• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan

H. Validasi Data

Dalam penelitian ini, validasi data yang dipakai adalah triangulasi. Triangulasi dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan uji kredibilitas

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber terpercaya lainnya yaitu Pastor Kepala Paroki dan Ketua Bidang Pewartaan dan Katekese.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab tiga, penulis telah memaparkan metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini. Pada bab ini, penulis akan mulai dengan memaparkan data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Data hasil penelitian dengan metode studi dokumentasi penulis dapatkan dari beberapa dokumen yang dimiliki paroki. Berdasarkan hasil data dari studi dokumentasi menunjukkan bahwa embrio Katekese Kebangsaan telah ada sejak tahun 2000 pada hari lahirnya Ekaristi Kaum Muda (EKM) hingga sekarang.

Hasil observasi difokuskan pada kegiatan-kegiatan paroki yang bertema kebangsaan, tujuannya untuk melihat sejauh mana paroki telah mengusahakan kegiatan Gereja yang berfokus pada tema-tema kebangsaan sehingga dapat merumuskan Katekese Kebangsaan secara eksplisit dan sistematis. Data hasil observasi menunjukkan bahwa Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, telah banyak menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mengajak keterlibatan insan beriman generasi Z dan masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa Paroki memiliki peluang untuk mendekatkan istilah Katekese Kebangsaan melalui kegiatan-kegiatan yang ada. Kemudian, hasil wawancara memuat penuturan para responden insan beriman generasi Z mengenai pendapat mereka terhadap kegiatan Gereja bertema kebangsaan dan partisipasi mereka.

Selanjutnya pembahasan mengenai data-data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa istilah Katekese Kebangsaan masih terasa asing dalam kehidupan insan beriman generasi Z. Mereka lebih familiar dengan slogan-slogan bertema kebangsaan yang dipopulerkan oleh Keuskupan Agung Semarang, seperti srawung, 100% Katolik 100% Indonesia. Selain itu, data menunjukkan bahwa masih banyak kegiatan Gereja, khususnya dalam hal katekese, belum terkoneksi dengan generasi Z secara baik.

Penulis akan melanjutkannya dengan melakukan pembahasan atas data penelitian dan literatur terkait. Pada bagian akhir bab ini, penulis akan mengajukan usulan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, untuk mengupayakan Katekese Kebangsaan bagi keterlibatan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa.

A. Hasil Penelitian

Pada bagian ini, penulis menguraikan hasil penelitian yang meliputi hasil studi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Pada bagian hasil studi dokumentasi dan observasi, penulis menjabarkan gambaran umum situasi dan pelaksanaan Katekese Kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Pada bagian observasi, penulis memaparkan kegiatan Gereja yang telah berlangsung Sementara itu, pada bagian hasil wawancara, penulis memaparkan jawaban dari para responden dengan mengartikulasikan kembali kalimat agar dapat dipahami oleh pembaca tanpa mengurangi keaslian jawaban partisipan.

1. Hasil Studi Dokumen

Pada bagian ini, penulis memaparkan profil Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Pemaparan ini berdasar pada studi dokumentasi yang paroki miliki. Dokumen untuk memperoleh gambaran umum paroki diantaranya

Perpustakan Arsip Daerah Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Profil Paroki Serikat Yesus di Indonesia 2013, Narasi 85 tahun Paroki St. Antonius Padua Kotabaru Yogyakarta 2015, Visi Misi Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta 2019 dan riset Mutiara Andalas SJ dalam buku Ekaristi Sebagai Fiesta Kehidupan.

Gereja Santo Antonius Padua, Kotabaru, selama masa pendudukan Belanda menyelenggarakan Ekaristi pada hari Minggu sebanyak dua kali. Ekaristi pada pagi hari melayani umat Indonesia, dan Ekaristi pada siang hari melayani umat Belanda. Informasi tersebut memberikan gagasan kepada penulis bahwa Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, sejak awal telah terlibat dalam persoalan kebangsaan dengan memperhatikan kebutuhan rohani umat Katolik Indonesia dalam hal pelayanan Perayaan Ekaristi bagi masyarakat pribumi.

