• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III KETIDAKADILAN GENDER DAN SIKAP PEREMPUAN

3.3 Sikap Perempuan akibat ketidakadilan gender

Sikap pada dasarnya suatu bentuk atau reaksi perasaan. Secara lebih operasional sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)

terhadap objek tersebut (Berkowitz dalam Azwar 1995). La Pierre (via Azwar 1995) mengatakan, sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial; atau secara sederhana sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sikap tersebut akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Hal itu dikarenakan manusia tidak dilahirkan dengan sikap-sikap tertentu akan tetapi, sikap dibentuk sepanjang perkembangan kehidupan. Sikap berperan besar dalam kehidupan manusia. Sebab, sikap yang sudah terbentuk pada diri seseorang akan turut menentukan cara-cara tingkah lakunya terhadap suatu objek.

Dalam kaitannya dengan sikap perempuan yang ada dalam novel Bibir Merah,

terdapat sikap perlawanan yang muncul akibat dari ketidakadilan gender. Hal itu berupa sikap perempuan sebagai subjek dan sosok perempuan sebagai objek. Sikap perempuan sebagai subjek adalah bahwa perempuan digambarkan sebagai pribadi yang tegar, teguh, pantang menyerah dan mandiri. Adapun perempuan sebagai objek adalah, bahwa perempuan digambarkan sebagai pribadi yang rapuh, selalu kalah,

menyerah dan pasrah. Sikap-sikap tokoh perempuan terhadap ketidakadilan gender dalam relasi laki-laki dan perempuan tersebut sebagai berikut;

3.3.1 Sikap Rusminah

Kekerasan seksual dan kekerasan fisik yang dialami Rusminah yang dilakukan Lurah Koco terhadap dirinya, membuktikan bahwa adanya pola kekuasaan laki-laki menguasai tubuh perempuan sebagai objek seksualnya. Seperti halnya Rusminah, peristiwa pemerkosaan dan pemukulan yang dilakukan Lurah Koco terhadap dirinya tidak mengubah hidupnya sebagai perempuan tegar, meskipun pada dasarnya dalam masyarakat ia telah diposisikan sebagai objek pemuas napsu. Kondisi ia yang pantang menyerah tersebut membuat ia termotivasi balas dendan terhadap Lurah Koco.

Kondisi Rusminah sebagai sosok perempuan subjek, merupakan gambaran seorang perempuan yang bersikap tegar, teguh, pantang menyerah kepada keadaan. Hal itu terlihat dalam dirinya, bahwa setelah diperkosa ia tidak lantas trauma dan tidak mau berusaha bangkit. Karena beban ekonomi dan motivasi balas dendam terhadap Lurah Koco, Rusminah pun terjun sebagai seorang pekerja sek komersial. Kesadaran ia sebagai pekerja seks komersial didasari bahwa suatu saat ia bisa menjadi perempuan kaya dan mampu membeli tanah di Desa Kapur. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.

(45)” Bukankah sudah menjadi tekadku untuk mencari uang sebanyak-banyaknya? Bukankah aku harus menjadi orang kaya. Bukankah aku ingin memiliki tanah luas di desa? Akan saya beli semua tanah di Desa Kapur. Akan saya depak Lurah Koco dan orang-orang yang pernah membunuh bapak dan ibuku (hlm. 180)”.

(46)” Yu Rus memang bersalah. Mulai hari ini Yu Rus sudah menjadi perempuan lenjeh,geleman. Tapi Yu Rus inggin dapat uang banyak. Asal kamu tidak,ya? Biar Yu Rus yang kotor…..”maafkan Yu Rus. Sejak berangkat ke sini Yu Rus sudah bertekad akan mencari uang sebanyak-banyaknya. Kita tidak boleh tetap miskin adikku. Hanya permintaan saya Yu Rus saja yang rusak, kamu jangan ya? Kalo banyak uang Yu Rus bisa lebih melindungi kamu. Mudah-mudahan kamu memahami sikap Yu Rus ini (hlm. 182-183)”.

