• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Aplikasi Proses Termal

3. Sifat fungsional

Analisis fungsional yang dilakukan mencakup pengukuran kadar klorofil (total, a, dan b), total fenol, total antioksidan, dan serat pangan (SDF, TDF, dan IDF). Hasil pengukuran sifat fungsional secara lengkap tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengukuran sifat fungsional gel cincau hijau

Perlakuan Parameter Kandungan Perubahan (%)

Tanpa pasteurisasi

Total Klorofil (mg/L) 12.3504b -

Klorofil a (mg/L) 9.9254b -

Klorofil b (mg/L) 2.4278b -

Total fenol (mg GAE/L) 34.1707b - Kapasitas antioksidan (mg AEAC/L) 45.5795c -

TDF (%) 2.5684a - SDF (%) 1.7630b - IDF (%) 0.8045a - Pasteurisasi 75°C, 36 menit Total Klorofil (mg/L) 1.1260a -90.72 Klorofil a (mg/L) 1.0865a -89.05 Klorofil b (mg/L) 0.0597a -97.54

Total fenol (mg GAE/L) 13.2561a -61.21 Kapasitas antioksidan (mg AEAC/L) 6.1761a -86.45

TDF (%) 2.5717a -0.12 SDF (%) 1.7672a 0.24 IDF (%) 0.8054a 0.13 Pasteurisasi 85°C, 25 menit Total Klorofil (mg/L) 1.1724a -90.51 Klorofil a (mg/L) 1.0417a -89.51 Klorofil b (mg/L) 0.1310a -94.60

Total fenol (mg GAE/L) 18.5000a -45.86 Kapasitas antioksidan (mg AEAC/L) 17.2557b -62.14

TDF (%) 2.7322b 4.28 SDF (%) 1.8922b 7.33 IDF (%) 0.8399ab 6.37 Pasteurisasi 95°C, 22 menit Total Klorofil (mg/L) 1.2220a -90.11 Klorofil a (mg/L) 1.0385a -89.54 Klorofil b (mg/L) 0.1838a -92.43

Total fenol (mg GAE/L) 36.1220b 5.71 Kapasitas antioksidan (mg AEAC/L) 19.1591b -57.97

TDF (%) 3.0275c 5.93

SDF (%) 2.1743c 23.33

IDF (%) 0.8532b 17.88

Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05.

a. Klorofil

Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas dan ada dua jenis klorofil yang berhasil diisolasi, yaitu klorofil a dan klorofil b dengan perbandingan 3:1. Klorofil dalam jaringan tanaman dapat berperan sebagai antioksidan. Endo et al. (1985) menunjukkan bahwa klorofil memiliki kemampuan menangkap (scavenger) radikal lipid yang

dihasilkan selama proses autooksidasi minyak sehingga dapat memutuskan rantai oksidasi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antimutagenik (Marquez et al. 2005, Ferruzzi et al. 2001).

Klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil sehingga sulit untuk menjaga agar molekulnya tetap utuh dengan warna hijau yang menarik. Klorofil berikatan dengan protein dalam daun yang masih hidup, jika dipanaskan maka protein terdenaturasi, kloroplas pecah, dan klorofil dilepaskan dan keluar. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan coklat akibat substansi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (Winarno 2008). Koca et al. (2002) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan struktur klorofil selama pemanasan, yakni aplikasi kontrol pH, proses High Temperature Short Time, dan kombinasi proses High Temperature Short Time dengan pengaturan pH. Cara lain yang dapat ditempuh adalah penggunaan senyawa yang bersifat basa, seperti NaHCO3, heksametafosfat, dinatrium glutamat, NaOH, dan Mg(OH)2. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk meningkatkan pH.

Pengukuran kadar klorofil dalam penelitian ini terdiri dari total klorofil, klorofi a, dan klorofil b yang dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan hasil analisis statistik dan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa dan dengan pasteurisasi memiliki kandungan klorofil (total, a, dan b) yang berbeda signifikan pada taraf 5.00% (p=0.000, p< 0.05). Pasteurisasi dapat menurunkan kadar klorofil secara signifikan. Tiga suhu pasteurisasi yang menghasilkan nilai klorofil (total, a, dan b) tidak berbeda pada taraf 5.00% karena berada pada subset yang sama.

