• Tidak ada hasil yang ditemukan

Draft Diktat Kuliah Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Draft Diktat Kuliah Batubara"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). BAB I PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA 1.1. PEMBENTUKAN BATUBARA Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran sempurna. Pada umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada jaman karbon yaitu sekitar 270-350 juta tahun yang lalu. Pada jaman tersebut terbentuk batubara dibelahan bumi utara seperti Eropa, Asia dan Amerika. Di Indonesia batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda, yaitu terbentuk pada jaman Tersier. Batubara tertua yang ditambang di Indonesia berumur Eosen (40-60 juta tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2 - 15 juta tahun yang lalu). Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu: a. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan, sering disebut proses peatification b. Tahap pembentukan batubara dari gambut, sering disebut proses coalification. 1.1.1. Pembentukan Gambut Tumbuhan yang tumbuh atau mati pada umumnya akan mengalami proses pembusukan. dan pengahancuran yang sempurna sehingga setelah. beberapa. waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh pertumbuhan dan aktifitas bakteri dan jasad renik lainnya. Untuk penyederhanaan tentang proses tersebut, proses oksidasi material penyusun utama cellulose (C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut: C6H10O5 + 6 O2 → 6 CO2 + 5 H2O. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 1.

(2) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.1. Rekonstruksi Suatu Hutan Calamite. Contoh Vegetasi Carboniferous “Basah” sebagai Tumbuhan Pembentuk Batubara Jika tumbuhan tumbang disuatu rawa, yang dicirikan dengan kandungan oksigen air rawa yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri-bakteri aerob (yang memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna atau dengan kata lain tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat). Dengan tidak tersedianya oksigen maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO dan CO2. Tahap pembentukan gambut ini sering disebut juga sebagai proses biokimia.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 2.

(3) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambut yang umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam merupakan padatan yang bersifat sarang (porous) dan masih memperlihatkan struktur tumbuhan asalnya. Gambut masih mengandung kandungan air yang tinggi, bisa lebih dari 50%.. 1.1.2. Pembentukan Batubara Proses pembentukan gambut akan berhenti dengan tidak adanya regenerasi tumbuhan. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak memungkinkan tumbuhnnya vegetasi, misalnya penurunan dasar cekungan yang terlalu cepat. Jika lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka lapisan gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sedimen tersebut dimana tekanan akan meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah. besar akan mengakibatkan peningkatan temperatur. Disamping itu. temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman disebut gradient geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat juga disebabakan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung serta aktivitas-aktivitas tektonik lainnya. Peningkatan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan mengkonversi gambut menjadi batubara. dimana terjadi proses pengurangan kandungan air,. pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan dan kekerasan serta peningkatan nilai kalor. Faktor tekanan dan temperatur serta faktor waktu merupkan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara. Tahap pembentukan batubara ini sering disebut juga sebagai proses termodinamika atau dinamokimia.. 1.1.3. Tempat Terbentuknya Batubara Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 3.

(4) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.2. Rekonstruksi tumbuhan Lepidodendron dan Sigillaria. Contoh Vegetasi Carboniferous “kering” sebagai Tumbuhan Pembentuk Batubara. Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2 macam teori: a.. Teori Insitu Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,. terbentuknya ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada, batubara yang terbentuk disebut batubara autochtone. Dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 4.

(5) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).. b.. Teori Drift Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara. terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang, batubara yang terbentuk disebut batubara allochtone. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuknya dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan dilapangan batubara delta Mahakam purba, Kalimantan Timur. Agak sulit untuk melakukan kuantifikasi akumulasi. gambut karena banyak. faktor yang mempengaruhinya serta agak sulit untuk membuktikannya. Namun hasil penyelidikan yang dilakukan di Amerika Serikat, diperkirakan gambut lepas setebal 10 – 12 ft untuk menghasilkan 1 ft gambut padat dan untuk itu diperlukan waktu kurang lebih 100 tahun. Dalam proses konversi dari gambut menjadi batubara terjadi lagi pemampatan dan laju pemampatan ini tergantung pada rank batubara. Menurut hasil penelitian, jika diambil kayu sebagai basis (100%) pembentukan gambut dan batubara, maka perbandingan volume dalam % adalah sebagai berikut: - gambut. = 28 – 45 %. - lignite. = 17 – 28 %. - bitumineous coal. = 10 – 17 %. - anthracite. = 5 – 10 %. Jika diasumsikan bahwa waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 1 ft gambut termampatkan adalah 100 tahun seperti yang disebutkan diatas maka dengan menggunakan persentasi di atas dapat diasumsikan waktu yang dibutuhkan untuk akumulasi gambut sehingga diperoleh ketebalan lapisan batubara 1 ft sebagai berikut:. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 5.

(6) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). - lignite. = 160 tahun. - bitumineous. = 260 tahun. - anthracite. = 490 tahun. Patut diingat bahwa angka-angka diatas hanya untuk menggambarkan bahwa laju akumulasi gambut dan selanjutnya lapisan batubara sedemikian lambatnya.. 1.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks, dalam arti harus dipelajari dari berbagai sudut yang berbeda. Ada beberapa faktor yang diperlukan dalam pembentukan batubara yaitu: a.. posisi geotektonik. b.. topografi (morfologi). c.. iklim. d.. penurunan. e.. umur geologi. f.. tumbuh-tumbuhan. g.. dekomposisi. h.. sejarah sesudah pengendapan. i.. struktur cekungan batubara. j.. metamorfosis organik. a.. Posisi geotektonik. Posisi geotektonik adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim lokal. dan. morfologi. cekungan. pengendapan. batubara. maupun. kecepatan. penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 6.

(7) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). b.. Topografi (Morfologi) Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena. menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya pada posisi geotektonik.. c.. Iklim Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan. merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi geotektonik. Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan sub tropis pada umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Hasil pengkajian menyatakan bahwa rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5-6 m dalam selang waktu yang sama.. d.. Penurunan Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika. penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.. Pergantian. dan. regresi. mempengaruhi. pertumbuhan. flora. dan. pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.. e.. Umur geologi Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai. macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 7.

(8) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Disamping itu faktor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara.. f.. Tumbuhan Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora. terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbgai tipe batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai dari Paleozoic hingga Devon, flora belum tumbuh dengan baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk titik awal dari pertumbuhan flora secara besar-besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan tumbuh dengan subur selama masa karbon. Pada masa Tersier merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.. g.. Dekomposisi Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia dari. organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati. Dari proses di atas terjadi perubahan dari kayu menjadi peringkat batubara. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 8.

(9) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar dari proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi.. h.. Sejarah Sesudah Pengendapan Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik. yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut. Disamping itu sejarah geologi endapan batubara, berupa perlipatan, persesaran, intrusi magmatik dan sebagainya.. i.. Struktur Cekungan Batubara Terbentuknya batubara pada cekungan batubara pada umumnya mengalami. deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara bentukbentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus.. j.. Metamorfosa Organik Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau. penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat,. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 9.

(10) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses metamorfosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik dan optiknya.. 1.1.5. Terbentuknya Lapisan Batubara Tebal Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu syarat yang dapat membentuk lapisan batubara tebal adalah apabila terdapat suatu cekungan yang oleh karena adanya beban pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara di atasnya mengakibatkan dasar cekungan tersebut turun secara perlahan-lahan. Cekungan ini umumnya terdapat di daerah rawa-rawa (hutan bakau) di tepi pantai. Dasar cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan batubara memungkinkan permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil. Apabila akibat proses geologi dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut akan masuk ke dalam cekungan sehingga mengubah kondisi rawa menjadi kondisi laut. Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan sedimen laut antara lain batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi kembali pengendapan batulempung yang memungkinkan untuk kembali terbentuk kondisi rawa. Proses selanjutnya akan terkumpul dan terendapkan bahan-bahan pembentuk batubara (sisa tumbuhan) di atas lapisan batulempung (claystone). Demikian seterusnya sehingga terbentuk lapisan batubara dengan diselingi oleh lapisan antara yang berupa batulempung yang disebut sebagai clay band atau clay parting. Gambar 1.3. memperlihatkan kronologis pembentukan batubara, batugamping dan batulempung.. Gambar 1.4 mengilustrasikan kedudukan clay band terhadap. lapisan batubara.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 10.

(11) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.3. Kronologis Pembentukan Batubara, Batugamping dan Batulempung a. Dasar rawa turun perlahan-lahan b. Rawa berubah menjadi laut. Gambar 1.4. Kedudukan Clay band terhadap Lapisan Batubara. 1.1.6. Reaksi Pembentukan Batubara Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari cellulose. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh faktor fisika, kimia alam akan mengubah cellulose menjadi lignit, subbituminus, bituminus, dan antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai berikut: 5 (C6H10O5) Cellulose 5 (C6H10O5) Cellulose. C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO Lignit C22H20O3 + 5 CH4 + 10 H2O + 8 CO2 + CO Bitumineous. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 11.