Kutipan (45) dan (46) di atas menunjukkan ketegasan ia sebagai pekerja seks komersial, bahwa motivasi dan tujuan utama ia terjun dalam dunia pelacuran karena adanya dorongan balas dendam dan keinginan membeli tanah di desa. Sikap Rusminah yang menunjukan ketegasanya sebagai perempuan subjek terlihat ketika ia menyadari penuh melayani laki-laki. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.

(47)” Dada Rusminah berdebar-debar. Baru kali ini ia melayani seorang lelaki dengan kesadaran penuh. Dulu ketika keperawananya direnggut Lurah Koco tanpa kesadaran sama sekali (hlm. 181)”.

Ambisi dan keinginan ia sebagai perempuan kaya pada akhirnya menjadi sebuah kenyataan. Berawal dari perkenalanya dengan Saburosan, ia mendapatkan modal untuk membuka sebuah usaha. Kehadiran sosok Saburosan dimata Rusminah sangatlah berperan penting dalam mengubah setatus dan kedudukan ia sebagai

perempuan pekerja seks komersiel (PSK). Sosok Saburosan yang baik dimata

Rusminah menjadikan ia termotivasi mengubah hidupnya menjadi perempuan sukses. Kegagalan dan pengalaman pahit Rusminah di masa lalu, seolah terobati dengan kehadiran Saburosan yang memandang dan mengangab Rusminah sebagai Saudaranya. Begitu juga halnya Kerja keras dan keuletanya dalam mengolah usaha,

akhirnya mengantarkan ia menjadi perempuan sukses. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

(48)” Kita Harus ingat, Bu Rum itu orang bisnis. Naluri bisnisnya tinggi. Kemungkinan apa yang kita tidak lihat terlihat olehnya. Jadi kita tidak perlu macam-macam. Pokonya kita turuti saja kehendaknya. Kita ini bawahan. Memang kita ini staf, tetapi kalau di depan Bu Rum, kita sama saja dengan tukang sapu yang harus menuruti perintah (hlm.11)”.

Ketika ia sudah mampu menjadi perempuan sukses, keinginan membeli tanah di Desa Kapur pun menjadi kenyataan. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

(49)” Kalo kalian memang tidak bisa membebaskan tanah itu, saya sendiri akan turun tanggan. Tapi inggat, besok pagi kalian sudah harus hengkang dari kantor ini. Jangan khawatir anda-anda tidak pergi dengan Cuma-Cuma (hlm. 3)”.

Karena harta dan materi yang ia miliki, Rusminah pun merasa kuat mengimbangi kekuasaan yang dimiliki Lurah Koco. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

(50)” Barangkali sudah saatnya Lurah Koco lengser dari kedudukanya sebagai rajak kecil di Desa Kapur. Kesewenang-wenagan yang sudah menahun harus dihancurkan. Untuk kepentingan itu ia tidak segan mengeluaarkan uang berapapun besarnya (hlm.94)”. (51)” Rasanya tidak sabar lagi menunggu kejatuhan Lurah Koco.

Selama Lurah Koco masih berkuasa hidupnya tidak bisa tenang. Ia seperti diburu masa lalu yang bukan main pedih, sakit, menderita.terasa apa yang sudah dicapainya sekarang belum bisa menghapuskan penderitaan masa lalu (hlm. 94)”.

Dari beberapa deskripsi di atas, Rusminah dihadirkan pengarang sebagai tokoh subjek. Hal itu dilihat dari ketegaran, kemauan keras, dan sikap pantang menyerah yang dimiliki Rusminah. Dia berhasil mencari hidup dan kekayaan dengan

waktu sangat panjang. Ia dihadirkan sebagai subjek sehingga mampu bersikap sesuai dengan hak-hak dan kewajibanya sebagai seorang perempuan.

