• Tidak ada hasil yang ditemukan

Signifikansi Hati Nurani (Kodrat Eksistensi Kepribadian Sehat)

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Konsep Ajaran Buddhisme Maitreya Dalam Perspektif Kepribadian

2. Signifikansi Hati Nurani (Kodrat Eksistensi Kepribadian Sehat)

Seberapa jauh seorang manusia mampu mencapai tingkat kesehatan psikologis, sebesar apa potensi terdalam dari seorang manusia, semuanya itu dalam pandangan Buddhisme Maitreya menunjuk pada seberapa banyak seorang manusia mampu menyadari, menginsafi, dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan hati nuraninya. Hati nurani merupakan sumber kekuatan dan sumber kearifan yang tiada habisnya bagi diri seorang manusia. Karena itu, ketika berbicara tentang sifat-sifat kepribadian sehat pada Buddhisme Maitreya, maka otomatis hal ini merujuk pada sifat-sifat hati nurani.

Hal ini kemudian dikonfirmasi dalam sebuah perbincangan singkat penulis dengan seorang pandita (pemimpin agama) Buddhisme Maitreya, dinyatakan bahwa untuk menemukan model kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya dapat merujuk pada sifat-sifat hati nurani yang diuraikan oleh maha sesepuh Wang Che Kuang (Halim Zen Bodhi, komunikasi personal, 15 Januari 2005).

Dalam Bukunya Liang Xin De Zhen Yi (Signifikansi Hati Nurani), maha sesepuh Wang Che Kuang menguraikan sepuluh (10) signifikansi hati nurani. Oleh DPP Mapanbumi pusat, buku tersebut diterjemahkan menjadi 10 buah buku kecil dengan dilengkapi dengan penjelasan ceramah beliau pada diklat Buddha siswa angkatan I di Pusdiklat Buddhis Maitreyawira Jakarta. Makna frase ‘signifikansi hati nurani’ disini penulis artikan sebagai keadaan hati nurani yang paling hakiki, kenyataan yang sesungguhnya, yang kemudian menjadi karakteristik dasar dari hati nurani.

Selanjutnya penulis akan menuliskan ringkasan berupa intisari dari tiap-tiap buku tersebut. Ringkasan ini merupakan upaya untuk menggambarkan model kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya.

Kesepuluh signifikansi hati nurani yang diuraikan oleh maha sesepuh Wang Che Kuang (2000) adalah sebagai berikut:

1. Hati nurani Yang Paling Universal: Menghormati Segalanya, Segalanya Dimuliakan

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan sifat hati nurani paling universal mengandung makna bahwa sesungguhnya setiap insan adalah satu dan sama karena berasal dari emanasi roh suci Tuhan. Semua makhluk adalah anak-anak dari Bunda yang sama, dengan kata lain semuanya adalah saudara. Oleh karena itu sesungguhnya hubungan antara seorang manusia dengan sesamanya adalah sangat erat, baik dia mengenalnya atau tidak. Sesuai dengan kenyataan ini maka jika seorang manusia mampu menghargai dan menghormati orang lain berarti dia juga telah menghormati roh Tuhan dalam diri mereka. Penghormatan ini timbul bukan karena kekayaan, kedudukan, kekuasaan, keelokan fisik juga bukan karena pencapaian prestasi tertentu, namun didasarkan atas semua makhluk adalah satu dan bersaudara dari Bunda yang sama. Sikap non diskriminatif, penuh respek dan penghormatan terhadap semua kehidupan adalah perwujudan dari sifat universalitas hati nurani.

2. Hati Nurani Yang Paling Berlimpah: Memiliki Segalanya, Segalanya Ada Dalam Diriku

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa keberadaan hati nurani dalam diri seorang manusia merupakan mustika yang tak ternilai. Manusia awam tidak menyadari keberadaan hati nurani yang berlimpah, mustika sejati yang ada di dalam diri. Karena tidak menyadari keberadaan mustika dalam dirinya, manusia senantiasa dirisaukan dengan pengejaran mustika di luar diri. Mustika yang dikejar oleh manusia awam itu bisa berupa kekayaan, kekuasaan, keelokan fisik, dan lain sebagainya. Misalnya, bagi seorang

