• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno : kajian psikologi sastra.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno : kajian psikologi sastra."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

xi

ABSTRAK

Utami, A.Ria Puji. 2015. Studi Arketipe terhadap Tokoh Arsena dalam Novel

Cermin Merah Karya Nano Riantiarno: Kajian Psikologi Sastra.

Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik studi arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah. Tujuan penelitian (1) menganalisis struktur novel

Cermin Merah yang meliputi tokoh, penokohan, latar dan alur, (2) menganalisis unsur psikologi, khususnya arketipe Carl Gustav Jung terhadap tokoh Arsena. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan psikologi dengan teori kepribadian Carl Gustav Jung. Pendekatan struktural digunakan untuk menganalisis struktur novel dan untuk melihat gambaran tentang permasalahan yang berhubungan dengan Arsena. Pendekatan psikologi sastra digunakan untuk menganalisis kepribadian Arsena dengan studi Arketipe yang meliputi persona, shadow, anima dan animus, serta self. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca catat dan teknik studi pustaka.

Hasil kajian dalam novel ini dibagi menjadi dua, yaitu analisis struktur novel dan psikologi sastra. Struktur novel berisi tokoh dan penokohan, tokoh utama dalam novel ini adalah Arsena dan tokoh tambahan yaitu Edu, Hilman dan Nancy. Arsena adalah tokoh yang memiliki permasalahan psikologi. Latar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat (kota C dan kota Jakarta), latar waktu (peristiwa G30S/PKI tahun 1965),latar sosial (latar sosial kota Jakarta, latar sosial perilaku dan seks “menyimpang”, dan latar sosial G30S/PKI). Alur yang digunakan yaitu alur sorot balik (flash back) yang direkonstruksi menjadi kronologis.

(2)

xii ABSTRACT

Utami, A.Ria Puji. 2015. Archetype Study on Arsena Character in Cermin

Merah Novel By Nano Riantiarno: Literature Psychology Study.

Bachelor of Science Essay. Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Literature. Sanata Dharma University.

This research raises the archetype study topic on Arsena character in

Cermin Merah novel. Research purposes (1) analyzing the structure of Cermin Merah novel including characters, characterizations, background and plot. (2) analyzing psychology elements, especially Carl Gustav Jung’s archetype on Arsena character. This research uses structural approach and psychology approach

with Carl Gustav Jung’s personality theory. Structural approach is used to analyze

the novel structure and to see the picture of problems associated with Arsena.

Literature psychology approach is used to analyze Arsena’s personality by using

Archetype study including persona, shadow, anima and animus, and self. The methods used in this research isqualitative method of descriptive set. The technicqiue of using the note read and study of literature.

The result of the study in this novel is divided into two parts, analysis of novel structure and literature psychology. The novel structure contains about characters and characterizations, the main character in this novel is Arsena while the additional figures are Edu, Hilman, and Nancy. Arsena is a character who has a psychological problem. Background is divided into three parts, place (C city and Jakarta city), time (G30S/PKI incident, 1965), social (Jakarta’s social background, social behavior background and sexual perversion, and social background of G30S/PKI). The plot used is flashback plot which is reconstructed into chronological.

(3)

i

STUDI ARKETIPE TERHADAP TOKOH ARSENA

DALAM NOVEL CERMIN MERAH

KARYA NANORIANTIARNO:KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

A.Ria Puji Utami

114114003

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

vi

PERSEMBAHAN

Perjuangan merupakan pengalaman

Berharga yang dapat menjadikan kita

Manusia yang bernilai

Karya ini Kupersembahkan Kepada Yesus Kristus,

Bapak Leo Gregorius Sunaryo dan Mama Theresia Sri Susinah

Serta Kakak Ku Danik Setiawati dan Wiwin Andriana

(9)

vii MOTTO

Siapapun bisa melakukan apapun dan menjadi apapun!!!

Terhadap apapun yang tertuliskan,

Saya hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah,

Menulislah dengan darah,

Dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh.

“Friedrich Nietache”

Renungan :

Perlu seumur hidup untuk menunggu orang

Lain bisa mempercayai kemampuan Anda.

Lebih baik mulailah sekarang juga dengan

Mempercayai diri sendiri lebih dahulu

(10)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Arketipe

Terhadap Tokoh Arsena dalam Novel Cermin Merah: Kajian Psikologi Sastra. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pada program studi Sastra Indonesia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak bantuan dan dukungan yang

diterima dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dari hati yang paling

dalam serta tidak mengurangi rasa hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. selaku Pembimbing I yang telah

banyak memberikan bantuan dan semangat serta bimbingan kepada penulis

dengan sabar, dan memberikan waktu kepada penulis dalam bimbingan skripsi

ini.

2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku Pembimbing II yang selalu

memberikan waktunya untuk membimbing dalam tugas akhir serta

memberikan dukungan untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu S.E. Peni Adji, S,S., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia, Bapak Dr. Paulus Ari Subagyo, selaku

ketua prodi, Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum selaku wakil prodi, Bapak

(11)

ix

Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum, yang telah memberikan ilmu kepada

penulis selama mengikuti studi di Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Dr. F.X. Siswandi, M.A sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata

Dharma.

6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma Yogyakarta yang

telah membantu dalam menyediakan buku-buku referensi yang dibutuhkan

oleh peneliti.

7. Kedua orang tuaku, Bapak Leo Gregorius Sunaryo dan Mama Theresia Sri

Susilawati yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan materil,

kasih sayang dan perhatian. Berkat doa restu dan dukungan beliau, penulis

bersemangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Kedua kakakku, Yohana Fransiska Danik Setiawati, S.Pd dan Christina Wiwin

Andriana, S.kom serta abang iparku Kristiawan yang telah memberikan

perhatian dan dukungan kepada penulis. Mereka yang menjadi inspirasi

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Teman terbaik penulis, Hafidz Muhksin terima kasih atas dorongan, semangat,

kasih sayang dan kesetiaan yang tulus.

10.Seluruh teman-teman prodi Sastra Indonesia Angkatan 2011, Paska, Paulina,

Lud, Wendi, Ave, Nina, Valen, Elis, Jalu, Bayang, Lani, Kribo, Ikhsan, Dina,

khususnya sahabatku Yulita Maizia. Terima kasih untuk kebersamaan,

perjuangan dan dukungan tiada henti.

11.Seluruh keluarga Bengkel Sastra yang telah banyak mengajarkan dunia sastra

(12)

x

12.Teman-teman Asrama Angela, suster Yati, suster Etty, kakak Maria Novita

Indah, kakak Nani, kakakWinda, kakak Polo, kakak Via, kakak Brigita Yuni,

kakak Nicke, kakak Dara, kakak Sari, kakak Dwi, kakak Pinky, Ayu, terima

kasih kenangan manis yang boleh aku rasakan selama tinggal di Asrama.

13.Teman-teman KKN kelompok 19, Mala, Ghea, Tissa, Venny, Paul, Andre,

terima kasih waktu singkat yang menyenangkan.

14.Teman-teman kos barbie, kak Ita, Asni, Weni, Muli, Yenni, Nova, Pinky,

mbak Tety, mbak Riris, Siska USD/UNY, mbak Osi, Ikha, Jaz, Ivon, Agnes,

Anay, Nata, terima kasih atas kebersamaan, dan mengingatkan aku untuk

mengerjakan skripsi.

Serta seluruh pihak yang andil dalam proses penyelesaian. Semoga jasa

baik mereka mendapat balasan yang semestinya dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis berhutang budi terhadap semua nama yang disebut diatas. Akan tetapi

semua kekurangan dan kelemahan yang masih ditemukan dalam karya tulis ini

merupakan tanggung jawab penulis semata-mata.

