• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik."

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

KATEKESE KEBANGSAAN

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KETERLIBATAN GENERASI INSAN BERIMAN Z

DI PAROKI ST. ANTONIUS PADUA,

KOTABARU, YOGYAKARTA

DALAM HIDUP BERBANGSA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh :

Kristhalia Dessindi

NIM. 161124052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada

(5)

v MOTTO

“Finding God in All Things! Everything is Yours; do with it what You will. Give me only Your love and Your grace, that is enough for me”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “KATEKESE KEBANGSAAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN GENERASI INSAN BERIMAN Z DI PAROKI ST. ANTONIUS PADUA, KOTABARU, YOGYAKARTA, DALAM HIDUP BERBANGSA”. Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan

penulis terhadap Katekese Kebangsaan yang masih terasa asing di kalangan generasi insan beriman Z, sementara paroki mulai membuka jalan melalui kegiatan-kegiatan Gereja yang melibatkan mereka untuk berpartisipasi dalam hidup berbangsa dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, penulis menyusun skripsi dengan harapan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pegiat katekese dalam menyelenggarakan Katekese Kebangsaan yang melibatkan sekaligus terknokesi dengan generasi insan beriman Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan desain naturalistik. Katekese kebangsaan merupakan rintisan katekese baru yang menekankan aspek desain dalam penyelenggaraannya. Meskipun demikian, gagasan embrional katekese kebangsaan sudah ada sejak Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005 yang mendorong orang muda untuk menjadi pemimpin dan peduli terhadap persoalan kebangsaan serta. Kemunculan komunitas Ekaristi Kaum Muda (EKM) turut menjadi salah satu gagasan embrional munculnya Katekese Kebangsaan di paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Nota Pastoral KWI 2017 juga memanggil Gereja yang Relevan dan Signifikan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, studi dokumen dan wawancara. Subjek yang dijadikan partisipan utama dalam penelitian ini yaitu generasi insan beriman Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Katekese Kebangsaan yang didesain dapat terkoneksi dan melibatkan insan beriman Z dalam hidup berbangsa di tengah masyarakat. Berdasarkan riset yang telah dilakukan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, ditemukan fakta bahwa gagasan embrional katekese kebangsaan secara organik sudah mulai diterapkan melalui berbagai kegiatan srawung yang dilakukan generasi insan beriman Z. Selain itu, ditemukan fakta selanjutnya bahwa generasi insan beriman Z memiliki tingkat keterlibatan yang baik terhadap persoalan kebangsaan. Berdasarkan fakta tersebut penulis berpendapat bahwa Gereja perlu menyelenggarakan Katekese Kebangsaan secara sistematik menggunakan desain aktivitas yang memungkinkan generasi insan beriman Z dapat terkoneksi dan terlibat di dalamnya. Penulis mengusulkan Katekese Kebangsaan untuk generasi insan beriman Z dengan menggunakan media digital melalui podcast dan platform pada media sosial.

(9)

ix

ABSTRACT

This undergraduate thesis is entitled "NATIONHOOD CATECHESIS AS AN

EFFORT TO IMPROVE THE INVOLVEMENT OF GEN Z IN THE ST. ANTONY PADUA’S PARISH, KOTABARU, YOGYAKARTA, IN BUILDING UP THEIR NATION". This title was chosen based on the writer’s concern

regarding the unfamiliarity of the Gen Z to the Nationhood Catechesis, while at the same time the Parish has already started to pave ways to involve them in participating in the live of the Indonesian nation society. Hence, the writer writes the undegraduate thesis to offer some ideas to Catechists in organizing the Nationhood Catechesis which can involve and connected to the Gen Z in the St. Antony Padua’s Parish, Kotabaru, Yogyakarta. Nationhood Catechesis is a breakthrough which emphasizes the designed aspects in its implementation. Embryonal idea of the Nationhood Catechesis has been discussed since the Indonesian Catholic Church Supreme Council Meeting (SAGKI) in 2005 which encouraged the youth to become leaders and pay attention to the national issues. Besides, the emergence of the Youth Eucharistic Celebration (EKM) has also become one of the embryonal ideas in giving birth to the Nationhood Catechesis in the St. Antony Padua’s Parish, Kotabaru, Yogyakarta. The undergraduate thesis employs descriptive qualitative research method with naturalistic design. The data collection techniques used in this research are observation, document study, and depth interviews. The participants of the research are the Gen Z, a chairperson of the catechetical comission, the founder of the EKM, the pastor of St. Antony Padua’s Parish Kotabaru, Yogyakarta, and an expert of the history of the parish. The findings show that the designed Nationhood Catechesis can connect to and involve the Gen Z in the life of the nation. Based on the research done in the St. Antony Padua’s Parish, Kotabaru, Yogyakarta it is found of that the embryonal ideas of the nationhood catechesis has already been implemented by the Gen Z organically in many activities, such as the Srawung. Aside from this, it is also discovered that the Gen Z have adequate level of involvement in the national issues. Based on the findings, the writer suggests that Catholic Parishes in Indonesia systematically organize Nationhood Catechesis by designing activities that will help the Gen Z to be connected and involve in it. The writer also recommends that the Nationhood Catechesis for the Gen Z through the use of is being exercised using digital media such as podcasts and platforms on social media.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi berjudulKATEKESE KEBANGSAAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN GENERASI INSAN BERIMAN Z DI PAROKI ST. ANTONIUS PADUA, KOTABARU, YOGYAKARTA, DALAM HIDUP BERBANGSA.

Skripsi ini disusun atas keprihatinan penulis terhadap Katekese Kebangsaan yang masih kurang dikenal istilah dan pelaksanaannya di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, khususnya di kalangan generasi insan beriman Z dan kaitannya dengan keterlibatan mereka dalam hidup berbangsa. Istilah Katekese Kebangsaan masih terasa asing di kalangan generasi insan beriman Z, sementara paroki mulai membuka jalan melalui kegiatan-kegiatan Gereja yang melibatkan mereka untuk berpartisipasi dalam ruang publik hidup berbangsa dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, penulis menyusun skripsi dengan harapan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pegiat katekese dalam menyelenggarakan Katekese Kebangsaan yang melibatkan generasi insan beriman Z di Paroki St. Antonius Padua Kotabaru Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari kebaikan dari berbagai pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan penuh rasa syukur menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Patrisius Mutiara Andalas, SJ, S.S, S.TD , selaku dosen pembimbing utama, sahabat akademik yang murah hati selalu memberikan perhatian, meluangkan waktu dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. B.A Rukiyanto, SJ, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kegamaan Katolik, dosen penguji II sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan saran dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(11)
(12)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN...iii PERSEMBAHAN...iv MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN... xvi

BAB I. PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian...5 D. Manfaat Penelitian... 5 E. Metode Penulisan... 6 F. Sistematika Penulisan... 6

(13)

xiii

BAB II. KATEKESE KEBANGSAAN DAN GENERASI INSAN

BERIMAN Z...8

A. Hakikat Katekese Kebangsaan... 9

1. Sejarah Gereja Katolik dalam Konteks Kebangsaan... 10

2. Hubungan Gereja dan Negara...14

3. Pengertian Katekese Kebangsaan... 18

B. Keterlibatan Insan Beriman Z dalam Hidup Berbangsa...24

1. Era Digital Kelahiran Generasi Z... 25

2. Keterlibatan Sosial Politik Insan Beriman Generasi Z dalam Hidup Berbangsa...26

BAB III. METODE PENELITIAN...36

A. Jenis Penelitian... 36

B. Desain Penelitian... 36

C. Tempat dan Waktu Penelitian...37

D. Partisipan Penelitian... 37

E. Fokus Penelitian...37

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data...38

G. Teknik Analisis Data... 42

H. Validasi Data... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44

A. Hasil Penelitian... 45

(14)

xiv

2. Hasil Observasi Pelaksanaan Kegiatan dan Katekese Kebangsaan

di Paroki St. Antonius Padua Kotabaru Yogyakarta...52

3. Hasil Wawancara...55

4. Pembahasan Hasil Penelitian...75

B. Usulan Kegiatan... 85

1. Rencana Kegiatan... 85

2. Matriks Pertemuan Katekese Kebangsaan...89

C. Detail Kegiatan...91

1. Uraian Sesi dan Tujuan Kegiatan... 91

2. Langkah-langkah...91 BAB V. PENUTUP...93 A. Simpulan... 93 B. Saran...96 DAFTAR PUSTAKA...98 LAMPIRAN Lampiran Wawancara 1... (1) Lampiran Wawancara 2... (4) Lampiran Wawancara 3... (7) Lampiran Wawancara 4... (10) Lampiran Wawancara 5... (13) Lampiran Wawancara 6... (16) Lampiran Wawancara 7... (21) Lampiran Wawancara 8... (25)

(15)

xv Lampiran Wawancara 9... (28) Lampiran Wawancara 10... (32) Lampiran Wawancara 11... (36) Lampiran Wawancara 12... (42) Lampiran Wawancara 13... (47)

(16)

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 15 November 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

CV : Christus Vivit, Anjuran Apostolik Paus Fransiskus tentang Orang Muda, 25 Maret 2019.