ilmuwan mustika itu bisa berupa hasil ciptaannya, bagi seorang kolektor mustika itu berupa barang-barang koleksinya, bagi seorang artis atau penyanyi mustika itu adalah kecantikan fisiknya dan suaranya yang merdu, dan seterusnya. Ketika hati nurani yang paling berlimpah berkuasa atas diri maka kepuasan sejati akan diperoleh. Kepuasan yang sejati adalah ketika seorang manusia berada dalam kondisi apa pun tetap merasa bersyukur, berbahagia dan bersukacita. Hal ini dilandaskan atas kenyataan hati nurani yang paling berlimpah ada di dalam diri, yaitu bahwa Tuhan sang pemilik jagat raya dan alam semesta ada di dalam diri. Hati yang tahu puas dan senantiasa berbahagia adalah perwujudan dari sifat hati nurani yang paling berlimpah.

3. Hati Nurani Yang Paling Cemerlang: Merefleksi Diri Dalam Segala Hal, Dalam Segala Hal Merefleksi Diri

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa hati nurani yang paling cemerlang ada pada diri setiap insan. Hati nurani yang paling cemerlang adalah Tuhan yang paling cemerlang. Hanya cahaya Tuhan, yaitu terang hati nurani yang mampu menerangi kegelapan batin manusia. Segala perbuatan yang dilakukan manusia – baik perbuatan bajik ataupun jahat – akan dilihat dengan jelas oleh hati nurani. Sepandai-pandainya berbohong, seorang manusia tidak akan pernah dapat membohongi diri sendiri, ini adalah manifestasi dari kecemerlangan hati nurani. Hati nuranilah yang membuat batin menjadi tidak tenang ketika manusia berbuat dosa. Perbedaan pada orang yang sadar dan sesat adalah, orang yang sadar senantiasa menyadari kesalahan dan peka dalam menginsafi kebenaran sedangkan orang yang sesat selalu mengabaikan suara nurani sehingga kesadaran nuraninya semakin melemah. Selama sekian banyak kelahiran, seorang manusia telah dipenuhi oleh kesesatan dan dosa karma, banyak kesalahan yang dilakukan tanpa disadari.

Oleh sebab itu diperlukan refleksi diri agar cahaya terang nurani dapat berpancar. Realisasi keinsafan hati nurani ini dilakukan dalam tindak nyata yaitu senantiasa merefleksi diri dalam perilaku setiap indra.

4. Hati Nurani Yang Paling Sempurna: Bersyukur Atas Segalanya, Senantiasa Bersyukur

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa hati nurani adalah yang paling sempurna. Sedangkan badan raga penuh dengan noda dan kekotoran batin, sehingga sulit untuk sempurna. Namun jika bisa menempatkan nurani yang paling sempurna sebagai penguasa, badan raga bisa mengukir karya yang luhur dan mulia.

Demikian pula dengan segala macam hubungan dengan manusia, masalah dan benda yang dihadapi. Dengan sifat hati nurani yang sempurna, bersyukur atas segalanya, seorang manusia akan menghadapi dengan sempurna segala jenis kondisi manusia, masalah dan benda yang penuh dengan ketidaksempurnaan. Dengan hati penuh syukur menghadapi kejayaan-kejatuhan, pujian-celaan, mendapatkan-kehilangan, berkah-musibah, kelancaran maupun hambatan. Menghadapi semua fenomena tersebut dengan hati yang penuh syukur maka bebas leluasalah jiwa seorang manusia. Saat hati nurani yang paling sempurna menjadi pengendali maka terwujudlah kepribadian mulia yang selalu mensyukuri segalanya. Kesempurnaan hati nurani ditunjukkan dari kepribadian yang bisa mensyukuri segalanya. Bahagia leluasa dalam syukur nurani adalah perwujudan dari sifat hati nurani yang sempurna.