Penulis berharap kiranya skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi

perkembangan dunia sastra.

Penulis

(13)

xi

ABSTRAK

Utami, A.Ria Puji. 2015. Studi Arketipe terhadap Tokoh Arsena dalam Novel

Cermin Merah Karya Nano Riantiarno: Kajian Psikologi Sastra.

Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik studi arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah. Tujuan penelitian (1) menganalisis struktur novel

Cermin Merah yang meliputi tokoh, penokohan, latar dan alur, (2) menganalisis unsur psikologi, khususnya arketipe Carl Gustav Jung terhadap tokoh Arsena. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan psikologi dengan teori kepribadian Carl Gustav Jung. Pendekatan struktural digunakan untuk menganalisis struktur novel dan untuk melihat gambaran tentang permasalahan yang berhubungan dengan Arsena. Pendekatan psikologi sastra digunakan untuk menganalisis kepribadian Arsena dengan studi Arketipe yang meliputi persona, shadow, anima dan animus, serta self. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca catat dan teknik studi pustaka.

Hasil kajian dalam novel ini dibagi menjadi dua, yaitu analisis struktur novel dan psikologi sastra. Struktur novel berisi tokoh dan penokohan, tokoh utama dalam novel ini adalah Arsena dan tokoh tambahan yaitu Edu, Hilman dan Nancy. Arsena adalah tokoh yang memiliki permasalahan psikologi. Latar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat (kota C dan kota Jakarta), latar waktu (peristiwa G30S/PKI tahun 1965),latar sosial (latar sosial kota Jakarta, latar sosial perilaku dan seks “menyimpang”, dan latar sosial G30S/PKI). Alur yang digunakan yaitu alur sorot balik (flash back) yang direkonstruksi menjadi kronologis.

(14)

xii ABSTRACT

Utami, A.Ria Puji. 2015. Archetype Study on Arsena Character in Cermin

Merah Novel By Nano Riantiarno: Literature Psychology Study.

Bachelor of Science Essay. Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Literature. Sanata Dharma University.

This research raises the archetype study topic on Arsena character in

Cermin Merah novel. Research purposes (1) analyzing the structure of Cermin Merah novel including characters, characterizations, background and plot. (2) analyzing psychology elements, especially Carl Gustav Jung’s archetype on Arsena character. This research uses structural approach and psychology approach

with Carl Gustav Jung’s personality theory. Structural approach is used to analyze

the novel structure and to see the picture of problems associated with Arsena.

Literature psychology approach is used to analyze Arsena’s personality by using

Archetype study including persona, shadow, anima and animus, and self. The methods used in this research isqualitative method of descriptive set. The technicqiue of using the note read and study of literature.

The result of the study in this novel is divided into two parts, analysis of novel structure and literature psychology. The novel structure contains about characters and characterizations, the main character in this novel is Arsena while the additional figures are Edu, Hilman, and Nancy. Arsena is a character who has a psychological problem. Background is divided into three parts, place (C city and Jakarta city), time (G30S/PKI incident, 1965), social (Jakarta’s social background, social behavior background and sexual perversion, and social background of G30S/PKI). The plot used is flashback plot which is reconstructed into chronological.

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4Manfaat Penelitian ... 9

1.5Kajian Pustaka ... 10

1.6Landasan Teori ... 12

1.6.1Kajian Struktur Novel ... 13

1.6.1.1Tokoh dan Penokohan ... 14

1.6.1.2Latar ... 16

(16)

xiv

1.6.2Kajian Psikologi Sastra ... 21

1.6.2.1 Psikoanalisis Carl Gustav Jung ... 22

1.6.2.2Arketipe Menurut Jung ... 24

1.7Metodologi Penelitian ... 32

1.7.1 Pendekatan ... 32

1.7.2 Metode Penelitian ... 33

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 33

1.7.4 Sumber Data ... 34

1.8Sistematika Penyajian ... 35

BAB II ANALISIS STRUKTURAL NOVEL CERMIN MERAH KARYA NANO RIANTIARNO ... 36

BAB III STUDI ARKETIPE TOKOH ARSENA DALAM NOVEL CERMIN MERAH KARYA NANO RIANTIARNO ... 69

3.1Persona Tokoh Arsena ... 69

3.1.1Persona Arsena sebagai Anak ... 71

3.1.2Persona Arsena sebagai Heteroseksual ... 74

(17)

xv

3.2Shadow dalam Diri Arsena... 81

3.2.1Shadow Personal ... 82

3.2.2Shadow Kolektif ... 87

3.2.2.1Shadow Tragedi 1965 ... 88

3.2.2.2Shadow Penyimpangan Seksual ... 93

3.3Anima dan Animus dalam Diri Arsena ... 98

3.3.1Anima Diri Arsena ... 99

3.3.2Animus Diri Arsena ... 102

3.4Self Diri Arsena ... 104

3.5Rangkuman ... 109

BAB IV PENUTUP ... 111

4.1Simpulan ... 111

4.2Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 116

LAMPIRAN ... 118

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Secara umum sastra berbicara tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan

kehidupan dengan mengolahnya secara khusus berdasarkan daya imajinasi dan

daya kreatif pengarang. Dengan demikian, karya sastra berfungsi memberikan dan

memperluas wawasan pembacanya akan masalah yang dihadapi oleh manusia.

Melalui fungsi karya sastra, kita dapat mengetahui aspek-aspek kejiwaan

akan masalah manusia di dalam karya sastra. Adanya anggapan bahwa karya

sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang

berada pada situasi setengah sadar (conscious). Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat

seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak

sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra (Endraswara, 2013: 96).

Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam

memahami sebuah karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain dianggap

belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena itu muncullah psikologi sastra sebagai jembatan dalam interpretasi. Penelitian psikologi sastra memfokuskan

pada aspek-aspek kejiwaan yang memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh untuk

mengungkapkan gejala-gejala tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja

(19)

Hal inilah yang menjadi asumsi dasar penelitian psikologi sastra. Psikologi

sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan.

Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologi akan menampilkan

aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika teks berupa drama maupun prosa

(Endarswara, 2013: 96). Melalui psikologi sastra peneliti dapat menggali sistem

berpikir, logika, angan-angan, dan cita-cita hidup yang ekspresif dan tidak sekedar

sebuah rasionalisasi hidup. Perasaan takut, phobia, was-was, histeris, aman dan

sebagainya juga menjadi objek psikologi sastra (Endraswara, 2013: 98).

Berbagai hal ini merupakan objek garap psikoanalisis yang akan terungkap

dalam teks sastra. Dari sini peneliti dituntut untuk mengungkapkan apakah teks

sastra, melalui pelaku-pelakunya dapat merefleksikan unsur di atas atau tidak.

Dari situ pula akan muncul hal-hal yang menyebabkan faktor kejiwaan dominan

dalam sebuah teks sastra. Peneliti juga seharusnya tidak terpaku pada kajian narasi

dalam substansi karakter tokoh saja, melainkan perlu mencermati apakah hal

tersebut berhubungan dengan realitas atau tidak. Sejauhmana pengarang mampu

menghadirkan unsur-unsur di atas sebagai fenomena individual atau sosial

(Endraswara, 2013: 98).

Konsep struktur kepribadian dikembangkan oleh Carl Gustav Jung sebagai

murid Sigmund Freud. Pada mulanya, ia mengikuti dengan setia pemikiran

(20)

bahkan mengembangkan pemikirannya sendiri. Carl Gustav Jung menamai aliran

teorinya dengan psikologi analisis. Meskipun akarnya masih tetap pada

psikoanalisis, tetapi konsep utamanya mengalami perluasan dan pengayaan.

