• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Aplikasi Proses Termal

2. Sifat fisik

Sifat fisik yang dianalisis terdiri dari pengukuran nilai pH, warna, dan kekuatan pecah pada hari ke-0 serta pengukuran tingkat sineresis pada hari ke-0, -1, -2, dan -3. Sifat fisik tersebut penting untuk diketahui karena merupakan karakter utama dari gel cincau. Karakter fisik adalah yang pertama kali akan dilihat oleh konsumen. Dari karakter fisik juga bisa mempresentasikan cemaran mikrobiologi dan sifat fungsional. Warna gel cincau hijau bisa menunjukkan kadar klorofil. Rusaknya gel cincau hijau bisa terlihat dari tingginya laju sineresis. Secara lengkap hasil analisis sifat fisik dapat dilhat pada Tabel 6. Uji statistik yang digunakan adalah uji analisis ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Aplikasi yang digunakan adalah SPSS 21.

Tabel 6. Hasil analisis sifat fisik Perlakuan

Pasteurisasi

Nilai pH

Nilai L Nilai a Nilai b Tingkat Sineresis (%) Kekuatan Pecah (g/cm2) Titik Pecah (cm) Rigiditas (g/cm) Tanpa Pasteurisasi 8.41b 25.03c -0.92 5.51 1.62b 448.3359 2.91 1.9709 75°C 8.32ab 21.84a -0.56 3.77 1.59b 265.9094 2.74 1.1103 85°C 8.40b 24.01bc -0.73 5.00 1.00a 266.9955 2.65 1.1290 95°C 8.24a 22.64ab -0.60 4.20 1.28ab 493.7105 3.13 1.9955

Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. 7.52a 2.30b 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Tanpa pasteurisasi Pasteurisasi 85°C (25 menit) L o g CF U/g Perlakuan

a. Nilai pH

Nilai pH atau konsentrasi ion hidrogen yang aktif sering menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam produk pangan yang dihasilkan. Sebagian besar bakteri tumbuh optimum pada pH mendekati netral. Sebagian besar kapang senang hidup pada pH asam. Begitu pun khamir yang umumnya tumbuh lebih baik pada suasana asam dan tidak tumbuh dengan baik pada suasana basa (Muchtadi 2008).

Kisaran nilai pH gel cincau hijau yang tertera pada Tabel 6 sebesar 8.24-8.41 yang menunjukkan bahwa pH sampel gel cincau ini ke dalam kategori produk pangan berasam lemah (>4.6). Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 8. Pasteurisasi sampel gel cincau hijau dengan suhu 95°C memiliki penurunan yang berbeda signifikan dengan sampel gel cincau hijau yang dipasteurisasi dengan suhu 85°C dan sampel tanpa pasteurisasi, sedangkan bila dibandingkan dengan sampel yang dipasteurisasi dengan suhu 75°C tidak berbeda nyata. Secara umum, sampel yang dipasteurisasi mengalami penurunan pH bila dibandingkan dengan sampel yang tidak dipasteurisasi. Namun, perlakuan pasteurisasi menurunkan nilai pH sampel tanpa pasteurisasi secara signifikansi pada taraf 5%, yaitu 0.097 (p>0.05). Hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Pasteurisasi 95°C memiliki nilai pH terkecil (penurunan pH terbesar) dibanding dua suhu pasteurisasi yang lain, sedangkan yang tidak dipasteurisasi memiliki nilai pH tertinggi. Penurunan pH ini disebabkan oleh keluarnya asam organik dari dalam jaringan (daun) akibat proses pemanasan (Gross 1991). Pemanasan dapat menginisiasi pembentukan dari asam-asam baru. Di sayuran, beberapa asam yang telah diidentifikasi diantaranya asam oksalat, asam malat, asam sitrat, dan asan asetat (Von Elbe dan Schwartz 1996). Suhu di atas 70°C dapat mendekomposisi NaHCO3. Reaksi yang mungkin terjadi adalah NaHCO3 ↔ HCO3- kemudian HCO3- + H2O ↔ H2CO3 + OH-. Saat pengukuran nilai pH, konsentrasi OH- mencapai konsentrasi tertentu (sudah jenuh) akan menggeser reaksi ke arah kiri dan menurunkan nilai pH agar terjadi ketimbangan (Lakhanisky 2002).