5. Hati Nurani Yang Paling Sejati:Kehidupan Adalah Alam Mimpi

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa segenap fenomena dalam kehidupan manusia adalah mimpi. Ketika hati nurani yang paling sejati

menjadi pengendali maka kebijaksanaan dan cinta kasih yang tiada tara akan berpancar. Dengan kebijaksanaan seorang manusia menginsafi bahwa dunia hanyalah sebuah alam mimpi yang khayal, sehingga dia tidak perlu terikat pada segala sesuatu di dalamnya. Akan tetapi, dengan kasih dia tidak lari darinya, melainkan tetap masuk ke dalam alam mimpi ini demi membangunkan umat manusia dari mimpinya. Kebijaksanaan dan cinta kasih pada hakekatnya telah dimiliki oleh seorang manusia, selanjutnya bergantung kepada diri masing-masing untuk memanifestasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hanya dengan perpaduan cinta kasih dan kebijaksanaan seorang manusia dapat bebas keluar masuk dunia mimpi. Tiada kemelekatan namun juga tiada penolakan, merupakan perwujudan hati nurani yang paling sejati. 6. Hati Nurani Yang Paling Bajik: Mengasihi Segalanya, Segalanya Ada

Dalam Kasih

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa pada dasarnya hati nurani memiliki laksa kebajikan dan jasa pahala yang tak terhingga. Orang yang telah menginsafi hati nurani tidak akan melakukan perbuatan jahat sehingga kelak tidak akan mendapatkan balasan karma jahat. Namun dia juga tidak terikat pada kebajikan, sehingga tidak terikat oleh pengharapan akan balasan atas perbuatan baiknya. Segala perbuatan baik yang dilakukan hanyalah merupakan kewajiban hati nurani. Kebahagiaan nurani akan terwujud pada proses pengorbanan dan perjuangan demi umat manusia, bukan pada hasil akhirnya. Dengan kasih sejati yang berupa cinta dan perhatian tanpa syarat dan ego yang bersumber dari penginsafan hati nurani yang paling bajik itulah baru seorang manusia akan mampu mengasihi segalanya.

7. Hati Nurani Yang Paling Indah: Bersukacita Atas Segalanya, Selalu Bersukacita

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa keindahan di luar diri tak ada yang kekal abadi, hanya keindahan hati nuranilah yang kekal. Wanita tercantik sekalipun, kecantikannya akan pudar dimakan usia. Pandangan manusia tentang kecantikan dan keindahan yang keliru telah membuat manusia menjadi saling membandingkan-bandingkan dengan sesamanya. Saling membandingkan-bandingkan segala kemilikan eksternal telah menjadi penyakit masyarakat yang membuat manusia saling bertikai dan berselisih. Ketika hati nurani yang paling indah telah menjadi penguasa atas diri, maka akan menyadari bagian jiwa Tuhan yang paling indah dan mulia telah dimiliki dalam diri, maka secara wajar dan alamiah seorang manusia akan mampu bersukacita atas segalanya.

8. Hati Nurani Yang Paling Abadi:Bebas Diluar Ikatan Sebab-Jodoh Fana Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa jagat raya dan segenap isinya merupakan ciptaan Tuhan. Meskipun Dia yang menciptakan jagat raya ini namun Dia sendiri bebas dari kelahiran. Realitas Sang tak dilahirkan melampaui jangkauan intelektualitas manusia, dialah Tuhan yang tiada tara yang kekal abadi. Tak dilahirkan mencerminkan kebijaksanaan, sedangkan mampu melahirkan segalanya mencerminkan kasih. Keabadian merupakan watak asali kita, karena hati nurani yang abadi – bagian dari diri Tuhan yang abadi – ada di dalam diri kita. Manifestasi dari hati nurani yang abadi adalah dalam melakukan segala aktivitas dan pengorbanan haruslah didasari atas kesadaran nurani, karena tanpa kesadaran nurani setiap hal yang kita lakukan bersifat fana dan sementara. Dengan kesadaran nurani, seorang manusia akan bebas dari ikatan sebab jodoh fana.