Perluasan pemikiran psikologi analisis dibandingkan dengan psikoanalisis klasik

dari Freud adalah faktor budaya dan lingkungan yang berpengaruh pada

kepribadian dilibatkan. Pemikiran Jung banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep

kebudayaan yang bersumber dari mitologi dan cerita masyarakat terdahulu

(Hidayat, 2011:41).

Carl Gustav Jung lahir 26 Juli 1875, di desa kecil Kessewil, Swiss. Ayahnya

bernama Paul Jung seorang pendeta dan ibunya bernama Emilie Preiswerk Jung

seorang ibu rumah tangga. Pandangan Jung terhadap hakikat manusia berbeda

dengan Freud. Jung tidak meletakkan pandangan deterministik sebagaimana Freud. Meskipun setuju bahwa sebagian kepribadian ditentukan oleh pengalaman

masa kanak-kanak, tetapi menurutnya hal itu dipengaruhi oleh arketipe, yaitu sistem mengenai kebebasan berkehendak dan spontanitas. Jung berpendapat

bahwa manusia tidak boleh meninggalkan kepercayaan terhadap arketipe yang

dibentuk oleh warisan (Hidayat, 2011: 42-43).

Seperti Freud, Jung juga mendasarkan teori kepribadiannya pada asumsi

(21)

penting dari labirin ketidaksaran seseorang bukan berasal dari pengalaman

personal melainkan dari keberadaan manusia di masa lalu. Konsep ini yang

disebut Jung sebagai ketidaksadaran kolektif. Poin penting dari teori Jung adalah

kesadaran dan ketidaksadaran personal (Jess & Gregory, 2010:122-123).

Psike adalah istilah yang digunakan Jung untuk menyebutkan keseluruhan

kepribadian manusia. Jung membayangkan energi psikis itu sebagai hasil dari

konflik antar kekuatan-kekuatan dalam kepribadian. Tanpa konflik tidak mungkin

ada energi, hidup, cinta dan benci, misalnya ada dalam psikis (Alfons,1994: 1-2).

Psike manusia mempunyai dua taraf tak sadar, yaitu taraf tak sadar personal

dan taraf tak sadar kolektif. Taraf tak sadar personal ini merupakan taraf yang

mengandung pengalaman- pengalaman terlupakan yang telah hilang cirinya

karena suatu alasan atau mungkin hilang ketak-enakan. Taraf ini terdiri dari

kesan-kesan yang terlalu lemah untuk dapat dibawa ke taraf sadar. Salah satu

aspek dari taraf tak sadar personal adalah kompleks, Sedangkan taraf tak sadar

kolektif adalah hasil peninggalan dari prosesi duniawi yang menyatu dengan

struktur otak dan sistem saraf simpatetis. Dengan kata lain taraf tak sadar kolektif

adalah gudang dari kenangan yang tersimpan secara tersembunyi atau mengendap

(22)

Kepribadian menurut Jung adalah kepribadian manusia yang ditentukan oleh

dua hal yaitu sebagai berikut.

a. Alam sadar (kesadaran) yang berfungsi mengadakan penyesuaian hidup

terhadap dunia luar. Fungsi Jiwa sebagai dominasi jiwa menurut Jung terdiri

atas empat macam, yaitu tipe pemikir, tipe perasa, tipe pendria, dan tipe

intuitif. Sikap jiwa adalah arah dari energi psikis umum atau libido yang

menjelma dalam orientasi manusia terhadap dunianya, Sedangkan Persona

adalah cara seseorang dengan sadar menampilkan diri.

b. Alam tak sadar (dalam ketidaksadaran) yang berfungsi mengadakan

penyesuaian terhadap dunia dalam, yaitu dunia batin sendiri. Ketidaksadaran

ini dibagi menjadi dua yaitu pertama, ketidaksadaran pribadi yaitu bagian dari alam ketidaksadaran yang diperoleh individu selama sejarah hidupnya,

pengalaman pribadinya. Kedua, ketidaksadaran kolektif yaitu bagian dari ketidaksadaran itu diperoleh individu dari warisan nenek moyangnya berupa

hal-hal yang diperoleh manusia di dalam perkembangannya (Ujam, 2012:

71-72).

Jung, selanjutnya berteori bahwa otak manusia merupakan hasil bentukan

masa lampau, isinya adalah archetipe (Reisman, 1976). Arketipe merupakan

(23)

arketipe ibu dan sebagainya (Pervin, 1980 melalui Alfons. 1994: 6). Isi dari taraf

tak sadar berupa arketipe. Arketipe adalah bentuk pemikiran atau ide yang

menjadi dasar yang diproyeksikan pada pengalaman yang sedang kita alami.

Kelakuan sehari-hari amat dipengaruhi oleh kebudayaan dan bentuk kehidupan

dari nenek moyang kita pada masa lampau. Tetapi semua pengaruh itu

berlangsung pada taraf tak sadar. Ada beberapa arketipe pokok, antara lain:

topeng (persona), sisi jahat dari aku (shadow), sifat kewanitaan dalam pria dan sifat keperiaan dalam wanita (anima dan animus), aku (self) (Alfons, 1994: 6-7).

Novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno menceritakan perkara yang peka yaitu nasib anak seorang komunis (tokoh utama) dan perkara „surat bebas

G-30-S/PKI‟. Cermin Merah merupakan potret yang berbeda dari kepribadian Nano

Riantiarno. Berbeda dengan dramanya yang kerap menghadirkan batas tipis antara

duka dan pujian dalam novelnya ini, Nano terkesan sengaja menyumbat

semuanya. Maka, yang muncul kemudian adalah kemarahan yang tak terucapkan,

percintaan yang tak lazim, pencarian jati diri yang tak selesai dan serangkaian

kegamangan. Cermin Merah seperti saluran air yang mampat yang menyimpan kepedihan psikis anak manusia yang gelisah: mempertanyakan sang ayah yang

hilang diterkam politik tahun 1965, kakak yang tewas dalam pendakian gunung,

menggelandang di ibu kota dan menikmati percintaan yang tak lazim. Novel yang

(24)

tak terjawab. Di situlah kepenasaran pembaca dipermainkan, gregetnya

ditarik-ulur. Cermin Merah telah memperkaya tema dan style novel Indonesia kontemporer (Mahayana, 2015).

Teori Arketipe oleh Carl Gustav Jung digunakan sebagai pendekatan untuk

membahas kepribadian yang terdapat di dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Dengan pendekatan ini

diharapkan penelitian akan lebih jelas dalam menggambarkan kepribadian tokoh

Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti keadaan psikologi tokoh

Arsena dengan kajian psikologi sastra. Ada beberapa alasan mendasar: Pertama,

karena novel Cermin Merah merupakan novel motivasi hidup yang banyak menceritakan masalah-masalah kehidupan di dalam masyarakat. Masalah-masalah

yang perlu diungkap kebenarannya, untuk menemukan kehidupan yang lebih baik

lagi dan terwujudnya kehidupan yang wajar.

Kedua, Novel Cermin Merah memaparkan sisi perilaku manusia dan kehidupan psikis tokoh Arsena. Tuntutan kehidupan yang tidak sesuai dengan

kehendak pribadi. Hal ini akan memunculkan persoalan antara lain, kebimbangan,

kekecewaan, kemarahan, dan seksualitas. Penangkapan sang ayah yang tak jelas

(25)

menjadi seorang homo, bayangan Ayah, Nancy kekasihnya yang akhirnya

meninggal akibat aborsi dan kakak yang tewas menyiksa batin dan pikirannya.