(12) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Keterangan: Cellulose (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam lignit lebih sedikit dibandingkan bitumine. Semakin banyak unsur C lignit semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bitumineous. Semakin banyak unsur H dalam lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa CH4 (gas methan) dalam lignit lebih sedikit dibandingkan dalam bitumineous. Semakin banyak CH4 dalam lignit semakin baik kualitasnya. Gas-gas yang terbentuk selama proses coalification akan masuk kedalam celah-celah vein batulempung dan ini sangat berbahaya. Gas metan yang sudah terakumulasi di dalam celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi kenaikan temperature, karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak dan terjadi kebakaran. Oleh sebab itu mengetahui bentuk deposit batubara dapat menentukan cara penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan keselamatan kerja.. 1.1.7. Komponen Pembentuk Batubara Pengetahuan tentang petrologi batubara dirintis oleh William Hutton, (1883). Analisis petrologi yang dilakukan dengan menggunakan sayatan tipis pada awalnya untuk mengidentifikasikan jenis tumbuhan pembentuk batubara. Studi tentang petrologi batubara diperkaya dengan penemuan Stopes (1919) dan Thiessen (1920). Stopes mempergunakan mikroskop untuk mendukung hasil pemerian. Stopes dan Thiessen sama-sama menggunakan teknik sayatan tipis, tetapi Stopes pada akhirnya menggunakan sinar pantul. Pada tahun 1930-an diperkenalkan suatu teknik baru yang menjadi bagian dari petrologi batubara, yaitu pengukuran refleksi maceral dan kegunaannya adalah sebagai parameter derajat batubara. Pada tahun 1935, Stopes memperkenalkan konsep maceral yang dapat diartikan sebagai komponen terkecil dari batubara (=mineral pada batuan). Konsep maceral ini yang tetap dipakai sampai saat ini. Pada waktu itu para ahli mencoba mencari hubungan antara komposisi petrologi dengan sifat-sifat keteknikan dari batubara. Seperti diketahui bahwa batubara yang kaya akan kelompok maceral vitrinit dan eksinit mempunyai perbedaan nyata di dalam. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 12.

(13) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). sifat pencairan, penggasan dan pembakaran, jika dibandingkan dengan batubara yang kaya akan inertinit. Studi tentang batubara mengalami pengembangan pesat sejak tahun 1960-an antara lain diteliti lebih lanjut tentang: 1.. Petrologi gambut, untuk mengetahui jenis tumbuhan pembentuk.. 2.. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi proses pembatubaraan. 3.. Hubungan antara petrologi batubara dengan sedimentasi. 4.. Tingkat oksidasi. 5.. Teknologi. batubara. seperti. pengkokasan,. pencairan. penggasan. dan. pembakaran. Dengan berkembangnya petrologi batubara, suatu teknik baru diperkenalkan yaitu penggunaan sinar ultraviolet dan mikroskop automatic. Sinar ultraviolet umumnya dipergunakan pada kelompok liptinit yang kaya hidrogen.. A.. Komposisi Petrologi Batubara Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik dan. anorganik pembentuk batubara. Untuk mempelajari petrologi batubara umumnya ditinjau dalam dua aspek yaitu jenis dan derajat batubara. Jenis batubara berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara, dan perkembangannya dipengaruhi oleh proses kimia dan biokimia selama proses penggambutan, sedangkan derajat batubara menunjukkan posisi pada seri klasifikasi batubara mulai dari gambut sampai antrasit. Dengan demikian jelas bahwa batubara itu bukan suatu benda homogen, melainkan terdiri dari bermacam-macam komponen dasar. Didalam batubara komponen ini dinamakan maceral, sedang maceral dibagi 3 kelompok utama yaitu vitrinit, eksinit, dan inertinit. Maceral pembentuk batubara umumnya berasosiasi satu sama lain dengan perbandingan berbeda-beda. Asosiasi ini dikenal sebagai litotipe dan mikrolitotipe. Litotipe merupakan pita-pita tipis pada batubara yang terlihat secara megaskopis. Ketiga kelompok maceral ini dapat dibedakan dari morfologi (kenampakan di bawah mikroskop), asal kejadian, sifat-sifat fisik dan kimia yang dipunyai seperti yang terlihat pada Tabel 1.1. Stopes (1919) memperkenalkan 4 macam litotipe. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 13.

(14) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, di mana klasifikasi ini umumnya dipergunakan untuk batubara jenis bituminous. Tabel 1.1. Ringkasan Maceral batubara (Modifikasi dari Smith,1981) Kelompok Maceral Maceral Vitrinit Telovitrinit. Eksinit. Keterangan. Kayu dan serat Kayu Kaya Oksigen, umum pada batubara, VM = 35%. Lingkungan reduksi penurunan cepat, permukaan air dalam, reaktif. SG = 1,3 – 1,8.. Sporinit. Spora, sarang spora Kaya oksigen VM = butiran-butiran 67%, umum pada oil serbuk sari. shale dan batuan pembawa minyak.. Kuitinit. Kulit ari, daun, tungkai, akar. Pecahan-pecahan eksinit. Resin, lemak, parifin. Cork, kulit kayu Sisa-sisa ganggang Minyak, bitumen yang keluar selama proses pembatubaraan. Lipids, minyak Hasil ubahan (biokimia) dari kayu dan serat-serat kayu selama penggambutan. Liptodertrinit Resinit Suberinit Alganit Eksudatinit. Inertinit. Asal Kejadian. Fluorinit Semifusinit Fusinit Sklerotinit Inertodetrinit Mikrinit Makronit. S.G = 1.0 – 1.3. Kaya karbon VM = 23% Penurunan lambat, permukaan air rendah atau bergelombang, tidak reaktif. S. G = 1,5 – 2,0. Untuk batubara Indonesia yang umumnya berderajat subbituminous masih dapat menggunakan klasifikasi ini. Klarain dan Vitrain adalah litotipe yang umum pada batubara Indonesia (Daulay, 1985).. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 14.

(15) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Tabel 1.2. Ringkasan Litotipe Batubara (Modifikasi Stopes 1919) Kenampakan pada Litotipe Keterangan Mikroskop Vitrain. Berbentuk lapisan atau Vitrit dan sedikit klarit lensa,. ber- (kaya akan vitrinit). ketebalan. kisar 3-5 mm, pecah dengan sistim kubik. Klarain. Lapisan-lapisan. tipis Klarit dan sedikit vitrit. yang. dan (kaya akan vitrinit dan. cemerlang. buram (<3 mm).. eksinit). Batuan pembawa minyak. Fusain. Hitam. atau. hitam,. kilap. berserabut,. abu-abu Fusit. (kaya. akan. (kaya. akan. sutera, fusinit). gampang. diremas. Durain. Abu-abu hitam kecoklat- Durit an. permukaan. kilap. kasar, eksinit dan interknit).. berminyak. (greasy).. Secara megaskopis dapat memberi gambaran komposisi maceral batubara tersebut. Mikrolitotipe (menurut the International Comitte for Coal Petrology, 1963) adalah suatu asosiasi maceral (terlihat di bawah mikroskop) dengan ketebalan minimum 50 mm. Ketiga kelompok utama mikrolitotipe ditandai sebagai 1-maceral, 2-maceral, 3-maceral tergantung apakah asosiasi maceral itu terdiri dari 1,2, atau 3 kelompok maceral (Tabel 1.3). Analisa mikrolitotipe dapat memberikan gambaran mengenai tekstur batubara. Jika ada dua batubara yang mempunyai kandungan vitrinit hampir sama, tetapi yang satu (I) kandungan vitrinitnya lebih tinggi dari yang lain (II), maka dapat disimpulkan bahwa vitrinit yang terbentuk pada batubara I merupakan pita-pita tebal. Data ini sangat diperlukan dalam perencanaan preparasi batubara tersebut. Ukuran intertinit yang diperoleh sangat bermanfaat di dalam proses pengkokasan. Selain ketiga. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 15.

(16) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). kelompok maceral tersebut di atas, batubara juga mengandung zat anorganik yang disebut mineral matter.. Tabel 1.3. Ringkasan Mikrolitotipe Batubara (ICCP, 1963). 1-Maceral. 2-Maceral. 3-Maceral. Mikrolitotipe Vitrit Liptit Inertit Klarit Vitrinertit Durit Duroklarit Klarodurit Vitrinertoliptinit Hitam, kilap sutra, berserabut, mudah diremas. Komposisi Kelompok Maceral Vitrinit > 95 % Liptinit >95 % Inertinit > 95 % Vitrinit + liptinit > 95 % Vitrinit + Inertinit > 95 % Liptinit + Inertinit > 95 % Vitrinit > liptinit dan inertinit Inertinit > Vitrinit dan liptinit Liptinit > vitrinit dan inertinit (kaya akan fusinit). Mineral Matter (berhubungan langsung dengan abu batubara) umumnya terbentuk sebagai material-material halus menyebar pada batubara atau terkumpul membentuk lapisan-lapisan tipis (clay band).. B.. Derajat Batubara Derajat batubara adalah posisi pada seri klasifikasi mulai dari gambut sampai. antrasit. Perkembangan sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan waktu (Lopatin, 1971; Bostick, 1973). Banyak parameter yang telah dipergunakan untuk penentuan derajat batubara (Crok,1983), salah satu di antaranya adalah refleksi vitrinit. Cara ini belum begitu dikenal di Indonesia, dan telah berkembang pesat di amerika, Jerman, Australia terutama pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam eksplorasi minyak dan gas. Semua jenis maceral dapat diukur refleksinya, tetapi kelompok vitrinit adalah yang umum dipilih. Kelompok ini cenderung terbentuk sebagai pecahan-pecahan kasar dan homogen, merupakan maceral utama pada kebanyakan batubara dan menunjukan korelasi yang bagus dengan parameter lain yang dipakai sebagai indikasi derajat batubara. Dengan cara refleksi vitrinit ini, pengukuran dapat dilakukan dengan singkat dan pasti.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 16.

