• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.4 Servant Leadership

Menurut Neuschel (2008), pemimpin pelayan adalah orang dengan rasa kemanusiaan yang tinggi. Bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Harus ada sejumlah elemen atau pemahaman tentang hidup dalam kepemimpinan berkualitas tinggi karena tanpa karakter pemimpin pelayan ini, kepemimpinan dapat tampak dan sebenarnya menjadi-termotivasi untuk melayani diri sendiri dan mementingkan kepentingannya sendiri.

Kepemimpinan pelayan adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Pilihan yang berasal dari suatu hati itu kemudian menghadirkan hasrat untuk menjadi pemimpin. Perbedaan manifestasi dalam pelayanan yang diberikan, pertama adalah memastikan bahwa pihak lain dapat dipenuhi, yaitu menjadikan mereka sebagai orang-orang yang lebih dewasa, sehat, bebas, dan otonom, yang pada akhirnya dapat menjadi pemimpin pelayan berikutnya (Greenleaf, 2002).

Mengacu pada pendapat Jennings dan Stahl-Wert (2004), pemimpin pelayan bertugas:

1. Melaju ke arah tujuan yang besar dengan tetap memegang teguh di hadapan tim, bisnis, atau komunitas mereka, alasan yang sedemikian besar sehingga menuntut dan memberikan motivasi pada semua orang untuk memberikan upaya mereka yang terbaik. 2. Membalikkan piramid yang terdapat dalam pemikiran manajemen

konvensional. Mereka memposisikan diri di bagian bawah piramid dan melepaskan energi, ketertarikan, dan bakat-bakat yang ada dalam tim, bisnis dan komunitas mereka.

3. Mendirikan tonggak harapan dengan cara menjadi sangat selektif dalam memilih para pemimpin tim dan dengan menerapkan standar-standar kinerja yang tinggi. Tindakan-tindakan ini membentuk suatu budaya kinerja yang membentang di dalam segenap tim, bisnis, atau komunitas.

4. Membuka jalan dengan mengajarkan berbagai prinsip dan praktik pemimpin pelayan, serta dengan menyingkirkan rintangan yang dapat menghalangi kinerja. Tindakan ini menggandakan dampak pemimpin pelayan, dengan mendidik dan mengaktifkan kepemimpinan lapis demi lapis.

5. Membangun kekuatan dengan mengatur masing-masing pribadi dalam tim, bisnis, dan komunitasnya untuk memberikan kontribusi terbaik di bidangnya masing-masing. Hal ini meningkatkan kinerja setiap orang dan membuat tim menjadi lebih solid karena menggabungkan kekuatan banyak orang.

Menjadi pemimpin pelayan jauh lebih sulit karena memerlukan toleransi luar biasa untuk ketidaksempurnan ini. Ini tidak berarti menerima usaha yang tidak berkualitas, tetapi lebih sebagai realisasi

yang jujur bahwa “Tuhan membuat lebih banyak orang yang lamban daripada orang yang cepat,” bahwa organisasi bukan terdiri dari

malaikat, tetapi bahwa tugas pemimpin sering harus mangatasi ketidaksempurnaan karena dia harus menangani hal itu dan memimpin sebagian dari kita. Pemimpin sejati yang melayani memiliki rasa cinta kepada bawahannya dan mereka tahu itu. Penting bagi pemimpin yang dikendalikan ego untuk selalu ingat bahwa peran pemimpin bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani (Neuschel, 2008).

Pemimpin pelayan memupuk kemampuan orang-orangnya untuk berproduksi pada tingkat yang lebih tinggi, sambil berkembang dalam proses dan mendapatkan kepuasan mendalam karena mampu memberi lebih banyak kontribusi untuk organisasi. Menurut Walters (2000), pemimpin pelayan adalah pemimpin yang bersahaja. Kesahajaan adalah pertanda kekuatan, bukan kelemahan. Di atas segalanya, kesahajaan adalah ketulusan-kejujuran terhadap diri sendiri. Kesahajaan berarti memandang segala hal sesederhana mungkin, tanpa sedikit pun penekanan emosional yang melebih-lebihkan. Kesahajaan sebagai pemimpin juga bisa ditumbuhkan jika orang mau memandang perannya sekadar untuk melayani orang lain. Sesungguhnya, inilah yang paling inti dalam kepemimpinan: memberikan energi, bukan menerimanya.

Fauzi (2007) menyatakan orang (kepemimpinan)- ini termasuk orang yang dilayani organisasi, orang-orang yang ingin mereka layani, orang di dalam organisasi yang melakukan produksi dan pelayanan, mitra eksternal utama (seperti distributor, sekutu, strategis, pemasok, dsb), siapa pun dalam organisasi yang mendukung produser dan melayani para pemberi layanan, pemegang saham atau mitra pemberi dana, dan (sengaja ditempatkan terakhir) manajemen.

Blanchard (2009) menyatakan tentang tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu:

1. Hati yang Melayani (Karakter Kepemimpinan)

Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri sendiri. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya.

Terdapat sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu: tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.

Pemimpin pelayan memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Ciri lain seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat

diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.

Pemimpin pelayan adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin pelayan adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.

2. Kepala yang Melayani (Metoda Kepemimpinan)

Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik.

Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan.

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.

Nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya

perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi.

Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.

3. Tangan yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)

Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Beberapa perilaku seorang pemimpin, yaitu:

a. Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi

untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.

b. Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

c. Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya. Setiap hari senantiasi menselaraskan atau disebut dengan recalibrating dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).

Menurut Spears dalam Lantu (2007), terdapat 10 Karakteristik Pemimpin Pelayan, yaitu:

1. Mendengarkan; pemimpin pelayan mengembangkan kemampuan dan komitmen untuk mengenali serta memahami secara jelas kata-kata yang disampaikan oleh orang lain.

2. Empati; pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan empati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui untuk jiwa dan pribadi mereka yang unik.

3. Menyembuhkan; banyak individu yang patah semangat dan menderita akibat rasa sakit emosional. Pemimpin pelayan menyadari bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk membantu memberikan kesembuhan bagi orang-orang yang berhubungan dengan mereka.

4. Kesadaran diri; kesadaran membantu memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai yang sifatnya universal.

5. Persuasif; kemampuan diri untuk mempengaruhi orang lain dengan tidak menggunakan wewenang dan kekuasaan yang berasal dari kedudukan atau otoritas formal, dalam membuat keputusan di organisasi.

6. Konseptualisasi; pemimpin pelayan berusaha untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya dalam melihat suatu masalah dari perspektif yang melampaui realitas masa lalu dan saat ini. Pemimpin pelayan harus mengusahakan keseimbangan yang rumit dan kompleks antara konseptualisasi dan fokus operasional sehari-hari.

7. Kemampuan untuk melihat masa depan (memiliki visi); memungkinkan pemimpin pelayan dapat memahami pelajaran dari masa lalu, realitas masa sekarang, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa datang.

8. Kemampuan melayani; pemimpin pelayan berusaha dengan segenap upaya untuk mengarahkan agar semua yang ada dalam organisasi memainkan peran penting dalam menjalankan organisasi tersebut dengan mengarah kepada kebaikan masyarakat yang lebih besar. 9. Komitmen pada pertumbuhan individu; pemimpin pelayan

berkeyakinan bahwa manusia mempunyai nilai instrinsik melampaui sumbangan nyata mereka sebagai karyawan.

10. Membangun komunitas; pemimpin pelayan berusaha untuk membangun suatu hubungan yang erat sebagaimana layaknya sebuah keluarga di antara sesama anggota yang bekerja dalam organisasi.

Dokumen terkait