• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III STUDI ARKETIPE TOKOH ARSENA DALAM

3.2 Shadow dalam Diri Arsena

3.2.1 Shadow Personal

Shadow yang berhubungan dengan taraf tak sadar personal adalah kumpulan pengalaman yang ditolak seseorang atas dasar moral dan estetis.

Di dalam diri Arsena terhadap sisi jahat (shadow) walaupun tidak terlalu tergambarkan secara rinci di dalam novel. Namun perasaan jahat dan

kemarahan selalu mewarnai kehidupan Arsena. Ada banyak macam

shadow yang dialami Arsena yang berhubungan dengan tarak tak sadar personal.

Arsena menyadari hubungannya dengan Edu adalah sebuah

kesalahan karena merupakan hubungan yang menyimpang, ia sendiri juga

sadar bahwa yang ia lakukan adalah salah namun tetap saja ada rasa

cemburu saat Edu bersama Jhon. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Pipi seperti kena tampar. Kucoba menyembunyikan perasaan cemburu dengan pertanyaan yang netral seakan menaruh perhatian penuh terhadap pekerjaanya” (Riantiarno, 2004: 227).

“Tapi sulit membikin hati tenang. Dan John, berapa besar perannya? Apa hanya kolega bisnis semata?” (Riantiarno, 2004: 227).

“Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa tidak sebelumnya aku diajak? Apa karena ada John? Nama Jhon mulai jadi masalah penting dalam kepalaku” (Riantiarno, 2004: 228).

Rasa cemburunya terhadap Jhon tidak bisa ia tutupi. Sehingga ia

mulai agak ketus terhadap Edu dan Edu pun merasakan kecemburuan itu.

Disinilah shadow Arsena muncul dalam sebuah kecemburuan sehingga membuat Arsena dingin terhadap Edu. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Ya, aku juga tidak mau menganggu kau,” jawabku sengit. Heran. Kenapa jawaban bisa kasar? Dia terlangak. Menatap penuh tanda tanya, meneliti mataku, mencoba mencari apa yang tengah kusembunyikan” (Riantiarno, 2004: 228).

Kekuatan dari Shadow dalam diri Arsena nampak dalam taraf sadar seperti dalam bentuk kemarahan. Arsena menyadari kemarahannya. Ini

terlihat dalam kutipan berikut.

“Aku tidak bermaksud kasar. Aku hanya sedang kacau. Kesepian. Aku merasa kami semakin berjarak. Seakan ada dinding tak tampak menghalangi. Aku disini, dia di balik dinding. Lalu ketika senja, aku dan dia jadi siluet” (Riantiarno, 2004: 231).

“Demi tuhan, aku sungguh-sungguh ingin menangis. Sudah lama aku tidak menanggis. Aku ingin menggerung-gerung, menghempaskan tubuh di lantai seperti ketika ibu kehilangan kak Herman. Begitu melihat mobil berseliweran di jalan, apalagi waktu dua mobil tanki minyak lewat, Aku ingin menabrakkan diri ke

bempernya. Pasti tubuh akan hancur seketika” (Riantiarno, 2004: 231).

Inilah bentuk kemarahan dia, tidak dalam bentuk fisik tapi ucapan

dan pikiran sudah menggambarkan bahwa dirinya sedang marah. Tapi,

kekuatan ego dalam dirinya mengontrol untuk tidak melakukan hal-hal

aneh yang membahayakan dirinya. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Tapi aku tidak punya keberanian. Lagi pula ada rencana yang lebih hebat. Rencana yang semakin bulat di kepala. Rencana menggemparkan. Dia tidak boleh tahu” (Riantiarno, 2004: 231).

Bentuk shadow Arsena terggambar juga terhadap Nancy. Taraf tak sadar personal dimana melakukan hubungan suami istri adalah suatu

kejahatan yang tidak bermoral. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

"Lalu Nancy membimbingku masuk ke dalam vila, menuju kamar yang juga sudah dia persiapkan. Kamar tidur penuh cahaya lilin. Kami saling tukar rasa sayang diranjang, saling menanggalkan seluruh baju sampai kami seperti bayi yang baru lahir. Tidak, kami bagaikan sepasang ular yang saling mencumbu. Nancy telah menyerahkan seluruh dirinya kepadaku" (Riantiarno, 2004: 318).

"Semua yang kita lakukan di Cp, adalah bukti cintaku. Aku istrimu, kau suamiku, sampai kapan pun aku akan mengakuinya" (Riantiarno, 2004: 324).