(17) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.5 Eksinit (e) Berasosiasi dengan Vitrinit (v) dan Mineral Matter (m). Batubara Bayah, Rv = 0,64 %, Luas Pengamatan = 0,44 mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967). Gambar 1.6. Sama Dengan Gambar 1.5, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay, 1967). Gambar 1.7. Eksinit (E) Mengisi Sel-Sel Vitrinit (V) Dan Membentuk Lapisan-Lapisan. Batubara Neogene, Samarinda, Kalimantan Timur, Rv Max = 0, 46 %, Luas Pengamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967).. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 17.

(18) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.8. Sama Dengan Gambar 1.7, Tetapi Pada Sinar Flouresen (Daulay, 1967). Gambar 1.9. Sel-Sel Inertinit (I) Diisi Oleh Eksinit (E) Dalam Masa Dasar Vitrinit (V), Dari Batubara Bukit Asam, Rv Max = 0,38%, Luasnya Pangamatan = 0, 28 Mm, Sinar Pantul (Daulay, 1967).. Gambar 1.10. Sama Dengan Gambaar 1.9, Tetapi Pada Sinar Floeresen (Daulay, 1967).. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 18.

(19) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). 1.2. STRUKTUR LAPISAN BATUBARA 1.2.1. Associated Strata Mengacu pada proses terbentuknya batubara lapisan batuan yang sering berasosiasi dengan lapisan batubara adalah lempung, lanau dan pasir yang masih bersifat lepas (unconsolidated) serta serpih. Kadang-kadang juga ditemukan konglomerat atau batugamping. Lapisan batuan yang bersifat lepas umumnya berasosiasi dengan lignite dan kadang-kadang sub-bituminous karena dengan rank yang lebih tinggi dimana sedimen bersifat batuan. Batupasir dapat terbentuk dari material hasil pelapukan yang terbawa angin yang selanjutnya tertutup oleh endapan lainnya dan mengalami kompaksi atau dari pengendapan pasir terbawa oleh aliran air dangkal dari daerah yang tidak terlalu jauh. Lempung merupakan hasil pengendapan material halus pada aliran air dangkal yang umumnya berasal dari daerah dataran rendah dengan aliran air alamiah yang pelan. Sedangkan lapisan batu gamping menunjukan pengendapan air dalam atau kondisi laut (marine) yang memungkinkan terbentuknya batu gamping tersebut.. 1.2.2. Variasi Ketebalan dan Penyebaran Lapisan batubara disuatu tempat selalu bervariasi ketebalannya yang kadangkadang hanya pada jarak yang dekat / pendek. Faktor utama yang menyebabkan variasi tersebut adalah kondisi cekungan tempat terbentuknya batubara tersebut. Pada cekungan yang luas variasi ketebalan lebih sedikit bila dibandingkan dengan cekungan yang lebih kecil, misalnya di daerah delta sungai. Demikian pula bentuk dasar awal sebelum lapisan batubara terbentuk. Faktor lain adalah faktor kerapatan tumpukan tumbuhan yang akan membentuk gambut dan perbedaan tekanan dari lapisan sedimen diatas lapisan batubara atau akibat aktivitas tektonik.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 19.

(20) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). 1.2.3. Variasi Kualitas Sering terjadi kulitas secara vertikal pada suatu lapisan batubara. Bisa saja pada bagian bawah lapisan batubara kandungan abu semakin tinggi dan pada bagian atas banyak mengandung material lain yang terjadi bersamaan dengan proses akumulasi gambut. Variasi secara horizontal pada suatu lapisan batubara bahkan pada suatu tambang yang sama lebih sering ditemukan dan hal ini umumnya disebabakan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembatubaraan (coalification) seperti tekanan lapisan sediment dan pengaruh aktivitas magma.. 1.2.4. Bentuk Lapisan Batubara a.. Bentuk Horse Back Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya. melengkung ke arah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan ke arah lateral batubara kemungkinan sama ataupun menjadi lebih kecil atau menipis. Gambar 1.11 memperlihatkan deposit batubara bentuk Horse Back.. Gambar 1.11 Deposit Batubara Bentuk Horse Back. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 20.

(21) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). b.. Bentuk Pinch Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada. umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plestis misalnya batulempung sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Gambar 1.12 memperlihatkan deposit batubara berbentuk Pinch.. Gambar 1.12. Deposit Batubara Bentuk Pich. c.. Bentuk Clay Vein Bentuk ini terjadi apabila di antara 2 bagian deposit batubara terdapat urat. lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir. Gambar 1.13. memperlihatkan deposit batubara bentuk Clay Vein.. Gambar 1.13. Deposit Batubara Bentuk Clay Vein. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 21.

(22) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). d.. Bentuk Burried Hill. Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk terdapat suatu kulminasi sehingga batubara seperti “terintrusi”. Gambar 1.14 memperlihatkan deposit batubara bentuk Burried Hill.. Gambar 1.14. Deposit Batubara Bentuk Burried Hill. e.. Bentuk Sesar (Fault). Suatu sesar adalah patahan sehingga lapisan pada satu sisi bergerak relatif terhadap lapisan disisi yang lain. Gerakan tersebut menyebabkan satu sisi bergerak keatas atau kebawah sementara sisi yang lain tetap atau satu sisi bergerak keatas sementara sisi yang lain bergerak ke bawah atau kedua sisi bergerak kearah yang sama tetap dengan jarak perpindahan yang berbeda. Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mengacaukan di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran kearah vertikal. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala patahan harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Untuk daerah seperti ini disamping kegiatan pemboran maka penyelidikan geofisika sangat membantu di dalam melakukan interpresi dan korelasi antar lubang pemboran. Gambar 1.15, memperlihatkan deposit batubara bentuk Fault.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 22.

(23) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.15. Deposit Batubara Bentuk Fault. f.. Bentuk Perlipatan (Fold). Gerakan kerak bumi antara lain menyebabakan terjainya perlipatan (folding). Proses ini menyebabkan lapisan batubara yang pada awalnya terbentuknya secara horizontal mengalami perlipatan sehingga lapisan batubara tersebut menjadi miring, bahkan kadang-kadang hampir tegak lurus, Hal ini dapat terjadi jika proses perlipatan terjadi pada tahap awal pembentukan batubara dimana lapisan batubara masih bersifat plastis sehingga dapat mengikuti perlipatan yang terjadi. Daerah punggungan disebut antiklin sedangkan daerah lembah disebut sinklin untuk menggambarkan kemiringan lapisan batubara yang terlipat tersebut dikenal istilah strike atau jurus dan kemiringan atu dip. Jurus adalah garis dimana lapisan batubara memotong bidang horizontal dan kemiringan diukur tegak lurus. Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin komplek perlipatan tersebut terjadi. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala perlipatan, apalagi bila di daerah tersebut juga terjadi patahan harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Untuk daerah seperti ini di samping kegiatan pemboran maka penyelidikan geofisika sangat membantu di dalam melakukan interpretasi dan korelasi antar lubang pemboran. Gambar 1.16, memperlihatkan deposit batubara bentuk fold.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 23.

(24) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 1.16. Deposit Batubara Bentuk Fold. g.. Sisipan (Partings). Lapisan. batubara. kadang-kadang. disisipi. oleh. lapisan-lapisan. batuan. anorganik, umunya serpih, lempung, batupasir. Secara umum sisipan lapisan tersebut disebut parting, namun jika lapisan tersebut cukup tebal lapisan batubara tersebut disebut mengalami splitting. Parting yang tipis tersebut misalnya clayband atau tonstein. Pada umumnya parting terbentuk bersama-sama dengan pembentukan lapisan gambut misalnya jika pada suatu saat terjadi banjir sehingga terjadi sedimentasi material anorganik secara merata diseluruh cekungan sehingga ada bagian dimana proses regenerasi tumbuhan terhenti sementara di tempat lain masih berlangsung secara kontinyu.. h.. Rekahan (Joint). Rekahan atau joints sering dijumpai pada lapisan batubara. Rekahan tersebut berasosiasi dengan perubahan volume dari lapisan batubara, baik melalui kontraksi pada saat pengeringan. Kompaksi akibat lapisan sedimen di atasnya maupun ekspansi akibat hilangnya lapisan penutup. Rekahan dapat juga terjadi pada lapisan batubara di dekat punggungan perlipatan (sumbu antiklin) atau karena regangan lokal.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 24.

