• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

E. Bentuk-bentuk Usaha Pembinaan dalam Meningkatkan Pemahaman

1. Shared Christian Praxis Sebagai Salah Satu Model Katekese

Mengembangkan visi dan misi tarekat dalam keseluruhan tugas pengutusan Gereja, katekese dipandang sebagai sarana yang sangat penting bagi para uskup dalam sidang MAWI

dari se

menurut pola Kristus menuju pada hidup Kristiani yang dewasa penuh. Dalam perkem

man atau tukar pengalaman iman antara anggota jemaat/kelompok yang sebagai kesaksian saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman ed.1981: 10).

di dalamnya menggali dan meningkatkan pemahaman dan pengha

tahun1976 merumuskan katekese sebagai usaha tolong-menolong terus menerus tiap anggota untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun bersama

bangannya, para uskup dalam PKKI I yang dilaksanakan di Sindanglaya tahun 1977 bersepakat bahwa yang menjadi arah katekese adalah umat. Akhirnya gagasan mengenai katekese umat dirumuskan secara mantap dalam PKKI II di Klender tahun 1980 sebagai:

Komunikasi i

masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna (Huber,

Katekese umat merupakan proses komunikasi iman dari peserta yang saling bersaksi tentang imannya akan Yesus Kristus. Dalam katekse umat peserta bersedia terlibat dalam usaha saling membagi dan mengembangkan anggota kelompok. Anggota saling membangun demi penghayatan menuju kepenuhan hidup Kristiani yang makin matang dan dewasa.

Katekese sebagai bentuk pembinaan merupakan kegiatan yang terjadi komunikasi iman. Dalam usaha

yatan kepemimpinan Pater Jules Chevalier dengan spiritualitas hati, katekese hanya bisa terjadi bila para MSC ada di dalam proses, melibatkan diri dengan saling memberi dan menerima. Saling tukar menukar pengalaman antara yang yunior, senior

dan medior sehingga akan memperkaya peserta satu sama lain. Kesadaran akan keterbatasan memungkinkan peserta saling terbuka untuk menerima dan memberi dalam memahami kepemimpinan Pater Jules Chevalier dengan spiritualitas hati.

a. Pengertian Shared Christian Praxis

Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antara “tradisi

tujuan untuk perubahan hidup meliputi

ru). Praxis merupakan suatu praktek

” dan “visi” hidup mereka dengan “Tradisi” dan “Visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model katekese ini bermula dari pengalaman hidup peserta, yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan Visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi pendekatan ini pada “praxis” peserta.

Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu “praktek” (lawan dari “teori”) saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan sengaja. Praxis

mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai

kesatuan antara praktek dan teori (yang membentuk suatu kreativitas), antara refleksi kritis dan kesadaran historis (mengarah pada keterlibatan ba

yang didukung oleh refleksi teoritis dan sekaligus suatu refleksi teoritis yang didukung oleh praktek. Praxis ini merupakan ungkapan pribadi yang meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari hidup kita. Tindakan ini meliputi sesuatu yang

kumiliki, kurasakan, kualami. Sesuatu yang faktual dan bukan sesuatu yang teoritis, atau apa yang dikatakan oleh orang tanpa pembuktian.

sed

dan ngsi untuk membangkitkan

dip dije

asa ujudan diri manusia. Karena bersifat historis, tindakan manusia perlu

2)

” dan “Visi” iman kristiani sepanjang sejarah.

kan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat tran

Dalam peristilaan ini, praxis masa kini meliputi sesuatu yang terjadi masa lampau, yang ang terjadi dan sesuatu yang akan terjadi di masa depan.

Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas, refleksi kreativitas. Ketiga unsur pembentuk itu berfu

perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang dapat ertanggungjawabkan secara etis dan moral. Secara ringkas, ketiga unsur itu dapat

laskan, sebagai berikut:

1) Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan medan m kini untuk perw

ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu.

Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat serta terhadap “Tradisi

3) Kreativitas merupa

senden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru. 4) Refleksi Kritis

Refleksi kritis merupakan suatu kegiatan manusia yang meliputi tiga unsur: akal budi kritis dalam mengevaluasi masa sekarang, ingatan kritis dalam menyingkap masa lalu dalam masa sekarang, dan imaginasi kreatif untuk menghadapi masa depan dalam masa sekarang.

b. Sharing – Dialog

Sharing atau dialog bukanlah berarti bahwa peserta harus omong terus menerus tian dalam satu pertemuan. Sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengeta

iptakan endiri. Bahkan dalam Gereja tidak semua tradisi yang ada diterima sebagai Tradisi

dan bergan

huan serta saling mendengarkan pengalam orang lain. Dialog dimulai dari diri sendiri dan diungkapkan selaras dengan pengalamannya sendiri dalam suasan penuh persaudaraan dan cinta kasih. Oleh karena itu, dialog dekat dengan arti “sarasehan” (yang dapat diartikan dari akar kata Jawa ‘saras’ (selaras) dan ‘asih’ (kasih): mencari keselarasan hati-budi dan cinta kasih). Dalam dialog ini ada dua unsur penting, yakni: membicarakan dan mendengarkan.

c. Tradisi

Tradisi (dengan huruf T ) dalam Gereja berarti bukan hanya sejarah naratif atau adat istiadat ritual masa lampau saja, tetapi seluruh pengalaman iman umat dalam bentuk apapun yang sudah terungkap dan yang sudah dibakukan oleh Gereja dalam rangka menanggapi perwahyuan Allah di dunia ini. Orang tidak bisa begitu saja menc

Tradisi s

. Tradisi Gereja meliputi seluruh corak kehidupan kristiani, Kitab Suci tertulis, ajaran Gereja resmi, interpretasi/tafsir, penelitian para teolog, praktek suci, ibadat, sakramen, simbol, ritus, pesta/peringatan, hiasan atau lukisan yang menjadi ekspresi iman umat akan pengalamannya berhadapan dengan Allah, berdasarkan peristiwa historis, khusunya kehadiran Allah dalam hidup, mati dan kebangkitan Kristus. Sedangkan tradisi (dengan huruf t) menunjuk pada pengalaman hidup manusia (peserta) sehari-hari.

Pengertian Visi (dengan huruf besar V) dalam gereja sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari Tradisi, karena Visi itu bukan sekedar suatu pengetahuan tertentu saja, tetapi suatu kenyataan hadirnya atau manifestasi konkrit dari isi Tardisi, dan yang menjadi jawaban hidup orang beriman terhadap apa yang ditawarkan dalam pengalaman iman kristiani dan terhadap janji Allah yang terungkap dalam Tradisi atau pengalaman iman k

ti memperjelas, menafsirkan, mengkritik teks dari alam rangka membimbing umat guna menem

ngan istiani. Dalam dialektika ini terdapat proses ‘thesis, menegaskan’, ‘an n synthesis, melampaui batas’. Tiga unsur tersebut tidak dapat

tu dengan yang lainnya. f.

pok

Nam menyampaikan beberapa perubahan, dan tetap kan 5 (lima) langkah pokok, yang didahului langkah 0, sebagai berikut: 1) Langkah 0 (Awal)

ristiani. Jadi Visi merupakan manifestasi konkrit dari jawaban manusia terhadap janji Allah yang terwujudkan dalam sejarah dan tradisi.

e. Interpretasi/Hermeneutik Dialektis Hermeneutik/interpretasi berar

tradisi sejauh diungkapkan oleh para ahli d

ukan kehendak Allah bagi umat dalam hidupnya sehari-hari sehingga umat mampu dan bisa membedakan roh-roh dan menegaskan kehendak Allah dalam setiap langkah konkritnya.

Sifat dialektik berarti mengkonfrontasikan “visi” dan “tradisi” peserta de “Visi” dan “Tradisi” kr

tithesis, menolak’ da dipisahkan sa

Langkah-Langkah Shared Christian Praxis

Dalam kedua bukunya Thomas H. Groome mengemukakan 5 (lima) langkah ok. Pada prinsipnya langkah-langkah dari kedua buku tersebut tidak sangat berbeda.

un dalam buku yang kedua, Groome mengemuka

Pemusatan aktivitas Tujuan:

Mendorong umat (subyek utama) menemukan topik ya a)

ng bertolak dari kehidupan asar pertemuan. Dengan demikian tema

b)

keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film, g menunjang peserta menemukan salah satu aspek

c)

anusia. Melalui refleksi , sejarah manusia dapat antara pewahyuan Allah dan tanggapan manusia

d)

sar hendaknya sungguh-sungguh mendorong peserta untuk terlibat ; kedua, pemilihan tema dasar konsisten dengan model “Shared

pasi dan dialog; Ketiga, tema dasar tidak gan dengan iman kristiani.

e)

konkret yang selanjutnya menjadi tema d

dasar sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka.

