• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap dan Perilaku Yang Patuh Dalam Melaksanakan Ajaran Agama yang Dianut Oleh Peserta Didik

BAB II KAJIAN TEORI

HASIL PENELITIAN

B. Temuan Penelitian

1. Sikap dan Perilaku Yang Patuh Dalam Melaksanakan Ajaran Agama yang Dianut Oleh Peserta Didik

150

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 43.

130

Pembahasan terkait karakter religius peserta didik disekolah tersebut ditinjau dari sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutya, memang sudah sangat-sangat melekat pada diri setiap peserta didik, dilihat dari kegiatan keagamaan yang bervariasi di dalam sekolah yang mana peserta didik berdo‟a sebelum memulai dan mengakhiri KBM, melaksanakan Shalat Dhuha berjama‟ah, Shalat Dhuhur berjama‟ah, Shalat Ashar berjama‟ah, Shalat Jum‟at (muslim), Bina iman (nonmuslim) untuk peserta diidk laki-laki dan peserta didik putri mengikuti kegiatan keputrian dan kegitan Smart Al-Qur’an dengan metode Ummi untuk peserta didik yang muslim serta Smart Bible dan Smart Wedha untuk yang nonmuslim.

Mekanisme kegiatan keagaman di sekolah tersebut, dari UPT sendiri mendukung, kepala sekolah, guru dan karyawan juga turut serta dalam kegiatan keagaman yang ada di sekolah tersebut. Kemudian posisi guru PAI dalam kegiatan keagamaan di sekolah tersebut sangat sentral dan perperan penuh dalam proses kegiatan keagaman yang ada. Guru PAI yang teribat langsung dengan peserta didik, yang mana memberikan pengawasan, motivasi, suri tauladan, dan masih banyak lagi.

Berdasarkan temuan penelitian wujud budaya religius di sekolah, yang mana budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekolah. Sebab itu, budaya tidak hanya berbentuk simbolik

131

semata sebagaimana yang tercermin di atas, tetapi di dalamnya penuh dengan nilai-nilai. Perwujudan budaya juga tidak hanya muncul begitu saja, tetapi melalaui proses pembudayaan.151

1) Berdo‟a sebelum memulai dan mengakhiri KBM

Berdasarkarkan temuan penelitan berdo‟a sebelum memulai dan

mengakhiri KBM di sekolah terebut sudah menjadi kewajiban bagi seluruh guru dan peserta didik, sebelum mengawali dan mengakhiri KBM. Berdo‟a merupakan permohonan, pengharapan, permintaan, dan

pujian kepada Allah SWT. Islam telah mengajarkan bahwa setiap akan memulai dan mengakhiri segala sesuatu dengan berdo‟a. tujuan dari berdo‟a merupakan upaya untuk memperoleh keselamatan hidup di

dunia dan kesejahteraan di akhirat. Sebagaimana Firman Allah SWT:

َةاَزَػ بَِٕلَٚ ٗخََٕغَؽ ِحَشِخٓ ۡلۡٱ ِٟفَٚ ٗخََٕغَؽ بَ١ُّۡٔذٌٱ ِٟف بَِٕراَء ٓبََّٕثَس ُيُٛمَ٠ َِّٓ َُُِِٕٙۡٚ

ِسبٌَّٕٱ

١1٢

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Al-Qur‟an, al-Baqarah (2): 201).152

2) Shalat Dhuha Berjama‟ah

Berdasarkan temuan penelitian, Shalat Dhuha sudah menjadi kebiasaan bagi peserta didik. Shalat Dhuha adalah Shalat yang dikerjakan pada waktu Dhuha atau antara waktu setelah matahari terbit

151

Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, (Malang: UIN Press, 2009), hlm. 30.

152

132

sekitar pukul 8 pagi sampai sebelum tengah hari sekitar pukul 11 siang dan merupakan salah satu macam Shalat Sunnah. Shalat Dhuha sendiri mempunyai banyak keutamaan salah satunya ialah tercukupinya rezeki. Melakukan Shalat Dhuha bagi peserta didik untuk dicukupi rezekinya, tidak lain rezeki bagi peserta didik dalam menutut ilmu, meliputi: semangat belajar, perngetahuan luas, rezeki sehat, dipermudah dalam menggapai cita-cita, dan masih banyak lagi. Imam Shalat Dhuha ialah peserta didik kelas IX dan setelah Shalat dhuha membaca do‟a Shalat

Dhuha bersama-sama. Sedangkan guru mengkoordir peserta didik dan menjadi Ma‟mumnya.

3) Shalat Dhuhur Berjama‟ah dan Shalat Ashar Berjam‟ah

Shalat Dhuhur dan Shalat berjam‟ah yang menjadi rutinitas kegiatan keagmaan yang wajib dilakukan oleh peserta didik di sekolah tersebut, mengajajarkan kepada peserta didik untuk mendisiplinkan diri, Shalat berjama‟ah adalah salah satu cara untuk melatih kedisiplinan,

memperkuat ukhuwah Islamiyah, mengjarkan kebersamaan, dan masih banyak lagi. Pembiasaan Shalat tepat waktu dan berjama‟ah di sekolah

akan memberikan pengaruh yang besar bagi peserta didik di dalam kehidupannya sehari-hari.

