari potensi munculnya suatu sengketa dikemudian hari. Hal ini dikarenakan adanya salah satu pihak yang melanggar dari isi akad atau perjanjian yang telah disepakati. Untuk itu diperlukan langkah antisipatif untuk meminimalisir terjadinya sengketa dimaksud sejak para pihak membuat kontrak, antara lain terkait dengan penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa pada perbankan syariah sendiri telah diatur pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang oleh pemerintah telah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 94.

Banyak hal baru yang menjadi muatan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 ini, antara lain tentang penyelesaian sengketa. Pada hakikatnya penyelesaian sengketa masuk dalam ranah hukum perjanjian sehingga asas yang berlaku adalah asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Artinya para pihak bebas melakukan pilihan hukum dan pilihan forum penyelesaian sengketa yang akan dipakai manakala terjadi sengketa keperdataan di antara mereka. Klausula penyelesaian sengketa ini hampir dapat dikatakan selalu ada dalam kontrak-kontrak bisnis dewasa ini, termasuk dalam kontrak pembiayaan yang dibuat antara pihak nasabah dengan pihak perbankan syariah.

Kontrak pembiayaan yang dibuat antara pihak nasabah dengan pihak perbankan syariah pada prakteknya nasabah dalam posisi yang lemah, karena padanya telah diajukan perjanjian standar. Konsekuensinya pihak nasabah hanya mempunyai dua pilihan, menyetujui klausula yang diajukannya atau menolak isi dari klausul yang sudah dibuat oleh pihak perbankan syariah (take it or leave it). Perjanjian standar dalam sistem pembiayaan lazim digunakan dalam sistem perbankan syariah karena alasan efisiensi operasional perbankan dan jaminan kepastian untuk melindungi kepentingan bank selaku pelaku usaha jasa yang mengeluarkan dana. Adalah tidak praktis apabila akan melakukan suatu transaksi pembiayaan harus melakukan negosiasi terlebih dahulu terhadap nasabah.

Disisi lain, nasabah kadang malas untuk mempelajari dan memahami isi klausul perjanjian yang telah dibuat oleh pihak perbankan, sehingga belakangan baru menyadari akan adanya hal-hal yang merugikan pihak nasabah. Kondisi seperti itu akan menyebabkan sengketa yang lama apabila tidak segera diselesaikan.

Salah satu akad jual beli yang digunakan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu bai’al murabahah. Dalam akad tersebut, pihak perbankan dalam membuat perjanjian untuk nasabahnya juga menggunakan perjanjian standar, dan dimungkinkan juga apabila didalamnya terdapat sengketa. Dalam penjelasan umum Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa penyelesaian sengketa yang mungkin melalui musyawarah, mediasi perbankan,

lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati dalam akad oleh para pihak.

Upaya penyelesaian terhadap masalah yang timbul dengan nasabah dilakukan oleh account officer dengan pendekatan musyawarah dan pendekatan hukum. Dan dilakukan pengawasan ganda (dual control) dalam setiap tahapan proses penyaluran pembiayaan murabahah yang mengandung kerawanan terhadap penyalahgunaan. Sebagai kelanjutan dari tugas Kontrol Intern, maka secara berkala juga dilakukan audit intern terhadap pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh SPI Kantor pusat Bank Sumut. Penyelesaian sengketa pembiayaan bermasalah tersebut dapat dilakukan dengan :

1. Dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah Bank Sumut Syariah tidak akan menggunakan pola plafondering sebagai alternatif sebagaimana dikenal dalam praktek bank konvensional.

2. Setiap bulan account officer menyusun daftar portofolio penyaluran pembiayaan murabahah yang tergolong dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet, serta yang kolektibilitasnya masih tergolong lancar namun memiliki kecenderungan untuk memburuk.

3. Dilakukan evaluasi terhadap daftar portofolio pembiayaan murabahah dalam pengawasan khusus dan menghitung besarnya persentasenya terhadap total penyaluran dana, serta memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pembiayaan yang tergolong keadaan kolektibilitas diragukan dan macet.