EG : Evangelii Gaudium, Anjuran Apostolik Paus Fransiskus tentang Suka Cita Injili, 24 November 2013.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

MM : Mater et Magistra, Ensiklik Paus Yohanes XXIII tentang Iman Kristiani dan Perkembangan Sosial, 15 Mei 1961.

RM : Redemptoris Missio, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Misi Sang Penebus, 7 Desember 1990.

(17)

xvii B. Singkatan-Singkatan Lain

EKM : Ekaristi Kaum Muda.

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia. MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia. MUDIKA : Muda Mudi Katolik.

SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia. UUD : Undang-Undang Dasar.

(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada hari studi sidang tahunan KWI 2017 yang bertema “Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan: Tugas Gereja Menyucikan Dunia”, KWI menegaskan bahwa Gereja perlu menghayati tugas perutusan di dunia. Tugas perutusan tersebut mengajak Gereja menjadi relevan dan signifikan dalam menjalankan perannya di tengah realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Gereja merupakan bagian utuh dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Gereja dipanggil untuk menjunjung nilai-nilai persaudaraan, kerukunan, perdamaian, keadilan dan kebenaran demi kelangsungan dan kebaikan hidup bersama.

Dalam menjalankan tugas perutusan, Gereja perlu mencermati realitas bangsa saat ini. Persoalan kebangsaan yang sedang dihadapi Indonesia antara lain kemiskinan, intoleransi antar umat beragama, politik identitas, maraknya radikalisme agama, hingga penyalahgunaan teknologi informasi yang ingin mengubah ideologi Pancasila. Di hadapan persoalan-persoalan besar tersebut, Gereja dipanggil sebagai sakramen keselamatan dengan menjalankan tugas perutusan menjadi Gereja yang relevan dan signifikan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.

Bagi warga Gereja, tugas dalam memperjuangkan, mewujudkan serta mengamalkan Pancasila merupakan tuntutan iman sekaligus kontribusi bagi kesatuan dan kejayaan bangsa [Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), 2018:15].

(19)

Ini merupakan tanggung jawab seluruh warga Gereja dalam mewujudkan cita-cita bersama sebagai warga negara Indonesia yang memperjuangkan kesatuan, kerukunan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut LG 4, “Allah telah melengkapi Gereja dengan kemampuan untuk mewujudkan persatuan dan pelayanan melalui peran hierarki dan juga kepada mereka yang dianugerahi tugas pelayanan Gereja di dunia.” Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama antara hierarki dan umat yang dianugerahi tugas pelayanan khusus.

Umat memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu Gereja mewujudkan karya keselamatan dan kerasulan. Mereka memiliki martabat dan tugas yang setara dalam mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus sesuai dengan kemampuan masing-masing. Generasi insan beriman Z termasuk umat yang memiliki tanggung jawab tersebut sesuai dengan kemampuan mereka dalam menghadapi persoalan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Gereja perlu bekerjasama dengan insan beriman generasi Z untuk mewujudkan tugas perutusannya di dunia, berkontribusi bagi kesatuan dan persatuan bangsa sebagai bagian utuh dari kesaksian kehadiran Gereja di Indonesia.

Untuk menanggapi panggilan Gereja dalam hidup berbangsa melalui orang muda Katolik generasi Z, Gereja dapat menciptakan sebuah sarana yang mampu mendorong mreka untuk memahami peran dan keterlibatan dalam mewujudkan Gereja yang relevan dan signifikan di tengah persoalan bangsa saat ini lewat katekese. Katekese merupakan bentuk formasio iman berjenjang.

(20)

Buku Iman Katolik (1996:131) memberikan gambaran bahwa iman itu rasional tidak karena dibuktikan, melainkan dipertanggungjawabkan. Iman Katolik dipertanggungjawabkan melalui perwujudan hidup menggereja yang ditunjukkan dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap sikap dan tindakannya dalam hidup bermasyarakat mencerminkan iman akan Yesus Kristus sebab Gereja merupakan bagian dari masyarakat.

Perwujudan iman yang ditunjukkan dalam hidup bermasyarakat dapat dilihat dari kepedulian seseorang terhadap keprihatinan bangsa. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2005 yang bertema “Bangkit dan Bergeraklah” telah membahas keprihatinan bangsa yang juga merupakan keprihatinan Gereja. Sidang Agung ini mengajak orang muda menyadari keprihatinan hidup dan bergerak untuk ikut terlibat dalam membentuk keadaban publik baru bagi bangsa Indonesia. Sidang Agung ini mengupayakan orang muda untuk menjadi pemimpin yang memiliki tindakan yang jelas dalam upaya pengembangan keadaban publik.

Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis berpendapat sekarang merupakan kesempatan bagi Gereja untuk menggalakkan Katekese Kebangsaan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme generasi Z dan kepeduliannya terhadap bangsa Indonesia. Apalagi gaya hidup generasi Z saat ini sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital. Mereka menjadi insan beriman yang cara bertindaknya sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan informasi yang aksesnya begitu cepat. Sejauh pengamatan dan pengakuan umat Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta telah banyak usaha yang dilakukan oleh

(21)

paroki untuk memupuk semangat nasionalisme generasi insan beriman Z lewat berbagai kegiatan dalam komunitas. Beberapa di antaranya adalah komunitas sego

mubeng yang kegiatannya membagikan makanan kepada sesama yang

membutuhkan setiap Sabtu pagi dengan dibantu oleh saudara-saudara yang berasal dari insan lintas suku dan agama. Selain itu, ada juga komunitas bimbingan belajar khusus siswa tidak mampu relawannya berasal dari lintas suku dan agama. Tidak ketinggalan, posko kesehatan juga melibatkan dokter, perawat, dan apoteker muda lintas suku dan agama.

Melalui kegiatan sosial dalam komunitas-komunitas, Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, mau menyuarakan katekese kebangsaan. Hal itu dilakukan karena generasi insan beriman Z, lebih menyukai kegiatan yang bersifat partisipatif bukan monoton. Maka, katekese yang diberikan tidak dimungkinkan lagi apabila hanya diberikan dalam model ceramah. Kemudian paroki ini, mengambil jalan lain lewat kegiatan yang ada dengan mengajak setiap pelaku kegiatan tersebut melakukan refleksi bersama pada setiap akhir kegiatan. Melalui refleksi tersebut, Gereja dapat menyampaikan Katekese Kebangsaan menurut perspektif Gereja Katolik.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mendalami judul skripsi: “Katekese Kebangsaan Sebagai Upaya Meningkatkan Keterlibatan Generasi Insan Beriman Z di Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta dalam Hidup Berbangsa.” Melalui judul ini, penulis ingin

mengajak insan beriman generasi Z terlibat dalam kehidupan berbangsa lewat Katekese Kebangsaan.

(22)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Katekese Kebangsaan di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta dilaksanakan?

2. Sejauh mana orang muda Katolik generasi Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta memahami Katekese Kebangsaan?

3. Aktivitas apa yang mendukung untuk menggalakkan Katekese Kebangsaan guna mendorong keterlibatan generasi insan beriman Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta dalam hidup berbangsa ?

C. Tujuan Penulisan

1. Menguraikan Katekese Kebangsaan yang berlangsung di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru.

2. Mengetahui kedalaman pemahaman insan beriman Z terhadap Katekese Kebangsaan.

3. Menguraikan terobosan aktivitas yang mendukung keterlibatan insan beriman Z di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, dalam hidup berbangsa.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Orang Muda

Memberikan sumbangan pemikiran kepada insan beriman generasi Z mengenai Katekese Kebangsaan dan pentingnya peran serta keterlibatan mereka dalam hidup berbangsa.

(23)

Memberikan masukan kepada Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru, mengenai penyelenggaraan Katekese Kebangsan yang tanggap zaman untuk meningkatkan keterlibatan generasi insan beriman Z.

3. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai katekese kebangsaan, sehingga dapat menemukan aktivitas yang mendukung dalam menggalakkan Katekese Kebangsaan untuk meningkatkan keterlibatan generasi Z dalam hidup berbangsa.

E. Metode Penulisan

Skripsi ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan metode penulisan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dengan studi dokumen, observasi, dan wawancara. Penulis akan menguraikan Katekese Kebangsaan, pemahaman generasi insan beriman Z terhadap Katekese Kebangsaan, dan terobosan aktivitas yang mendukung keterlibatan generasi insan beriman Z dalam hidup berbangsa. Fokus penelitian pada skripsi ini adalah kualitas keterlibatan generasi insan beriman Z dalam hidup berbangsa melalui kegiatan Katekese Kebangsaan yang ada di Paroki St. Antonius Padua Kotabaru.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini penulis bagi menjadi 5 bab. Bab I merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan metode

(24)

penulisan. Bab ini berisi alasan penulis dalam memilih judul dan masalah terkait Katekese Kebangsaan dan generasi insan beriman Z yang disruptif dalam katekese dan keterlibatan dalam hidup berbangsa, serta sistematika penulisan.