Setelah era kemerdekaan, Gereja mengalami perkembangan sangat signifikan. Sejak 2000, kehadiran umat di paroki sekitar untuk menghadiri perayaan Ekaristi di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, sangat besar. Banyaknya undangan paroki kepada umat untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas menggereja kemudian melahirkan Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, sebagai Gereja terbuka. Gereja terbuka berarti Gereja yang mau membuka diri terhadap umat yang ingin terlibat dalam liturgi, persekutuan,

pelayanan, pewartaan dan kesaksian. Dari situlah gereja ini melahirkan komunitas-komunitas kategorial yang mendorong umat Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta bersama berjuang untuk hidup dalam semangat terbuka dan bertetangga.

Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta menyebut diri sebagai Gereja Terbuka. Artinya, paroki ini membuka kesempatan bagi umat, termasuk dari wilayah teritorial lain untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan di paroki ini. Keterbukaan paroki ini tidak mengabaikan pelayanan dan perhatian kepada umat di wilayah dan lingkungan sebagai pusat pastoral Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Untuk melengkapi data sejarah paroki ini, penulis melakukan wawancara semi struktur dengan Romo Kieser SJ, sebagai saksi sejarah terbentuknya Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Romo Kieser SJ mengungkapkan bahwa awalnya yang berdiri ialah Kolese St. Ignatius sebagai sekolah dan tempat tinggal para calon imam. Sebelum terbentuknya Paroki St. Antonius, Padua, Kotabaru, umat mengikuti perayaan Ekaristi di Paroki St. Fransiskus Xaverius, Kidul Loji. Dengan pertambahan umat, pada 1926, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, berdiri mandiri. Pendirian Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, tidak terlepas dari kebaikan Sri Sultan Hamengkubowono VIII menganugerahkan tanah kesultanan untuk gereja.

Perayaan Ekaristi yang diselenggarakan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, pada masa kolonial berbeda dengan gereja lain yang memisahkan umat pribumi dan Belanda di dua tempat berbeda. Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta merayakan Ekaristi bersama dengan umat

pribumi dan Londo di bawah satu atap. Meskipun di bawah satu atap, perayaan Ekaristi pada zaman kolonial berlangsung dengan pengaturan posisi Londo duduk di kursi sedangkan umat pribumi duduk di atas klasa (tikar). Keunikan umat pribumi pada masa itu terletak pada rasa kesatuan antara pribumi dan Londo dalam satu Gereja. Pada 1965, pembentukan paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, berawal dari permohonan umat pribumi yang tinggal di sekitar Universitas Gadjah Mada agar wilayah Kotabaru dan sekitarnya menjadi paroki mandiri.

Romo Kieser menambahkan bahwa semangat terbuka dalam merayakan Ekaristi sebagai kaum pribumi di tengah kolonial Belanda menggambarkan semangat kebangsaan umat dalam menghayati hidup sebagai orang beriman dan warga negara. Berdasarkan penuturan Romo Kieser sebagai saksi sejarah, penulis berpendapat bahwa sejak dahulu paroki ini telah memiliki semangat terbuka terhadap umat. Semangat keterbukaan masih hidup hingga saat ini sebagai kekhasan Gereja.

Pada 1998, Paroki St. Antonius, Padua, Kotabaru, Yogyakarta secara eksplisit memberikan perhatian khusus kepada orang muda dan berlanjut hingga sekarang. Banyak umat menyebut paroki ini sebagai Gereja orang muda. Alasannya, banyak umat muda yang datang ke Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Data litbang paroki pada 2018 menyebutkan sekitar 41% atau sekitar 4.250 pelajar/mahasiswa datang ke Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Perhatian khusus pada orang muda memunculkan istilah Gereja Kaum Muda bagi paroki ini. Berdasarkan penjelasan ini, penulis

menyimpulkan bahwa paroki ini sangat memberi tempat untuk kehadiran orang muda dan kesempatan bagi mereka untuk menghayati dan mengembangkan iman mereka melalui berbagai aktivitas komunitas.