4. Penyelamatan terhadap pembiayaan murabahah yang bermasalah dengan tujuan untuk menyehatkan kembali dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) terhadap pelaksanaan pembayaran angsuran naasabah sesuai masa tangguh yang dibutuhkan sehingga nasabah memperoleh keringanan dalam memenuhi kewajibannya kepada bank.

b. Mengubah persyaratan yang memang sudah tidak sesuai lagi (reconditioning), misalnya karena pengaruh perubahan kondisi ekonomi makro yang tidak bisa diatasi. Perubahan persyaratan tersebut antara lain menyangkut proyeksi margin dengan jumlah dan tanggal jatuh tempo yang disepakati.

5. Bila langkah penyelamatan seperti dilakukan diatas tidak menghasilkan perbaikan seperti yang diharapkan, maka jalan terakhir yang ditempuh adalah melaksanakan upaya-upaya yang meliputi :

a. Melakukan musyawarah dengan nasabah untuk mencari penyelesaian terbaik dengan kemungkinan antara lain :

1) Nasabah menyelesaikan / melunasi fasilitas pembiayaan murabahah yang diterimanya dengan menggunakan sumber dana manapun yang baik dengan mendapatkan potongan (discount) tertentu.

2) Nasabah menjual sebagian hartanya untuk menyelesaikan/melunasi fasilitas pembiayaan murabahah yang diterimanya dari bank.

3) Bank Sumut Syariah bersama-sama dengan nasabah menjual jaminan atas fasilitas pembiayaan murabahah dan hasilnya digunakan untuk pelunasan.

4) Bank Sumut Syariah membeli jaminan atas fasilitas pembiayaan murabahah untuk mempercepat penyelesaian/pelunasan.

b. Menempuh jalur arbitrase dan atau ligitasi melalui Pengadilan Negeri setempat.

Mengenai penyelesaian sengketa, Pasal 55 menyatakan bahwa:

1. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama:

2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad;

3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Penjelasan Pasal 55 ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakuakan sesuai dengan isi akad” adalah upaya melalui:

a. Musyawarah; b. Mediasi perbankan;

c. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; d. Melaui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Adapun dalam terminologi Islam dikenal Ash-Shulhu, yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Dalam pengertian syariat berarti suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2 (dua) orang atau lebih yang bersengketa. Apabila sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda

pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui mediator. Dan apabila para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil, maka para pihak dapat menghubungi lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

Setelah penunjukan mediator oleh lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator tersebut dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang terkait. Kesepakatan tersebut bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Tidak seperti arbiter atau hakim, seorang mediator membuat keputusan mengenai sengketa yang terjadi tetapi hanya membantu para pihak untuk mencapai tujuan mereka dan menemukan pemecahan masalah dengan hasil win-win solution.80 Tidak ada pihak yang kalah atau menang, semua sengketa diselesaikan dengan cara kekeluargaan,sehingga hasil keputusan mediasi tentunya merupakan konsensus kedua belah pihak.

80

Personal Pada Bank Syariah (Studi Kasus Bank Sumut Syariah), maka penulis mencoba memberikan kesimpulan dan saran :

A.Kesimpulan

1. Pembiayaan dalam

perbankan syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Pembiayaan personal dalam perbankan syariah dapat berupa Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi, Pembiayaan Konsumtif, Pembiayaan Kebajikan yang dapat diterapkan dalam sektor perdagangan dan perindustrian. Keunggulan pembiayaan personal syariah adalah jauh dari praktek ribawi dan mengutamakan praktek bagi hasil. Kekurangannya sendiri terdapat pada kekurangpahaman dan pengalaman praktisi bank syariah.

2. Murabahah disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005. Dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d mengenai pembiayaan murabahah, akad salam, akad istisha, ataupun akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Karakteristik murabahah yakni adanya akad jual-beli, harga yang ditetapkan penjual yang tidak dipengaruhi oleh

frekuensi waktu pembayaran, keuntungan dalam murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk harga jual, pembayaran harga barang dilakukan tidak secara tunai dan memiliki jaminan. Murabahah juga memiliki persyaratan yaitu adanya penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan, harga yang disepakati dan ijab qabul. Murabahah juga memiliki resiko seperti adanya ‘denda’ tambahan jika debitur tidak/gagal melunasi hutang pada waktu yang telah ditentukan berupa penggantian ‘kerugian’ yang dialami oleh bank. Bank memiliki resiko adanya kemungkinan penolakan nasabah untuk membeli barang.