Bab II merupakan tinjauan pustaka yang terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama penulis akan menguraikan Katekese Kebangsaan yang meliputi Pengertian Katekese Kebangsaan dan Hubungan Gereja dan negara. Pada bagian kedua, penulis akan menguraikan Karakteristik Generasi Insan Beriman Z dan Keterlibatan Insan Beriman Z dalam Hidup Berbangsa.

Dalam Bab III penulis menguraikan Metode Penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, partisipan penelitian, fokus penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik pengujian keabsahan data.

Dalam Bab IV penulis memaparkan Hasil Penelitian, Pembahasan, dan Usulan Kegiatan Katekese Kebangsaan bagi insan beriman generasi Z di Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta dalam rangka meningkatkan keterlibatan orang muda Katolik dalam hidup berbangsa.

Bab V merupakan penutup yang berisikan simpulan dan saran. Dalam bab ini penulis memberikan simpulan dari keseluruhan isi skripsi dan memberikan saran untuk meningkatkan pelaksanaan Katekese Kebangsaan sebagai upaya meningkatkan keterlibatan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa bagi Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

(25)

BAB II

KATEKESE KEBANGSAAN DAN GENERASI INSAN BERIMAN Z

Dalam bab pendahuluan penulis telah membahas latar belakang penulisan skripsi ini. Penulis telah memaparkan alasan memilih Katekese Kebangsaan dan Generasi Insan Beriman Z dalam penulisan skripsi ini berdasarkan realitas yang terjadi dalam Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru Yogyakarta. Selain itu, penulis telah memaparkan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, beserta sistematika penulisan skripsi.

Dalam bab ini, penulis akan melihat kajian yang dekat dengan tema skripsi. Bab ini terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama, penulis menguraikan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai sumber pustaka yang meliputi penjelasan tentang hakikat Katekese Kebangsaan. Adapun penjelasan tentang hakikat Katekese Kebangsaan terkait dengan sejarah Gereja Katolik Indonesia dalam konteks kebangsaan, serta hubungan antara Gereja dan negara. Melalui keterkaitan tersebut, penulis berusaha menganartikulasikan pemahaman tentang Katekese Kebangsaan.

Pada bagian kedua dalam bab ini penulis menguraikan penjelasan tentang keterlibatan generasi insan beriman Z. Bagi penulis, untuk dapat mengetahui keterlibatan generasi insan beriman Z penulis perlu mendekatkan kajian dengan pengertian era digital, karakteristik dan tantangan generasi Z dengan mengetahui latar belakang dan faktor yang mempengaruhi perilaku dan tindakan mereka

(26)

sebelum memaparkan keterlibatan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa.

A. Hakikat Katekese Kebangsaan

Sebagai umat Allah sekaligus bagian dari sebuah negara, Gereja memiliki dua peranan penting yakni spiritual dan sosial. Tentu saja hal tersebut memengaruhi cara bertindak Gereja dalam bidang karya pelayanannya. Gereja dipanggil untuk menemukan perannya dalam isu-isu kemasyarakatan sebagai bentuk kepedulian terhadap negara. Gereja harus mampu menghadirkan shalom di tengah-tengah masyarakat, sebagai wujud dukungan kepada negara yang terpanggil untuk menyejahterakan warganya (Herry Susanto, 2019:48).

Tema Nota Pastoral 2018 “Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan” mengajak umat Katolik untuk turut terlibat dalam setiap persoalan-persoalan kebangsaan sebagai bentuk kepedulian Gereja pada negara. Persoalan-persoalan kebangsaan tersebut, mendorong Gereja Katolik sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk menyatakan pandangannya melalui katekese yang saat ini mulai kita kenal sebagai Katekese Kebangsaan. Melalui Katekese Kebangsaan, Gereja mengajak umat Katolik Indonesia untuk dapat semakin memiliki tanggung jawab sebagai umat beriman dan juga warga negara Indonesia. Lebih dari itu, Gereja juga bekerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik, seluruh warga negara Indonesia, untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi sebagai suatu bangsa.

(27)

1. Sejarah Gereja Katolik dalam Konteks Kebangsaan

Tinjauan Kitab Suci Ibrani memberikan gambaran bahwa konsep negara dan kebangsaan sudah terbentuk sejak zaman para nabi. Kitab Suci Ibrani mengisahkan perjalanan Israel menjadi suatu bangsa. Israel dalam kacamata Kitab Suci Ibrani lebih memahami diri mereka sebagai umat daripada sebagai bangsa. Keinginan Israel untuk membentuk kerajaan pada zaman itu bahkan dikategorikan sebagai penolakan dan penyangkalan terhadap Allah sebagai Raja (Eka Darmaputera, 2001:123). Namun, Allah raja Israel mengatakan bahwa Israel akan menjadi bangsa yang besar dan keselamatan akan turun padanya seperti yang kita dengar dari kisah Bapa Abraham. Pernyataan ini memberikan gambaran kepada penulis bahwa Israel sebelum menjadi bangsa sangat bergantung pada kekuasaan Allah dan akhirnya Allah merestui mereka menjadi suatu bangsa. Ini menggambarkan bahwa kerajaan Allah juga hadir dalam dunia lewat suatu bangsa dan negara.

Sementara itu, Kitab Suci Kristiani dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma memberikan makna teologis kekuasaan negara. Dalam Roma 13:1-7, Rasul Paulus menjelaskan kekuasaan berasal dari Allah dan ketaatan kepada Allah harus berimplikasi pada ketaatan terhadap kekuasaan negara. Hal ini memberikan gambaran kepada penulis tentang pengakuan eksistensi sebagai orang beriman dan warganegara. Keberadaan agama dalam negara menjadikan individu manusia memiliki dua tanggung jawab dan melahirkan benih demokrasi (Eka Darmaputera, 2001:123).

(28)

Untuk memahami lebih lanjut hubungan Gereja dan negara dalam konteks Katekese Kebangsaan, penulis melihat konteks bangsa Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari suku, budaya, agama, bahasa, dan adat istiadat yang secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan yakni bangsa Indonesia. Bagian-bagian itu membentuk bangsa Indonesia yang majemuk. Maka sangat relevan apabila semboyan bangsa Indonesia adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu.” Semboyan itu mengandung makna, bahwa rakyat Indonesia meskipun terdiri dari berbagai macam perbedaan, merupakan satu kesatuan bangsa Indonesia. Makna tersebut mendorong masyarakat Indonesia untuk dapat meningkatkan rasa solidaritas sebagai warga negara Indonesia dengan menghargai kenyataan keberagaman.

Berdasarkan pemaparan di atas, jelas bahwa Gereja Katolik Indonesia juga merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Agama Katolik diakui keberadaannya di Indonesia secara resmi. Tentu, kehadiran Gereja Katolik di Indonesia juga memiliki perjalanan cerita sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Banawiratma (1993:2) dalam catatan sejarahnya menyebutkan bahwa kehadiran umat Katolik di Indonesia pertama-tama dipelopori oleh kedatangan saudagar dan tentara Portugis. Penyebaran agama Katolik di nusantara dimulai oleh Fransiskus Xaverius yang melakukan perjalanan menuju ke Ambon dan kemudian memberitakan Injil dan membaptis kira-kira 1.000 orang Ambon. Sejak saat itu, perkembangan umat Katolik di Indonesia semakin pesat sampai kedatangan

(29)

Katolik bergerak di daerah kekuasaannya, sehingga banyak orang Katolik yang masuk Gereja Protestan (Banawiratma, 1993:3).

Berdirinya bangsa Indonesia, tidak lepas dari keterlibatan umat Katolik sebelum kemerdekaan. Perjuangan umat Katolik yang paling kelihatan sebelum kemerdekaan ialah melalui karya pendidikan di sekolah-sekolah untuk melibatkan diri bagi kemajuan rakyat (Banawiratma, 1993:6). Salah satu karya pendidikan yang terkenal pada saat itu dipelopori oleh Romo van Lith yang menjalankan karya pendidikannya di Pulau Jawa. Melihat realitas sejarah tersebut, ternyata kesadaran politis untuk turut memperjuangkan kemerdekaan lahir dari Gereja Katolik sejak jaman masa penjajahan. Gereja sebagai persekutuan umat beriman Katolik telah menyadari diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Penanaman nilai kebangsaan oleh Gereja ternyata sudah dirintis jauh sejak jaman perjuangan.

Selain itu, sejarah mencatat bahwa kesadaran politis untuk memperjuangkan kemerdekaan juga lahir perkumpulan-perkumpulan politik. Budi Utomo merupakan salah satu perkumpulan politik yang berdiri pada 1908 dan bersikap netral terhadap agama (Banawiratma, 1993:6). Pada awalnya, organisasi ini yang juga dimasuki oleh orang-orang Katolik Jawa sampai berdirinya perkumpulan Indische Katholieke Partij pada 1918. Pada 1918 dibentuklah suatu komisi untuk mempersiapkan susunan tata negara baru dan Romo van Lith menjadi salah seorang anggota komisi tersebut. Keterlibatan Romo van Lith mencerminkan Gereja Katolik menunjukkan eksistensinya sebagai bagian utuh dari bangsa Indonesia.

