• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT-SIFAT DARI ABU BATUBARA

Dalam dokumen Draft Diktat Kuliah Batubara (Halaman 53-58)

KARAKTERISTIK DAN PARAMETER KUALITAS BATUBARA

3.2. SIFAT-SIFAT DARI ABU BATUBARA

3.2.1. Sifat Lebur Abu

Pemahaman tingkah laku batubara pada temperatur tinggi sangat penting dalam penentuan kecocokan batubara pada penggunaannya diberbagai tungku. Prosedur standar untuk menentukan tingkah laku abu pada temperatur tinggi ialah

ash fusion test. Pada uji ini contoh berupa abu batubara dibuat berbentuk piramid

sisi tiga dan memanaskannya dari 900oC sampai 1600oC didalam atmosfer reduksi. Ada 4 temperatur yang dicatat pada saat terjadi perubahan bentuk piramid asal yaitu perobahan bentuk asal, spherical, hemisphere dan cair (gambar 3.3)

Gambar 3.3 Alat Uji Ash Fushibility

Temperatur perubahan batubara ini merupakan pegangan terbaik untuk mengetahui unjuk kerja abu di dalam lingkungan tungku dimana ia dibakar. Ada 3 titik penting yang semuanya ditentukan didalam atmosfer reducing:

a. Temperatur deformasi awal, yaitu temperature dimana contoh terlihat mulai membundar atau menekuk pada apex pyramid.

b. Temperatur pelunakan yaitu temperatur dimana contoh telah melebur membentuk tumpukan bulat

c. Temperatur lebur, temperature dimana leburan contoh mulai menyebar membentuk lapis tipis.

Ash Fusion Temperature (AFT) diukur dalam dua kondisi yaitu kondisi oksidasi

dan kondisi reduksi. Pengukuran di bawah kondisi oksidasi biasanya menunjukan harga yang lebih besar, tergantung pada keberadaan beberapa komponen abu seperti besi oksida. Besi oksida ini mempunyai efek fluxing (sifat sebagai flux atau bahan imbuh) yang berbeda bilamana dalam bentuk teroksida dan tereduksi.

Sebagai contoh, Gambar 3.4 mengilustrasikan pengaruh kadar besi terhadap

initial deformation temperature (ISO-A) abu di bawah yang berbeda.

Gambar 3.4

Pengaruh Kadar Besi pada Initial Deformation Temperatur

Ash Fusion Temperature, apakah dalam kondisi exldising atau reducing

pabrik untuk memproduksi gas, kondisi reducing terjadi pada fuel bed sehingga AFT diukur pada kondisi reducing. Di lain pihak, kondisi pada dasar fixed bed furnace adalah oxidising sehingga AFT diukur pada kondisi exidising. Pada kasus pembakaran pulverized fuel, kondisinya tidak selalu pasti. Dalam nyala api, kondisinya reducing sementara di luar nyala pai kondisinya oxidizing tergantung pada jumlah udara yang diberikan.

Ash Fusion Temperature dipengaruhi oleh komposisi abu sebagai berikut:

a) AI2 O3 2SiO3 (misalnya perbandingan Al2O3 / SiO3 adalah 1 : 1.18) mempunyai

flow temperature yang tinggi dan rentang temperatur leleh (fusion temperature)

yang sempit (kecil).

b) CaO, MgO, dan Fe2O3 bertindak sebagai flux dan akan menurunkan AFT, khususnya bilamana terdapat SiO2 yang berlebih.

c) FeO, Na2O dan K2O mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menurunkan AFT. d) Kadar sulfur yang tinggi menurunkan initial deformation temperature dan

melebarkan rentang temperatur leleh.