Adapun visi Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta periode 2019-2022 adalah “Dengan semangat Ignasian, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, mewujudkan peradaban kasih dengan menjadi Gereja inklusif, inovatif, dan transformatif demi kesejahteraan masyarakat multikultural.” Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, memiliki keterkaitan dengan visi yang dimiliki oleh Keuskupan Agung Semarang (KAS). Visi KAS adalah mewujudkan peradaban kasih dalam masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman. Sikap yang hendak dibangun oleh Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, sebagai bagian dari KAS adalah sikap terbuka yang terarah pada kebaikan semua orang, sehingga tidak jatuh pada fundamentalisme agama.

Dalam mengembangkan sikap terbuka, Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, menghayati semangat Ignasian (Magis, men and women

with and for others, Ad Maiorem Dei Gloriam) sebagai jiwa keterbukaan. Magis,

yang berarti ‘lebih’, mengacu pada sikap seseorang untuk mencari dan mewujudkan kehendak Allah dalam hidup secara optimal. Men and women with

and for others berarti menjadi sesama bagi yang lain. Ad Maiorem Dei Gloriam

memiliki arti “Demi Kemuliaan Tuhan yang Lebih Besar.” Motto tersebut berakar dari jiwa dan semangat Latihan Rohani, yakni mengabdi dan memuliakan Tuhan dalam segala hal. Visi dan semangat Ignasian tersebut memungkinkan paroki

untuk mengajak umat peduli terhadap persoalan kebangsaan sebagai perwujudan Gereja Terbuka.

Misi Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, turut mengintegrasikan empat misi utama kerasulan Yesuit universal sebagaimana disampaikan oleh Pater Arturo Sosa, SJ sebagai Pater Jenderal Serikat Jesuit ke-31. Keempat misi tersebut adalah menunjukkan jalan kepada Tuhan, berjalan bersama yang terkucilkan, mendampingi kaum muda, dan merawat lingkungan. Keempat misi tersebut menjadikan Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta memiliki kekhasan tersendiri yang berasal dari spiritualitas Ignasian.

Penulis melihat bahwa profil, visi dan misi Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta memberikan peluang untuk menggalakkan Katekese Kebangsaan dengan melibatkan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa. Dalam menelaah dokumen-dokumen tersebut, khususnya buku Ekaristi Sebagai

Fiesta Kehidupan sebagai hasil riset atas Ekaristi Kaum Muda (EKM) Paroki St.

Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta penulis melihat ada penuturan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Penulis melakukan wawancara dengan orang-orang muda yang terlibat dalam membidani kelahiran EKM dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih valid mengenai embrio Katekese Kebangsaan dan keterlibatan insan beriman generasi Z. Berdasarkan penuturan dari mereka, penulis menarasikannya untuk memperkuat keabsahan dari riset yang ditulis dalam dokumen tersebut sekaligus mendokumentasikannya.

Berdasarkan hasil studi dokumentasi dan mengkaitkannya dengan wawancara dengan tokoh yang dimaksud dalam riset dokumen tersebut, penulis

melihat embrio Katekese Kebangsaan muncul dalam penyelenggaraan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi telah mengusahakan keprihatinan Gereja terhadap persoalan bangsa. Keprihatinan itu diungkapkan dalam doa-doa umat dalam Perayaan Ekaristi sebagai tanggapan atas persoalan-persoalan kebangsaan yang terjadi. Rumusan doa-doa umat dalam Perayaan Ekaristi di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, disusun oleh tim liturgi dalam ekaristi anak, remaja, orang muda, dan lansia.

Sehubungan dengan Gereja dan kebangsaan, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, telah melibatkan orang muda sebagai animator Gereja dalam mengupayakan gerakan kebangsaan melalui perayaan Ekaristi. Berdasarkan penuturan dari saudara Saptono sebagai sosok yang turut membidani dan mengurus arsip teks misa EKM secara eksplisit mencatat bahwa berlangsung pertama kali saat peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2000. Berdasarkan keterangan tersebut, penulis melihat bahwa ajakan untuk terlibat sebagai pemuda Gereja sekaligus pemuda bangsa ditengarai oleh gerakan kebangsaan melalui peringatan Sumpah Pemuda. EKM, yang mulai pada peringatan Sumpah Pemuda tahun 2000, membuka jalan bagi kaum muda untuk menyelenggarakan EKM-EKM dengan mengambil momentum-momentum kebangsaan lain.