(25) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Umumnya terdapat dua set rekahan pada lapisan batubara yang saling tegak lurus satu dengan lainnya, yaitu face cleats dan bult cleats. Face cleats lebih panjang dan teratur dibandingkan dengan bult cleats. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui jumlah cadangan deposit batubara di suatu daerah, penyelidikan geologi detail perlu dilakukan.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 25.

(26) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). BAB II KLASIFIKASI BATUBARA Beragamnya kualitas batubara diseluruh dunia menyebabkan diperlukannya pengklasifikasian batubara menurut sistem atau rank (peringkat) nya. Meskipun ada banyak kasus dimana batas klasifikasi sangat sulit, batubara umumnya dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa skala yang sistematik. Bagaimanapun dalam melakukan analisa batubara suatu upaya harus dilakukan agar dapat menempatkan batubara dalam suatu kelas tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk pembandingan mutu batubara dibeberapa negara atau internasional. Meskipun banyak negara penghasil batubara utama telah memiliki klasifikasi sendiri, namun umumnya ahli tambang ataupun ahli geologi lebih terfokus kepada dua klasifikasi internasional yang paling sering digunakan. Klasifikasi yang pertama adalah sistem Amerika (ASTM, American Society for Testing and Materials) dan yang kedua adalah sistem klasifikasi internasional yang dibuat oleh organisasi standarisasi internasional, (ISO, International Standardization Organization), sebuah agensi dari United Nations Economics Commission for Europe. Karena sangat pentingnya kedua klasifikasi diatas, maka bahasan tentang pengklasifikasian batubara dalam buku ini mengacu kepada kedua sistem diatas. Standar lain yang juga umum digunakan diantaranya adalah British Standard yang dapat dilihat pada tabel 2.8. Sistem Australia sama dengan ISO hanya saja dilengkapi dengan menyertakan level abu batubara (ash levels). Sistem Jepang secara umum merujuk pada ASTM, tetapi mereka juga memiliki Japanese Industrial Standard (JIS).. 2.1. KLASIFIKASI. BATUBARA. BERDASARKAN. RANK. MENURUT ASTM Klasifikasi batubara ini mengacu kepada ASTM D-388-66, yang telah diadopsi oleh American Standards Association (ASA) No. M 20. 1-1973 (Tabel 2.1 menunjukan. klasifikasi. batubara. menurut. ASTM).. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. Sistem. klasifikasi. ini. 26.

(27) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). mempergunakan volatile matter (dmmf), fixed carbon (dmmf) dan calorific value (mmmf) sebagai patokan. Untuk anthrasit, fixed carbon (dmmf) merupakan patokan utama, sedangkan volatile matter (dmmf) sebagai patokan ke dua. Bituminous mempergunakan volatile matter (dmmf) sebagai patokan utama dan calorific value (mmmf) sebagai patokan kedua. Lignit mempergunakan calorific value (mmmf) sebagai patokan seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Sifat-sifat Aglomerasi dan pelapukan digunakan untuk membedakan antar kelompok yang bersebelahan. Klasifikasi ini tidak meliputi beberapa batubara tertentu yang memiliki variasi tidak beraturan yaitu batubara yang mempunyai sifat fisik dan kimia tidak biasa, nilai zat terbang dan nilai kalori berada diantara batas rank batubara High volatile bituminous dan subbituminous. Semua batubara yang termasuk dalam kelompok ini memiliki nilai karbon (dry basis) kurang dari 48 %, atau mempunyai nilai moisture (mineral-matter-free basis) lebih dari 15,500 British thermal units per pound (Btu/Lb). Basis pelaporan kandungan air lembab (moisture) berdasar pada nilai air bawaan (inherent moisture) yang terkandung secara alamiah, dan tidak termasuk air permukaan (surface moisture). Kadang-kadang basis pelaporan moisture sudah mengandung arti dinyatakan dalam air dry basis (adb), bagian yang sering digunakan dalam pelaporan standar hasil uji laboratorium. Untuk menghitung nilai karbon padat (fixed carbon (%), dmmf), zat terbang (volatile matter (%), dmmf), dan kandungan air (moisture (Btu/lb), dmmf) yang digunakan untuk mengetahui posisi peringkat (rank) batubara dalam standar ASTM mengikuti persamaan-persamaan dibawah ini:. FC (dmmf) VMm (dmmf) Moist (Btu, mmf). FC - 0.15 S x 100 100 - (M + 1.08 A + 0.55 S) = 100 - FC (dmmf) Btu - 50 S = x 100 100 - (1.08 A + 0.55 S) =. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 27.

(28) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Dimana: Dmmf. : Dry, Mineral Matter Free. Btu. : British thermal units (specific energy). FC. : % Fixed Carbon. VM. : % Volatile Matter. M. : % Moisture. A. : % Ash. S. : % Sulfur. Catatan: Moist “Btu” merujuk pada nilai kandungan batubara dalam kondisi alamiahnya, atau kandungan bawaan, dengan kata lain disebut moisture tetapi bukan surface moisture.. Simbol-simbol yang sering digunakan dalam menentukan rank batubara dalam klasifikasi ASTM adalah: Lvb. = Low-volatile bituminous. Mvb. = Medium-volatile bituminous. Hvab = High-volatile A bituminous Hvbb = High-volatile B bituminous Hvbc = High-volatile C bituminous Sub a = Subbituminous A Sub b = Subbituminous B Sub c = Subbituminous C. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 28.

(29) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Tabel 2.1. Klasifikasi Batubara Menurut ASTM Berdasarkan Rank Class I. Anthracite. Group 1. Meta-Anthracite 2. Anthracite. 3. Semianthracite. II. Bituminous. 1. Low-Volatile. 2. Medium-Volatile. 3. High-Volatile A. 4. High-Volatile B 5. High-Volatile C. III. Subbituminous. 1. Subbituminous A 2. Subbituminous B 3. Subbituminous C. Analytical Limits Requisite Physical (Mineral-Matter-Free Basis) Properties Dry FC 98% or more ; Dry VM 2% or less; Dry FC 92% or more And less than 98% Dry VM 8% or less And more than 2% Dry FC 86% or more And less than 92% Dry VM 14% or less Non-agglomerating And more than 8% Dry FC 78% or more And less than 86%; Dry VM 22% or less And more than 14% Dry FC 69% or more And less than 78%; Dry VM 31% or less And more than 22% Dry FC Less than 69% Dry VM more than 31% And moist Btu 14,000 Or more Moist Btu 13,000 or more And less than 14,000 Moist Btu 10,500 or more And less than 13,000. Agglomerating Commeonly. Moist Btu 10,500 or more And less than 11,500 Moist Btu 9,500 or more And less than 10,500 Moist Btu 8,300 or more And less than 9,500. Non-agglomerating. IV. Lignitic. 1. Lignite A Moist Btu less than 8,300 2. Lignite B Moist Btu less than 6,300 Sumber : ASTM D-388-66 (reprinted by permission).. Either agglomerating Or non-agglomerating. Non-agglomerating. Legend : FC = Fixed Carbon Vm = Volatile Matter Btu = British Termal Units Catatan: 429.923 Btu = 1 MI/kg (megajoules), specific energy,SI.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 29.

(30) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530) GROUPS (determineted by caking properties) ALTERNATIVE GROUP PARAMETERS GROUP NUMBER. Free-swelling index (cruciblesweeling number). 3. >4. The firs figure of the code number indicates the class of the coal, determinated by volatile matter content up to 33% V.M. and by calorific parameter above 33% V.M. The second figure indicates the group of coal, determineted by caking properties. The third figure indicates the subgroup, determined by caking properties.. Roga Index. Dilatometer. 535. 635. 5. >140. 334. 434. 534. 634. 4. >50-140. 333. 433. 533. 633. 733. 3. >0-50. 432. 532. 632. 732. 832. 2. <0. 323. 423. 523. 623. 723. 823. 3. >050. 322. 422. 522. 622. 722. 822. 2. <0. 321. 421. 521. 621. 721. 821. 1. Contaction Only. 212. 312. 412. 512. 612. 712. 812. 2. <0. 211. 311. 411. 511. 611. 711. 811. 1. Contaction Only. 200. 300. 400. 500. 600. 700. 800. 900. 0. Nonsoftening. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. >1014. >14-20. >20-28. >28-33. >33. >33. >33. >33. -. -. -. -. >12.96013.950. >12.96013.950. >980-12.960. >10.26010.980. Gray-King. >45. 2 1/2 - 4. 1. NUMBER. 435. 332 a. 2. SUBGROUP (determinated by coking properties) ALTERNATIVE SUBGROUP PARAMETERS SUBGROUP. CODE NUMBER. 1 - 2.. >20 - 45. 332 b. >5-20. 100 0. 0-1/2. 0-5 A. CLASS NUMBER. B 1. As indication the following classes have and approximate volatile-matter content of:. 0 CLASS PARAMETERS. >310. Volatile matter (dry, ash-free). Calorific parameter. 0-3 >3-6.5. a]. -. >6.5-10 -. Class 6 33-41% volatile matter 7 33-44% volatile matter 8 35-50% volatile matter 9 42-50% volatile matter. CLASSES (Determinated by volatile matter up to 33% V.M. and by calorific parameter above 33% V.M).. Note : (i). (ii). Where the ash content of coal is too high to allow classification according to the precent system, it must be reduced by laboratory float-and-sink menthod (or any order appropriate means). The specific gravity selected for flotation should allow a maximum yield of coal with 5 to 10 percent ash) 332a > 14-16% V.M 322b > 16-20% V.M. Gambar 2.1. Klasifikasi ISO Untuk Batubara Tipe Hard Coal. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 30.