(30)

Keterlibatan umat Katolik juga tampak pada pribadi-pribadi, seperti Agustinus Adi Sucipto yang gugur di Yogyakarta pada 1947, Ignasius Slamet Riyadi yang gugur di Ambon pada 1950 dan Komodor Yosaphat Sudarso yang gugur di Laut Arafura pada 1962. Selain itu, semboyan Mgr. Soegijapranata uskup pribumi pertama Indonesia juga dikenal sebagai nasihat untuk mempersatukan penghayatan iman dengan kepedulian hidup berbangsa: “Jadilah Indonesia seratus persen dan Katolik seratus persen” (Banawiratma, 1993:8).

Berdasarkan hasil catatan sejarah, kehadiran dan keterlibatan Gereja Katolik Indonesia sudah cukup jelas. Sekarang kepedulian Gereja itu kita hidupkan kembali melalui persaudaraan dan kerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik untuk dapat melayani orang-orang yang miskin, tersingkir, dan terlantar, melawan ketidakadilan, penegakan kemanusiaan, dan melawan radikalisme. Semua usaha itu akan tercapai apabila kita sebagai umat Katolik menyadari diri sebagai warga negara bersama umat agama lainnya untuk dapat bekerjasama mewujudkan Indonesia yang berdaulat.

Sebagaimana juga pemikiran Driyarkara yang dikemukakan oleh Mustari Mustafa (2013:83) kesadaran untuk mengikrarkan kebangsaan berarti orang mengakui identitas dari bangsa itu. Dengan kata lain, Driyakara ingin menekankan bahwa manusia sebagai persona yang harus dipersonisasikan dalam kehidupan masyarakat. Penulis berpendapat bahwa pernyataan tersebut merujuk pada manusia sebagai warga negara yang secara aktif dan dinamis bersama-sama membangun kehidupan bernegara. Dengan demikian, Gereja Katolik Indonesia

(31)

sebagai bagian dari warga negara dipanggil untuk turut membangun kehidupan bernegara dengan mewujudkan Indonesia yang adil dan beradab.

2. Hubungan Gereja dan Negara

Hubungan Gereja dan negara bersifat otonom, tidak saling tergantung (GS 75). Meskipun demikian, Gereja dan negara melayani panggilan pribadi dan sosial orang-orang yang sama dan pelayanan itu dijalankan demi kesejahteraan umum (GS 76). Suharyo (2009:50) mengungkapkan bahwa tujuan negara dan Gereja adalah sama, yaitu manusia. Gereja Katolik mengakui otonomi setiap negara dibidang hidup kemasyarakatan yang di selenggarakan demi kesejahteraan rakyat (Suharyo, 2009:5). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa Gereja mendukung negara dalam melakukan usaha bersama demi mewujudkan kesejahteraan umum.

Dalam terang iman Katolik, Gereja menerima Pancasila (Suharyo, 2009:53). Gereja meyakini bahwa nilai-nilai luhur Pancasila selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, sehingga perlu dihayati dan diamalkan secara terbuka, dinamis, dan kreatif, dalam wawasan persatuan, kebersamaan dan kemanusiaan yang luhur bangsa kita (Suharyo, 2009:53). Berdasarkan pernyataan tersebut, hubungan antara Gereja dan negara memiliki tanggung jawab untuk bergerak bersama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan dengan menjunjung nilai-nilai Pancasila dan Injil.

Gereja merupakan umat Allah yang memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu dikarenakan keberadaan Gereja Katolik tidak lepas dari konteks masyarakat Indonesia. Gereja ada karena

(32)

persekutuan umat beriman, umat beriman tersebut tak lain merupakan bagian integral dari masyarakat Indonesia. Gereja Katolik merupakan bagian dari masyarakat. Sehingga Gereja memiliki peran untuk terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Suharyo, 2009:60). Dalam dunia politik, Gereja perlu memberikan etika politik yang sesuai dengan pandangan ajaran sosial Gereja. Menurut Suharyo (2009:61-66) KWI menyampaikan beberapa prinsip etika politik yang mencakup penghormatan terhadap martabat manusia, kebebasan, keadilan, solidaritas, subsidiaritas, fairness, demokrasi dan tanggung jawab. Prinsip etika politik tersebut dilakukan demi terwujudnya bonum commune atau kesejahteraan bersama.

Umat Katolik dituntut untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam menjaga tatanan hidup bersama. Tatanan hidup bangsa Indonesia itu bersumber dari azas ideologi Pancasila. Yapi Taum (2019) mengemukakan bahwa Pancasila perlu dijadikan sebagai agama sipil. Sebagai warga negara Indonesia, secara tegas Pancasila merupakan identitas budaya bangsa Indonesia (Yapi Taum, 2019:35). Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagai warga negara kita perlu mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari warga negara, umat Katolik diharapkan mampu menghayati serta menghidupi secara nyata nilai-nilai luhur Pancasila dalam terang iman Katolik dalam kehidupan masyarakat.

“Bagi Gereja, yang utama adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dan mengembangkan diri di bawah pemerintahan manapun yang mengakui hak-hak asasi pribadi dan keluarga serta kebutuhan-kebutuhan akan kesejahteraan

(33)

umum” (GS 42). Madya Utama (2019:6) dengan merujuk pada GS memahami Gereja sebagai komunitas beriman yang kelihatan, hidup di dunia ini untuk ambil bagian dalam harapan dan kecemasan yang dialami oleh umat manusia. Hal itu menggambarkan bahwa umat Kristiani sebagai anggota Gereja perlu terlibat dan berkontribusi dalam segala persoalan yang ada di dunia, khususnya bangsa dan negara.

Gereja Katolik menyadari bahwa negara merupakan tempat untuk mewartakan kerajaan Allah di dunia. “Gereja memandang negara sebagai perwujudan dan konsekuensi kodrat manusia sebagai pribadi sosial” (MAWI, 1985:8). Hal ini menunjukkan bahwa negara adalah tempat yang tepat bagi individu untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. Negara menjadi mitra yang baik bagi Gereja dalam mewujudkan imannya dan mengusahakan kesejahteraan bersama, khususnya dalam hidup berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Kristiani yang dimiliki oleh umat Katolik diaktualisasikan dalam kehidupan bersama di bidang sosial, politik, dan budaya. Umat Katolik memiliki peran serta sebagai bagian dari warga negara yang bersatu padu membangun bangsa Indonesia. Umat Katolik memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan persaudaraan terhadap sesama warga negara di dalam hidup bermasyarakat. Hal tersebut sebagai bentuk mengamalkan cinta kasih kepada sesama.

Peran serta umat Katolik tidak hanya terwujud dari persaudaraan dengan sesama, melainkan juga keterlibatannya dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila hingga partisipasi politik. “Gereja meyakini bahwa Pancasila merupakan wadah

(34)

kesatuan dan persatuan nasional” (MAWI, 1985:25). Umat Katolik menerima dasar negara Pancasila sebagai wadah pemersatu, karena nilai-nilai Pancasila selaras dengan iman Kristiani. Sehubungan dengan partisipasi politik, umat Katolik sebagai warga negara turut berperan dalam perwujudan dan penerapan wewenang dan kekuasaan. Bersama para warga negara umat beriman lainnya, umat Katolik mengusahakan agar wewenang dan kekuasaan dikelola dengan baik demi kepentingan semua pihak.

Berdasarkan uraian di atas, peran serta umat Katolik dalam hidup bernegara harus didasari oleh kesadaran sebagai warganegara dan dijiwai oleh keyakinan iman Kristiani. Umat Katolik diajak untuk turut serta dalam pembangunan bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sebab, kewajiban untuk membangun negara, memajukan ekonomi dan politik, menegakkan keadilan dan kesejahteraan umum bukan hanya tugas pemimpin, melainkan tugas seluruh warga negara Indonesia. Lumen Gentium menyebutkan:

Satu umat Allah hidup di tengah segala bangsa dunia, karena memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa-bangsa sejauh baik; tetapi menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya (LG 13).

Berdasarkan pernyataan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa Katolik tidak pertama-tama menunjuk sekelompok orang yang terbatas, melainkan lebih kepada Roh yang hadir dan berkarya di mana-mana, menjiwai seluruh dunia dengan daya-Nya serta mengangkat kekayaan seluruh umat manusia (Suharyo, 2009:19). Hal ini menunjukkan bahwa Kekatolikan juga merupakan bagian dari negara begitupula sebaliknya, sehingga hubungan

(35)

Gereja dan negara merupakan kesatuan yang saling bekerjasama untuk dapat mewujudkan perdamaian demi Kerajaan Allah di dunia.