Salah satu penggunaan dari data ash fusion temperature ini ialah untuk membedakan antara slagging dan non slagging coal. Jika temperatur pelunakan dibawah 1250oC batubara disebut slagging coal, ia akan baik digunakan didalam tungku yang dapat mengeluarkan abu sebagai slag. Batubara yang temperatur pelunakan abunya di atas 1450oC disebut non-slagging. Abu pada batubara ini umumnya tidak akan lebur pada kebanyakan tungku industri batubara yang temperatur pelunakannya terletak antara 1250oC-1450oC, mungkin dapat atau mungkin tidak dapat membentuk slag. Untuk batubara tipe ini tungku harus dirancang agar tercegah pembentukan leburan abu atau dirancang agar abu lebur dan tetap lebur sampai dikeluarkan.

Penggunaan slagging coal, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat dari slag. Harus ada kepastian bahwa slag tetap cair dan mengalir sampai dikeluarkan dari tungku tanpa masalah. Sifat yang perlu dikenal sekali yang berkaitan dengan slag cair ialah viskositas-nya. Viskositas menentukan mudah sukarnya slag cair bergerak.

3.2.2. Viskositas Slag

Sungguhpun temperatur lebur abu digunakan untuk memperkirakan karakteristik aliran (fluiditas) abu, ia tidak dapat memperkirakan seberapa cair abu itu ketika menjadi slag. Dua abu batubara yang mempunyai temperatur lebur abu sama dapat mempunyai karakteristik aliran abu yang sangat berbeda. Fluiditas dari

slag dapat dinyatakan dengan viskositasnya dengan poise pada temperature

tertentu. Viskositas akan mengecil (mudah mengalir) dengan naiknya temperatur. Pada temperatur tungku yang tetap, viskositas slag berbeda-beda menurut komposisi kimia dari abu. Viskositas abu yang membentuk terak pada berbagai temperatur merupakan parameter penting dalam mengevaluasi system pembersih abu yang cocok. Terak biasanya mempunyai viskositas 250 poise atau lebih rendah sehingga mempunyai karakteristik aliran yang baik. Temperatur terak pada viskositas 250 poise disingkat sebagai T250. T250 ini merupakan parameter desain yang sangat penting.

Hubungan viskositas, temperatur slag, dan harga T250 ditentukan oleh komposisi abu dan kondisi sekelilingnya apakah oxidizing atau reducing. Gambar 3.5 memberikan gambaran hubungan ini, baik pada kondisi oxidizing maupun kondisi reducing.

Pengukuran viskositas terak secara praktis sulit dilakukan dan umumnya harga T250 diperkirakan dari hubungan-hubungan parameter yang dihitung dari hasil analisis abu, yaitu:

a) Silica Ratio = MgO CaO O Fe SiO SiO + + + 2 3 2 2

Harga silica ratio umumnya berkisar antara 0,4 sampai 0,8. Harga yang lebih rendah memberikan harga T250 yang lebih rendah.

b) Base-to-Acid Ratio = 2 3 2 2 2 2 3 2 TiO O Al SiO O K O Na MgO CaO O Fe + + + + + +

Gambar 3.5

Hubungan Viskositas – Temperatur Slag

Harga base-to-acid-ratio umumnya sekitar 0,1 sampai 1.0, harga base-to-acid

ratio yang lebih tinggi memberikan harga T250 yang lebih rendah. Hubungan ini biasanya digunakan untuk abu yang bersifat asam dimana harga base-to-acid ratio lebih rendah dari 0.6.

c) Dolomite Ratio = O K NaO MgO CaO O Fe MgO CaO 2 3 2 + + + + +

Harga dolomite ratio berkisar antara 0.5 sampai0.9. Harga dolomite ratio yang lebih rendah memberikan harga T250 yang lebih rendah. Hubungan ini biasanya sering digunakan untuk batubara lignit yang bersifat basa dimana harga base-to-acid ratio lebih basa dari 0.6.

d) Ferritic Ratio = Fe 1,43 FeC 1,11 O Fe O Fe 3 2 3 2 + +

Harga ferritic ratio berkisar antara 0.1 sampai 0.8. Harga ferritic ratio yang semakin rendah memberikan harga T250 yang semakin rendah pula.

3.2.3. Deposisi Abu dalam Tanur dan Boiler

Dalam dokumen Draft Diktat Kuliah Batubara (Halaman 53-58)