(31) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). 2.2. KLASIFIKASI. BATUBARA. BERDASARKAN. STANDAR. INTERNASIONAL ISO Pada tahun 1949 telah didirikan sebuah komisi dengan nama Comittee of United Nations Economic Comission for Europe untuk mengembangkan suatu sistem klasifikasi batubara secara internasional dan setelah mempertimbangkan beberapa studi yang pernah dikembangkan maka standar tersebut disetujui oleh badan. standarisasi. internasional,. ISO. (International. Organization. for. Standardization). Untuk mengetahui detail dari klasifikasi internsional ini terlalu luas untuk dimasukan dalam diktat ini, tetapi perhatian kita akan difokuskan kepada intisarinya saja. Gambar 2.1 mengilustrasikan bagan klasifikasi untuk batubara jenis hard coal. Klasifikasi internasional ISO membagi batubara dalam dua kategori utama. Kategori pertama disebut batubara “hard” yang didefinisikan sebagai batubara yang memiliki gross calorific value lebih dari 10.260 Btu (moist, ash-free basis). Semua batubara diatas Subbituminous B dalam klasifikasi ASTM Yang termasuk dalam kelompok ini.. Kategori kedua dalam standar ISO adalah semua batubara yang. termasuk dalam group Subbituminous B dan C, dan Lignite A dan B. Pembagian tipe dalam klasifikasi internasional ISO sama dengan rank dalam sistem klasifikasi Amerika ASTM. Pembagian ini berdasarkan pada derajat metamorfisme, atau laju alterasi dari lignite ke anthracite. Class dalam klasifikasi ISO mendekati group dalam klasifikasi ASTM. Pengelompokan batubara dalam klasifikasi pertama berdasarkan kandungan volatile matter-nya (dry, ash-free basis), dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2. Pengelompokkan Batubara Berdasarkan Kandungan Volatile Matter Class No. Percent Volatile Matter (Dry, ash-free basis) 1A 1B 2 3 4 5 6-9. 3 – 6.5 6.5 -10 10 -14 14 – 20 20 – 28 28 – 33 >33. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 31.

(32) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Untuk batubara yang mengandung volatile matter lebih dari 33 persen , dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut: Tabel 2.3 Batubara yang Mengandung Volatile Matter Lebih dari 33% Class No.. Gross Btu Vlue (Moist, Ash-Free Basis). Approximate Volatile Matter Limits (Dry, Ash-Free Basis). 6 7 8 9. > 13.950 12.960 – 13.950 10.980 – 12.960 10.260 – 10.980. 33 – 41 33 – 44 35 – 50 42 – 50. Untuk batubara lignite dan brown coal, atau batubara yang memiliki gross heating value kurang dari 10.260 Btu, batubara diklasifikasikan berdasarkan pada kandungan total moisture-nya (ash-free basis), seperti terlihat pada tabel 2.4 sebagai berikut: Tabel 2.4 Klasifikasi Berdasarkan Pada Kandungan Total Moisture-Nya Class No. 10 11 12 13 14 15. Percent Total Moisture (Ash-Free Basis) <20 20 – 30 30 – 40 40 – 50 50 – 60 60 - 70. Class kemudian dibagi lagi ke dalam group yang mendasarkan pada hasil uji standar batubara. Sembilan Class dari hard coal dibagi kedalam group-group berdasarkan pada sifat “caking” dari batubara seperti terlihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Group Batubara Berdasarkan Pada Sifat “Caking” Group No. 0 1 2 3. Free-Swelling Index 0–½ 1–2 2½-4 >4. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. Roga Index 0–5 5 – 20 20 – 45 > 45. 32.

(33) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Group dari batubara selanjutnya dibagi lagi kedalam sub-sub berdasarkan pada sifat-sifat “coking” nya, seperti diukur menggunakan dilatasi (menggunakan Metode Audibert-Arnu ), atau dengan menggunakan tipe kokas Gray-King , lihat tabel 2.6.. Tabel 2.6 Group Batubara Berdasarkan Pada Tipe Kokas Gray-King Subgroup No. 0 1 2 3 4 5. Maximum Dilatation Non-softening Contaction only 0 and less 0 – 30 50 – 140 > 140. Gray-King Coke Type A A–B E–G G1 – G4 G5 – G8 Above G8. Tiga digit kode nomor digunakan untuk menyatakan klasifikasi dari batubara. Digit pertama menunjukkan “Class” , yang kedua menunjukkan “group”, dan digit yang ketiga menunjukkan “subgroup”. Sebagai contoh, Code No. 634 menunjukan bahwa batubara tersebut masuk dalam Class 6, Group 3, dan Subgroup 4. Class untuk batubara subbituminous dan lignite memiliki gross heating value – kurang lebih 10.260 Btu (atau Class 10 sampai 15) yang dibagi kedalam group berdasarkan tar yield seperti terlihat pada Tabel 2.7. Batubara Class 10 sampai 15 menggunakan empat digit kode nomor, dua digit pertama menunjukkan Class dan dua digit terakhir menunjukkan group. Sebagai contoh, Code No. 1210 berarti batubara tersebut adalah Class 12 dan dimasukkan dalam Group 10.. 2.3. PERBANDINGAN KLASIFIKASI ASTM DAN ISO Perbandingan antara klasifikasi menurut ASTM dan ISO dapat dilihat pada Gambar 3. Sisem internasional sama dengan sistem ASTM yang menyatakan bahwa batubara dipisahkan kedalam Class berdasarkan nilai volatile matter dan kalori.ASTM menggunakan nama untuk menggantikan nomor pada ISO, kemudian. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 33.

(34) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). sistem ASTM menggunakan basis pelaporan mineral-matter-free-basis (dmmf) sedangkan ISO menggunakan basis pelaporan ash-free basis (daf). Dalam hal batubara Subbitumionous C dan lignite, sistem internasional ISO menggunakan. parameter. total. moisture,. sedangkan. pada. sistem. ASTM. menggunakan nilai kalori (Calorific Value). Korelasi yang baik antara total moisture dan calorific value adalah pada batubara peringkat rendah. Ada korelasi tertutup antara dua sistem, kecuali dimana sistem internasional membagi kedalam kategori yang lebih dangkal daripada ASTM. Pengelompokkan ini benar untuk batubara peringkat rendah, dimana sistem ISO membagi lignite dalam enam Class.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 34.

(35) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). BAB III KARAKTERISTIK DAN PARAMETER KUALITAS BATUBARA. 3.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sifat-sifat fisik ataupun komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah masih berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang terjadi selama masa waktu geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan yang telah di alaminya. Karakteristik batubara ini menentukan bagaimana batubara tersebut dapat dimanfaatkan. Dalam beberapa hal, pencucian dan pengolahan dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara tersebut menjadi dapat dimanfaatkan. Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki dengan melakukan pencucian ialah: a. Menghasilkan produk yang lebih uniform b. Distribusi ukuran yang optimum c. Kandungan moisture optimum d. Mengurangi kandungan material Adapun karakteristik dari batubara tersebut secara umum dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu yang termasuk dalam sifat fisik dan kimia batubara. Adapun yang termasuk dalam kelompok sifat fisik diantaranya: Moisture, Volatile matter, Porositas, Berat jenis, Grindability dan Friability, Pelapukan, Komposisi ukuran, Kekuatan, Abrasiveness, Swabakar, Warna dan kilap, Rekahan, Cleat dan Belahan. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok sifat kimia adalah: karbon, hidrogen, sulfur, oksigen, nitrogen, dan impurities batubara. Sifat fisik batubara dikhususkan pada karakteristik batubara dalam kondisi aslinya, atau diutamakan pada hasil akhir penggunaan batubara sebagai bahan bakar. Sebagai contoh, kekerasan batubara dihitung untuk mengetahui biaya perawatan dari peralatan penanganan batubara ( coal handling equipment), bobot isi (SG) batubara dihitung untuk mengetahui teknik preparasi yang digunakan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kapasitas tug boat dan ukuran tongkang,. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 35.