Persoalan ini Nampak jelas dirasakan oleh tokoh Arsena. Sehingga menarik

perhatian untuk menganalisis permasalahan yang terjadi dan dialami oleh tokoh

Arsena.

Ketiga, Peneliti ingin mengkaji struktur novel dan Studi Arketipe terhadap

tokoh Arsena yang terdapat dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno, yang cocok dikaji dengan kajian psikologi sastra.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan analisis struktur novel untuk

meneliti struktur novel atau unsur karya sastra. Hal tersebut untuk memahami

karya sastra berupa paparan struktur. Kemudian peneliti melanjutkan pada analisis

psikologi dengan menggunakan teori artipe Carl Gustav Jung yang berhubungan

dengan studi arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno.

1.2Rumusan Masalah

Masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

(26)

2. Bagaimana studi arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini mempunyai tujuan

sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan Analisis Struktur dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno.

2. Melakukan analisis dan mendeskripsikan studi Arketipe terhadap tokoh

Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno.

1.4 Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Objek penelitian ini adalah novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan

bagi ilmu sastra serta diharapkan mampu memperkaya kemampuan

menganalisis kepribadian tokoh dalam karya sastra dengan menerapkan

pendekatan psikologi sastra untuk mendeskripsikannya sehingga dapat

(27)

Penelitian ini bermanfaat sebagai contoh penerapan teori struktural

dan psikologi sastra khususnya terhadap studi arketipe yaitu persona, shadow, anima dan animus serta self.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sarana untuk memahami

Studi Arketipe terhadap Tokoh Arsena dalam Novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno yang dikaji dengan menggunakan kajian Psikologi

Sastra. Kemudian dapat bermanfaat untuk menambah wawasan lebih

mendalam mengenai struktur kepribadian tokoh Arsena dalam kajian

psikologi sastra, khususnya bagi penelitian yang akan datang sebagai

acuan dalam mempelajari kepribadian tokoh dalam karya sastra.

1.5 Kajian Pustaka

Penelitian novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti dengan melihat Studi Arketipe terhadap tokoh Arsena.

Sehingga penulis menjadikan novel Cermin Merah sebagai objek penelitian yang akan dikaji dengan analisis psikologi sastra.

Penelitian yang relevan dibedakan menjadi dua, yaitu novel berbeda dengan

kajian sama dan novel sama dengan kajian yang berbeda. oleh sebab itu,

(28)

kajian yang sama.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan Setiyanto (2006), Yenni (2007), dan Martina (2007)

Penelitian yang sejenis dengan penelitian ini adalah penelitian Moch Andhy

Setiyanto (UAD-2006). Penelitian yang berjudul "Konflik dan Kepribadian Tokoh

Utama dalam novel Weton Bukan Salah Hari karya Dianing Widya Yudhistira: Kajian Psikologi Sastra. Permasalahan yang muncul dalam penelitian Moch

Andhy Setiyanto adalah sebagai berikut: (1) konflik tokoh utama, (2) penyelesaian

konflik tokoh utama, (3) kepribadian tokoh utama.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Indra Yenni Sugiarto (USD-2007).

Penelitian yang berjudul Perilaku Seksualitas Lima Tokoh Perempuan dalam Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan (Sebuah Pendekatan Psikoanalisis).

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian Indra Yenni Sugiarto adalah (1)

Bagaimana dinamika kepribadian dan struktur kepribadian tokoh Dewi Ayu,

Alamanda, Adinda, Maya Dewi dan Cantik dalam CIL karya Eka Kurniawan, (2) Bagaimana perilaku seksualitas tokoh Dewi Ayu, Alamanda, Adinda, Maya Dewi,

dan Cantik dalam CIL karya Eka Kurniawan.

Penelitian yang dilakukan oleh Martina Mas (USD-2007) dengan judul

(29)

Arketipe Carl Gustav Jung Sebuah Kajian Psikologi Sastra. Penelitian tersebut

membahas masalah (1) Bagaimanakah tokoh, latar, alur, dan tema dalam novel

Kapak karya Dewi Linggasari. (2) Bagaimanakah gambaran tokoh Mika dalam

perspektif arketipe Carl Gustav Jung.

Berdasarkan tinjauan di atas, peneliti menggunakan bahan-bahan kajian

tersebut untuk menambah dan mengembangkan kajian penelitian ini. Ketiga

penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan

pendekatan psikologi sastra. Perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian di

atas terletak pada subjek penelitiannya. Subjek penelitian ini yaitu novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno, sedangkan ketiga penelitian di atas yaitu novel

Weton Bukan Salah Hari karya Dianing Widya Yudhistira penelitian yang dilakukan oleh Moch Andhy Setiyanto, novel CIL karya Eka Kurniawan Skripsi oleh Indra Yenni Sugiarto kemudian novel Kapak karya Dewi Linggasari oleh Martina Mas. Peneliti belum menemukan Penelitian dengan subjek yang sama dan

pendekatan yang sama yaitu mengkaji Cermin Merah karya Nano Riantiaro dengan Kajian Psikologi Sastra.

1.6Landasan Teori

Untuk melakukan kajian analisis, penulis menggunakan dua teori yakni

(30)

untuk menganalisis unsur tokoh dan penokohan, latar, alur. Teori Cald Gustav

Jung digunakan untuk menganalisis studi arketipe terhadap tokoh Arsena.

Dalam landasan teori ini akan dijelaskan mengenai pengertian kajian

struktural dan kajian psikologi sastra.

1.6.1 Kajian Struktur Novel

Dalam penelitian ini teori struktur yang digunakan dalam menganalisis

struktur dalam novel Cermin Merah hanya meliputi Tokoh dan Penokohan, Latar serta Alur. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa kajian utama

penelitian ini adalah tokoh dan penokohan, Latar serta Alur. Hasil dari

analisis tokoh dan penokohan digunakan penulis untuk mengenal dan

memahami tokoh utama dalam novel Cermin Merah yang nantinya dapat digunakan untuk menganalisis kepribadian diri tokoh utama.

Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai

karya sastra secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.

Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut

serta membangun cerita. Kepaduan berbagai unsur instrinsik inilah yang

membuat sebuah novel berwujud, Sebaliknya jika dilihat dari sudut pembaca,

(31)

Unsur- unsur tersebut digunakan untuk menyebutkan sebagian saja, misalnya,

peristiwa, cerita, alur, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan,

bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain (Nugiantoro, 2010:23).

Pada dasarnya kajian struktur cerita bertujuan memaparkan secermat

mungkin fungsi dan keterkaitan berbagai unsur karya sastra. Kajian struktur

tidak cukup kalau hanya sekedar mendata unsur tertentu pada sebuah karya

prosa fiksi misalnya peristiwa, alur, tokoh, latar, atau yang lainnya. Namun

yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu,

atau sumbangan apa saja yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna

keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiantoro, 2010:37).

Pendekatan struktur novel merupakan pendekatan intrinsik, yakni

membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya

sastra dari dalam. Unsur tersebut meliputi tokoh dan penokohan, latar serta

alur yang akan dibahas di bawah ini.

1.6.1.1Tokoh dan penokohan

Cerita berkisah tentang seseorang atau tentang beberapa orang. Jika

menghadapi sebuah cerita, orang selalu bertanya “Ini cerita (tentang)

siapa?” “Siapa pelaku cerita ini?” Pelaku ini yang biasa disebut tokoh

(32)

berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16).

Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981: 20), adalah orang

(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang

oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan

dalam tindakan (Nurgiantoro, 2010: 165).

Sedangkan istilah "Penokohan" lebih luas pengertiannya daripada

"tokoh" dan "perwatakan" sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa

tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan

pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan

gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran

pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita

(Nugiyantoro, 2010: 166).