Sarana

Bisa simbol,

telenovela atau sarana lain yan

yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan tersebut. Pemusatan Aktivitas mengungkapkan apa?

Mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa aktif mewahyukan diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan m

menjadi medan perjumpaan terhadap-Nya.

Petunjuk pemilihan tema dasar Pertama, tema da

aktif dalam pertemuan

Christian Praxis” yang menekankan partisi bertentan

Pertama, menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung (kondusif); kedua, memilih sarana yang tepat; Ketiga, membantu peserta merumuskan prioritas

2)

a)

ini membantu peserta untuk mengungkapkan an hidup faktual (fakta).

b)

kat, atau gabungan keduanya.

d)

l-betul mengungkapkan pengalaman

e)

endukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya berkaitan dengan tema yang tepat.

Langkah I (Pertama)

Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual Tujuan

Berdasarkan tema dasar, langkah pengalam

Isi

Bisa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi di dalam masyara

c) Cara yang dipakai

“Sharing”. Peserta membangikan (to share) pengalaman hidup yang sungguh-sungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog ini peserta boleh diam, karena “diam” pun merupakan salah satu cara berdialog. “Diam tidak sama dengan “tidak terlibat”.

Bentuk

Lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantomim, dan sebagainya. Yang penting, bentuk itu bisa dimengerti oleh peserta lain dan betu

hidup faktual.

Peran dan tanggungjawab Pembimbing

Pertama, berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan m

tema dasar. Kalau peserta banyak, sebaiknya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil;

ung harga diri seseorang, (4) sesuai dengan latar belakang peserta, dan (5) terbuka dan obyektif (misalnya: Gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa

f)

sahabat, peka pada latar belakang keadaan dan

3)

a)

b)

suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap

peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan, dan

i dan apa yang dirahasiakan peserta; Keenam, menyadari kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang (1) jelas, (2) terarah, (3) tidak menyingg

bersifat

yang Anda temui, lihat, dengar, dan lakukan?). Sikap Pembimbing

Ramah, sabar, hormat, ber

permasalahan peserta, katakan pada peserta bahwa mereka boleh memilih pertanyaan yang cocok.

Langkah II (Kedua)

Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Faktual (mendalami pengalaman hidup peserta)

Tujuan

Memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya.

Tanggungjawab Pembimbing Pertama, menciptakan

gagasan serta sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis setiap peserta; Ketiga, mendorong

bersama

imajinasi peserta; Keempat, mengajak setiap peserta untuk berbicara tapi tidak memaksa; Kelima, menggunakan pertanyaan yang menggali tidak menginterogasi dan mengganggu harga dir

kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis

4)

a)

kan nilai-nilai tradisi dan Visi kristiani agar lebih terjangkau dan k kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang

b)

c)

Tradisi dan Visi tentik dan normatif; Kedua, cara dan isi tafsiran bertujuan

imbing bisa akan metode kuliah, diskusi kelompok, memanfaatkan produk-produk audio visual atau media murah. Keempat bersifat tidak mendikte tetapi mengantar peserta terhadap pengalaman hidupnya.

Langkah III (Ketiga)

Mengusahakan Supaya tradisi Dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)

Tujuan

Mengkomunikasi lebih mengena untu kebudayaannya berlainan. Tradisi dan Visi

Tradisi dan Visi kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan ilahi: dialogal dan menyejarah, dan normatif, seperti terungkap dalam Kitab Suci, dogma, pengajaran Gereja, liturgi, spiritualitas, devosi, seni dalam Gereja, kepemimpinan, dan kehidupan jemaat beriman.

Peranan Pembimbing

Untuk menafsirkan, pembimbing perlu: Pertama, menghormati kristiani sebagai yang o

memberi informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani menjadi miliknya. Ketiga, menggunakan metode yang tepat. Pemb

ke tingkat kesadaran, tidak mengulang-ulang rumusan; tidak bersikap sebagai “guru”, adakalanya bersikap sebagai”murid” yang siap belajar. Kelima, tafsiran dari pembimbing mengikutsertakan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri. Keenam, harus membuat persiapan yang matang dan studi sendiri.