(36) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). dan fasilitas penyimpanan batubara lainnya. Sifat fisik batubara sudah tentu tergantung pada unsur-unsur kimia yang membentuk batubara tersebut serta semua sifat fisik dan kimia saling berhubungan. Sifat kimia lebih ditujukan kepada karakteristik batubara yang didasarkan pada unsur-unsur kimianya. Karakteristik-karakteristik ini dihitung untuk kondisi yang sangat luas dengan mempertimbangkan faktor-faktor : jenis tumbuhan yang pembentuk. batubara;. tingkat. perlakuan. ketika. tumbuh-tumbuhan. tersebut. mengalami pembusukan, besarnya tekanan (pressure) pada saat pembusukan tumbuh-tumbuhan berlangsung; pengotor dari luar, baik dibawa oleh air maupun angin, yang dapat ikut terendapkan dan menyatu dalam deposit batubara dan menjadi pengotor bawaan setelah terbentuk batubara; dan panas yang diperlukan selama proses pembusukan tumbuhan menjadi batubara. Unsur-unsur dasar dari batubara adalah karbon, hidrogen, sulfur, oksigen, dan nitrogen yang tergabung menjadi satu kesatuan yang komplek sehingga membentuk batubara saat ini. Tidak semua unsur-unsur tersebut ada dalam semua batubara, porsi dari masing-masing unsur juga tidak selalu konstant pada lapisan batubara yang sama. Jika saja batubara merupakan produk yang seragam (uniform), maka dipastikan tidak akan ada masalah dalam penggunaannya. Kerangka dari karakteristik unsur-unsur kimia adalah suatu struktur polynuclear rantai karbon. Batubara bukan merupakan hydrokarbon karena adanya kandungan bahan-bahan organik yaitu oksigen, sulfur dan nitrogen. Secara keseluruhan, karakteristik dari batubara dijabarkan sebagai berikut :. 3.1.1.. Moisture. Moisture yang ada pada atau di dalam batubara akan ikut terangkut atau tersimpan bersama batubara. Bila banyaknya ada dalam jumlah besar, ia akan meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan pada penanganannya. Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket dan akan menyulitkan hopper atau chute atau pada waktu menggerusnya. Adanya moisture akan menurunkan nilai panas dan juga hilang pada penguapan air. Moisture yang ada pada batubara terdapat pada: -. permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau air permukaan (surface moisture).. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 36.

(37) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). -. Rongga-rongga kapiler, disebut inherent moisture.. -. Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air hidrasi.. -. Bagian organik dari batubara, disebut air dekomposisi Air permukaan mempunyai tekanan uap normal, sama seperti air biasa,. sedangkan inherent moisture yang berada di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih rendah dari normal. Air hidrasi umumnya terdapat pada material lempung dan merupakan bagian dari lattice (kisi-kisi) kristalnya. Air ini baru terbebaskan pada temperatur 5000C. Air dekomposisi terbebaskan pada temperatur 200o- 250o C. Air hidrasi dan air dekomposisi terbebaskan menggunakan temperatur jauh dibawah 200oC. Air total (total moisture) adalah jumlah air permukaan (surface moisture) dan air bawaan (inherent moisture) dari batubara pada waktu analisis. Nama lain dari air total ialah as-received moisture. Air dried adalah air yang ada setelah pengeringan dengan udara terbuka. Ada beberapa perbedaan pendapat tentang pengertian air di dalam batubara, memberikan gambaran umum tentang jumlah air relatif pada batubara.. 3.1.2.. Zat Terbang (Volatile Matter). Apabila batubara dipanaskan didalam atmosfir yang insert sampai temperatur 950oC. Akan menghasilkan material yang disebut zat terbang. Zat terbang tersebut terdiri dari campuran gas senyawa organik bertitik didih rendah yang akan mencair menghasilkan material berbentuk dan tar. Proses menghasilkan zat terbang ini disebut. pirolisis. yang. berarti. memisahkan. dengan. menggunakan. panas.. Kebanyakan material yang ada di dalam zat terbang adalah hasil pelepasan ikatan kimia di dalam batubara selam proses pemanasan, terdiri dari gas-gas mudah terbakar seperti hydrogen, karbon monoksida, metan, uap tar dan gas yang tidak terbakar seperti karbon dioksida dan uap air. Uap air disini adalah uap air yang tidak termasuk air total tetapi termasuk air hidrasi dan air dekomposisi. Komposisi dari zat terbang berbeda-beda menurut rank dari batubara dengan bagian zat terbang yang tidak terbakar membesar dengan menurunnya rank (Tabel 3.1). Zat terbang ini sangat penting karena ia dipakai sebagai parameter dalam Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 37.

(38) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). klasifikasi dan evaluasi batubara untuk pembakaran, karbonisasi (pembuatan kokas), gasifikasi dan liquefaksi. Dalam pemanfaatan batubara sebagai sumber panas (combustion), zat terbang ini penting untuk mengendalikan asap dan pembakaran. Batubara dengan zat terbang rendah, terbakar secara perlahan dengan flame (nyala) yang pendek dan digunakan untuk pemanasan. Untuk itu batubara harus dari batubara yang mengandung zat terbang medium sampai tinggi. Akan tetapi batubara ini juga mengandung asap yang berlebihan yang perlu diatasi dengan pembakaran yang baik (perlu jumlah udara yang tepat untuk pembakaran).. 3.1.3.. Porositas. Batubara mengandung dua sistem pori, yaitu pori dengan ukuran rata-rata 500 Å dan yang lain dengan pori berukuran 5 - 15 Å (1 Å = 10-10m). Pori yang kecil lebih sedikit dibandingkan dengan yang besar, tetapi luas permukaannya besar (kira-kira 200 m2/gr). Pori-pori yang lebih besar mempunyai total luas permukaan pori 1m2/gr. Pori-pori ini dapat menyerap methan (CH4) yang terbentuk pada tahap akhir dari pembentukan batubara. Low volatile bituminous coal mempunyai kemampuan menyerap methan lebih besar dari laju difusi rendah, pada batubara yang tidak rusak. Hal ini berkaitan dengan sering terjadinya ledakan dan kebakaran pada tambang - tambang low volatile bituminous coal, bila terbentuknya rekahan-rekahan yang memungkinkan keluarnya gas methan. Permukaan dalam dari pori ini merupakan akses terhadap reaktan yang akan memberikan laju reaksi yang seperti pada proses gasifikasi, pembakaran dan lainlain.. 3.1.4.. Berat Jenis (Density). Berat jenis material adalah perbandingan antara berat material di udara dengan berat mineral tersebut yang setara dengan volume air yang dipindahkan akibat material tersebut. Berat jenis batubara murni berkisar antara 1,25 sampai 1,70, umumnya semakin bertambah nilainya seiring dengan naiknya peringkat (rank). Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 38.

(39) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). batubara itu sendiri. Kegunaan terpenting dari berat jenis ini adalah dimana pemisahannya didasarkan pada perbedaan berat jenis. Prinsif dasar dari operasi ini adalah. bahwa berat jenis batubara berbeda-beada dipengaruhi oleh adanya. asosiasi dengan pengotor (impuirities) dan adanya hubungan batubara kecepatan jatuh batubara di air dengan density-nya. Ada beberapa macam pengukuran berat jenis, tergantung pada tujuan penggunaannya diantaranya adalah: -. Bulk density adalah berat persatuan volume batubara lepas. Pengetahuan bulk density ini diperlukan misalnya untuk menghitung besarnya stockpile, bin dan lain-lain untuk menyimpan batubara dengan berat tertentu. -. Apparent density adalah berat jenis bongkah batubara termasuk inherent moisture, mineral matter dan udara di dalam pori.. -. True density adalah berat jenis batubara yang bebas dari udara dan air yang tidak terikat , tetapi termasuk mineral matter.. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya berat jenis adalah: -. Rank. Umumnya batubara dengan rank yang tinggi cenderung mempunyai berat jenis yang tinggi pula. Meningkatnya berat jenis ini mungkin disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi selama proses pembentukan batubara yaitu terbentuknya group-group hidrokarbon yang lebih berat.. -. Komposisi petrografik, exinit adalah group maceral paling ringan, sedangkan fusinit yang paling padat (berat jenis lebih besar). Berat jenis exinit dan vitrinit dari batubara sub bituminous dan bituminous masing-masing berkisar antara 1-1,28 dan 1,35 - 1,45 sedangkan fusinit lebih dari 1,5.. -. Impurities. Air lembab dan mineral adalah dua group impurities yang ada di dalam batubara, dan sangat menentukan berat jenis batubara. Batubara yang masuk segar dan baru datang dari tambang, masih jenuh dengan air. Berat jenis batubara berkurang dengan mengeringnya batubara. Batubara yang mengandung abu lebih besar juga mempunyai berat jenis lebih besar.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 39.

(40) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). 3.1.5. A.. Grindability dan Friability. Grindability. Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir halus untuk penggunaan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan betubara standar yang dipilih sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara akan lebih sukar digerus bila index grindability lebih kecil dari 100, Hardgrove Grindability index, nama yang berasal dari nama penemu cara uji grindability tersebut yaitu Ralp Hardgrove. Batubara yang mudah digerus adalah batubara dari high volatile bituminous, sub bituminous dan antrasit lebih sukar, yaitu grindability membesar dengan meningkatnya kandungan karbon sampai 90% dan kemudian mengecil, lihat Gambar 3.2. Gambar 3.1 Hubungan antara Hardgrove Index dan Volatile Matter Untuk Batubara berkadar abu rendah. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 40.