9. Hati Nurani Yang Paling Bahagia: Senantiasa Memancarkan Senyuman Kasih

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa sumber dari segala kebahagiaan sejati ada di dalam hati nurani kita. Kebahagiaan nurani bukanlah diciptakan oleh segala sesuatu yang bersifat eksternal. Jika ingin mendapatkan kebahagiaan nurani, terlebih dahulu seorang manusia harus mendapatkan ketenangan dan kedamaian nurani. Hidup menjadi tidak berbahagia karena belum terbebas dari deraan dan hukuman nurani. Jika perbuatan yang dilakukan tidak sesuai dengan nurani maka seorang manusia tidak akan bisa berbahagia. Sebaliknya jika hidup senantiasa sesuai dengan nurani, maka dalam kondisi yang bagaimanapun seorang manusia akan bisa berbahagia. Saat demikianlah maka seorang manusia akan senantiasa berwajah kasih, bisa tersenyum dengan leluasa menghadapi fenomena dunia, karena dalam nuraninya sangat tenteram dan damai.

10. Hati Nurani Yang Paling Bebas Leluasa:Kosong Mukjizat Dalam Segala Hal

Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa hati nurani adalah realitas yang bebas leluasa. Diantara langit dan bumi, tiada sesuatu apapun yang bisa mengikat hati nurani. Sesungguhnya kebebasleluasaan ada secara utuh di dalam diri, karena emanasi roh Tuhan yang bebas leluasa ada di dalam diri. Namun karena manusia telah mengikatkan diri pada kefanaan dunia, kini jiwa diliputi derita dan kegelisahan. Hanya dengan hati nurani yang bebas leluasa bisa tercapai realitas kosong mukjizat dalam segala hal . Kosong disini berarti kondisi hati tanpa kemelekatan dan kemilikan. Kosong juga berarti suci bersih dalam seluruh indra. Ketika hati suci bersih dan tiada kemelekatan barulah terdapat kemukjizatan. Demikian barulah tak ada yang bisa

membelenggu diri, jiwa bebas leluasa. Tak perlu mengayunkan langkah sudah bisa mengelilingi semesta. Dengan hati nurani yang paling bebas leluasa, seorang manusia akan hidup namun tak terikat pada kehidupan, sekalipun bebas tak terikat pada kehidupan, namun tetap menjalani hidup dengan penuh perjuangan dan tanggung jawab.

Hati nurani akan memandu dan mengatur fungsi-fungsi psikologis seorang manusia dalam mengamati dan bereaksi terhadap dunia luar (lingkungan) dan dunia dalam (batin) seorang manusia. Berdasarkan hal ini maka sepuluh signifikansi hati nurani ini penulis kelompokkan menurut fungsi aktualisasinya dalam mengamati dan bereaksi terhadapdunia dalam, yaitudiri sendiri(berupa pikiran (kognisi), perasaan (afeksi), perbuatan (konasi), dan dunia luar yaitu orang lain (berupa relasi kemanusiaan dengan sesama),benda (berupa harta, kekayaan, dan segala kepemilikan materi), dan masalah (berupa kejadian atau peristiwa yang dihadapi seperti kejayaan—kegagalan, keberuntungan—kemalangan dan lain sebagainya). Sebenarnya masing-masing signifikansi hati nurani dapat saja berfungsi pada lebih dari satu lokus dengan mengambil bentuk aktualisasi yang berbeda namun penulis membaginya berdasarkan kecenderungan fungsi aktualisasinya yang paling kuat menurut penulis. Sedangkan pada lokus aktualisasi masalah, penulis menyatukan bentuk aktualisasinya karena penjelasan signifikansinya hampir mirip dan sulit dibedakan dalam bahasa sehari-hari. Secara lebih jelas hal ini penulis tuangkan dalam tabel 3.

Tabel 3.

Pembagian Siginifikansi Hati Nurani dalam Lokus Aktualisasi Serta Bentuk Aktualisasinya Lokus Aktualisasi Siginifikansi Hati Nurani Bentuk Aktualisasi

Cemerlang Merefleksi diri, mawas diri

Sempurna Bersyukur

Indah Bersukacita

Diri sendiri

Bahagia Ketenteraman, kedamaian

Universal Menghormati

Orang lain

Bajik Mengasihi

Benda Berlimpah Tahu puas

Sejati Abadi Masalah

Bebas Leluasa

Tiada kemelekatan namun juga tiada penolakan, bebas di luar ikatan, sebuah kondisi yang tenang dan stabil

B. Aspek-aspek Kepribadian Sehat Buddhisme Maitreya (Hasil Analisis

Dokumen terkait