b. Warna

Ada 3 sistem notasi warna ialah sistem CIE (The Commission Internationale de l’Eclairage), Munsell, dan Hunter yang menggunakan sistem tristimulus (x, y, dan z). CIE berprinsip bahwa semua jenis warna dapat dibentuk dari 3 warna dasar, yaitu merah (=720 nm), hijau (=520 nm) dan biru (=380 nm). Masing-masing warna dasar ini dinyatakan dengan besaran X (merah), Y (hijau) dan Z (biru). Tiap warna dapat disajikan dengan 2 parameter yang berkaitan dengan nilai X, Y dan Z. Pengukuran warna Munsell didasarkan pada 3 atribut warna, yaitu warna kromatik (hue), kecerahan (value), intensitas warna (chroma). Intensitas warna dan kecerahan disusun dalam suatu susunan konstruksi berbentuk bola imajiner (bola warna Munsel). Hunter dicirikan dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue=a*), intensitas warna (b*), dan kecerahan (L*). Keuntungan dari Hunter adalah pengukuran dapat dilakukan secara obyektif, prosedur pengukuran cepat dan mudah, notasinya dapat diterjemahkan atau dikonversikan dengan sistem notasi lain, dan alat pengukur warna relatif sederhana sehingga harganya relatif rendah (Suyatma 2011). Dalam aplikasinya sistem Hunter banyak digunakan karena lebih mudah dalam menginterpretasikan wama. Sistem Hunter ini yang dinyatakan dalam notasi Lab yang menggambarkan 3 dimensi ruang yang menentukan kearah mana perubahan wamanya (Tandiharto 2001).

Uji warna menggunakan alat Chromameter CR 300 Minolta dengan menggunakan skala L*a*b yang dapat dilihat hasilnya pada Lampiran 10. Nilai L menunjukkan kecerahan dari sampel gel cincau hijau yang memiliki skaka 0-100 (hitam-putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik campuran merah-hijau pada produk, jika negatif menunjukkan warna hijau, dan sebaliknya jika positif menunjukkan warna merah. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran kuning-biru.

Secara visual, warna sampel gel cincau hijau tanpa dan dengan pasteurisasi terlihat sama, yaitu hijau. Secara umum, ketiga kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi tersebut dapat menurunkan nilai L, a, dan b gel cincau hijau. Perlakuan pasteurisasi dapat menurunkan nilai L secara signifikansi 5% (p=0.005, p<0.05) dan perlu dilakukan uji Duncan. Nilai a dan nilai b dari setiap perlakuan tidak berbeda signifikan pada taraf signifikansi 5% (p=0.250 dan p=0.157, p>0.05) sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Untuk nilai L yang diuji lanjut Duncan membagi sampel terbagi menjadi 3 kelompok, seperti yang sudah diberi tanda huruf pada Tabel 6, yaitu a, b, dan c yang menujukkan berbeda nyata atau tidak antar perlakuan pasteurisasi. Sampel tanpa pasteurisasi berbeda signifikan kecerahannya dengan sampel yang dipasteurisasi pada suhu 75°C dan 95°C, namun tidak berbeda dengan sampel yang dipasteurisasi dengan suhu 85°C. Sampel yang dipasteurisasi dengan suhu 85°C tidak berbeda nyata dengan sampel yang dipasteurisasi suhu 95°C, namun berbeda nyata dengan sampel yang dipasteurisasi suhu 75°C. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Warna hijau yang dilihat dari nilai a bernilai negatif, namun mengalami penurunan nilai. Hal ini dapat dikaitkan dengan zat hijau daun atau klorofil yang terdegradasi selama pasteurisasi. Pemanasan dapat mendegradasi klorofil sehingga intensitas warna hijau akan berkurang (Gross 1991). Terjadi isomerisasi pada atom C nomor 10 dari OH- menjadi -OCH3 selama pemanasan (Von Elbe dan Schwartz 1996). Ion Mg pada klorofil digantikan oleh 2 ion hidrogen karena cincin porfirin terbuka dan terbentuk formasi feofitin (Yamauchi dan Watada 1991).