Penyelenggaraan EKM juga disusul dengan perumusan doa-doa umat yang disesuaikan dengan isu-isu kebangsaan yang tengah berlangsung di Indonesia. Orang muda mendesain penyelenggaraan EKM dengan menyusun doa-doa umat yang secara khusus terkait dengan isu-isu orang muda. Berdasarkan penuturan dari saudara Saptono selaku tokoh yang turut membidani EKM

sekaligus merumuskan doa umat, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, sangat memperhatikan isu-isu kontekstual yang terjadi di Indoneisa, bahkan global. Dalam rumusan doa umat, seringkali ada intensi tambahan yang disisipkan dalam teks Perayaan Ekaristi. Alasannya, beberapa tragedi kemanusiaan yang menjadi keprihatinan masyarakat dan Gereja Indonesia terjadi setelah teks Perayaan Ekaristi masuk ke percetakan.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis berpendapat bahwa secara implisit Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, telah memiliki perhatian sekaligus keprihatinan terhadap konteks kebangsaan bersama orang muda sejak awal dan berlangsung hingga sekarang. Lebih lanjut, penulis melihat bahwa embrio Katekese Kebangsaan dan orang muda lahir sejak awal. Penulis berpendapat Paroki perlu berani mengartikulasikan Katekese Kebangsaan secara sistematis agar pelaksanaannya terorganisir dengan baik. Dengan demikian Katekese Kebangsaan mampu mendekatkan diri kepada kaum muda sekaligus mengajak mereka untuk terlibat sebagai eksekutor Gereja dan bangsa.

2. Hasil Observasi Pelaksanaan Kegiatan dan Katekese Kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta

Berdasarkan observasi partisipatoris dalam kegiatan yang ada di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, pelaksanaan Katekese Kebangsaan belum berlangsung secara sistematis. Katekese Kebangsaan berlangsung pada peristiwa pemilu daerah dan nasional. Penyelenggaraan Katekese Kebangsaan berlangsung di antara umat lingkungan melalui sarasehan. Dalam sarasehan Adven tersebut,

yang dibahas adalah mendorong umat untuk berpartisipasi dalam pemilu dengan kampanye antigolput.

Selain itu, imam menyisipkan ajakan untuk terlibat pada persoalan kebangsaan melalui homili dalam Perayaan Ekaristi. Homili-homili imam berisi topik dan ajakan terlibat dalam persoalan kebangsaan. Imam mengajak umat untuk srawung dengan ummah agama lain. Ajakan tersebut diberikan untuk mengajak umat melanjutkan praktik baik yang telah diselenggarakan Keuskupan Agung Semarang (KAS) khususnya, ajakan Mgr. Robertus Rubiyatmoko tentang gerakan srawung yang familiar di keuskupan ini. Lebih lanjut, nuansa keterlibatan dalam hidup berbangsa tampak dalam rumusan doa-doa umat yang turut mendoakan bangsa dan tanah air, kerukunan antaragama dan perayaan hari besar keagamaan di Indonesia.

Insan beriman Z menjadi alamat ajakan imam untuk berpartisipasi dalam hidup berbangsa. Paroki masih mencari metode terbaik untuk menyampaikan Katekese Kebangsaan. Katekese Kebangsaan yang disampaikan pada insan beriman Z, dilakukan dengan kegiatan yang mendorong partisipasi komitmen kebangsaan mereka. Sampai sejauh ini, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta telah menemukan srawung sebentuk Katekese Kebangsaan. Dalam pelaksanaan kegiatan srawung, generasi insan beriman Z diajak untuk berkegiatan dan berdialog dengan sesama kita yang berasal dari lintas agama, suku maupun budaya. Katekese Kebangsaan disisipkan pada momen evaluasi kegiatan, dengan mengajak mereka untuk berefleksi. Dalam refleksi, orang muda memaknai kegiatan yang mereka lakukan sebagai perwujudan iman kepada sesama,

menghargai perbedaan, dan menumbuhkan solidaritas sebagai warga masyarakat, lebih lanjut warga negara.