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam dua

jenis yaitu: Pertama, Tokoh Utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang

paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang

dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama

(33)

halaman buku cerita yang bersangkutan (Nurgiantoro, 2010: 177). Kedua,

Tokoh Tambahan adalah pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam

keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya

hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung

maupun tidak langsung (Nurgiantoro, 2010: 177).

1.6.1.2Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175

melalui Nurgiyantoro, 2010: 216). Stanto (1965) mengelompokkan latar,

bersama dengan tokoh, dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal

inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara

faktual jika membaca cerita fiksi (Nurgiantoro, 2010:216).

Menurut Sudjiman, 1988: 44. Cerita berkisar tentang seseorang atau

beberapa orang tokoh. Peristiwa-peristiwa dalam cerita tentulah terjadi

pada suatu waktu atau dalam suatu rentang waktu tertentu dan pada suatu

tempat tertentu. Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan

dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya

(34)

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

waktu, sosial. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan

permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada

kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang

lainnya.

1.6.1.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa tempat -tempat dengan nama

tertentu dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi

tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat tanpa nama jelas

biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum

tempat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota,

kecamatan, dan sebagainya (Nurgiantoro, 2010: 227).

1.6.1.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah "kapan"

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah

karya fiksi.Masalah "kapan" tersebut biasanya dihubungan

dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat

(35)

1.6.1.2.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan

dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat

yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial

masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang

kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan

lain-lain yang tergolong latar spiritual. Latar sosial juga

berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,

misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro,

2010:233-234).

1.6.1.3Alur (Plot)

Dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dalam

urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung

cerita yaitu alur (Sudjiman, 1988: 29).

Untuk dapat disebut sebagai sebuah plot, hubungan antarperistiwa

yang dikisahkan itu haruslah bersebab akibat, tidak hanya sekedar

berurutan secara kronologis saja (Nurgiantoro, 2010: 112).

(36)

waktu terjadinya (temporal sequence) Tidak berarti bahwa semua kejadian dalam hidup tokoh ditampilkan secara berurutan, lengkap sejak

kelahiran si tokoh. Peristiwa yang ditampilkan, dipilih dengan

memperhatikan kepentingan dalam membangun cerita. Peristiwa yang

tidak bermakna khas (significant) ditinggalkan sehingga sesungguhnya banyak kesenjangan di dalam rangkaian itu. Dengan susunan peristiwa

yang kronologis semacam itu disebut alur linear (Sudjiman, 1988: 29).

Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan

waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun emplisit. Oleh karena

itu, dalam sebuah cerita, sebuah cerita, sebuah teks naratif, tentulah ada

awal kejadian.kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula

akhirnya. Namun, plot sebuah karya fiksi sering tak menyajikan urutan

peristiwa secara kronologi dan urutan peristiwa secara kronologi dan

runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan

kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan

mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian (ter-)akhir. Dengan

demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita atau di bagian

awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun (Nurgiantoro,

2010: 141).

(37)

lurus adalah sebuah karya dikatakan progesif atau lurus jika

peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa (-peristiwa-peristiwa) yang

pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa

yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap awal

(penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik

meningkat, klimaks), dan akhir (penyesalan) (Nurgiantoro, 2010: 153-154)

Kedua, Plot Sorot-balik, flash back, adalah urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat

kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar

merupakan awal cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap

tengah atau bahkan dari tahap akhir baru kemudian tahap awal cerita

dikisahkan (Nurgiantoro, 2010: 154)

Ketiga, Plot Campuran, Barangkali tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologi atau sebaliknya sorot-balik. Secara garis

besar plot sebuah karya mungkin progresif, tetapi di dalamnya, terdapat

adegan-adegan sorot balik. Sehingga ini disebut dengan Plot Campuran

(Nurgiantoro, 2010: 156).

Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi

(38)

bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan struktural adalah suatu

pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis

unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari

relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai

kebulatan makna.

1.6.2. Kajian Psikologi Sastra

Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari

manusia dari sisi dalam. Mungkin aspek 'dalam' ini yang acap kali bersifat

subjektif, yang membuat para pemerhati sastra menganggapnya berat.

Sesungguhnya belajar psikologi sastra amat indah, karena kita dapat memahami

sisi kedalam jiwa manusia, jelas amat luas dan amat dalam. (Endraswara, 2008:14

melalui Minderop, 2010:59).

Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan

proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya, psikologi merupakan

hal penting yang perlu dipahami sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang

dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan

masalah kejiwaan. Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya

(39)

berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk conscious (Endraswara, 2003:96). Kedua, telaah psikologi sastra

merupakan kajian yang menelaah cerminan psikologi dalam diri para tokoh yang

disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh

problem psikologi kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam

cerita. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan psikologi

karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif, dapat

menampilkan berbagai problem psikologi (Minderope, 2010: 55).

1.6.2.1 Teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung

Pandangan Jung terhadap hakikat manusia berbeda dengan Freud.

Jung tidak meletakkan pandangan deterministik sebagaimana Freud. Meskipun setuju bahwa sebagian kepribadian ditentukan oleh pengalaman

masa kanak-kanak, tetapi menurutnya hal itu dipengaruhi oleh arketipe,

yaitu sistem mengenai kebebasan berkehendak dan spontanitas. Jung

berpendapat bahwa manusia tidak boleh meninggalkan kepercayaan

terhadap arketipe yang dibentuk oleh warisan (Hidayat, 2011: 42-43).

Psike adalah istilah yang digunakan Jung untuk menyebutkan keseluruhan kepribadian manusia. Jung membayangkan energi psikis itu

(40)

Tanpa konflik, katanya, tak mungkin ada energi dan hidup, cinta dan

benci, misalnya ada dalam psikis (Alfons, 1994: 1-2).

Psike manusia mempunyai dua taraf tak sadar. yaitu taraf tak sadar personal dan taraf tak sadar kolektif. Taraf tak sadar personal ini

merupakan taraf yang mengandung pengalaman-pengalaman yang

terlupakan, yang telah hilang cirinya karena suatu alasan, atau mungkin

juga hilang ketak-enakan. Taraf ini terdiri dari kesan-kesan yang terlalu

lemah untuk dapat dibawa ke taraf sadar. Salah satu aspek dari taraf tak

sadar personal adalah kompleks. Sedangkan Taraf tak sadar kolektif

adalah hasil peninggalan dari prosesi duniawi yang menyatu dengan

struktur otak dan sistem saraf simpatetis. Dengan kata lain taraf tak sadar

kolektif adalah gudang dari kenangan yang tersimpan secara tersembunyi

atau mengendap dari nenek moyang (Alfons, 1994: 2-3).

Jung selanjutnya berteori bahwa otak manusia merupakan hasil

bentukan masa lampau, isinya adalah archetipe (reisman, 1976 melalui

Alfons. 1994: 6). Isi dari taraf tak sadar adalah arketipe. Ada beberapa

(41)

1.6.2.2 Arketip Menurut Jung

Arketipe adalah bentuk pemikiran atau ide yang menjadi dasar

pandangan kita, yang diproyeksikan pada pengalaman yang sedang kita

alami. Kelakuan kita sehari-hari amat dipengaruhi oleh kebudayaan dan

bentuk kehidupan dari nenek moyang kita pada zaman lampau, tetapi

semua pengaruh itu berlangsung pada taraf tak sadar (Alfons. 1994: 6-7).

