• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

i

GAMBARAN DESKRIPTIF PENGARUH SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER PENYELENGGARAAN ILAHI

TERHADAP SEMANGAT PELAYANAN

GURU SEKOLAH DASAR KEBON DALEM SEMARANG YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI INDONESIA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh

Maria Maxima Boy NIM: 141124011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi,

Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan perhatian selama proses penulisan

(5)

v MOTTO

“Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang

tidak ada padamu.”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “GAMBARAN DESKRIPTIF PENGARUH

SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER

PENYELENGGARAAN ILAHI TERHADAP SEMANGAT PELAYANAN GURU SEKOLAH DASAR KEBON DALEM SEMARANG YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI INDONESIA.” Skripsi ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis bahwa para guru Sekolah Dasar Kebon Dalem kurang menghayati spiritualitas dalam mengemban tugasnya. Sebagai pendidik, guru seharusnya memiliki dan menghayati spiritualitas yang mendalam sehingga menumbuhkan semangat dan cinta dalam pelayanannya baik di tengah keluarga, sekolah, Gereja maupun masyarakat.

Menanggapi permasalahan tersebut, penulis melakukan metode deskriptif dengan menggunakan sumber sebagai studi pustaka, baik dari dokumen-dokumen Kongregasi dan pendapat beberapa ahli mengenai spiritualitas hidup Gereja Katolik khususnya Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi. Untuk memperoleh gambaran deskriptif pengaruh Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi terhadap semangat pelayanan guru, penulis melakukan pengamatan dan wawancara di Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang dengan teknik kualitatif sebagai analisanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang belum semuanya menghayati Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi karena kurang menyadari pentingnya penghayatan spiritualitas dalam hidup dan tugas sehari-hari. Oleh karena itu, untuk membantu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penghayatan spiritualitas dan meningkatkan semangat pelayanan, mereka perlu mendapatkan pendalaman pelayanan secara rutin. Bentuk pendalaman pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai jawaban sebagian besar responden adalah rekoleksi.

(9)

ix ABSTRACT

The thesis title "DESCRIPTION OF THE EFFECT OF SPIRITUALITY OF THE CONGREGATION OF DIVINE PROVIDENCE SISTERS ON THE SCHOOL SPIRITUAL ENTHUSIASM TEACHING SERVICES-BASED OF YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI IN SEMARANG INDONESIA." This thesis was written based on the author's observation that the Kebon Dalem Elementary School teachers lacked on spiritual enthusiasm in carrying out their duties. As educators, teachers should possess and live a deep spirituality so as to foster enthusiasm and love in their service both in the family, school, church and society.

Responding to the above problems, the author conducted a descriptive method by using sources as a literature study, both from Congregational documents and the Church doctrine of several experts regarding the spirituality of the life of Christian teachers, especially the Spirituality of Divine Providence. To obtain a descriptive picture of the influence of Divine Providence Spirituality on the spirit of teaching service, the authors conducted research by observing and conducting interviews at the Kebon Dalem Elementary School Semarang with qualitative techniques.

The results showed that the teachers of Kebon Dalem Elementary School Semarang had not all lived the Spirituality of Divine Providence because they were not aware of the importance of living spirituality in daily life tasks. Therefore, to help foster awareness of the importance of appreciation of spirituality and to increase the spirit of service, they need to get a deepening of service routinely. The form of deepening service in accordance with the needs and in accordance with the answers of most respondents is recollection.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Allah Tritunggal Maha kasih yang telah menyelenggarakan segala berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN DESKRIPTIF PENGARUH SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER PENYELENGGARAAN ILAHI TERHADAP SEMANGAT PELAYANAN GURU SEKOLAH DASAR KEBON DALEM SEMARANG YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI INDONESIA.” Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penghayatan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi terhadap semangat pelayanan para guru di Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang.

Proses penulisan skripsi ini dari awal hingga selesai tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia dan dengan sabar membimbing serta memotivasi penulis selama proses penulisan skripsi ini hingga selesai.