Kegiatan yang dilakukan generasi insan beriman Z di paroki memunculkan kesempatan perjumpaan dengan sesama dalam masyarakat. Perjumpaan itu muncul antara lain dalam dialog iman, sego mubeng, posko kesehatan dan relawan bimbingan belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut menciptakan ruang perjumpaan lintas suku, budaya, agama, dan ras yang memungkinkan orang muda untuk bertumbuh dalam sikap menghargai keberagaman sebagai warga Indonesia. Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang muda keluar dari zona introvert. Hal itu menjadi kesempatan Gereja untuk mewujudkan imannya dalam masyarakat. Selain itu, kegiatan tersebut menjadi ladang subur bagi Gereja untuk mewartakan kasih, dan memupuk semangat koinonia sebagai warga negara.

Berdasarkan pemaparan data di atas, penulis melihat bahwa Katekese Kebangsaan sudah ada di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, meskipun pelaksanaannya dilakukan melalui penyisipan dalam kegiatan-kegiatan yang ada. Berdasarkan hasil observasi tersebut, penulis melihat segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, bersama orang muda merupakan hal baik yang dapat dijadikan sebagai embrio pemunculan Katekese Kebangsaan yang dirumuskan secara sistematis guna mendorong keterlibatan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa.

3. Hasil Wawancara

Pada bagian hasil wawancara, penulis memaparkan profil partsipan penelitian. Kemudian penulis memaparkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan partisipan yang sebagian besar memiliki partisipasi yang baik dalam kegiatan kebangsaan yang diadakan oleh Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

a. Profil Partisipan

Partisipan penelitian Katekese Kebangsaan untuk insan beriman generasi Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, terdiri dari sembilan orang partisipan generasi insan beriman Z (empat orang laki-laki dan lima orang perempuan) dan untuk triangulasi penulis mewawancarai satu Romo Paroki, satu Katekis dan satu Pengurus Bidang Liturgi Umum. Penulis akan menuliskan profil partsisipan dengan pengkodean, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam penyebutan. Rincian profil partisipan sebagai berikut:

1) Partisipan 1 (P1), berusia 21 tahun, ketua Tim Kerja Ekaristi Kaum Muda (EKM) periode 2019 - 2022, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

2) Partisipan (P2), berusia 20 tahun, sekretaris Tim Kerja Ekaristi Kaum Muda (EKM) periode 2019-2020 dan anggota Mudika Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

3) Partisipan 3 (P3), berusia 20 tahun, anggota Mudika Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

4) Partisipan 4 (P4), berusia 21 tahun, Ketua Mudika lingkungan St. Yohanes Paulus Tukangan periode 2019 - 2021 Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

5) Partisipan 5 (P5), berusia 21 tahun, anggota Lektor dan Pendamping Iman Anak (PIA) Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

6) Partisipan 6 (P6), berusia 22 tahun, relawan Bimbingan Belajar Kotabaru, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

7) Partisipan 7 (P7), berusia 21 tahun, anggota Mudika dan Pendamping Iman Anak (PIA) Paroki St. Antonius Padua,Kotabaru, Yogyakarta.

8) Partisipan 8 (P8), berusia 21 tahun, anggota Mudika, Pemuda Lintas Iman dan Relawan Bimbingan Belajar Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

9) Partisipan 9 (P9), berusia 19 tahun, anggota Paguyuban Televisi dan Monitoring (Patemon) dan Pendamping Paguyuban Putra Putri Altar (Papita) Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

10) Partisipan 10 (P10), partisipan triangulasi, berusia 50 tahun, Ketua Dewan Perwartaan dan Katekis Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

11) Partisipan 11 (P11), partisipan triangulasi, berusia 55 tahun, Romo Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru,Yogyakarta.

12) Partisipan 12 (P12) adalah responden untuk kepentingan triangulasi, berusia 37 tahun, Pengurus Bidang Liturgi Umum.