3. Pengertian Katekese Kebangsaan

Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae mendefinisikan katekese sebagai pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang menyangkut khususnya penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya secara organis dan sistematis, dengan maksud menghantar pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT 18). Melalui pernyataan tersebut, Paus Yohanes Paulus II menekankan tiga aspek yaitu pembinaan iman, penyampaian ajaran Kristen secara organis dan sistematis serta kepenuhan hidup Kristen.

Paus Fransiskus dalam Anjuran Apostolik Evangelii Gaudium mengungkapkan bahwa katekese adalah pewartaan sabda dan selalu berpusat pada sabda, namun juga selalu memerlukan lingkungan yang sesuai dan penyajian yang menarik, pemakaian simbol-simbol yang menyapa, penyisipan ke dalam proses pertumbuhan yang lebih luas dan integrasi semua dimensi pribadi dalam perjalanan untuk mendengar dan menanggapi sebagai komunitas (EG 166). Penulis melihat pernyataan tersebut sebagai kritik terhadap penekanan pelaksanaan katekese yang sampai saat ini masih bersifat doktrinal. Selain itu, pada pernyataan tersebut penulis melihat katekese mengalami pergeseran dalam hal pelaksanaan yang sifatnya pengajaran doktrinal beralih pada komunikasi dua arah dan kontekstual sehingga menjawab kebutuhan pendengar agar penyampaian pewartaan sabda dapat lebih mudah dipahami.

(36)

Selain itu, katekese mengusahakan tercapainya integrasi antara iman dan kehidupan yang dipandang sebagai refleksi atas pengalaman dalam terang iman dan merupakan komunikasi pengalaman iman. Dengan kata lain, tujuan katekese yang utama adalah membantu umat agar berhasil dalam hidup mereka dengan menerima panggilan dan tuntutan-tuntutan dari Allah (Adisusanto, 2000:100). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa hidup manusia seutuhnya perlu diperdalam dalam terang Injil, agar nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh-sungguh terlaksana dalam hidup manusia seutuhnya.

Hasil temu karya Komisi Kateketik Regio Jawa di Keuskupan Bandung tahun 2018, menyebutkan bahwa Katekese Kebangsaan lahir dari Spiritualitas Inkarnatoris, yakni, Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Allah umat beriman adalah Allah yang menyelamatkan dengan tinggal dan berjuang dalam suka duka hidup (Suharyo, 2000:68). Oleh karenanya, umat Kristiani perlu terjun dalam kondisi carut marut masyarakat kita untuk memperjuangkan kesejahteraan umum. Spiritualitas Inkarnatoris, menurut Suharyo (2009:69) “bukan spiritualitas yang mengelak dari carut-marut dunia, tetapi spiritualitas yang memeluk keberdosaan dan cacat carut-marut itu.”

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa Allah yang diimani oleh umat Kristiani bukan Allah yang jauh, tetapi adalah Allah yang terlibat dalam setiap detail keselamatan hidup umat manusia (Madya Utama, 2019:19).

Para Uskup Indonesia mengajak umat dan masyarakat luas untuk semakin memahami gagasan dan makna Pancasila sebagai Dasar Negara dengan mengembangkan berbagai gerakan persaudaraan dan kemanusiaan lintas batas

(37)

dengan berbagai cara yang sesuai dalam konteks Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Edy Purwanto (2010) menyatakan terdorong oleh cinta akan bangsanya dan oleh rasa tanggungjawab akan tugas-tugas sebagai warga negara, orang Katolik harus merasa dirinya bertanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan bersama.

Istilah Katekese Kebangsaan ini kemudian dicetuskan oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) karena melihat situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang memprihatinkan. KWI mengeluarkan Nota Pastoral KWI 2018, yang mengusung tema “Panggilan Gereja dalam Hidup Berbangsa: Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan.” Lebih lanjut, Pertemuan Komisi Kateketik Regio Jawa yang dilaksanakan di Muntilan, pada 4-7 Februari 2019 menghasilkan keputusan tema-tema Katekese Kebangsaan yang mendesak dan prioritas perlu dilaksanakan sebagai langkah strategis dalam menyikapi kondisi persoalan bangsa saat ini. Adapun usulan beberapa tema Katekese Kebangsaan meliputi Pancasila dan iman Katolik, tanggung jawab orang Katolik di bidang politik, keberagaman, cinta tanah air, dan pentingnya memanfaatkan budaya lokal sebagai ruang perjumpaan.

Berdasarkan teman-tema hasil pertemuan Komisi Kateketik se-Regio Jawa tersebut, dimungkinkan untuk menggalakkan katekese dengan bentuk klasikal, penanaman nilai dalam keluarga, tindakan nyata (Bagus Laksana, 2019:3). Bagus Laksana (2019:5) menyebutkan katekese memiliki dimensi formatif baik personal maupun publik. Dimensi personal terarah pada unsur penyadaran dan pengayaan, sedangkan dimensi publik terarah pada keterlibatan

(38)

(actor) dan pembentukan jaringan (network) yang dimulai dari tingkat dasar, basis

atau lingkungan (Bagus Laksana, 2019:5). Kedua dimensi itu, mendorong Gereja untuk mengusahakan terintegrasinya iman dalam umat Katolik Indonesia.

Selanjutnya, usaha untuk mewujudkan iman dalam praksis sosial menekankan katekese yang memunculkan nilai-nilai Pancasila. Nilai Pancasila dimunculkan dalam konteks katekese dikarenakan Pancasila menjadi rumah bersama bagi masyarakat Indonesia. Melihat perkembangan jaman saat ini yang serba digital, tentu pelaksanaan Katekese Kebangsaan perlu diusahakan dalam cara baru misalnya dengan menggunakan media digital, seni dan budaya, ruang umum, dan cara milenial sehingga cocok untuk generasi muda (Bagus Laksana, 2019:6). Dengan demikian, pelaksanaan Katekese Kebangsaan menjadi relevan dengan mengikuti perkembangan era digital. Harapannya, pelaksanaan Katekese Kebangsaan yang demikian dapat mengatasi fenomena eklusivisme dan menguatkan komunitas-komunitas basis dalam memaknai nilai-nilai Pancasila menurut terang Injil.

Konsili Vatikan II dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam menyebutkan bahwa kaum awam menerima tugas dan haknya untuk merasul berdasarkan persatuan dengan Kristus melalui kegiatan mereka dalam mempersembahkan korban rohani, dan memberikan kesaksian akan Kristus (AA 3). Secara tegas pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kaum awam termasuk generasi insan beriman Z, memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mewartakan serta memberikan kesaksian akan Kristus.

(39)

Peran kaum muda sangat penting dalam masyarakat zaman sekarang dan menuntut dari mereka kegiatan merasul yang sepadan (AA 12). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa orang muda dalam hal ini Generasi insan beriman Z termasuk didalamnya sangat berperan penting. Tugas kegiatan merasul oleh kaum muda dimungkinkan apabila dilaksanakan sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan yang mereka miliki. Para awam diundang untuk menjalankan dan menjalin kerja sama langsung dengan kerasulan hirarki dan bertindak di bawah kepemimpinannya (AA 20). Melalui pernyataan tersebut penulis memiliki harapan bahwa orang muda dapat bekerja sama dengan susunan hirarki Gereja dalam menjalankan tugas kerasulannya dalam hidup menggereja termasuk dalam penggalakkan Katekese Kebangsaan.

Menurut penulis, Katekese Kebangsaan eksistensinya sesuai dengan pendidikan iman yang diutarakan oleh Daniel Schiphani. Schipani (1997:25) mengungkapkan bahwa pendidikan iman yang membawa transformasi sosial ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan menekankan tiga aspek yang menitikberatkan pada perubahan sosial. Adapun tiga aspek tersebut ialah

seeing, judging, dan acting. Seeing menekankan aspek melihat realitas konkret

yang dihadapi oleh masyarakat sekitar. Dengan melihat permasalahan yang ada tersebut diharapkan umat dapat memberikan penilaian melalui proses judging.

Judging merupakan penilaian terhadap realita yang ada melalui terang Sabda

Allah yang direfleksikan dalam nilai-nilai Injil, sehingga menemukan kehendak Allah. Melalui penilaian terhadap realita dan menemukan kehendak Allah tersebut, umat diajak untuk melakukan aksi nyata (acting). Acting ini merupakan tindakan

(40)

konkret sebagai sintesis antara realitas konkret dan Sabda Allah sehingga mampu menghasilkan perubahan sosial.

Selain itu penggalakan Katekese Kebangsaan eksistensinya juga dapat dilihat dari pengertian katekese sebagai pendidikan iman. Menurut Everett (1989:153) pendidikan iman (baca:katekese) mengusahakan untuk membawa perubahan terhadap struktur sosial yang lama menjadi baru melalui komunikasi dan transformasi iman. Pendidikan iman mengubah pribadi maupun kelompok pada kedewasaan iman. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan iman seharusnya dapat membawa orang pada perubahan hidup/transformasi hidup beriman yang baru. Artinya, pendidikan iman ataupun katekese diharapkan dapat membantu seseorang mengalami transformasi dalam hidupnya baik bagi diri sendiri maupun bagi orang/kelompok lain. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa Katekese Kebangsaan juga merupakan salah satu bentuk pendidikan iman yang mengajak seseorang untuk mengalami perubahan hidup yang baru dalam hal kebangsaan.