(41) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Gambar 3.2 Hubungan antara Hardgrove Index Batubara dan Kandungan Karbon Grindability merupakan parameter terpenting untuk pembakaran batubara dengan tungku pembakaran lebih banyak dipengaruhi oleh nilai ketergerusan dibandingkan oleh hal lainnya. Kapasitas masukkan tenaga untuk pembakaran dan biaya perbaikan pada tungku pembakaran, besarnya akan berbeda-beda jika nilai HGI-nya berbeda-beda. Semakin tinggi nilai HGI maka akan semakin mudah batubara tersebut untuk digerus. Fasilitas umum pembangkit tenaga listrik umumnya menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya, bekerja secara periodik dihitung dengan menggunakan metode hardgrove. 2) Friability Friability adalah ukuran kemampuan untuk menahan remuknya material selama penanganannya (handling). Baik grindability maupun friability tergantung karakteristik toughnes, elastisitas dan fracture. Aspek penting dari friability ialah meningkatnya luas permukaan yang baru selama handling batubara yang friable. Hal ini memungkinkan mempercepat reksi oksidasi dan karenanya kondisi ini memungkinkan terjadinya ignition secara spontan, hilangnya kualitas coking pada coking coal, serta perubahan-perubahan lain yang mengikuti oksidasi. Friability membesar menurut rank hingga kandungan fixed carbon 75% dan setelah itu menurun (antrasit). Tabel 3.1 menggambarkan harga friability rata-rata pada rank yang berbeda.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 41.

(42) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Ada dua tes yang umum digunakan untuk mengukur kerapuhan batubara. Yang pertama adalah tumbler test dimana 1000 gr batubara berukuran -1,5 +1,05 inchi2 diaduk dalam mesin giling jar mill berbahan porselen berbentuk silinder berdiameter dan tinggi silinder 11/4 inchi dengan tiga mengangkut yang membantu dalam pengangkutan batubara. Mesin giling (jar mill) diputar selama 1 jam pada kecepatan putar 40 rpm (rotary per minutes). Setelah itu, batubara diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 1,05 sampai 0.0117 in. Nilai friability adalah persen pengurangan dengan volume aslinya. Itu berarti, jika rata-rata ukuran batubara hasil pengadukan sebanyak 75% dari sampel awal, nilai kerapuhan (friabilty) nya adalah 25%. Metode yang kedua adalah drop shatter test. Pada uji ini, sampel batubara ukuran 3 x 2 inchi seberat 50 lb dijatuhkan keatas plat baja setinggi 6 ft. Jumlah hancuran yang berada dalam ayakan berukuran bukaan -3 inchi +1/2 inchi. Hasilnya dinyatakan sebagai ukuran kestabilan dari batubara, yaitu ukuran rata-rata dari material yang dinyatakan sebagai persentase dari ukuran awal sampel. Nilai kerapuhan adalah 100% - nilai kestabilan batubara. Shatter test lebih cocok untuk mengukur kerusakan dalam penanganan batubara dalam jumlah yang. lebih besar tanpa tanpa pengulangan pergerakan. transportasi sebelum digunakan. Tumbler Test mengukur kedua-duanya, baik menghancurkan (shatter) maupun abrasi, namun metode ini lebih cocok digunakan untuk mengukur batubara dibawah kondisi - kondisi yang memiliki ruang yang cukup dalam penanganannya seperti dalam feeder. Tabel 3.1 Harga Friability Rata-rata dari Peringkat Batubara yang Berbeda-beda Rank of coal. No.of tests. Friability ( %). Anthracite. 36. 33. Low and medium volatile. 27. 70. Bituminous. 87. 43. Subbituminous A. 40. 30. Subbituminous B. 29. 20. Lignite. 16. 12. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 42.

(43) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). 3.1.6.. Pelapukan (Weathering). Pelapukan (weathering) adalah kecenderungan batubara untuk pecah bila ia mengering. Umumnya hampir semua batubara bila kontak dengan atmosfir, cepat atau lambat akan menunjukan gejala weathering. Kenyataan lain banyak batubara yang tersimpan mampu terbakar secara spontan. Bahaya ini akan timbul bila jumlah panas yang terbebaskan oleh proses oksidasi lebih besar dari jumlah panas yang tersedia secara konveksi atau konduksi. Untuk berat tertentu batubara, makin besar permukaan terbuka (terekspose) akan makin besar laju poksidasi. Oleh karena dengan makin kecilnya ukuran batubara, makin besar luas permukaan persatuan berat, maka pada stockpile batubara yang mengandung material halus tinggi akan mudah terbakar secara spontan. Batubara peringkat rendah menunjukan kecenderungan berarti untuk remuk (weathering / slacking) bila kontak dengan atmosfer, terutama bila batubara tersebut secara bergantian terkena basah dan kering atau terkena sinar panas matahari. Lignit sangat cepat remuk / slacking, batubara sub bituminous juga slacking tetapi tidak sesegera lignit sedangkan batubara bituminous hanya sedikit dipengaruhi oleh slacking atau weathering. Batubara yang segera remuk bila terekspose, mengandung moisture yang tinggi. Bila batubara tersebut terekspose ia akan kehilangan moisture tersebut pada bagian permukaan lebih dulu dan diikuti keluarnya moisture dari bagian dalam. Apabila kehilangan moisture dari permukaan berlangsung cepat dan tidak segera diikuti oleh moisture dari bagian dalam maka laju pengkerutan di bagian luar lebih cepat dari bagian dalam. Akibatnya timbul stress di bagian permukaan. Stress ini menyebabkan batubara rekah-rekah (crack) dan remuk berkeping-keping. Sama halnya batubara kering dibasahi hujan, bagian permukaan batubara mendapat air lebih cepat daripada batubara bagian dalam, menyebabkan pemuaian di permukaan lebih besar dan batubara akan remuk. Weathering, seperti halnya handling batubara rapuh (friable) menyebabkan terbentuknya batubara material halus yang banyak, akan dapat berakibat turunnya nilai batubara. Demikian juga menyimpan batubara yang mudah weathering tidak menyenangkan karena tidak saja menurunkan ukuran batubara besar, slacking juga. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 43.

(44) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). dapat berakibat batubara terbakar dengan sendirinya karena meningkatnya permukaan yang terekspose pada saat oksidasi.. 3.1.7.. Komposisi Ukuran. Ukuran batubara menjadi hasil pemisahan dari butiran yang berbeda-beda menjadi kelompok butiran dengan ukuran yang mendekati sama atau ke dalam kelompok di mana cakupan dari. butiran adalah antara ukuran minimum dan. maksimum tertentu. Test ayak standar dijadikan acuan ukuran batubara yang sebenarnya. Spesifikasi ukuran standar didasarkan pada test ayak dengan ayakan lubang bulat dengan diameter dan ketinggian jatuh 3/8 inchi. Hal ini penting dalam menentukan harga batubara tertentu di pasar adalah kualitasnya yang diukur dengan karakteristik penggunaannya seperti kandungan abu, sulfur, dan nilai panas. Kualitas ini sungguhpun sangat penting, umumnya dikaitkan dengan size consist. Size consist, dimasukan di dalam banyak kontrak, yang sering dinyatakan dengan % maksimum undersize yang diizinkan dan kadangkadang juga dalam % oversize yang diizinkan. Sejumlah faktor menentukan komposisi ukuran dari run of mine coal. Dari segi batubaranya: yaitu kekuatan dan sifat remuknya, dan dari segi lainnya cara penambangan serta usaha yang dilakukan untuk mencegah pengecilan batubara. Semua ini sangat bervariasi. Brysch dan Ball membuktikan bahwa komposisi ukuran mengendalikan bulk density dan batubara kering. Dengan penyebaran yang luas dari ukuran memberikan bulk density tertinggi. Makin halus partikel, density mengecil (masih ditentukan ukuran terbesar). Untuk batubara basah maka kecil ukuran partikel, makin rendah minimum bulk density.. 3.1.8.. Kekuatan. Kekutan batubara berkepentingan langsung dengan penambangan dan peremukan. Kekutan dan mode of failure tergantung pada rank dan kondisi batubara dan cara-cara menerapkan stress. Kekuatan batubara banyak dipelajari dengan cara uji kompresi, sebab hasilnya dapat diterapkan dalam memperkirakan kapasitas beban pilar didalam tambang. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 44.

