• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sertiikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum

Dalam dokumen Makalah Yang Ada Daftar Isi - Makalah (Halaman 173-176)

KETENTUAN POKOK

E. Ketentuan Self Regulatory Banking

12. Sertiikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum

Dalam menerapkan manajemen risiko secara efektif dan terencana, bank wajib mengisi jabatan pengurus dan pejabat bank dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang manajemen risiko yang dibuktikan dengan sertiikat manajemen risiko yang diterbitkan oleh Lembaga Sertiikasi Profesi. Kepemilikan sertiikat manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat bank merupakan salah satu aspek penilaian faktor kompetensi dalam Fit and Proper Test. Bank wajib menyusun rencana dan melaksanakan program pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam rangka peningkatan kompetensi dan keahlian di bidang manajemen risiko. Program pengembangan SDM dimaksud dituangkan dalam rencana bisnis bank. Sertiikat manajemen risiko ditetapkan dalam 5 tingkat berdasarkan jenjang dan struktur organisasi bank, yaitu tingkat 1 sampai dengan tingkat 5. Sertiikasi manajemen risiko hanya dapat diselengggarakan oleh lembaga sertiikasi profesi yang telah diakui oleh otoritas. Sertiikat manajemen risiko yang diterbitkan oleh lembaga internasional atau lembaga lain di luar negeri dapat dipertimbangkan untuk diakui setara dengan sertiikat manajemen risiko oleh Lembaga Sertiikasi Profesi apabila lembaga penerbit sertiikat tersebut telah diakui dan diterima secara internasional dan penerbitan sertiikat tersebut dikeluarkan dalam jangka waktu 4 tahun terakhir. 13. Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Umum

yang Melakukan Layanan Nasabah Prima

Layanan Nasabah Prima (LNP) merupakan bagian dari kegiatan usaha bank dalam menyediakan layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi Nasabah Prima. Nasabah Prima adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang ditetapkan bank untuk dapat memperoleh layanan/menggunakan fasilitas bank dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah lain pada umumnya.

Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis paling kurang mencakup sebagai berikut : a. Persyaratan Nasabah Prima, dengan menetapkan

kriteria/persyaratan tertentu yang harus dipenuhi nasabah;

b. Ruang Lingkup produk dan/atau aktivitas bank, dengan memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

c. Cakupan keistimewaan LNP, dengan tetap memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait; dan

d. Nama Layanan (brand name) dan Pengelompokan Nasabah Prima, dengan menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima.

Dalam melakukan LNP, bank harus menerapkan Manajemen Risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai berikut:

a. Aspek pendukung keistimewaan layanan yang paling kurang mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk: (i) sumber daya manusia; (ii) operasional LNP; (iii) penawaran produk dan/atau aktivitas; (iv) teknologi informasi; dan

b. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah. Dalam aspek ini bank wajib melaksanakan paling kurang hal-hal sebagai berikut: (i) menjelaskan mengenai spesiikasi LNP; (ii) memastikan kejelasan hubungan antara bank dan Nasabah Prima; (iii) memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi; (iv) menyampaikan informasi secara berkala.

Bank wajib menatausahakan data, dokumen atau warkat terkait aktivitas Nasabah Prima dalam LNP. 14. Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang

Melakukan Aktivitas Pemberian Kredit Kepemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor

Bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), KPR iB (KPR Syariah), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

dan KKB iB (KKB Syariah) karena pertumbuhan kredit tersebut terlalu tinggi berpotensi mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank dengan eksposur kredit properti yang besar. Untuk itu, bagi perbankan konvensional maupun syariah agar tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan di masa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan kredit tersebut di atas yang berlebihan. Untuk KPR iB, KKB iB tetap memperhatikan karateristik produk perbankan syariah termasuk fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Kebijakan tersebut dilakukan melalui penetapan besaran LTV untuk KPR, FTV untuk KPR iB dan Down Payment (DP) untuk KKB dan KKB iB.

Untuk menghindari kemungkinan adanya regulatory arbitrage ketentuan LTV dan DP juga diberlakukan terhadap BUS dan UUS dengan perlakuan khusus yang berbeda untuk produk pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dan IMBT.

Ruang lingkup pengaturan KPR iB meliputi pembiayaan yang diberikan kepada nasabah perorangan dan tidak berlaku untuk nasabah perusahaan. Ketentuan ini hanya berlaku untuk KPR iB berupa rumah tinggal/ apartemen/rumah susun yang memiliki luas di atas 70m2. Penyertaan (sharing) BUS atau UUS dalam rangka pembiayaan kepemilikan rumah diperlakukan terhadap KPR iB dengan skema MMQ ditetapkan paling tinggi sebesar 80% dari harga perolehan rumah. Uang jaminan (deposit) sebagai DP dalam rangka KPR iB dengan skema IMBT ditetapkan paling rendah sebesar 20% dari harga perolehan rumah yang disewakan kepada nasabah. Uang jaminan (deposit) dimaksud akan diperhitungkan sebagai uang muka pembelian rumah tersebut oleh nasabah pada saat IMBT jatuh tempo.

Secara rinci, pengaturan uang muka kredit atau DP pada KKB/KKB iB ditetapkan sebagai berikut:

a. Paling rendah 25%, untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua;

b. Paling rendah 30%, untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif;

c. Paling rendah 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi salah satu syarat : • Merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk

angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau

• Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional usaha yang dimiliki.

OJK telah melakukan perluasan cakupan pengaturan yang meliputi:

a. Kredit pemilikan properti yang terdiri dari kredit pemilikan rumah tapak, kredit pemilikan rumah susun, kredit pemilikan rumah kantor serta kredit pemilikan rumah toko; dan

b. Kredit konsumsi beragun properti. dengan parameter sebagai berikut : KREDIT/

PEMBIAYAAN *)

Dalam dokumen Makalah Yang Ada Daftar Isi - Makalah (Halaman 173-176)