Langkah IV (Keempat) Interpretasi/ T

5)

afsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan rapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta konkret)

d)

ereka ke dalam Tradisi dan Visi empersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan

e)

a mendialogkan hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua man nilai-nilai Tradisi dan uhkan, mengkritik atau mempertanyakan, dan mengundang Visi Peserta (Mene

Tujuan

Mengajak peserta, berdasarkan nilai Tradisi dan Visi kristiani, menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang hendak dihilangkan, dan nilai-nilai baru yang hendak diperkembangkan. Di satu pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup m

kristiani, di lain pihak m Visi kristiani.

Apa yang terjadi? Pesert

dengan isi pokok langkah ketiga. Mereka bertanya, bagai Visi kristiani meneg

mereka untuk melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan semangat, nilai, dan iman yang baru demi terwujudnya Kerajaan Allah?

f) Apa yang didialogkan?

Perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi, dan penegasannya yang menyatakan kebenaran, nilai, serta kesadaran yang diyakini.

g)

h)

isme: bahwa tafsiran pembimbing sebagai kebenaran satu-satunya.

a, meyakinkan peserta bahwa mereka mampu temukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan

6)

ujudnya Kerajaan Allah Di dunia Ini

a)

etanoia: pertobatan pribadi dan sosial yang kontinyu. keputusan

Cara

Dengan tulisan, penjelasan, simbol, atau ekspresi artistik. Yang perlu dihindari

Subyetivisme dan Obyektivisme: bahwa pendapat peserta yang paling benar; Obyektiv

i) Peranan Pembimbing

Pertama, menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing; Kedu

memper

Visi kristiani; Ketiga, mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; Keempat, menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan kata mati; Kelima, mendengar dengan hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta.

Langkah V (Kelima)

Keterlibatan Baru Demi Makin terw (Mengusahakan Suatu aksi Konkret) Tujuan

Mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan Visi kristiani. Keprihatiannya adalah praktis, yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan m

Karena dipengaruhi oleh topik dasar, maka keputusan dapat beraneka ragam bentuk dan sifatnya; subyek dan arahnya. Bentuknya, ada yang menekankan aspek kognitif (pemahaman), aspek afektif (perasaan), dan tingkah laku (praktis-politis). Sifatnya, bisa lebih menyangkut tingkat personal, interpersonal, atau sosial politis. Subyeknya, dapat bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama. Arahnya, dapat lebih intern untuk kepentingan kelompok atau ekstern untuk kepentingan di luar kelompok (keterlibatan kepada sesama).

c) Tan

Dalam katekes

am memimpin komunitas, dalam pengambilan keputusan, persaudaraan, komunikasi, hidup

bersama dan masalah spirit dalam relasi kepemimpinan, namun menjadi salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk memperbaiki dan meningkatkan

ggungjawab Pembimbing

Pertama, menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif dari langkah ini; Kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan operasional (tidak perlu muluk-muluk) yang membantu peserta; Ketiga, menekankan sikap optimis yang realistis pada peserta; keempat, pembimbing dapat merangkum hasil langkah pertama sampai ke empat, supaya dapat lebih membantu peserta; Kelima, mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama; Keenam, sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan.

Melalui katekese ini para MSC dilatih untuk berani mengungkapkan diri, terlibat secara aktif dan ikut bertanggungjawab terhadap perkembangan kelompok.

e ini ketidakpedulian dan kesulitan komunikasi kiranya bisa diatasi lewat katekese umat yang melibatkan peserta aktif untuk saling memberi dan menerima. Walaupun katekese bukan “obat” yang mujarab untuk menghilangkan masalah-masalah dal

komun

alam pengalaman idupnya sehari-hari. Pada umumnya rekoleksi dilaksanakan dalam waktu yang tidak setengah hari atau satu sampai dua hari saja. Lamanya rekoleksi bertitik tolak ikasi dari hati ke hati antara pemimpin dan anggota dan antar anggota dalam komunitas dalam bingkai iman harap dan kasih yang mempersatukan semuanya.

Kepemimpinan Pater Jules Chevalier dengan spiritualitas hati selalu berpijak pada pola kepemimpinan dan semangat Yesus yang adalah pelayan sejati sekaligus mempunyai kelemahlembutan dalam melaksanakan setiap tugas perutusan Bapa-Nya.

Dokumen terkait