• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori

4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

a. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah

Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang berjangka pendek dalam mata uang urpiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia guna untuk pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah menggunakan akad Ju’alah.

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. www.bi.go.id

Hal ini sedikit berbeda dengan SBI Konvensional yang diterbitkan melalui lelang dengan tingkat diskonto yang berbasis bunga (interest), sedangkan SBIS diterbitkan menggunakan akad/kontrak transaksi ju’alah. Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan terentu (‘iwadah/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Para peserta yang diperbolehkan untuk mengikuti lelang SBIS diantaranya Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS. Ketentuan lainnya, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.

Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia Syariah : 1) Menggunakan akad ju’alah.

2) Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

3) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.

4) Diterbitkan tanpa wakkat (scripless). 5) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia. 6) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 64/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah mengatur sebagai berikut :

b. Ketentuan Akad

1. SBIS Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.

2. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il

(pemberi pekerjaan), Bank Syariah bertindak sebagai maj’ul

lah(penerima pekerjaan), dan objek/underlying Ju’alah (mahall

al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.

3. Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

c. Ketentuan Hukum

1. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/‘iwadh /ju’l) yang telah dijanjikan kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu, melalui "pembelian" SBIS Ju'alah.

2. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadi’ah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS-Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo. 3. Dalam hal Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi’)

memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repo-kan SBIS Ju’alah-nya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir.

4. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.

5. Bank syariah hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.

6. SBIS-Ju’alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjual-belikan (non tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah. 5. Non Performing Financing (NPF)

a. Pengertian Non Performing Financing (NPF)

Menurut Rimadhani (2011) sebagai Indikator yang menunjukan kerugian akibat resiko kredit adalah tercermin dari besarnya Non Performing Loan (NPL), dalam terminologi bank

syariah disebut Non Performing Fianancing (NPF). Non Performing Fianancing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan macet, salah satu resiko usaha bank menurut Peraturan Bank Indonesia adalah resiko kredit, yang didefinisikan : resiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajiban.

Non performing financing (NPF) merupakan pembiayaan yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat namun mengalami masalah (macet) dalam pengembaliannya dan ada kemungkinan tidak dapat ditagih. Non performing financing (NPF) merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung jumlah pembiayaan bermasalah (Hanania, 2015).

Besarnya NPF yang diperoleh bank Indonesia adalah 5% jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangktan yaitu akan mengurangi nilai skor yang yang diperoleh. Bila resiko pembiayaan meningkat, margin atau biaya kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal instrument bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan dimuka.

b. Jenis-jenis Non Performing Financing (NPF)

Adapun jenis-jenis Non Performing Financing (NPF) adalah sebagai berikut :

1) Non Performing Financing Gross ( Penyediaan Dana Bermasalah) NPF gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total pembiayaan yang siberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu : Lancar (current), dalam perhatian khusus (special mention), Kurang Lancar (sub-standar), diragukan (doubtful) dan macet (loss). Berikut ini adalah rumunsnya (Septiana Ambarawati, 2008:65).

NPF Gross = � � ��� �� � � � �ℎ � � � � �� �� � Keterangan :

1. Penyediaan atau penyaluran dana berupa piutang dan ijarah. 2. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada

dana pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain). 3. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana dengan

kualitas kurang lancar , diragukan dan macet.

4. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP.

NPF Net = � � ��� �� � � � �ℎ−�� � � � � � ��� �� �

Keterangan : PPAP adalah penyisihan pengahapusan aktiva produktif sesuai dengan ketentuaan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah.

2) Non Performing Financing Net (Penyediaan Dana Bermasalah)

NPF Net =P y aa Da a a a a – PP P T a P y aa Da a T a P y aa Da a

Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah.

6. Nilai Tukar Rupiah (Kurs)

Dokumen terkait