3.3.2 Sikap Rusmini

Kehadiran Rusmini dalam cerita digambarkan sebagai pribadi yang rapuh. Ia adalah perempuan yang lemah baik secara fisik maupun secara mental. Sosok Rusmini adalah gambaran tokoh yang diposisikan sebagai objek, bahwa ia adalah sosok yang selalu menyerah, kalah dan pasrah.

Rusmini dihadirkan pengarang sebagai tokoh yang pasrah. Hal tersebut terlihat pascapemerkosaan yang dilakukan oleh Lurah Koco. Ia menganggap bahwa peristiwa pemerkosaan yang dialami dirinya merupakan bagian dari perjalanan hidupnya. Hal itulah yang membuat ia bisa menerima semua peristiwa yang menimpa dirinya. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

(52)” Tapi adiknya itu memang perempuan lembut, sabar, yang bisa menerima nasib dengan pasrah. Ia sendiri tidak percaya apa yang pernah menimpa dirinya adalah kehendak Yang Maha Kuasa (hlm. 94)”.

(53)” Kamu tidak tau apa yang aku rasakan adikku. Kamu memang lemah. Kamu terlalu pemaaf. Kamu tidak tau bahwa perlu ada yang inggin aku tunjukan kepada orang-orang di Desa Kapur bahwa kita masih bisa bangkit dari reruntuhan. Rusmini, apakah kamu tidak meraskan peristiwa itu? Bapak ibu difitnah dibunuh. Rumah dibakar. Apakah kamu tidak merasakan itu? (hlm. 196)”. Berdasarkan kutipan (52) dan (53) di atas, terlihat sikap Rusmini sebagai objek. Keadaan ia yang lemah dan rapuh menjadikan dirinya bisa menerima peristiwa itu. Meskipun demikian, peristiwa pemerkosaan yang dilakukan oleh bebarapa

preman telah membuat Rusmini mengalami gangguan kejiwaan. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

(54)” Rusminah menerobos masuk dan menyibak kerumunan orang-orang itu. Beberapa orang-orang memeluk Rusmini yang terus menangis histeris

“Ada apa. Ada apa ini?

Ia lihat kain dan pakaian Rusmini koyak-koyak. Rusminah paham apa yang terjadi (hlm.190)”.

Kutipan di atas merupakan bukti, bahwa Rusmini selalu diposisikan sebagai sosok tokoh yang kalah. Tokoh ini dihadirkan sebagai objek untuk mengambarkan ketidakberdayaan perempuan terhadap laki-laki. Bahwa ia adalah korban kekuasaan dan dominasi laki-laki yang selalu memandang perempuan hanya dari sisi seksualnya saja. Ia juga merasa harga dirinya sebagai seorang perempuan telah dirampas. Hal tersebut merupakan bukt jika kekuasaan laki-laki telah menempatkan ia sebagai perempuan yang marginal.

3.3.3 Sikap Perempuan-Perempuan Desa Kapur

Pada dasarnya munculnya relasi gender yang timpang telah melahirkan diskriminasi terhadap pihak lain dalam hal ini adalah perempuan. Persoalan itu tidak lepas dari adanya hubungan kekuasaan di antara pihak-pihak yang berelasi. Kecenderungan kekuasaan untuk menormalisasi relasi dengan menganggap fenomena tertentu sebagai hal yang lumrah dan wajar, telah mengakibatkan diterimanya sebuah relasi asimetris oleh pihak yang dikuasai menjadi sebuah kewajaran.

Begitu juga halnya dalam masyarakat Desa Kapur, kondisi masyarakat yang miskin dan termarginal mendorong lahirnya hubungan relasi yang melanggengkan

suatu dominasi dan reproduksi kepatuhan. Hal tersebut juga didukung adanya institusionalisasi kekuasaan yang melembaga dan aturan-aturan sosial yang ikut melanggengkan.