Setelah percintaannya dengan Nancy. Arsena tidak mengetahui

bahwa Nancy hamil akibat perbuatan mereka, semua karena perbuatan

Edu yang menutupi kehadiran dan pesan-pesan Nancy untuk Arsena. Hal

ini membuat Nancy putus asa kemudian memutuskan untuk melakukan

aborsi. perbuatan yang menunjukan sisi jahat manusia yang berhubungan

dengan taraf sadar personal, dimana orang melalukan perbuatan yang

sebenarnya ditolak atas dasar moral yaitu aborsi. Ini terlihat dalam kutipan

berikut.

"Aku hanya ingin memberitahukan dia kabar gembira. Aku hamil. mengandung anakmu. sudah dua bulan di dalam rahimku. Aku gembira. Aku sudah menanyakan pendapat Mama dan Papa mengenai kau dan aku dan mereka tidak keberatan kita menikah" (Riantiarno, 2004: 324).

"Maafkan Nancymu kalau akhirnya dia memutuskan melakukan aborsi" (Riantiarno, 2004: 325).

Perbuatan ini membuat Nancy mengalami pendarahan dan

meninggal dunia. Kabar kematian ini kemudian terdengar oleh Arsena

sehingga membuat Arsena marah, kemarahan dalam dirinya sendiri,

penyesalan yang membuatnya semakin terpukur karena ia menganggap ini

adalah kelalaian dirinya mengabaikan Nancy. Perbuatan Amoral mereka

berakibat fatal, perbuatan yang membuat penderitaan untuk diri Arsena

tolak atas dasar moral.

Namun kejahatan ini tergambar secara tidak langsung saat

pertengkarannya dengan Hilman. Hilman adalah teman dekat kakaknya.

Bahkan selama ia berada di Jakarta Arsena tinggal di rumah Hilman.

Diberi pekerjaan oleh hilman sehingga Arsena dapat pengalaman-

pengalaman baru. Hilman juga yang telah mengenalkan Edu kepada

Arsena. Pada suatu hari Hilman marah karena kedekatan Arsena dan Edu.

Hilman menuduh Arsena melakukan hal-hal yang aneh. Ini terlihat dalam

kutipan berikut.

“Ars, aku tidak menuduh kau melakukan tindakan aneh. Aku cuman kasih ingat, sebaiknya hati-hati. Jangan bergaul terlalu intim dengan dia,”kata Hilman” (Riantiarno, 2004: 286).

“Hilman naik pitam. “Kau selalu bertanya. Kau tidak mau tahu, tidak semua pertanyaan punya jawaban. Kenapa? Kenapa? Pikir dengan kepala dingin. Pakai hati yang jembar” (Riantiarno, 2004: 286).

Arsena marah karena tidak terima dituduh yang macam-macam.

Sehingga pertengkaran Antara Arsena dan Hilmanpun terjadi.

Pertengkaran yang disesali oleh Arsena. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Kata-kata Hilman menusuk ulu hati. Dia masih marah karena keteledoranku membawa kunci rumah pada malam pertama aku tidur di rumah Edu” (Riantiarno, 2004: 287).

“Hilman sudah menuduh. Dia bicara perkara ranjang Aku mendadak marah tapi masih coba menahan hati” (Riantiarno, 2004: 288).

“Tanpa sadar aku terlanjur mengatakan sesuatu yang sesungguhnya tidak ingin kukatakan, “Akang iri hati karena aku dekat Edu” (Riantiarno, 2004: 293).

“Tapi secepat kilat, sebuah tijuan menghantam mulutku. Tinju hilman. Tubuhku terlempar ke sudut ruang, menabrak meja, menyebabkan patung gips kepala Julius Caesar jatuh dan hancur berkeping-keping di lantai. Untuk sesaat mataku gelap. Terdengar pintu dibanting keras dan langkah-langkah kakiyang menjauh” (Riantiarno, 2004: 293).

Inilah pertengkaran Antara Hilman dan Arsena. Mereka sama-sama

kerasa dan dalam pikiran mereka sendiri-sendiri. Mereka tidak mau

mengalah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Shadow terlihat

jelas dalam pikiran Arsena dalam menghadapi peristiwa tersebut. Bahkan

shadow terlihat saat pertengkarannya dengan Hilman sampai membuat dirinya jatuh pingsan karen ditinju oleh Hilman, Arsena sangat marah

dengan tuduhan Hilman karena kedekatannya dengan Edu. Namun

kepolosan dan ketidak dewasaan Arsena di setiap tindakannya

membuatnya lemah.

Dokumen terkait