Jung menggunakan istilah citra primordial (primordial images). Beberapa citra bersumber dari pengalaman universal, seperti pengalaman

yang dialami oleh kebanyakan manusia, melalui pengulangan pada

kehidupan generasi selanjutnya. Arketipe dalam psyche dimunculkan dalam mimpi dan fantasi. Arketipe-arketipe tersebut adalah pahlawan, ibu,

anak-anak, Tuhan, kematian, kekuatan, atau orang tua yang bijak (Hidayat,

2011: 47).

Jung lebih menekankan alam bawah sadar kolektif dan menggunakan

pengalaman-pengalaman personal untuk memperkuat kepribadian total.

Sehingga Jung meletakkan alam bawah sadar kolektif sebagai daya-daya

otonom yang disebut arketipe. Beberapa arketipe yang pokok adalah

(42)

(self).

1.6.2.2.1 Topeng (persona)

Kata persona berasal dari bahasa Latin. Persona berarti

orang atau topeng. Dalam bahasa Yunani kata ini sepadan

dengan kata porsopon, yang juga berarti topeng atau muka. Menurut Jung tiap orang menggunakan topeng yang disesuaikan

dengan tuntutan lingkungannya. Peran itu tak dipikirkan lagi,

tetapi berjalan secara otomatis. Tiap orang

mempertunjukkannya dalam tingkah lakunya (Vlahos, 1979

melalui Alfons, 1994: 7).

Topeng yang kita hadirkan ke dunia dirancang untuk

membuat kesan khusus kepada orang lain dan menyembunyikan

sifat asli kita. Untuk batas tertentu, sosok itu di bawah sadar,

yaitu kita tidak menyadari bahwa kita memakai topeng. Topeng

ini mengatur perilaku sesuai dengan persyaratan kehidupan

sehari-hari (Victore, 2011: 5).

Meskipun persona merupakan sisi yang penting dalam

kepribadian kita, sebaiknya kita tidak mencampurkan bagian

(43)

terlalu dekat dengan persona, maka kita akan membangun

ketidaksadaran mengenai individualitas dan dibatasi dalam

proses mencapai realisasi diri (Jess & Gregory. 2010: 127).

Topeng juga dapat dikatakan sebagai bentuk kompromi

antara tuntutan lingkungan dan kepentingan norma-norma

batiniah seseorang (Jacobi, 1962). Kita menggunakan topeng

agar kita dapat bergaul sepantasnya dengan orang lain (Bischof,

1970). Topeng ini membantu kita mengontrol kekuatan yang

jahat, yang bercokol dalam taraf tak sadar kolektif (Alfons,

1994: 8).

Topeng diperlukan dalam pergolakan hidup manusia. Dia

membantu kita dalam pergaulan, terutama dalam menyesuaikan

diri dengan orang lain, walaupun orang-orang itu tidak kita

senangi. Topeng adalah arketipe yang dibawa sejak lahir. semua

orang memilikinya (Alfons, 1994: 8).

Persona arketipe adalah topeng wajah di muka umum yang kita gunakan untuk menampilakn diri kita sebagai orang

(44)

peran dalam hidup. Kita memainkan peran yang berbeda-beda,

ketika berada di sekolah, di tempat kerja atau dalam lingkungan

sosial. Arketipe persona digunakan untuk membangun hubungan dengan berbagai orang yang berbeda. Persona dapat menolong dan juga dapat membahayakan . Persona dapat merefleksikan diri kita yang sebenarnya, bukan hanya

memainkan peran, tetapi menjadi aturan itu sendiri (Hidayat,

2011:47).

1.6.2.2.2 Sisi Jahat dari Aku (Shadow)

Kata shadow digunakan Jung untuk menunjukkan sisi yang gelap atau sisi yang jahat dalam diri kita. Shadow berbeda dengan persona yang erat hubungannya dengan ego yang

bersifat sadar. Shadow berhubungan dengan taraf tak sadar dan justru menampakkan "dunia kejahatan".

Sisi kepribadian kita yang tidak sadar kita menampilkan di

depan umum yang memiliki sifat-sifat positif atau negatif. Jika

tidak sadar, bayangan sering diproyeksikan ke individu atau

kelompok lainnya (Daniel. 2011: 5).

(45)

yang menampilkan kualitas-kualitas yang tidak kita akui

keberadaannya serta berusaha disembunyikan dari diri kita

sendiri dan orang lain. Serta lebih mudah memproyeksi sisi

gelap kepribadian kita pada orang lain, dengan melihat

kejelekan dan sifat jahat pada orang lain yang tidak ingin kita

lihat pada diri kita (Jess & Gregory 2010: 127).

Shadow memiliki dua aspek primer. Yang pertama berhubungan dengan taraf tak sadar personal, dan yang lainnya

berhubungan dengan taraf tak sadar kolektif. Dalam taraf tak

sadar personal, shadow merupakan kumpulan pengalaman yang

ditolak seseorang atas dasar moral atau estetis. Dalam taraf tak

sadar kolektif, shadow merupakan personifikasi yang universal dari bentuk kejahatan dalam psike (Alfons, 1994: 10).

Shadow muncul dalam berbagai bentuk, seperti perangai yang buruk, sakit yang tak tentu sebabnya, keinginan untuk

mencelakai orang lain, dan sebagainya. Jung mengatakan bahwa

dorongan-dorongan itu tidak dapat kita kontrol. Bahkan mereka

bekerja secara independen dalam taraf tak sadar. Dimana

(46)

berlawanan satu sama lain. Ego adalah sisi positif dari pribadi

manusia, sementara shadow adalah sisi negatifnya.

1.6.2.2.3 Sifat Kewanitaan dalam Pria (Anima)

Jung berkeyakinan bahwa pria dan wanita mempunyai

unsur dari jenis seks yang lain dalam dirinya sendiri. Arketipe

wanita dalam diri pria disebut anima, sedangkan arketipe pria dalam wanita disebut animus (Jung, 1963). Anima bekerja positif pada seorang pria bila ia membangkitkan inspirasi,

kemampuan intuitif, dapat memberikan peringatan dan

sebagainya. Sedangkan dia juga dapat membawa dampak

negatif, berupa perangai yang buruk atau suasana hati yang tidak

menentu. Sedangkan animus pada wanita beraspek positif bila

menampakkan diri dalam argumentasi berdasarkan pemikiran

yang logis dan masuk akal. Aspek negatifnya, bila wanita

bermulut tajam, tanpa perasaan dan sebagainya (Alfons, 1994:

11).

Anima dan Animus adalah personifikasi dari sifat feminin alam manusia sadar dan maskulin seorang wanita. Biseksualitas

(47)

besar gen laki-laki (atau perempuan) yang merupakan faktor

penentu dalam penentuan seks. Anima dan animus

menampakkan diri biasanya dibentuk dari personifikasikan

sebagai tokoh dalam mimpi dan fantasi (mimpi gadis, kekasih

impian) dan dalam irasionalitas perasaan seorang pria berpikir

wanita. Animus dan anima harus berfungsi sebagai jembatan, atau pintu yang mengarah ke gambar dari kolektif sebagai

persona harus menjadi semacam jembatan ke dunia. (Victore,

2011: 6).

Anima, seseorang pria harus melampaui batas intelektualnya, jauh ke bagian terdalam ketidaksadarannya dan

menyadari sisi feminin dari kepribadiannya, Jung dapat

mengenali animanya hanya setelah ia belajar untuk merasa nyaman dengan bayangannya (Jess & Gregory. 2010: 128).

Bila anima merepsentasikan mood dan perasaan yang irasional, maka animus merupakan symbol dari proses berpikir

dan bernalar. Animus mampu memengaruhi proses berpikir seorang wanita, yang sebenarnya tidak dimiliki oleh seorang

wanita. Jung percaya bahwa animus bertanggung jawab dalam

(48)

anima yang menghasilkan perasaan dan mood seorang pria (Jess & Gregory. 2010: 129).