Semakin lama waktu pasteurisasi, maka kandungan klorofil (total, a, dan b) akan berkurang semakin besar. Ketiga kombinasi suhu dan waktu yang diaplikasikan menghasilkan kandungan klorofil (total, a, dan b) yang tidak berbeda nyata setelah diuji lanjut statistik. Pasteurisasi 95°C memiliki kandungan klorofil (total, a, dan b) tertinggi atau memiliki penurunan kandungan klorofil yang paling sedikit jika dibandingkan dengan kombinasi yang lain karena lama pemanasannya memakan waktu yang paling singkat. Berdasarkan ketiga kombinasi pasteurisasi tersebut, lebih dari 90.00% total klorofil gel cincau hijau tanpa pasteurisasi menghilang atau mengalami degradasi klorofil.

Secara umum, penurunan kandungan klorofil a lebih kecil daripada penurunan kandungan klorofil b bila dibandingkan dengan sampel tanpa pasteurisasi. Berdasarkan hasil perhitungan, ±90.00% kandungan klorofil a dan b mengalami degradasi selama pasteurisasi. Penurunan klorofil b lebih besar daripada penurunan klorofil a. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Teng and Chen (1999), laju degradasi klorofil a lebih besar daripada laju degradasi klorofil b yang disebabkan oleh perlakuan pemanasan basah, seperti pengukusan dan blanching. Klorofil b lebih tahan panas daripada klorofil a (Von Elbe and Schwartz 1996). Stabilitas klorofil b lebih baik karena efek penarikan elektron grup formil di C nomor 3 yang memerlukan energi aktivasi untuk degradasi lebih tinggi daripada klorofil a (Koca et al. 2006).

Klorofil mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan, hal ini disebabkan karena lepasnya ion Mg2+ pada pusat struktur klorofil. Untuk mempertahankan klorofil selama proses pengolahan, salah satunya yaitu menggunakan NaHCO3. Penambahan NaHCO3 dapat mempertahankan kestabilan warna selama pasteurisasi dan sterilisasi sampai 60 menit (Hermansyah 2012). Menurut Lopez et al. (1992) dalam Prangdimurti (2007), NaHCO3 merupakan larutan yang bersifat basa. Kondisi basa biasanya mencegah degradasi klorofil menjadi feofitin yang menyebabkan hilangnya gugus Mg2+. Ferruzi et al. (2002) menambahkan klorofil yang kehilangan logamnya akan menurun aktivitas antioksidannya. NaHCO3 dapat

meningkatkan nilai pH dengan garamnya yang mempengaruhi perlindungan elekrostatik. Penambahan kation dapat menetralisasi muatan negatif pada pernukaan asam lemak dan protein di dalam membran kloroplas, sehingga mengurangi daya tarik-menarik ion-ion hidrogen di permukaan membran (Nakatani et al. 1979 dalam Von Elbe dan Schwartz 1996). Struktur klorofil dan feofitin dapat dilihat pada gambar 27.

Gambar 27. Degradasi klorofil a menjadi feofitin a

Perlakuan pasteurisasi memang menurunkan kadar klorofil dari gel cincau hijau secara signifikan, namun warna dari gel cincau hijau tetap hijau. Hal ini mungkin disebabkan oleh turunan klorofil yang berwarna hijau, yaitu klorofilin. Klorofil tidak larut di dalam air. Gugus fitol pada klorofil mengalami hidrolisis sehingga terjadi perubahan klorofil menjadi turunan yang larut air (hidrofilik) yaitu klorofilid dan klorofilin. Klorofilid dan klorofilin adalah senyawa yang mempunyai sifat spektral yang sama dengan klorofil tetapi lebih larut dalam air. Klorofilin adalah turunan klorofil yang telah kehilangan gugus fitol dan metil dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air (Prangdimurti et al. 2006). Dalam penelitian ini tidak diukur total klorofilin yang terdapat pada sampel gel cincau hijau yang diduga warna hijau dari gel cicau hijau yang telah telah dipasteurisasi berasal dari klorofilin. Absorbansi klorofilin dapat diukur pada panjang gelombang yang berbeda.

b. Total Fenol

Polifenol yang banyak terdapat dalam tanaman adalah senyawa hidroksil aromatik, yang biasa ditemukan dalam sayuran, buah-buahan, dan sumber makanan yang lain. Polifenol berstruktur kimia yang sangat baik dalam aktivitas scavenging radikal dan menunjukkan aktivitas

antioksidan yang lebih efektif secara in vitro dibandingkan asam askorbat dan α-tokoferol. Antivitas antiokdan dari polifenol ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi pemotongan rantai) juga kemampuan untuk mengkelat transisi logam (Apak et al. 2007).