Menurut Everret (1989:153), tujuan dari pendidikan iman adalah mengusahakan perubahan secara baru dalam hidup seseorang. Pendidikan iman membawa kita keluar dari diri kita yang lama menuju diri kita yang baru (transformasi). Perubahan dan transformasi itu membawa orang keluar dari struktur sosial lama menuju ke yang baru. Perubahan yang terjadi bukan hanya sebatas komunikasi sosial, melainkan transformasi dalam iman. Transformasi sosial menjembatani respon agama dalam menanggapi persoalan di sekitar. Everret (1989:153) mengatakan bahwa gereja kontemporer umumnya mengambil

(41)

tiga bentuk dalam menanggapi persoalan-persoalan yang tengah dihadapi di lingkungan sekitar yaitu melalui sikap yang reaktif, adaptif dan reformis. Hal itu dilakukan agar dapat memunculkan transformasi baru bagi umat dalam menanggapi persoalan-persoalan di lingkungan.

Berdasarkan penjelasan tentang katekese yang membawa transformasi sosial tersebut, penulis berusaha mendekatkan proses penggalakan Katekese Kebangsaan yang bertujuan untuk membawa transformasi sosial demi terwujudnya Kerajaan Allah. Proses Katekese Kebangsaan yang terjadi tidak jauh berbeda dengan Katekese Umat pada umumnya. Hal itu berkaitan dengan reksa pastoral pada umumnya, yaitu mengelola pengalaman hidup beriman umat yang dapat meneguhkan dan memberi inspirasi satu sama lain. Pengalaman hidup beriman umat itu kemudian diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman hidup yang diangkat bersama umat, diangkat dari pokok-pokok persoalan penting terkait kebangsaan dalam rangka membantu mereka untuk menumbuhkan kepedulian terhadap permasalahan yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia serta terlibat dalam bidang sosial politik.

B. Keterlibatan Insan Beriman Z dalam Hidup Berbangsa

Pada bagian ini sebelum membahas penjelasan tentang keterlibatan Generasi insan beriman Z dalam hidup berbangsa, penulis akan terlebih dahulu memaparkan penjelasan tentang era digital dan generasi Z, karakteristik dan tantangan generasi Z lalu kemudian dilanjutkan pada bahasan keterlibatan insan beriman Z dalam hidup berbangsa. Hal tersebut dimungkinkan agar penulis

(42)

bersama pembaca mengetahui terlebih dahulu konteks dan faktor-faktor yang mempengaruhi hingga keterlibatan generasi insan beriman Z dalam hal kebangsaan.

1. Era Digital Kelahiran Generasi Z

Era digital merupakan era yang ditandai dengan banyaknya perubahan dan perkembangan pesat pada teknologi komputerisasi dan komunikasi [Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), 2015:24]. Pada era ini, teknologi menjadi gaya hidup dan sarana yang memungkinkan orang untuk saling berkomunikasi secara luas dalam dunia global tanpa batas. Dampak-dampak yang mungkin dapat dirasakan pada era digital akibat dari kemajuan dan perkembangan teknologi yaitu dalam hal interaksi, komunikasi, dan implikasi antara manusia dengan teknologi.

Literatur What We Know About Gen Z (2018) mengungkapkan bahwa Generasi Z merupakan generasi yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 -2013. Generasi ini seringkali dikaitkan dengan generasi yang sejak lahir sudah terinkorporasi dengan teknologi digital hingga dijuluki sebagai digital natives. Hal itu dikarenakan generasi ini hidupnya di tengah lingkungan yang serba ada serta lingkungannya selalu mengalami perubahan pesat dalam hal teknologi digital. Ranny Rastati (2018) mengungkapkan Generasi Z juga terhubung secara global dan berjejaring di dunia virtual. Hal itu bisa kita lihat dari fenomena generasi Z yang seringkali memposting aktivitas keseharian, status dan gaya hidupnya di media sosial. Maka tak jarang, generasi Z ini akrab dengan penggunaan tagline-tagline yang mereka buat di platform media sosial guna

(43)

menviralkan postingannya. Media digital menjadi trend baru bagi generasi Z untuk membangun komunitas sebagai civil society. Bagi generasi Z, media digital membuka ruang perjumpaan bagi sesama.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa Venerabilis Carlo Acutis (1991-2006) adalah seorang muda yang sangat paham bahwa alat-alat komunikasi ini, periklanan, dan jejaring sosial dapat digunakan untuk membuat kita terbuai, tergantung pada konsumsi dan pada hal-hal baru yang dapat kita beli, terobsesi oleh waktu luang, dan terkurung dalam hal negatif (CV 104-105). Tetapi, ia mengetahui bagaimana cara menggunakan teknik-teknik komunikasi baru untuk mewartakan Injil, untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan keindahan (CV 104-105). Pernyataan tersebut mendorong generasi insan beriman Z untuk mewartakan Injil dengan pemanfaatan teknologi digital.

2. Keterlibatan Sosial Politik Insan Beriman Generasi Z dalam Hidup Berbangsa

Era digital saat ini, menarik generasi insan beriman Z sebagai kaum awam untuk terkoneksi dalam berbagai bingkai persoalan kebangsaan. Generasi insan beriman Z merupakan generasi yang sangat mudah terkoneksi dengan berbagai persoalan kebangsaan melalui media digital. Mutiara Andalas (2019:5) mengungkapkan bahwa masalah kemiskinan, radikalisme, kerusakan ekologi dan beberapa persoalan bangsa lainnya menggelisahkan mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi insan beriman Z memiliki kepedulian terhadap persoalan kebangsaan.

(44)

Meskipun pemahaman Katekese Kebangsaan belum artikulatif tetapi mereka melihat Katekese Kebangsaan sebagai katekese yang terkoneksi dengan persoalan kebangsaan (Mutiara Andalas, 2019:10). Penjelasan tersebut memberikan tantangan bagi Gereja agar dapat mengartikulasikan Katekese Kebangsaan yang dapat terkoneksi dengan generasi insan beriman Z, sehingga dapat menghantarkan mereka pada pemahaman kebangsaan dan kedewasaan iman. Riset Barna Group (2019:61) mengungkapkan banyak generasi Z yang tidak terlibat dalam kehidupan menggereja (termasuk katekese). Alasannya, mereka tidak tertarik pada keterlibatan hidup menggereja yakni merasa tidak tertarik pada program-program Gereja (khotbah, katekese). Hasil riset ini menggambarkan bahwa generasi insan beriman Z merasa tidak dilibatkan oleh Gereja, sehingga mereka tidak tertarik ataupun terinspirasi oleh program

leadership yang diselenggarakan oleh Gereja.

Generasi insan beriman Z memahami bahwa berpartisipasi dalam komunitas ibadah merupakan tolak ukur Kekristenan (Barna Group, 2019:73). Berdasarkan penjelasan tersebut, secara implisit kita dapat mengetahui metode yang relevan dalam melaksanakan katekese. Selain itu, pernyataan tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa generasi Z mengharapkan Gereja untuk mewujudkan khotbah yang relevan dan berguna, membentuk komunitas yang mendukung, memberikan teladan kepemimpinan, ketersediaan pembimbing rohani dan mentor, serta menggalakkan bahwa peran utama komunitas yakni menjumpai teman-teman di Gereja.

(45)

Generasi insan beriman Z memiliki peran penting dalam Gereja yang merujuk pada setiap aktivitas yang melibatkan orang muda di setiap kegiatan yang berdasar visi dan misi Gereja. Mereka memaknai kegiatan yang mereka lakukan sebagai pengalaman pribadi yang khas dan berkesan, sehingga pemaknaan ini memotivasi generasi insan beriman Z untuk bertahan dalam menjalani kegiatan yang telah diagendakan Gereja.

Orang muda adalah kehadiran Allah di masa sekarang. Kepada orang muda, Paus Fransiskus mengatakan, “You are the now of God.” Orang muda hadir dan sungguh berkarya pada saat ini juga. Orang muda bukan lagi anak-anak. Mereka berada pada masa kehidupan ketika mereka mulai memikul sejumlah tanggung jawab, berbagi bersama orang dewasa dalam pertumbuhan keluarga, masyarakat, serta Gereja (CV 64). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa generasi insan beriman Z sebagai orang muda masa kini Allah memiliki peran dan tanggung jawab dalam gereja dan masyarakat.