Intensitas hijau gel cincau hijau tersebut masih bisa dipertahankan dengan penambahan NaHCO3. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah degradasi klorofil adalah penambahan NaHCO3 yang berfungsi untuk menaikkan pH sehingga reaksi degradasi klorofil dapat dihambat (Koca et al. 2002). Kenaikan nilai pH dengan penambahan NaHCO3 dapat mempertahankan warna hijau gel cincau hijau. Kehadiran ion natrium dalam proses gelling

karagenan akan menurunkan nilai L, a, dan b (Montero and Pèrez-Mateos (2002). Ion natrium berkontribusi dalam perlindungan elektrostatik dengan menetralisasi muatan negatif pada permukaan asam lemak dan protein pada membran kloroplas. Hai ini menyebabkan ketertarikan ion hidrogen pada permukaan membran menjadi turun (Von Elbe dan Schwartz 1996)..

c. Tekstur

Sifat fisik utama dari suatu bahan yang dapat membentuk gel adalah kekuatan pecah (gel strength). Kekuatan pecah merupakan gaya yang diperlukan untuk menghancurkan susunan gel. Selain kekuatan pecah, sifat fisik lainnya yang terdapat pada gel adalah titik pecah dan ketegaran (rigidity). Titik pecah menunjukkan dalamnya penetrasi pada saat gel pecah, sedangkan ketegaran menunjukkan besarnya beban yang diperlukan untuk memecah matriks gel atau tingkat kekakuan dari gel (Wahyono 2006). Hasil perhitungan ketiga parameter terebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Makin tinggi nilai kekuatan pecah gel, makin kaku, dan makin kuat tautan antarpolimer yang membentuk jaringan gel tersebut (Rahayu 2000). Hasil pengukuran secara lengkap disajikan pada Lampiran 12. Perlakuan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p=0.220 untuk kekuatan pecah, 0.417 untuk titik pecah, dan p=0.148 untuk rigiditas; p>0.05)

dari segi tekstur yang diukur setelah dilakukan uji statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 13 dan tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan.

Dalam medium yang panas, molekul polimer berada pada bentuk jalinan (coiled). Jika didinginkan, molekul tersebut membentuk struktur heliks ganda. Jika didinginkan lebih lanjut, struktur heliks ganda tersebut semakin berdekatan membentuk sarang. Gel terbentuk karena molekul linear yang tidak dapat membentuk ikatan heliks ganda yang kontinu. Hal ini diakibatkan struktur yang tidak beraturan. Bagian linear tersebut kemudian bergabung untuk membentuk struktur 3 dimensi yang kokoh (Miller dan Whistler 1996). Semakin tinggi suhu pasteurisasi yang digunakan, terjadi peningkatan kekuatan gel karena terjadinya perombakan struktur menjadi lebih mungkin terjadi sehingga saat didinginkan kemungkinan terbentuknya struktur 3 dimensi lebih tinggi.

d. Tingkat Sineresis

Komponen pembentuk gel cincau hijau diduga adalah pektin metoksi rendah (low methoxyl pectin atau LMP) (Artha 2001). LMP bersifat irreversible, jika sudah membentuk gel dan dipanaskan maka tidak akan kembali menjadi gel. Selama pemanasan, struktur linear LMP gel cincau hijau putus dan terjadi sineresis, tetapi air yang keluar tersebut masih bisa bercampur dengan karagenan membentuk gel karagenan. Sineresis merupakan akibat dari tekanan yang terjadi terhadap air yang berada diantara rantai polisakarida sehingga tetes-tetes kecil air pada permukaan (Karni 2011). Sineresis menunjukkan kemampuan gel dalam menahan air selama penyimpanan. Karagenan mampu membentuk gel dalam air dan bersifat thermoreversible,yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Tekstur gel yang baik mempunyai tingkat sineresis kurang dari 60% setelah penyimpanan selama 3 minggu (Hasbullah dan Fardiaz 1998). Pada penelitian dilakukan pengukuran tingkat sineresis gel cincau hijau selama hari ke-0, 1, 2, dan 3.

Perlakuan pasteurisasi dapat menurunkan tingkat sineresis gel cincau hijau secara umum dan dapat dilihat pada Lampiran 14. Uji statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 15 terdapat perbedaan signifikan pada taraf 5% (p=0.048, p<0.05) untuk perlakuan pasteurisasi sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Sampel dengan perlakuan pasteurisasi 85°C berbeda signifikan dengan sampel gel cincau hijau tanpa pasteurisasi dan sampel yang dipasteurisasi pada suhu 75°C, namun tidak berbeda nyata dengan sampel yang dipasteurisasi pada suhu 95°C.