Untuk mendapatkan total fenol dari sampel, dibutuhkan kurva standar dari asam galat yang dapat dilihat pada Lampiran 19. Hasil pengukuran total fenol dapat dilihat pada Lampiran 20. Pasteurisasi sampel gel cincau hijau menurunkan total fenol pada sampel dan memberikan hasil uji stastistik yang berbeda pada signifikansi 5% (p=0.000, p<0.05). Komponen fenolik di

dalam produk gel tidak stabil dan bebas (Tang et al. 2000). Terdapat interaksi antara polifenol dengan biomolekul yang lain. Polifenol berinteraksi dengan polisakarida dan protein disebabkan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik dalam kondisi terlarut. Ukuran molekul dan fleksibilitas konformasi polifenol merupakan faktor yang sangat penting bagi kekuatan interaksi protein- polifenol. Interaksi juga bergantung pada karakteristik struktural, biomolekul, dan polifenol. Penurunan total fenol ini disebabkan oleh gangguan kompleks polifenol-protein dan polifenol- karbohidrat karena pemanasan (Stewart et al. 2000). Karena struktur gel cincau hijau tidak tahan suhu tinggi, sineresis terjadi. Akibatnya, komponen fenol yang terdapat pada gel cincau hijau terlarut pada air sineresis sehingga total fenolnya rendah. Ada interaksi antara polifenol dengan biomolekul yang lain, seperti karbohidrat, protein lipid, dan asam nukleat (Tang et al. 2003).

Seiring tingginya suhu pasteurisasi, total fenol meningkat. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh gangguan dari kompleks polifenol-protein yang mengakibatkan ketersediaannya lebih baik saat ekstraksi untuk analisis. Penggunaan wadah tertutup dalam proses pemanasan dapat mencegah inaktivasi enzim dan terputusnya komponen karena tidak kontak langsung panas (Pellegrini et al. 2010).

c. Kapasitas Antioksidan

Antioksidan sebagai suatu substansi kimia yang berada dalam konsentrasi yang rendah dibandingkan dengan substansi yang dapat teroksidasi secara signifikan menghambat dan mencegah proses oksidasi dari substrat. Wanasundara dan Shahidi (2005) mengklasifikasikan antioksidan ke dalam dua golongan utama yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer disebut sebagai antioksidan tipe 1 atau chain-breaking antioxidant yang berfungsi sebagai akseptor atau penangkal radikal bebas sehingga mencegah atau menghambat oksidasi lipid. Antioksidan sekunder sering diklasifikasikan sebagai preventive antioxidant. Aktivitas antioksidan golongan sekunder bekarja melalui beberapa mekanisme untuk menghambat kecepatan reaksi oksidasi.

Untuk pengukuran kapasitas antioksidan diperlukan kurva standar dari asam askorbat yang dapat dilihat pada Lampiran 22. Kapasitas antioksidan produk yang dipasteurisasi juga mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan sampel yang tidak dipasteurisasi. Hasil pengukuran dan analisis statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 23 dan Lampiran 24. Pasteurisasi dapat menurunkan kapasitas antioksidan secara signifikan (p=0.000, p<0.05). Nilai pasteurisasi 85°C dan 95°C memiliki kapasitas antioksidan yang tidak berbeda pada taraf 5%, sedangkan pasteurisasi 75°C berbeda signifikan dengan keduanya. Penurunan kapasitas antioksidan secara umum disebabkan oleh gangguan kompleks polifenol-protein dan polifenol-karbohidrat karena pemanasan (Stewart et al. 2000), seperti pada analisis total fenol.

Untuk prosuk yang dipasteurisasi terjadi peningkatan kapasitas antioksidan seiring tingginya suhu pasteurisasi. Pemanasan menginisiasi degradasi parsial dari rantai polisakarida membentuk oligosakarida dan gula sederhana (Rehman et al. 2003) dan meningkatkan kapasitas antioksidan karena molekul dengan bobot trendah dan tingginya kandungan sulfat memiliki aktivitas antioksidan terbaik (Sun et al. 2009). Molekul yang lebih kecil berikatan lebih efisien untuk membentuk ikatan dengan sel dan mendonasikan proton lebih efektif dibandingkan molekul yang lebih besar (Ngo et al. 2011 ).

