• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat, Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi, dan Pengaruh Kebudayaan terhadap Penafsiran

YANG MENINGKATKAN KAJIAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

D. Sifat, Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi, dan Pengaruh Kebudayaan terhadap Penafsiran

dalam Komunikasi Antarbudaya

1. Sifat Persepsi

a. Persepsi Bersifat Dugaan

Proses persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang mana pun. Karena informasi yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap melalui penginderaan.

b. Persepsi Bersifat Evaluatif

Persepsi adalah proses kognitif psikologis dalam diri manusia yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang digunakan untuk memaknai objek persepsi. Dengan demikian, persepsi bersifat pribadi dan subjektif. Andrea L. Rich menyatakan bahwa persepsi pada dasarnya memiliki keadaan fi sik dan psikologis individu, alih-alih menunjukkan karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi.20

Adapun Carl Rogers, (1961) “individu bereaksi terhadap dunianya yang ia alami dan menafsirkannya sehingga dunia perseptual ini, bagi individu tersebut, adalah realitas”.21

c. Persepsi Bersifat Konstektual

Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat. Konteks yang melingkungi

kita ketika melihat seseorang, objek atau peristiwa sangat memengaruhi struktur kognitif, pengharapan, dan persepsi kita.

Persepsi yang digunakan dalam mengorganisasikan suatu objek dengan meletakkannya dalam konteks tertentu dapat menggunakan prinsip berikut:

1) stuktur objek atau peristiwa berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapannya;

2) memersepsi rangsangan atau peristiwa yang terdiri atas objek dan latar belakangnya.

2. Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi

Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi adalah sebagai berikut.

a. Kesalahan Atribusi

Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Kesalahan atribusi mungkin terjadi ketika salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku pembicara. Atribusi juga keliru apabila menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal faktor eksternal yang menyebabkannya. Sebaliknya, kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal yang membangkitkan perilakunya.

Sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan memersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap. b. Efek Halo

Kesalahan persepsi yang disebut efek halo (halo eff ects) merujuk pada fakta bahwa begitu membentuk suatu kesan

97

96

20) Andrea L. Rich, Interracial Communication, New York: Harper dan Row, 1974, hlm. 431.

21) Carl Rogers, On Becoming a Person: a Therapist’s View of Psychotherapy, London: Consta, 1961, hlm. 221.

Komunikasi Antarbudaya Komunikasi Antarbudaya

menyeluruh mengenai seseorang. Kesan menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita terhadap sifat-sifatnya yang spesifi k.

Efek halo lazim dan berpengaruh kuat pada diri seseorang dalam menilai orang tersebut, sangat terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam suatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal bahwa ia pun baik dalam hal lainnya.

Kesan menyeluruh tersebut diperoleh dari kesan pertama, yang umumnya berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai “hukum keprimaan” (law of

primacy). Akan tetapi, kesan awal yang positif atas penampilan

fi sik seseorang sering memengaruhi persepsi terhadap prospek hidupnya. Misalnya, orang yang berpenampilan lebih menarik dianggap berpeluang lebih besar dalam hidupnya (karier, perkawinan, dan sebagainya).

c. Stereotip

Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan

(stereotyping), yaitu menggeneralisasikan orang-orang

berdasar-kan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaannya dalam suatu kelompok.

Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menem-patkan orang dan objek dalam kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang atau objek berdasarkan kategori yang dianggap sesuai dengan karakteristik individual mereka. d. Prasangka

Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka berdimensi perilaku. Jadi, prasangka merupakan konsekuensi

dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Menurut Lan Robertson, pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas segala hal yang dipercayai sebagai ciri khas dari suatu kelompok. Citra demikian disebut stereo tip.22

e. Gegar Budaya

Menurut Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial.23

Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri (personality mal-adjustment) yang merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru.24

Menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah trauma umum yang dialami seseorang dalam budaya baru dan berbeda karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai.25

Gegar budaya dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang pada dasarnya terbagi dua, yaitu faktor internal (ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan budaya baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita memasuki suatu budaya lain.

99

98

22) J. Arnold, C.L. Cooper, dan I.T. Robertson, Work Psychology: Understanding Human

Behaviour in the Workplace, London: Financial ...Lan Robertson, 1998, hlm. 322.

23) Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, hlm. 174.

24) Op.cit., hlm. 176.

25) P.R. Harris dan Moran R., Managing Culture Differences, Third Edition, Gulf Publishing Company Behavior, No. 6, Blackwell Publisher Ltd., 1991, hlm. 531.

Komunikasi Antarbudaya Komunikasi Antarbudaya

3. Pengaruh Kebudayaan terhadap Penafsiran

Selain pengaruh pengalaman pribadi, kehadiran nilai, adat istiadat, kebiasaan atau kepercayaan yang terdapat dalam setiap kebudayaan dapat memengaruhi perbedaan pengalaman seseorang.

Unsur-unsur kebudayaan ideal berfungsi mengatur, mengen-dalikan, dan mengarahkan masyarakatnya dalam bertingkah laku, termasuk tingkah laku atau tingkah laku komunikasi.26

00

100

Komunikasi Antarbudaya Komunikasi Antarbudaya

101

00

Latar belakang yang mendorong pentingnya melakukan komunikasi antarbudaya adalah semakin meningkatnya kontak komunikasi dan hubungan antarbangsa dan negara. Mempelajari masalah komunikasi antarbudaya menjadi semakin penting dan dari berbagai permasalahan, orang mulai menyadari cara untuk berhubungan dalam konteks antarbudaya tidaklah sederhana yang dipikirkan sebelumnya. Oleh karena itu, manusia mulai mempelajari komunikasi antarbudaya.