Proses pelaksanaan Shalat Dhuhur berjama‟ah dilakukan sebelum jam Istirahat peserta didik langsung mengambil air Wudhu dan ada satu peserta didik yang bertugas mengumandangkan Adzan. Setelah adzan

133

membaca Asmaul Husna sambil menunggu peserta didik lain yang masih berwudhu dan menunggu Iman Shalat datang. Guru PAI dan tatib sekolah yang menjadi Iman Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar secra bergantian. Ketika Guru PAI yang menjadi Iman, guru tatib sebagai pengkoordinir peserta didik, dan begitu pula sebaliknya.

Kemudian Shalat Asharnya dilakukan setelah kegiatan Smart

Al-Qur’an selesai sebelum peserta didik pulang. Sebelum pulang peserta

didik diwajibkan untuk Shalat Ashar Berjam‟ah di sekolah. Hal ini

dilakukan supaya peserta didik ketika sampai dirumah sudah tidak dikhawatirkan dan untuk berjaga-jaga peserta didik tidak melaksanakan Shalat.

4) Shalat Jum‟at, Bina Iman, dan Keputrian

Berdassarkan hasil temuan penelitian, Shalat Jum‟at diwajibkan

bagi peserta didik laki-laki di sekolah tersebut. Peserta didik dapat dengan langsung memahami dan mengetahui mekanisme pelaksanaan Shalat Jum‟at mulai dari syarat dan rukun. Bilal dalam Shalat Jum‟at di

sekolah tersebut ialah peserta didik dari anak-anak SKI (Sie Kerohanian Islam) yang mana merupakan suatu oragnisasi keagamaan di sekolah tersebut. Oraganisasi SKI akan melatih peserta didik terkiat, bagaimana bacaan bilal. Nadanya bagaiamana, Sunnah dan Rukunnya bagiamana, dan masih banyak lagi. Kemudian untuk peserta didik nonmuslim di sekolah tersebut, ketika yang muslim melaksanakan Shalat Jum‟at yang

134

nonmuslim mengikuti kegiatan Bina Iman. Bina Iman yang dilakukan di perpustakaan sekolah bersama guru agamanya, dimana akan mendalami Firman Tuhan secara lebih mendalam.

Selanjutnya peserta didik putri di sekolah tersebut, ketika peserta didik laki-laki melaksanakan Shalat Jum‟at, mereka mengikuti kegiatan keputrian. Kegiatan keputrian didalamnya berisikan hal-hal yang berhubungan dengan perempuan, misalnya membuat prakarya dari barang yang sederhana, cara mensucikan darah haid, amalan ketika haid, dan masih banyak lagi.

5) Smart Al-Qur‟an, Smart Bible, dan Smart Wedha

Berdadrkan temuan peseneliatan, Smart Al-Qur’an untuk peseta didik muslim, Smart Bible untuk peserta didik nonmuslim yakni agama Kristen, dan untuk Smart Wedha di sekolah tersebut tidak ada peserta didik yang beragama Hindu. Smart Al-Qura’an di sekolah tersubut menggunakan metode Ummi yang mana cara membacanya menggunkan metode Ummi. Al-Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang menjadi pedoman hidup, petunjuk, informasi kisah dan sejarah di masa lalu, sumber ilmu pengetahuan, dan peringatan.

Peserta didik muslim di sekolah tersubut diajarkan sejak kales VII supaya lebih memahami dan mendalami secara lebih tentang Al-qur‟an, dimana menggunakan metode Ummi. Mekanisme penetuan kelas Ummi tidak ditentukan dari jenjang kelas peserta didik, tetapi

135

ditentukan berdasarkan bagaimana baca‟an Al-qur‟anya dari segi

Makhroj, tajwid, dan standart dari pihak Ummi sendiri yang menentuka peserta didik mengikuti kelas yang mana.

Kemudian Smart Bible sendiri disekolah tersebut diberikan untuk peserta didik nonmuslim. Jadi setiap agama diberikan hak keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya. Walaupun peserta didik nonmuslim di sekolah tersebut hanya satu peserta didik, tetap di berikan layanan keagamaan dan guru Agama sesuai dengan agamanya. Smart

Bible di sekolah tersebut mengarah kepada pemahaman mengenai

pengertian tentang Firman, menggali ayat-ayat demi ayat, menyipulkan dari cerita-cerita yang ada di Al-Kitab, menghafal nada dan lirik dari suatu Pujian, mengajarkan peserta didik untuk cinta Tuhan, dan mengutamakan pembentukan karakter religusnya berupa sikap dalam kehidupan sehari-hari. Mekanisme kegiatan Smart Bible waktunya sama dengan Smart Al-Qur’an. Jadi ketika peserta didik muslim Smart

Al-Qur’an dan peserta didik nonmuslim Smart Bible.

Sebagaimana bentuk budaya kegiatan keagamaan yang ada di sekolah tersebut, digunakan sebagai salah satu pembentukan karakter religius peserta didik muslim dan peserta didik nonmuslim. Seluruh peserta didik dituntun untuk mengikuti rutinitas kegiatan keagamaan yang ada di sekolah serta ketika, melanggar atau tidak mengikuti kegiatan keagamaan tersebut ada Panismentnya sendiri. Panismentnya berupa Shalat Sunnah 12 raka‟at, membaca Istighfar sebanyak 100 kali,

136

dan penjajakan 30 guru dan karyawan, ketika tidak mengikuti atau melanggar kegiatan keagaman untuk peserta didik muslim. Sedangkan untuk peserta didik nonmuslim hukumanya berupa pengurangan nilai akademik.

2. Sikap dan Perilaku Toleran Peserta Didik Terhadap Pelaksanaan