Tingkat sineresis dari hari ke-0 hingga ke-3 dapat dilihat pada Gambar 26. Persamaan regresi linear adalah y=ax+b. Jika dimasukkan nilai x=0, maka akan dihasilkan nilai –y. Hal tersebut tidak mungkin karena tidak ada penambahan bobot air dari lingkungan luar yang masuk ke dalam cup. Namun, yang perlu diperhatikan dan penting adalah nilai a (slope). Nilai slope masing-masing adalah 0.281 untuk tanpa pasteurisasi, 0.292 untuk pasteurisasi suhu 75°C, 0.204 untuk pasteurisasi 85°C, dan 0.238 untuk pasteurisasi 95°C. Semakin tinggi nilai slope, maka tingkat sineresis semakin tinggi.

Gambar 26. Kenaikan % sineresis selama hari ke-0 sampai dengan hari ke-3

Perlakuan pemanasan (pasteurisasi) tidak meningkatkan tingkat sineresis sehingga dalam penyimpanannya dapat menjadi lebih lama. Selama pemasakan produk, karagenan terhidrasi dan membantu protein dalam pembentukan jaringan gel. Karagenan juga mengikat air di dalam gel dan mencegah hilangnya air selama pemasakan. Karagenan tidak hanya memperkuat jaringan gel tetapi juga meminimalisasi sineresis (Hoefler 2004). Selain itu, penambahan ion natrium ke dalam gel karagenan akan meningkatkan water holding capacity (WHC). Ion-ion monovalen terikat menjadi heliks ganda dan menetralisasi sebagian ikatan-ikatan sulfit sehingga menurunkan sineresis pada gel (Montero dan Pèrez-Mateos (2002).

Cincau yang disimpan terlalu lama pada suhu ruang akan mengalami sineresis. Sineresis adalah kerusakan utama pada pembentukan cincau, yaitu pengerutan produk yang diikuti dengan hilangnya cairan. Pengerutan dan hilangnya cairan pada produk akan mengurangi bobot cincau, sehingga akan menurunkan mutu cincau (Supriyadi 1991). Peningkatan sineresis meningkat seiring lamanya penyimpanan yang disebabkan pembentukan helix dan pembentukan agregat yang terus terjadi sehingga ikatan gel mengkerut dan membebaskan air bebas yang lebih banyak. Salah satu teknik pascapanen untuk mempertahankan mutu adalah penyimpanan pada suhu rendah (Rina dan Asiani 1992). Beberapa faktor biologis yang dapat dihambat pada penyimpanan suhu rendah yaitu respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Penyimpanan produk bertujuan untuk memperpanjang kualitas (Pantastico 1993).

Sineresis dapat dipengaruhi oleh nilai pH dan polisakarida pembentuk gel cincau (Ningtyas et al. 2011). Nilai pH gel cincau setelah pasteurisasi terjadi sedikit penurunan. Penurunan pH yang besar tidak diharapkan. Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih, tetapi pada pH yang rendah stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Penurunan pH akan menyebabkan hidrolisis polimer karagenan yang mengakibatkan turunnya viskositas dan kemampuan pembentukan gel (Glicksman 1983). Semakin rendah pH cincau akan semakin keras. Nilai pH yang terlalu rendah akan menimbulkan sineresis, yaitu air dalam gel cincau akan keluar, sedangkan pH yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan cincau pecah (Winarno 2008). Selain itu, kehilangan air pada cincau disebabkan terjadinya hidrolisis polisakarida pembentuk gel cincau. Hidrolisis menyebabkan depolimerisasi, akibatnya panjang polimer polisakarida

0.00 0.94 2.20 3.34 0.00 0.76 2.13 3.45 0.00 0.31 1.31 2.39 0.00 0.64 1.65 2.84 y = 0.2817x - 0.3548 R² = 0.9968 y = 0.2926x - 0.463 R² = 0.986 y = 0.2042x - 0.4259 R² = 0.9529 y = 0.2384x - 0.3866 R² = 0.983 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 0 1 2 3 T ing k a t Sin er esis ( %) Hari ke-

Tanpa Pasteurisasi Pasteurisasi 75°C (36 menit) Pasteurisasi 85°C (25 menit) Pasteurisasi 95°C (22 menit)

pembentuk cincau semakin pendek yang dapat menurunkan kemampuan membentuk gel cincau dan kemampuan memerangkap air. Kehilangan air dari produk sering diasosiasikan dengan kehilangan mutu, karena adanya perubahan visual seperti pelayuan, pengkerutan dan dapat terjadi perubahan tekstur (Karni 2011). Meminimalisasi terjadinya sineresis, gel cincau dapat disimpan pada suhu rendah dan lebih baik. Penyimpanan pada suhu rendah hanya mengurangi atau memperlambat sineresis yang terjadi (Ningtyas 2011).

Dokumen terkait