Barna Group (2019) mengatakan bahwa insan beriman generasi Z

memiliki kepedulian global terkait korupsi, perubahan iklim, kemiskinan serta rendahnya kepemimpinan efektif (Barna Group, 2019:135). Selain itu, insan beriman Z sebagai generasi terhubung tidak ingin menjadi konsumen semata melainkan mereka ingin menjadi kontributor (Barna Group, 2019:127). Pernyataan tersebut menggambarkan karakteristik unggulan generasi insan beriman Z yang menyukai keterlibatan dalam segala aspek kehidupan. Berdasarkan penjelasan tersebut dalam penelitian tentang Katekese Kebangsaan dan Keterlibatan Insan Beriman Generasi Z ini penulis memilih dua keterlibatan

(46)

yang menjadi fokus dan akan diuraikan di sini yakni keterlibatan sosial dan partisipasi politik.

a. Keterlibatan Sosial Insan Beriman Generasi Z

Darmaatmadja (2019:13) mengungkapkan bahwa umat Katolik memiliki peran serta dalam menanggapi kesejahteraan umum yang menjadi cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Pernyataan tersebut menggambarkan generasi insan beriman Z sebagai kaum awam yang dipanggil untuk hidup di dalam dunia sebagai terang dan ragi. Kaum awam memiliki tugas luhur secara konkret untuk membangun kesejahteraan umum (Darmaatmadja, 2019:82). Pernyataan tersebut mendorong orang muda untuk dapat terlibat dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat. Menurut AG 21, “Gereja diharapkan tidak menjadi asing bagi masyarakat melainkan bersatu dengan masyarakat dalam cinta kasih yang tulus, supaya dalam pergaulan mereka tampak ikatan baru kesatuan dan solidaritas.” Hal ini menggambarkan bahwa Gereja perlu membaur dalam masyarakat luas, terlibat dalam kegiatan sosial.

Perwujudan Gereja yang terlibat dalam masyarakat luas tersebut dapat dimulai dari keterlibatan insan beriman khususnya generasi Z. Banyak generasi insan beriman Z yang terlibat dalam kehidupan sosial lewat aktivitas ataupun organisasi sosial yang membuat mereka eksis. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya keterlibatan sosial generasi insan beriman Z dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di sekitar mereka. Lingkungan yang ada di sekitar mereka sangat mempengaruhi keterlibatan insan beriman Z dalam hal

(47)

kemanusiaan, kepedulian lingkungan dan politik. Keterlibatan sosial insan beriman Z ini mendorong mereka pada perjumpaan yang plural.

Sementara itu, dalam dokumen akhir hasil Sidang Umum Biasa ke XV

Sinode Para Uskup tentang Orang Muda, Iman dan Penegasan pada artikel 10

dijelaskan bahwa Gereja mengakui keberadaan orang muda Katolik yang plural (Sidang Umum Biasa XV Sinode Para Uskup, 2018:10). Situasi plural tersebut dapat dilihat dari konteks budaya, situasi permasalahan yang dialami dan juga variasi umur orang muda. Para uskup sedunia dalam sinode tersebut menyatakan bahwa segala bentuk pengalaman iman, perkembangan manusia, relasi dan keterlibatan mereka dalam kehidupan sosial baik dalam persoalan ekumene maupun antaragama diakui dan diterima sebagai kenyataan keberagaman pada diri mereka yang ditempatkan pada persekutuan pelayanan roh. Pernyataan tersebut memungkinkan Gereja untuk melakukan berbagai kegiatan sosial melalui dialog agama dan keberagaman.

Kegiatan-kegiatan sosial menjadi salah satu jalan inkulturasi bagi pewartaan Injil. Ensiklik Yohanes Paulus II tentang Amanat Misioner Gereja menyatakan bahwa melalui inkulturasi, Gereja menjelmakan Injil dalam kebudayaan-kebudayaan yang berbeda dan serentak membawa masuk para bangsa bersama dengan kebudayaan ke dalam persekutuan Gereja sendiri (RM 52).

Berdasarkan seluruh pemaparan di atas penulis berpendapat bahwa segala bentuk keterlibatan orang muda Katolik tersebut perlu dipelopori oleh gerakan-gerakan dan perkumpulan orang muda yang efektif untuk pendampingan orang muda dalam hidup iman mereka yang diwujudkan dalam kehidupan sosial.

(48)

b. Keterlibatan Politik

Generasi Z seringkali berselancar di sosial media untuk dapat mengkonsumsi informasi terbaru terkait persoalan yang tengah mendera negara dan bangsanya. Media sosial seperti twitter, facebook, dan instagram dianggap sebagai platform yang sangat cepat tanggap dalam mengupdate informasi-informasi terkini dibandingkan channel berita di internet. Seiring perkembangan informasi politik, Generasi Z ikut mengutarakan opini sebagai bentuk partisipasi politiknya di ruang publik digital lewat media sosial. Di sisi lain mereka juga mengutarakan opini di ruang publik secara nyata, sehingga penulis melihat ada dua peran yang dimainkan oleh generasi Z yakni aktivis digital dan aktivis masyarakat.

Kehadiran generasi Z sebagai aktivis digital sekaligus aktivis masyarakat sangat menentukan terbentuknya masyarakat madani. Masyarakat madani (civil

society) merupakan hak dan tanggung jawab kewargaan yang menjadi kekuatan

demokrasi bagi negara. Civil Society sangat erat kaitannya dengan kualitas civility.

Civility mengandung makna toleransi, kegiatan pribadi-pribadi untuk menerima

berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial (Nurcholish Madjid, 2001:313). Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa generasi Z sebagai bagian dari masyarakat perlu mengikuti perkembangan pandangan politik dan tingkah laku sosial yang terjadi di Indonesia sebagai bentuk keterlibatan politiknya.

Menurut Seemiller dan Grace Generasi Z sangat teratur dalam mengikuti perkembangan informasi tentang isu-isu hak sipil. Hampir dua pertiga dari mereka

(49)

tertarik mengikuti perkembangan informasi terkait hak-hak perempuan, kesetaraan gender, masalah partai politik dan sebagainya (Seemiller & Grace, 2019:276). Dampak paparan sosial media membentuk gaya hidup mereka dalam berpartisipasi politik. Sosial media merupakan sarana bagi mereka untuk melatih keberanian menyatakan opini di ruang publik sebagai bentuk partisipasi politik khas mereka.

Internet dan media sosial telah membentuk cara komunikasi baru ruang publik dan kenyataan tersebut menjadi peluang istimewa untuk berdialog, berpartisipasi dalam kehidupan sosio-politik dan kewarganegaraan (CV 87). Pernyataan tersebut memberikan inisiatif bagi Gereja untuk melakukan aktivitas pastoral dengan menjangkau dan melibatkan insan beriman Z melalui dunia digital. Internet dan jejaring sosial merupakan agora baru interaksi insan digital muda (Mutiara Andalas, 2019:9). Dunia digital memberikan peluang bagi Generasi Z untuk menyuarakan hati dan pikiran lewat opini yang diposting melalui sosial media. Bagi generasi Z yang masuk dalam kategori aktivis digital, keterlibatan politik dimaknai hanya sebatas retweet, posting dan menandatangani petisi.

Fenomena partisipasi hanya dalam ruang media sosial tidaklah sehat apabila mencampuradukkan komunikasi dengan kontak secara virtual belaka sehingga menghalangi relasi personal yang autentik (CV 88). Oleh karena itu, perlu memperhatikan penyebaran postingan opini dan informasi yang dapat memungkinkan insan beriman Z membentuk jejaring yang luas dan bahkan dapat menghimpun massa bagi aktivis masyarakat yang peduli pada persoalan

(50)

kebangsaan secara nyata. Berdasarkan penjelasan tersebut, tergambar jelas bahwa peran kepemimpinan Generasi Z menjadi sangat penting dalam penyebaran informasi. Gereja perlu membekali mereka dengan pengetahuan iman yang cukup bagi mereka agar dapat menggunakan pengetahuan mereka juga seiring dengan hati nurani.

Lebih lanjut, Gereja perlu memberikan pandangannya mengenai politik dan dunia digital kepada generasi insan beriman Z lewat katekese. Hal itu bertujuan agar generasi insan beriman Z memahami perannya sebagai aktivis Gereja, masyarakat, sekaligus digital. Mutiara Andalas (2019:9) menyebutkan bahwa ruang digital cenderung melahirkan keseragaman pendapat dan membentuk lingkungan tertutup. Generasi insan beriman Z sebagai kaum awam wajib terlibat secara penuh dalam bidang politik dibandingkan para uskup, imam dan biarawan-biarawati.

Dalam Gaudium et Spes 43, dengan jelas Gereja mengatakan bahwa kaum awam secara khas, meskipun tidak eksklusif memiliki tugas dan kewajiban dalam kegiatan keduniaan (sekuler). Hal ini menunjukkan, bahwa keterlibatan politik menjadi tanggung jawab dan kewajiban insan beriman generasi Z sebagai kaum awam. Mereka dapat menghayati keterlibatan politik dunia sekuler ini harus berdasarkan terang iman dan Injil. Insan beriman generasi Z dapat menjadi pemimpin dan membuat tugas politik menjadi tugas yang dapat membantu mewujudkan kesejahteraan umum.