1.6.2.2.4 Self, atau Aku

Self atau "Aku" adalah bagian sadar dari kepribadian kita. Aku adalah tujuan akhir dari perkembangan kepribadian setiap

manusia, yang oleh Jung juga disebut sebagai jalan menuju

individu. Jung mengatakan bahwa aku (self) tak dapat dicapai dalam usia yang masih muda. Aku akan kita capai kalau kita

sudah berada pada usia menengah, limapuluh tahun keatas.

Kalau seseorang sudah mencapai keselarasan atau harmoni,

terciptalah aku (Alfons, 1994: 11).

Jung mempercayai bahwa setiap orang memiliki

kecenderungan, untuk bergerak menuju perubahan,

kesempurnaan, dan kelengkapan, yang diwarisi. Ia menyebut

disposisi bawaan ini sebagai diri (self). Walaupun diri tidak pernah mencapai keseimbangan yang sempurna, setiap orang

dalam ketidaksadaran kolektifnya memiliki sebuah konsep

tentang diri yang sempurna dan terpadu (Jass & Gregory. 2010:

(49)

1.7 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian mencakup pendekatan, metode, dan teknik

penelitian.

1.7.1 Pendekatan

Studi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan struktural

dan pendekatan psikologi. Penelitian ini akan memulai dengan analisis

pendekatan stuktural terlebih dahulu. Pendekatan struktural dilakukan untuk

mengidentifikasi, mengkaji dan mengdeskripsikan fungsi dan hubungan

antar unsur instrinsik fisik yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi,

misalnya bagimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan,

latar, sudut pandang dan lain-lain (Nurgiantoro, 2010: 37). Dalam

pendekatan ini, kajian dengan pendekatan dibatasi pada kajian tentang tokoh

dan penokohan, alur serta latar.

Pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan yang menelaah karya

sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam

menelaah suatu karya psikologi hal penting yang perlu dipahami adalah

sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang

menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan.

(50)

khususnya pada persona, shadow, anima-animus, dan self.

1.7.2 Metode Penelitian

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, metodologi penelitian ini

adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kulitatif adalah metode yang

secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan

menyajikannya dalam bentuk deskripsi yang Dikaitkan dengan hakikat

penafsiran. Metode yang memberi perhatian terhadap data ilmiah, data

dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya, data dalam

hubungannya dengan konteks keberadaanya. Cara-cara inilah yang

dianggap sebagai multimetode sebab penelitian pada gilirannya melibatkan

sejumlah besar gejala sosial yang relevan. Dalam penelitian karya sastra,

akan dilibatkan pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada

umumnya (Ratna, 2012,46-47).

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu

teknik baca catat dan teknik studi pustaka. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah teknik baca catat. Teknik baca catat adalah metode yang

digunakan untuk mengumpulkan data dengan jalan membaca seluruh isi

(51)

Teknik studi pustaka untuk mendapatkan data serta referensi yang

akurat untuk analisis teks sesuai dengan teori yang digunakan. Pelaksanaan

teknik ini yaitu menelaah pustaka yang ada kaitannya dengan objek

penelitian, yakni Studi Arketipe terhadap tokoh Arsena dalam novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno.

1.7.4 Sumber Data

Sumber data terdiri atas sember primer dan sumber sekunder.

1.7.3.1 Sumber Data Primer

Judul : Cermin Merah

Penerbit : PT. Grasindo

Tahun Terbit : 2004

Tebal Buku : xii + 426 halaman

Cetakan : Pertama

1.7.3.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang mendukung penulis berupa buku

Cetak, artikel-artikel dari internet yang berhubungan dengan objek

(52)

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I Pendahuluan

berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam

penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakannya penelitian

ini. Manfaat penelitian ini menjelaskan manfaat yang bisa diambil dari hasil

penelitian ini. Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka yang pernah membahasa

tentang novel Cermin Merah karya Nano Riantiarno. Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Metode

penelitian menjelaskan pendekatan, metode penelitian, teknik pengumpulan data,

dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini. Sistematika penyajian

menguraikan urutan hasil penelitian dalam penelitian ini.

Bab II berisi Pembahasan struktur novel meliputi tokoh, dan penokohan,

latar, alur. Bab III berisi Analisis Studi Arketipe Tokoh Arsena dalam novel

(53)

36

BAB II

ANALISIS STRUKTUR NOVEL CERMIN MERAH

Dalam bab ini akan dianalisis unsur-unsur penceritaan dalam novel

Cermin Merah karya Nano Riantiarno. Analisis akan difokuskan pada tokoh, penokohan, latar, dan alur. Kajian terhadap tokoh, penokohan, latar dan alur

dilakukan untuk memahami secara komperensif dan mendalam untuk

menganalisis unsur arketipe terhadap tokoh Arsena. Latar menjelaskan tentang

situasi yang dihadapi tokoh Arsena. Alur menceritakan hubungan sebab-akibat

terjadinya peristiwa yang dialami oleh tokoh Arsena. Dalam novel ini pengarang

mengekspresikan dan mengungkapkan gagasan-gagasannya melalui unsur

struktur. Tiga unsur inilah yang akan mempengaruhi ruang gerak serta sikap tokoh

Arsena dan tokoh-tokoh lainnya.

2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan

Dalam novel Cermin Merah terdapat banyak tokoh, di antaranya Arsena, Edu, Nancy, Herman, Ayah, Ibu dan masih banyak tokoh yang lain. Begitu banyak

tokoh yang terlibat dalam cerita tersebut, akan tetapi penulis hanya akan

menganalisis tokoh utama yaitu Arsena, tokoh tambahan yaitu Edu, Herman dan

Nancy. Alasan memilih keempat tokoh ini adalah untuk mengetahui secara

mendalam hubungan interaksi yang terjadi antara tokoh arsena dengan

tokoh-tokoh lainnya. Arsena sebagai tokoh-tokoh utama memiliki peran utama dalam cerita,

(54)

dan Nancy hadir dan erat kaitannya dalam kehidupan kepribadian tokoh Arsena.

Oleh karena itu tokoh Edu, Herman dan Nancy juga akan dikaji sosok dan

perwatakannya.

2.1.1 Tokoh Utama

Dalam novel ini tokoh utama adalah Arsena. Pengarang memulai

dengan menggambarkan sifat Arsena ketika masih duduk di Sekolah

Menengah Atas. Tokoh Arsena digambarkan sebagai anak yang memiliki

mental yang kuat, tidak putus asa, pemberani, menerima apa adanya yang

terjadi pada dirinya. Bahkan ia tidak peduli dengan omongan orang yang

selalu membicarakannya. Hal ini terlihat dalam kutipan-kutipan berikut.

“Sejak itu tak seorang pun berani mengejek Anto lagi. Tentu, tak ada yang mau menerima resiko berurusan denganku. Mereka sudah melihat bagaimana aku mengalahkan Darsono. Enak juga jadi yang ditakuti” (Riantiarno, 2004: 67).

“Aku tidak tahu persis mengapa Anto bertingkah seperti perempuan. Dan aku tidak ingin tahu detailnya. Aku terima dia sebagaimana adanya. Dia kini temanku” (Riantiarno, 2004: 67).

Persahabatannya dengan Anto menjadikan Arsena tumbuh menjadi

pribadi yang mulai melanggar dari aturan adat biasanya. Berawal dari

persahabatan tumbuh rasa saya diantara mereka dan terjadilah hubungan

(55)

"Beruntung Anto duduk sebangku denganku dan jadi teman

akrab" (Riantiarno, 2004: 66).