3. Murabahah sebagai pembiayaan personal menjadi suatu produk perbankan syariah oleh Bank Sumut setelah melebarkan sayapnya dengan membuka Unit Usaha Syariah. Dimana nasabah dapat mengetahui total harga barang sebelumnya dimana hal ini tidak akan diketahui dalam pembiayaan berbasis bunga. Kendala yang terjadi pada murabahah biasanya terjadi ketika nasabah gagal melunasi hutang pada waktu yang ditentukan, ketidakmampuan bank dalam menanggung resiko dan biaya operasional maupun ketidakmampuan dalam mengidentifikasi usaha dan pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha yang kesemuanya akan bermuara pada efektivitas pembiayaan bank itu sendiri. Dalam pengamanan terhadap sengketa yang mungkin terjadi, Bank Sumut mengambil langkah untuk mengategorikan pembiayaan murabahah berdasarkan kelancarannya. Nasabah yang mengalami kerugian karena perkembangan usahanya tidak menguntungkan, karakter nasabah yang tidak

baik, kondisi nasabah dan tidak terpenuhinya seluruh aspek yuridis dan syariah yang berkaitan dengan nasabah biasanya menjadi pemicu timbulnya sengketa.

B.Saran

Berdasarkan hal tersebut diatas penulis memberikan saran–saran sebagai berikut :

1. Bank Sumut Syariah Cabang Medan harus terus meningkatkan mutu sumber daya manusia yang ada terutama pada seksi pemasaran yang memegang amanah yang sangat berat sehubungan dengan penkondisian seluruh kegiatan yang ada pada proses pembiayaan murabahah sekaligus dalam mencari peluang pasar yang potensial. Agar dapat meningkatkan proporsi pembiayaan murabahah sesuai dengan target ada baiknya Bank Sumut Syariah Cabang Medan mengucurkan lebih banyak pembiayaan ke sektor mikro dengan sistem pembiayaan tanpa jaminan sehingga tidak memberatkan masyarakat ekonomi lemah yang memiliki prospek bisnis.

2. Hendaknya Bank Sumut Syariah Cabang Medan lebih mensosialisasikan keberadaannya di tengah masyarakat, tidak hanya terhadap pembiayaan murabahah-nya saja, tetapi juga produk perbankan syariah lainnya dengan melakukan peningkatan promosi dan juga berbagai penjelasan yang dapat dilakukan petugas pemasaran akan produk di Bank Sumut Syariah Cabang Medan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anshori, Abdul Ghofur, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Citra Media, 2006.

Antonio, Muhammad Syafe’i dan Purwatmaja, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Halim, Abdul, Sistem Pengendalian Manajemen, Yogyakarta: UUP, 1998.

Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Matuhin, Arif, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan oleh Arif Mahtuhin, Cet-I Jakarta: Paramadina, 2004.

Saeed, Abdullah, Islamic banking and Interest, A Study of Prohibitation of Riba and its Contemporary Interpretation. Leiden : E.J. Brill, 1996.

Sayyid, Sabiq, Fiqih Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, Jilid 12, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1987.

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar–Dasar Teknik Manajemen Kredit, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi II, Yogyakarta: Eksonisia, 2003.

Sunarto, Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Cet-II, Jakarta: Zikrul Hakim, 2004.

Perundang-undangan

Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Murabahah

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 27/16/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR, tanggal 27 Februari 1998.

Surat Keputusan Direksi PT.Bank Sumut Nomor 506/DIR/DUSy-SP/SK/2004 tanggal 4 November 2004

Makalah-makalah, jurnal, dan koran

Hukum Islam.Ekonomi Syariah: “Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam Perbankan Syariah di Indonesia”. Vol. V Nomor 3. Juli 1996.

Tan Kamello, “Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antar Bank dengan Nasabah”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 2006.

Harian Analisa, Kolom Ekonomi dan Keuangan, Edisi jumat 15 Desember 2006 Robbyanto, “Ekonomi Syariah Rahmat Bagi Sektor Usaha”, Makalah dalam

Seminar Nasional dan Launching Jurnal LEBI 2007, Yogyakarta: 2007. Anita Rahmawaty, “Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah

dalam Perbankan Syari’ah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Islam Vol. I, No.2, Desember 2007.

Internet

Umar Farouk.Sejarah Perbankan Syariah, www.wikidot.umarfarouk.com, diakses 3 Juni 2012

Dokumen terkait