Daun cincau hijau mengandung flavonoid, saponin, polifenol dan alkaloid (Zakaria dan Prangdimurti 2000) yang masuk ke dalam gugus fenolik dan merupakan sumber antioksidan gel cincau hijau. Gugus fenolik umumnya bersifat polar yang langsung diproses pada enzim fase II sehingga kandungan pada kandungan enzim fase I tidak berpengaruh. Beberapa fenolik

merupakan komponen bioaktif, seperti flavonoid yang akan dimetabolisme oleh enzim-enzim fase I dan II. Fenol merupakan zat antioksidan dari golongan antioksidasi pemutus rantai yang akan memotong perbanyakan reaksi berantai sehingga akan mengendalikan dan mengurangi peroksidasi lipid. Flavonoid adalah senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mempengaruhi beberapa reaksi yang tidak diinginkan dalam tubuh, misalnya dapat menghambat reaksi oksidasi (Ebadi 2002). Flavonoid merupakan antioksidan yang potensial untuk mencegah pembentukan radikal bebas dan bersifat anti bakteri dan anti viral (Heranani 2004).

Karagenan yang ditambahkan dapat berpotensi sebagai antioksidan yang berasal dari kandungan sulfat pada strukturnya (Gómez-Ordóñez et al. 2012). Kapasitas antioksidan karagenan tergantung pada strukturnya, seperti derajat sulfat, bobot molekul, tipe mayor gula, dan cabang glikosidik (Wijesekara et al. 2011).

d. Serat Pangan

Serat pangan merupakan kelompok polisakarida dan lignin yang terdapat di dalam makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia. Berdasarkan kelarutannya, serat pangan dibedakan menjadi dua jenis, yakni serat pangan yang larut dalam air (soluble dietary fiber atau SDF) dan serat pangan yang tidak larut dalam air (insoluble dietary fiber atau IDF) (Muchtadi et al. 2006). Serat pangan berperan dalam pencegahan timbulnya berbagai macam penyakit. SDF dapat mencegah timbulnya penyakit jantung koroner dan diabetes, sedangkan IDF dapat mencegah penyakit konstipasi, divertikulosis, ambeien, usus buntu, nyeri lambung, kanker usus, dan obesitas. Serat larut seperti pektin dan gum juga dapat menurunkan kadar kolesterol plasma secara nyata (Muchtadi et al. 2006).

Gel cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) tersusun atas pektin bermetoksi rendah yang juga tergolong ke dalam serat pangan yang larut dalam air (SDF). Pektin yang terdapat pada gel cincau hijau terdiri dari asam D-galaturonat dengan sisi rantai dalam bentuk galaktosa. SDF seperti pektin dan gum dapat menurunkan kadar kolesterol plasma secara signifikan (Shinnik et al. 1990).

Hasil pengukuran kadar serat pangan dapat dilihat pada Lampiran 25. Berdasarkan analisis secara statistik dengan uji lanjut Duncan pada Lampiran 26, secara umum, pasteurisasi meningkatkan kadar serat pangan dalam gel cincau hijau seperti yang terlihat pada Tabel 8. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa TDF, SDF, dan IDF berbeda signifikan (p=0.000, p=0.000, p=0.0021; p<0.05). Sampel tanpa dan dengan pasteurisasi suhu 75°C memiliki nilai TDF, SDF, dan IDF yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% dengan sampel yang dipasteurisasi suhu 85°C dan 95°C. Penurunan kandungan TDF gel cincau hijau hanya terjadi pada pasteurisasi 75°C, sedangkan parameter yang lain dengan perlakuan 85°C dan 95°C mengalami peningkatan.

Kandungan TDF gel yang tanpa pasteurisasi dan setelah dipasteurisasi mengalami penurunan kandungan TDF. Penurunan ini disebabkan oleh larutnya komponen-komponen serat pangan di dalam air yang terkandung di dalam gel yang dihilangkan sebelum analisis, dan dapat terjadi penurunan lebih banyak di dalam kondisi alkali (Rodríguez et al. 2006). Produk gel cincau hijau ini bernilai pH>8.00 yang menunjukkan berbasa rendah karena penambahan NaHCO3.

Kandungan TDF gel cincau hijau mengalami kenaikan setelah dipasteurisasi pada suhu 85°C dan 95°C. SDF dan IDF tersebut mengalami kenaikan setelah dipasteurisasi. Semakin tinggi suhu pasteurisasi, semakin tinggi kenaikan serat pangan. Peningkatan serat pangan gel cincau terpasteurisasi bisa disebabkan oleh formasi dari kompleks-kompleks antara polisakarida dengan komponen fenolik yang dideteksi sebagai serat pangan ( Komolka et al. 2012).

Dokumen terkait