Pada bagian ini, penulis memaparkan hasil wawancara penulis dengan partisipan tentang bagaimana pelaksanaan Katekese Kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua Kotabaru Yogyakarta. Wawancara mengenai pelaksanaan katekese kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta berlangsung sejak 9 November 2019 - 14 Maret 2020. Hasil penelitian dengan metode wawancara penulis paparkan dengan kalimat yang teratur sehingga mudah dibaca oleh pembaca tanpa mengurangi keaslian informasi yang didapatkan dari responden. Hasil wawancara tersebut dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Wawancara dengan Insan Beriman Generasi Z

a. Pelaksanaan Katekese Kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta

Berdasarkan hasil wawancara dengan sembilan responden dari insan beriman generasi Z sebagian besar belum memahami istilah Katekese Kebangsaan. Pertanyaan pemantik yang peneliti ajukan yaitu terkait dengan istilah 100% Katolik, 100% Indonesia serta “srawung” dan maknanya bagi mereka. Mereka mengenal istilah-istilah tersebut karena Keuskupan Agung Semarang (KAS) dan para romo memopulerkannya. Menurut P1, “Katolik menjadi bagian dari Indonesia dan kita mengekspresikan iman Katolik dalam konteks ke-Indonesiaan. Istilah srawung dipopulerkan oleh Keuskupan Agung Semarang. Monsinyur mengajak orang muda untuk srawung mengenal satu sama lain.” (Partisipan 1, Komunikasi Personal, 09 November 2019).

Sementara itu P2 juga pernah mendengar istilah srawung dan ia mengungkapkan bahwa 100% Katolik 100% Indonesia dipahami sebagai orang

Katolik yang ada di Indonesia tidak hanya aktif berkutat di dalam, melainkan juga di luar paroki. P3 pernah mendengar istilah 100% Katolik 100% Indonesia serta

srawung juga dalam konteks kegiatan keuskupan. P3 mengungkapkan, “Umat

Katolik harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat. Beriman dan bermasyarakat. Kalau tidak salah waktu Asian Youth Day (AYD) pernah dengar. Ketika mau menyambut AYD, blusukan kalau nama kegiatan kita. Ya kita terjun langsung mengadakan kegiatan membaur dengan sesama.” (Partisipan 3, Komunikasi Personal, 9 November 2019).

Sementara P4 juga mengungkapkan hal serupa, yakni pernah mendengar istilah srawung dan 100% Katolik 100% Indonesia melalui media sosial. P4 memaknai istilah tersebut dengan mengungkapkan bahwa istilah 100% Katolik 100% Indonesia menggambarkan sebagai orang Katolik yang beriman perlu menerapkan iman Katolik dalam kehidupan bermasyarakat di negara Indonesia. Sementara itu, Srawung mengajak kita untuk membaur tidak hanya dalam hidup menggereja tetapi juga dalam masyarakat secara umum, lingkungan apapun agamanya.

Pernyataan P1, P2, P3, dan P4 senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh P5. Menurut P5, ia pernah mendengar istilah tersebut dari homili-homili yang dibawakan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. P5 mengungkapkan, “Kita sebagai orang beriman itu memahami dan memaknai diri kita balanced, orang Indonesia dan beragama Katolik. Iman kita sejalan dengan kehidupan sekarang, 100% Katoliknya itu melayani di Gereja dan kita tidak lupa identitas kita sebagai warga negara Indonesia. Tidak hanya

melayani di Gereja tetapi juga melayani di masyarakat.” (Partisipan 5, Komunikasi Personal, 12 November 2019).

Sementara itu, P6 juga mengungkapkan, “100% Katolik 100% Indonesia dan srawung mengacu pada kemampuan umat Katolik untuk ikut serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tetap berpegang teguh pada identitas Katolik kita. (Partisipan, Komunikasi Personal, 30 Januari 2020). Pernyataan P6 juga senada dengan pernyataan P7 yang mengungkapkan bahwa 100% Indonesia berarti kita mencintai Indonesia dan 100% Katolik adalah penghayatan iman. Singkatnya, umat Katolik beriman dan bernegara. Dengan mengekspresikan iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari, kita peduli terhadap konteks ke-Indonesiaan kita. Lebih lanjut P8 pernah mendengar istilah tersebut yang dipopulerkan oleh

Dokumen terkait