Berkaitan dengan persoalan ketidakadilan gender dalam wilayah masyarakat Desa Kapur, kedudukan dan peran perempuan selalu mendapat tekanan dari kekuasaan yang ada. Hal itu terlihat dari sikap perempuan yang mengalami ketidakadilan gender. Sikap-sikap ketidakadilan gender itu sangat dipenggaruhi dengan adanya sistem patriarkhi yang mengakar dalam sistem sosial masyarakat. Kekerasan dan subordinasi perempuan merupakan contoh nyata bahwa ketidakadilan gender lahir dari adanya sistem sosial yang melanggengkan sistem dominasi dan kekuasaan sepihak.

Bagi perempuan Desa Kapur, kekuasaan dan kedudukan Lurah Koco sebagai seorang Kepala Desa, telah melahirkan sikap diskriminatif pada jenis kelamin lain yang mengakibatkan hubungan asimetris yang termanifestasikan dalam bentuk kebijakan sampai keputusan deskriminatif seksual. Dalam relasi asimetris tersebut

ditemukan relasi kekuasaan dalam superioritas laki-laki (male dominance), yang

mengambil bentuk nyata dalam segala aspek pemerintahan.

Sikap lemahnya perempuan dan adanya tekanan dari kekuasaan laki-laki membuat beberapa perempuan harus pasrah dengan keadaan mereka. Kondisi itulah yang melahirkan adanya keterpaksaan perempuan Desa Kapur untuk patuh terhadap perintah Lurah Koco. Meskipun demikian, adanya tekanan dan paksaan Lurah Koco

dalam mengeksploitasi tubuh perempuan, menjadikan beberapa perempuan bersikap berani melawan otoritas Lurah Koco. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

(55)” Ada apa mencari saya? Saya sudah tua. Apa sampeyan masuk

mau sama saya ?

”Mbok Karto, kamu sudah tua, tapi bicaramu ngaco.”

...kalo Pak Bayan mau usir saya, usir! Kalo Lurah Koco mau mengusir saya, usir! Lurah Koco, carik Dargo dan sampeyan dan lain-lain itu tinggal tek prel, seperti dahan kering yang jatuh ditiup angin. Orang kok mau menyamai Gusti Allah,

sing gawe urip. Pak bayan sampeyan itu manungsa seperti saya

ini. Sampeyan tidak wenang menentukan nasib orang lain. Nanti

Gusti Allah marah kepada sampeyan. Bisa saja kami menerima

perlakuan sampeyan, tapi Gusti Allah tidak menerima. Karena

Gusti Allah yang menciptakan saya Gusti Allah tidak terima kalo

ciptaannya teraniaya oleh orang lain (hlm. 156)”.

Kutipan (55) di atas menunjukan adanya pola perlawanan perempuan akibat penindasan yang dilakukan Lura Koco. Tersubordinasinya perempuan yang dianggap tidak penting dalam masyarakat mengindikasikan adanya ketidakadilan dan diskriminasi laki-laki terhadap perempuan. Sikap lain yang muncul akibat diskriminasi yang dilakukan laki-laki adalah, adanya upaya ketergantungan perempuan terhadap laki-laki karena faktor kemiskinan. Hal itu terlihat dalam kutipan sebagai berikut

(56)” Yu Ginah tersenyum manja ketika Lurah Koco memasuki warung

”Mana Surti, Yu ?

”Oh, sekarang maunya Surti, to? Sudah bosan dengan yang tua?” ya tidak begitu, yu. Apa tidak boleh saya tanya anakmu?”

...jadi yang tua tidak marah to. Kalo saya mencari yang muda?

Yang muda masih segar. Yaaaaaaaa asalkan.... Asalkan apa?”

” Edan kamu Yu. Saya tahu maksud kamu. Tapi jangan khawatir Yu. Saya tetap suka kedua-duanya

...Yu Ginah tertawa Genit. Dicubitnya lengan Pak Lurah (hlm. 34-35)”.

Kutipan (56) di atas menunjukan adanya kesenjangan sosial antara perempuan Desa Kapur dengan Lurah Koco yang membawa ketergantungan ekonomi. Hal itu pula yang juga menguatkan laki-laki menganggap bahwa perempuan pantas dianggap sebagai objek seksualnya.

Lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa bentuk sikap perempuan akibat ketidakadilan gender dapat dibedakan menjadi tiga macam.1) adanya sikap perempuan sebagai subjek, merupakan gambaran sosok perempuan yang bersikap tegar, teguh, dan pantang menyerah terhadap bentuk ketidakadilan gender. Selain itu karakter sikap perempuan sebagai subjek, juga terlihat dari adanya penolakan terhadap semua hal yang merendahkan harga diri kaum perempuan. Sikap perempuan sebagai subjek di atas terlihat dalam pribadi tokoh Rusminah. Ia berkeinginan mengembalikan harga diri yang pernah dirampas oleh Lurah Koco dan masyarakat Desa Kapur pada umumnya.

2) Adanya sikap perempuan sebagai objek (Rusmini), merupakan gambaran sosok perempuan yang selalu kalah, menyerah,dan pasra terhadap nasib dan keadaan. Sikap di yang lemah telah membuat ia bisa menerima semua perlakuan laki-laki. Karena sikap itu pula ia selalu menganggap bahwa peristiwa yang ia alami merupakan kehendak Tuhan.3) Adanya sikap penolakan perempuan tanpa mengubah setatus sosial dan status ekonomi, merupakan gambaran perempuan yang selalu

memandang positif bahwa status sosial dan status ekonomi bukanlah sebuah alasan menyerahkan kehormatan dan harga diri. Sikap penolakan perempuan tersebut terlihat dalam sosok tokoh Mbok Karto dan Yu Sumi sebagai perempuan Desa Kapur. Karena kehormatan dan harga diri, mereka berani melawan sikap penindasan yang dilakukan laki-laki dalam hal ini adalah Lurah Koco

3.4Rangkuman

Dalam analisis ketidakadilan gender dan sikap perempuan dalam novel Bibir Merah di atas, ditemukan dua manifestasi ketidakadilan gender. 1) Kekerasan. Kekerasan yang terdapat dalam novel Bibir Merah merupakan kekerasan publik yang meliputi kekerasan seksual dan kekerasan emosional. Kekerasan seksual dalam novel ini berupa pemerkosaan yang dialami oleh Rusminah dan Rusmini yang berakibat pada termarginal dan tersingkirnya mereka dari lingkungan sosialnya. Ada pun bentuk kekerasan emosional yang dialami Rusminah dan Rumini adalah adanya beban traumatik terhadap peristiwa pemerkosaan yang mengakibatkan ganguan kejiwaan.2) Streriotip dalam novel terlihat melalui peran perempuan yang melabelkan diri sebagai perempuan lemah. Hal itu ia tunjukan dengan sikap loyalitas terhadap atasan yang berupa pelayanan seks dalam kedudukan dan setatus sebagai atasan dan bawahan. 3) Subordinasi. Subordinasi terhadap perempuan dalam novel terlihat melalui tersingkrnya perempuan dan hilangnya pengakuan status perempuan dalam masyarakat yang dialami Yu Ginah dan Mbok Karto. Bukti adanya subordinasi terhadap perempuan juga tampak dalam sikap laki-laki (Lurah Koco) yang selalu mengeksploitasi tubuh perempuan sebagai objek seksual..

Kemudian untuk sikap perempuan akibat ketidakadilan gender, dapat disimpulkan menjadi tiga yaitu, 1) sikap perempuan sebagai subjek (Rusminah), merupakan gambaran sosok perempuan yang memiliki ketegaran, kemauan keras, dan sikap pantang menyerah.2) sikap perempuan sebagai objek (Rusmini), merupakan gambaran perempuan yang selalu menyerah, kalah, dan pasrah.3) Sikap perempuan

sebagai objek yang menolak diskriminasi secara halus, sikap ini terlihat dalam sosok tokoh perempuan-perempuan Desa Kapur dalam hal ini adalah Mbok Karto dan Yu Ginah.

Bab IV

Penutup

Dokumen terkait