Menurut Mali (2014:3), “Setiap kegiatan yang dilakukan bersama dan demi kepentingan orang banyak memiliki seni memengaruhi itu bernuansa

(51)

politik.” Hal ini menunjukkan bahwa dimensi politik juga mencakup kehidupan sehari-hari. Keterlibatan dalam berpolitik praktis sangat diwajibkan bagi para kaum awam, sebagai peluang usaha menyuarakan pendapat yang baik, adil dan benar serta menentang kekerasan dan penindasan kaum miskin (Darmaatmadja, 2019:83). Dengan demikian, keterlibatan Gereja dalam hal politik merupakan keharusan dan kewajiban suci dan mulia, karena bertujuan untuk mendukung terlaksananya damai, keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat miskin. Melalui itu semua, Gereja bersama insan beriman Z dapat turut serta membangun Kerajaan Allah di dunia.

Ajaran Sosial Gereja Paus Yohanes XXIII juga menekankan bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab dalam pembangunan masyarakat. Paus Yohanes XXIII memberikan apresiasi kepada umat yang terlibat dalam dunia politik (MM 49). Maka berdasarkan pernyataan tersebut, insan beriman generasi Z termasuk sosok yang dimaksud, sehingga mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mengawal ataupun terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pemerintah. Dengan demikian, generasi insan beriman Z diberi peluang untuk terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik dengan memperjuangkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan hidup berbangsa lainnya.

Gaudium et Spes juga menekankan pentingnya kerjasama dalam bidang

politik dan ekonomi. Kaum awam dituntut untuk berperan aktif dalam memberikan sumbangan demi terwujudnya kesejahteraan umum (GS 30). Kesejahteraan tersebut dapat tercipta apabila seluruh penyelenggaraan pemerintah terarah pada kepentingan kesejahteraan umum bukan pada para penguasa. Insan

(52)

beriman generasi Z sebagai kaum awam perlu ambil bagian dalam pemerintah yang tidak diskriminatif lewat cara-cara selalu membela mereka yang kecil, lemah dan tersingkir, turut serta menentukan kebijakan publik, dan memerangi korupsi. Dengan begitu, mereka telah beriman secara kontekstual, berpastoral sesuai dengan situasi yang dialami umat, dan sungguh-sungguh menghayati hidup berbangsa dan bernegara dalam terang iman Katolik.

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab sebelumnya, penulis telah memaparkan penjelasan tentang Katekese Kebangsaan dan keterlibatan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa. Keterlibatan generasi insan beriman Z dalam berbagai aspek memungkinkan penyelenggaraan Katekese Kebangsaan yang mampu terkoneksi dengan mereka. Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini, meliputi jenis penelitian, desain penelitian, waktu dan tempat penelitian, responden penelitian, fokus penelitian, teknik dan instrumen penelitian, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan naturalistik untuk mengeksplorasi fenomena Ketekese Kebangsaan dan keterlibatan generasi insan beriman Z di Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru, dengan mengumpulkan informasi dan mendeskripsikannya.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian naturalistik pada kondisi objek yang alamiah. Desain penelitian naturalistik dilakukan secara natural, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperiman atau test (Nasution, 2003:18). Dalam penelitian ini peneliti hendak mengeksplorasi fenomena penyelenggaraan Katekese Kebangsaan dan keterlibatan generasi insan beriman Z dalam hidup

(54)

berbangsa di Paroki Santo Antonius Padua , Kotabaru, dan peneliti ingin mengumpulkan informasi dan mendeskripsikan Katekese Kebangsaan Sebagai Upaya Meningkatkan Keterlibatan Generasi Insan Beriman Z di Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, dalam Hidup Berbangsa.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian pada 8 Oktober 2019 - 14 Maret 2020.

D. Partisipan Penelitian

Dalam memilih partisipan penelitian sebagai subjek penelitian, penulis menggunakan teknik sampel purposif dengan pertimbangan kriteria. Kriteria yang ditentukan yaitu generasi Z dan aktif dalam kegiatan di paroki. Untuk validasi data, penulis menentukan kriteria partisipan yaitu pegiat katekese, keterlibatan dan kegiatan orang muda di paroki. Partisipan dalam penelitian ini adalah sembilan generasi Z Paroki Santo Antonius Padua, Kotabaru.

E. Fokus Penelitian

Penelitian ini mengambil fokus Katekese Kebangsaan sebagai upaya meningkatkan keterlibatan insan beriman generasi Z dalam hidup berbangsa.

Tabel 1. Kisi-kisi Wawancara

No Fokus Aspek yang diungkapkan 1. Pemahaman generasi insan

(55)

Kebangsaan yang berlangsung di Paroki St. Antonius Padua,Kotabaru, Yogyakarta.

Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

b. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai bentuk perwujudan Katekese Kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

c. Pemahaman orang muda Katolik terhadap semboyan 100% Katolik, 100% Indonesia dan istilah srawung. 2. Keterlibatan Generasi Insan

Beriman Z dalam hidup berbangsa

a. Keterlibatan orang muda Katolik generasi Z dalam kegiatan yang dilaksanakan sebagai embrio penggalakan Katekese Kebangsaan di Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

b. Pemahaman orang muda Katolik generasi Z sebagai orang beriman sekaligus warga negara.

3. Aktivitas yang cocok untuk menggalakkan Katekese Kebangsaan untuk

meningkatkan keterlibatan generasi insan beriman Z dalam hidup berbangsa

a. Usulan kegiatan Katekese Kebangsaan yang sesuai dengan karakteristik generasi Z untuk meningkatkan keterlibatan dalam kehidupan berbangsa.

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan secara terus-menerus sampai data menjadi lengkap. Maka, teknik pengumpulan yang dilakukan adalah :

a) Studi Dokumen

Burhan Bungin (2014:124) mengatakan bahwa metode studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri

(56)

data historis. Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa arsip buku dan administrasi dari Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, yang ditelaah sampai mendapatkan informasi yang mendukung riset.

b) Observasi Partisipan

Observasi partisipan dilakukan dengan melibatkan diri pada situasi tempat dimana kita melakukan penelitian. Sutrisno Hadi (1987:136) mengungkapkan bahwa observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematika terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis mengamati langsung kegiatan pelaksanaan Katekese Kebangsaan dan keterlibatan generasi insan beriman Z (orang muda Katolik) Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta, dan makna perilaku tersebut.

c) Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan subjek yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Burhan Bungin, 2011:136). Pemilihan metode wawancara dalam penelitian ini menggunakan bentuk wawancara sistematik dengan mempersiapkan pedoman tertulis tentang hal yang hendak ditanyakan kepada partisipan. Meskipun demikian dalam penelitian ini dimungkinkan wawancara berlangsung dengan metode semi terstruktur. Hal tersebut dimungkinkan apabila jawaban dari partisipan dirasa kurang representatif.

(57)

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi dan wawancara. Rincian pedoman tersebut adalah sebagai berikut :

a) Pedoman Observasi

Tabel 2. Pedoman Observasi

Tujuan Aspek yang diamati Untuk memperoleh informasi dan data

baik mengenai kondisi fisik maupun non fisik pelaksanaan proses Katekese Kebangsaan pada Orang Muda Katolik di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta.

a. Proses pelaksanaan Katekese Kebangsaan.

b. Kegiatan yang dilakukan dalam usaha menggalakkan Katekese Kebangsaan.

c. Suasana yang terjadi dalam proses pelaksanaan kegiatan sebagai usaha menggalakkan Katekese

Kebangsaan

d. Sosok-sosok yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan pengalakkan katekese kebangsaan.

b) Pedoman Studi Dokumentasi

Berikut adalah pedoman studi dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 3. Pedoman Studi Dokumentasi

Aspek Dokumen

Katekese Kebangsaan 1. Profil Paroki St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta

2. Narasi Paroki 3. Visi Misi Paroki

4. Arsip Dokumentasi Foto Kegiatan Kebangsaan

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi Wawancara
Tabel 2. Pedoman Observasi
Tabel 4. Pedoman Wawancara Orang Muda Katolik Generasi Z

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu katekese Analisis Sosial ini juga mampu meningkatkan rasa keprihatinan umat kepada orang-orang yang miskin, selain itu juga katekese analisis ini, saya rasa dapat

Uraian Pernyataan spiritual dalam hidup saya Pembinaan Mental Rohani Katolik mempertinggi moral dan akhlak yang luhur Pembinaan Mental Rohani Katolik bermakna bagi hubungan

Visi dan misi menjadi arah dan pedoman bagi suatu lembaga dalam menjalankan program yang akan dilaksanakan di dalam lembaga tersebut.. misi LKSA selalu mengalami

Pembaptisan dapat dilaksanakan secara lancar dan sah apabila pelaksanaan dilaksanakan oleh beberapa orang yang memiliki peranan penting dalam pembaptisan. 3)

Bahasa kial adalah bahasa yang menggunakan gerakan tangan atau tubuh sebagai isyarat atau bisa suatu perbuatan, gerakan tersebut mempunyai arti pesan dalam konteks

Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Allah Tritunggal Maha kasih yang telah menyelenggarakan segala berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

“Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan penghasilan dilakukan sesuai

Teknik ini dapat memberikan klasifikasi pada data baru dengan memanipulasi data yang ada yang telah diklasifikasi dan dengan menggunakan hasilnya untuk memberikan