"Dia tertawa dan coba membantu mengelap keringat dengan saputangannya. Aku jadi risih. Segera kurebut saputangannya. Aku tak ingin teman-teman melihat adegan ini. Anto senang. Tertawa. Tangan kanan menutupi mulut. Betul-betul seperti gadis perawan" (Riantiarno, 2004: 69).

“Getaran aneh berhasil membukakan katup gairah kejantanan. Seharusnya aku malu. Tapi memang kemaluanku berdiri. Harus kuakui. Wajarkah ini? Lalu bagimana?Kuterima cintanya? Kemudian kami berpelukan. Disusul sebuah ciuman? Apa wajar? Anto bukan seorang gadis” (Riantiarno, 2004: 94).

Arsena berbeda dengan tokoh-tokoh yang lain. Ia tumbuh dengan

perasaan yang dari awal sudah berbeda sehingga ia tumbuh dengan beban

psikologi yang berbeda. Hal itu sejak ia bertemu dan berteman dengan

Anto sehingga Arsena mengalami hubungan yang tak wajar.

Namun, di luar itu Arsena juga digambarkan sebagai seorang anak

yang dalam perkembangan pribadinya mengalami banyak masalah seperti

peristiwa kematian sang kakak yang dalam perkembangannya sebagai

orientasi dirinya, anto yang meninggal akibat kecelakaan dan tragedi

ayahnya yang diculik karena di anggap terlibat G30S/PKI. Ini terlihat

dalam kutipan berikut.

(56)

Gunung Crm. Ketika peti jenazah turun dari rumah, aku berjalan di samping lelaki tua berstelan jas hitam yang wajahnya murung. Ayah Anto" (Riantiarno, 2004: 137).

"Dari Anto dua buku puisi, dari Herman dua peti buku. Dan nanti, seluruh isi peti wasiat jadi punyamu juga. Harus kausimpan baik-baik. Anggap saja keramat. "Sungguh mati, aku tidak peka malam itu. Aku cuman menganggap gurauan kakak agak keterlaluan. Padahal jelas-jelas semua itu semacam isyarat perpisahan" (Riantiarno, 2004: 138).

"Hilman pindah ke Jakarta sebelum Kakak mati di puncak Crm" (Riantiarno, 2004: 148).

“Pada suatu malam berhujan, sebuah pikap Gaz dan dua truk tentara menggerebek rumah kami. Dengan keramahan yang menakutkan, mereka membawa ayah” (Riantiarno, 2004: 9).

"Sama sekali tak disangka, malam itu jadi saat-saat terakhir kali aku melihat Ayah" (Riantiarno, 2004: 12).

"Para tetangga menyebar bisik-bisik, Ayah komunis. Ayah pimpinan teras partai yang resmi sudah dilarang. Dan karena Ayah dianggap komunis, mereka mulai menjauh" (Riantiarno, 2004: 14).

Dampak dari peristiwa ayahnya membuat keluarganya dalam

kesulitan dalam mencari pekerjaan karena Arsena tidak memiliki surat

bebas G30S/PKI. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

"Kesulitan hidup semakin berat menekan. Segalanya mendadak jadi sulit atau dipersulit. Orang-orang memasang jarak. Malah ada yang terang-terangan memusuhi. Kami bisa merasakannya“ (Riantiarno, 2004: 26).

(57)

"Setiap kantor menanyakan surat atau kartu bebas G-30S/PKI. Semula aku tidak menyangka kartu itu begitu penting" (Riantiarno, 2004: 29).

"Aku tidak mungkin bisa memiliki surat bebas G-30S/PKI sebab ayahku ditahan karena dianggap terlibat PKI" (Riantiarno, 2004: 29).

Kesulitan mencari pekerjaan karena tidak memiliki surat bebas

G30S/PKI membuat Arsena memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Mencoba

mengadu nasib agar dapat bertahan hidup. Ini terlihat dalam kutipan

berikut.

"Surat Johari melahirkan minat yang sebelumnya tak terpikirkan. Kenapa tidak ke Jakarta, mengadu nasib? Siapa tahu peruntungan lebih baik. Makin hari niat makin keras. Ya, Jakarta" (Riantiarno, 2004: 31).

“Aku ingin maju. Dan harapanku, kerja hanya bisa diperoleh di kota besar macam Jakarta” (Riantiarno, 2004: 37).

“Sejak tinggal di Jakarta aku mencoba sekuat daya melupakan peristiwa ayah. Kenangan malam berhujan di kota C, sangat menyakitkan” (Riantiarno, 2004: 177).

Selama di Jakarta, Arsena tinggal bersama Hilman. Arsena

kemudian berkenalan dengan Nancy seorang gadis yang menjadi

kekasihnya. Namun, ia juga berkenalan dengan Edu seorang gay yang akhirnya menjadi teman asmaranya. Perkenalannya dengan Edu inilah

(58)

membuatnya melukai hati Nancy. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Aku tahu Nancy mulai mencium suasana aneh. Tapi dia diam. Lagi pula dia belum bisa membuktikan keanehan itu akan merugikan percintaan kami” (Riantiarno, 2004: 281).

"Edu duduk di pinggir tempat tidur. Mengusap-usap rambutku. Lagi-lagi, tak kuasa mencegah. Dia barut-barut punggung dan leherku, mencoba menghangatkan tubuhku dan mengembalikan kesadaran. Tapi aku tetap tak berdaya. Dan, Aku mengenal Edu yang sebenarnya hari itu. Hilman betul. Edu selalu siap memanfaatkan setiap peluang. Dia tahu bagaimana cara memanfaatkannya. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku lemah, tak berdaya" (Riantiarno, 2004:

Setelah tinggal di Jakarta, kehidupan Arsena semakin membaik

karena ia bekerja bersama Hilman dalam bidang perancang seni serta

kedekatannya dengan Edu membuatnya menjadi orang berkecukupan.

Sebelum pergi ke Jakarta Arsena hanyalah anak yang berasal dari

keluarga sederhana, ibunya bekerja sebagai penjual bunga dan ayahnya

keberja di PT. Kereta api. Ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Kami bukan orang kaya. Dibanding para pejabat kota yang hidup mewah, kami bisa dibilang miskin” (Riantiarno, 2004: 24).

Referensi

Dokumen terkait

Sejauh pengamatan penulis, belum ada penelitian yang membahas konflik batin tokoh utama dalam novel Titik Balik karya Rani Rachmani Moediarta dengan tinjauan

pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberi umpan- balik kepada peneliti tentang masalah

Adapun pendekatan yang digunakan yaitu psikologi sastra, yaitu mendeskripsikan motivasi hidup tokoh utama dengan menggunakan sudut pandang psikologi sastra yang

Objek material penelitian ini adalah novel karya Ernest Prakasa berjudul Ngenest, sedangkan objek formalnya adalah konflik batin tokoh utama yang akan dikaji menggunakan teori

Minderop (2011: 54) mengatakan terdapat tiga cara untuk memahami keterkaitan antara ilmu psikologi dan sastra, yaitu: a) menganalisis unsur kejiwaan pengarang

tokoh, alur, dan latar yang terdapat di dalam novel Pillow Talk , selanjutnya penulis akan.. meneliti menggunakan kajian psikologi sastra yaitu

Cerpen ini memiliki alur flash back (sorot balik) karena adegan akhir disuguhkan pada awal cerita. Ke mana malaikat-malaikat itu pergi pada hari Sabtu, ketika kota dihujani

Analisis struktural yang digunakan dalam skripsi ini adalah tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang; (2) Mendeskripsikan aspek psikologi dalam