(45) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). 3.1.9.. Abrasiveness. Abrasiveness. dari batubara penting dalam pengertian ekonomi pada. pertambangan, peparasi dan penggunaan. Batubara merupakan material abrasive. Oleh karena itu keausan pada pemboran, cutting dan alat angkut sangat tinggi dan sering diganti. Demikian juga pada waktu crushing dan grinding untuk menghasilkan pulverized coal, keausan alat tinggi yang berakibat mahalnya ongkos operasi. Penelitian menunjukan, abrasiveness batubara tidak sama. Batubara ada yang memiliki keausan tinggi, yang lain lebih rendah. Hal ini disebabkan karena batubara merupakan material heterogen yang mempunyai komponen berbeda-beda sifatnya. Suatu cara menentukan abrasiveness dari batubara dikembangkan oleh Seattle Coal Research Laboratory of USBM. Secara garis besar caranya sebagi berikut: Alat terdiri dari 4 blade besi yang berputar di dalam tempat berisi batubara, diputar dalam jumlah putar yang tetap dan tentukan kehilangan berat dari blade selama tes. Penelitian menunjukan beban abrasiveness lebih ditentuakan oleh macam dan banyaknya mengurangi impunrities juga akan mengurangi abrasiveness.. 3.1.10. Warna dan Kilap Batubara memiliki warna yang berbeda-beda mulai dari warna coklat, hingga hitam keabu-abuan, pada batubara peringkat lignit sampai warna hitam mengkilat. Kilap adalah bawaan di dalam batubara itu sendiri yang memancarkan cahaya pada permukaannya. Batubara memiliki warna yang bebeda-beda dari warna coklat pada batubara peringkat lignite, dengan bertambahnya peringkat batubara maka warnanya akan bertambah hitam mulai dari hitam keabu-abuan sampai hitam pekat. Kilap (luster) menjadi cara dimana suatu benda mencerminkan cahaya dari permukaan nya. Batubara memiliki warna yang bebeda-beda dari warna coklat pada batubara peringkat lignit, dengan bertambahnya peringkat batubara maka warnanya akan bertambah hitam mulai dari hitam keabu-abuan sampai hitam pekat. Kilap (luster) menjadi cara di mana suatu benda mencerminkan cahaya dari permukaan nya.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 45.

(46) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). Batubara memiliki warna yang bebeda-beda dari warna coklat pada batubara peringkat lignit, dengan bertambahnya peringkat batubara maka warnanya akan bertambah hitam mulai dari hitam keabu-abuan sampai hitam pekat. Kilap (luster) menjadi cara di mana suatu benda mencerminkan cahaya dari permukaan nya.. 3.1.11. Pecahan. (Fracture),. Retakan. (Cleat). and. Belahan. (Cleavage) Pecahan (fracture) mengacu pada penambahan bentuk batubara sama seperti halnya cara dimana batubara pecah. Sampai taraf tertentu, retak adalah suatu indikasi peringkat batubara. Antrasit dan channel batubara cenderung pecah membentuk permukaan yang membengkok tidak beraturan; retakan ini dikenal sebagai choncoidal fracture. Batubara Low Volatile cenderung pecah membentuk kolom vertikal, retakan seperti ini disebut sebagai columnar fracture. Batubara mengkilap High Volatile cenderung pecah membentuk kubus. Beberapa batubara low volatile juga mempunyai bentuk retakan seperti kubus. High Volatile Splint Coal cenderung pecah membentuk potongan datar segi-empat, dikenal sebagai slabby fracture. Subbituminous pecah dengan retak tidak beraturan, sedang lignit membelah menjadi fragmen tidak beraturan. Dalam kebanyakan lapisan batubara ada perpecahan vertikal yang disebut sebagai cleat, yang memotong lapisan batubara (seam) dalam dua arah membentuk sudut 90 derajat satu sama lainnya. Permukaan cleat lebih panjang, dimana pada bagian ujung atau pada penumpu cleat lebih pendek dan lebih tidak beraturan. Dalam. hal. menambang lapisan. batubara. (seam),. cleat. digunakan. untuk. memudahkan peledakan untuk menghasilkan batubara blok.. 3.1.12. Swabakar (Spontaneous Combustion) Karakteristik fisik ini, seperti juga pada pelapukan, mempengaruhi kualitas penyimpanan batubara. Penyebab terjadinya swabakar adalah akibat proses oksidasi batubara yang lambat tanpa adanya kesempatan batubara tersebut. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 46.

(47) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). melepaskan panas yang dialaminya. Karena berat batubara tertentu, semakin luas permukaan batubara kontak dengan udara bebas semakin besar pula peluang terjadinya oksidasi. Oleh karena itu, swabakar cenderung terjadi pada stockpile batubara yang besar dengan bidang kontak permukaan batubara yang luas. Pemadatan tumpukan batubara dapat mengurangi luas bidang kontak batubara dengan udara bebas sehingga mengurangi kecenderungan untuk pembakaran secara spontan.. 3.1.13. Karbon Kandungan karbon dalam batubara semakin besar seiring naiknya rank batubara. Persentase dari total karbon yang ada dalam struktur yang kompleks, padat dan berbentuk rantai, juga bertambah seiring dengan naiknya rank batubara. Sekitar 80 % karbon dalam batubara bituminus high volatile A mungkin dalam bentuk ini. Beberapa batubara mengandung karbonat anorganik yang cukup berpengaruh yang merupakan hasil dari pengendapan sekunder dari mineralmineral yang ikut terendapkan bersama-sama dengan tumbuhan pada saat pembentukan batubara. Kandungan karbon merupakan sumber penyedia nilai kalor terbesar dalam batubara.. 3.1.14. Hidrogen Kandungan hidrogen dalam batubara umumnya berada dalam rentang 4,5 sampai 5,5 % yang juga merupakan salah penyedia nilai kalor selain karbon. hidrogen dalam batubara kering terjadi sebagian besar dalam struktur rantai dengan karbon baik jenuh maupun setengah jenuh. 3.1.15. Sulfur Sulfur dalam batubara terjadi dalam dua bentuk, organik dan anorganik. Sulfur organik terdistribusi secara merata bersama-sama dengan unsur-unsur pembentuk batubara lainnya, dan secara alami berkaitan dengan fakta bahwa tumbuhtumbuhan mengandung sulfur yang apabila tumbuhan tersebut membusuk atau. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 47.

(48) Diktat Kuliah Batubara (MKB-530). hancur maka sulfur tersebut bereaksi membentuk senyawa Hidrogen Sulfida (H2S). Batubara yang memiliki nilai total sulfur kurang dari 1%, biasanya pada umumnya merupakan sulfur organik, sedangkan batubara dengan nilai total sulfur yang lebih tinggi maka sulfur organik cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya total total sulfur dalam batubara tersebut. Namun hal tersebut tidak menjadi patokan karena tidak ada dasar yang definitif yang menyatakan hubungan antara jumlah (porsi) antara sulfur organik dan anorganik dalam batubara. Sulfur organik cenderung berkisar antara 0,3 sampai 3%, meskipun ada juga yang kandungannya lebih besar dari 5 % pada beberapa batubara yang pernah dipublikasikan. Sulfur anorganik biasanya berada dalam senyawa pyritr (FeS2) dan sebagian kecil (biasanya kurang dari 0,1 %) dalam bentuk sulfat. Pyrite memiliki variasi keragaman yang luas baik bentuk maupun ukurannya. Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat bervariasi mulai jumlah yang sangat kecil (traces) sampai 4%, kadang lebih tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk utama yaitu: •. Sulfur Pritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30 % dari sulfur total dan terasosiasi dalam abu, terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa,veins,joints,balls, dsb) dan mikrodeposit (partikel-partikel halus yang terdisseminasi).. •. Sulfur Organik, jumlah sekitar 20-80% dari sulfur total dan secara kimia terikat dalam substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfut (dan sulfida) selama proses pembatubaraan.. •. Sulfur Sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi. Makro deposit dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian,. sementara itu mikrodeposit dari sulfur piritik serta organik dan sulfat sulit dihilangkan.. 3.1.16. Oksigen Oksigen dalam batubara berada dalam beberapa bentuk. Hydroxyl, Carbonyl, atau dapat juga hadir dalam kelompok carboxyl. Pada batubara peringkat rendah kandungan air dalam batubara memberikan kontribusi dalam pelaporan persentasi kandungan oksigen dan hidrogen.. Program Studi Teknik Pertambangan- Fakultas Teknik UNLAM. 48.

Gambar

Gambar 3.3  Alat Uji Ash Fushibility
Gambar 3.13  Gieseler Piastometer
Gambar 4.14. mengilustrasikan sistem penambangan tarik kabel-rantai di Korea.
Gambar 5.6  Change Cone Separator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari suhu tertinggi yang stabil serta waktu nyala yang cukup, maka sampel I dengan komposisi batubara Buol 60%, arang tempurung kelapa 30%, tongkol jagung 5%,

Dalam studi ini ditawarkan penyelesaian secara simultan terhadap emisi SO x dan partikulat logam berat merkuri pada pembakaran batubara peringkat rendah yang ada

Dengan suhu pembakaran yang rendah sistem fluidisasi dapat digunakan batubara kualitas rendah tanpa menimbulkan masalah terak, karena karbon dan abu yang terikat di dalam gas

Berdasarkan analisis TGA/DSC, batubara yang diberi tekanan dan suhu lebih tinggi saat pengeringan mempunyai karakteristik pembakaran yang lebih baik dengan nilai Tig yang

Dari nilai kadar kalori yang rendah (low rank) pada batubara alam Bayah, banyak industri tidak memilih batubara alam Bayah sebagai bahan bakar untuk operasi,

Sesuai amanat Pasal 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka Pemegang IUP Operasi Produksi dan Pemegang Kontrak Karya

Tingkat biosolubilisasi batubara subbituminus hasil perlakuan iradiasi gamma lebih rendah dibandingkan batubara mentah dilihat dari laju senyawa aromatik, fenolik, uji protein,

Pengaruh suhu dan waktu pencampuran batubara, minyak residu dan minyak tanah dapat mengurangi kadar air yang terkandung dalam batubara peringkat rendah dengan proses