2. Bapak P. Banyu Dewa HS. S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji kedua sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah menguji dan memberikan masukan untuk penyelesaian penulisan skripsi ini serta memberikan dukungan dan motivasi selama masa studi.

(11)

xi

3. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji ketiga yang telah menguji dan memberikan masukan demi penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen prodi PAK-JIP-FKIP-USD Yogyakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Staf sekretariat, staf perpustakaan prodi PAK dan seluruh karyawan lainnya serta staf perpustakaan Kolese St. Ignatius Yogyakarta yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu M. Natalina Rahmatingsih, S.Pd., selaku kepala sekolah dan para guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang selaku responden wawancara, yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis serta meluangkan waktu untuk pelaksanaan wawancara.

7. Sr. Klarista PI, selaku Provinsial Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi di Indonesia dan sesama Suster PI yang telah memberikan dukungan, sapaan dan perhatian kepada penulis selama masa studi hingga selesai penulisan skripsi ini.

8. Sr. Yovani PI, Sr. Zita PI, Sr. Luisa PI, Sr. Agustina PI dan Adik Petronela Anin sebagai teman sekomunitas Eduard Michelis Yogyakarta, yang telah dengan penuh cinta memberikan dukungan, perhatian dan motivasi kepada penulis selama masa studi hingga penulisan skripsi ini selesai.

9. Sr. Damiana PI dan Sr. Leoni PI, yang telah membantu memberikan data tentang dokumen-dokumen Kongregasi Penyelenggaraan Ilahi.

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii PERSEMBAHAN ... iv MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penulisan ... 6 D. Manfaat Penulisan ... 6 E. Metodologi Penulisan ... 7 F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. UNSUR SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER PENYELENGGARAAN ILAHI ... 9

A. Sejarah Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi.. ... 10

1. Sejarah Internasional ... 11

2. Sejarah Perkembangan di Indonesia ... 16

B. Riwayat Hidup, Keluarga dan Kepribadian Eduard Michelis ... 20

1. Riwayat Hidup Eduard Michelis ... 20

2. Keluarga Eduard Michelis ... 23

(14)

xiv

4. Karya dan Perjuangan Eduard Michelis Bagi Gereja ... 30

a. Situasi Politik Negara ... 30

b. Karya di Keuskupan Agung Köln ... 31

c. Karya di Keuskupan Luxemburg ... 35

d. Pendirian Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi... ... 36

C. Spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi. ... 40

1. Arti Spiritualitas ... 40

2. Spiritualitas Menurut Konstitusi Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi ... 42

3. Spiritualitas Menurut Dokumen-Dokumen Kapitel Umum dan Provinsi ... 45

4. Spiritualitas Menurut Arsip Dokumen Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi... ... 51

BAB III. PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PENYELENGGARAAN ILAHI TERHADAP PELAYANAN PARA GURU SEKOLAH DASAR KEBON DALEM SEMARANG YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI INDONESIA ... 54

A. Sosok dan Spiritualitas Guru ... 55

1. Pengertian Spiritualitas ... 55

2. Sosok Guru Kristiani ... 55

3. Spiritualitas Guru Kristiani ... 58

a. Guru Sebagai Gembala ... 58

b. Guru Sebagai Motivator ... 59

c. Setia Terhadap Tuhan ... 59

d. Setia Terhadap Murid ... 60

4. Situasi Keutamaan-keutamaan Guru Kristiani ... 60

a. Siap Sedia ... 60

b. Totalitas ... 61

c. Cura Personalis ... 62

(15)

xv

e. Sense of Belonging ... 64

f. Melayani dengan Rendah Hati ... 65

g. Bijaksana ... 65

h. Memperjuangkan Kebenaran ... 66

i. Bersyukur ... 66

j. Berpengharapan ... 67

B. Gambaran Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang... 68

1. Profil Sekolah ... 68

2. Sejarah Sekolah Dasar Kebon Dalem ... 68

3. Visi, Misi dan Semboyan Sekolah ... 70

a. Visi Sekolah ... 70 b. Misi Sekolah ... 70 c. Semboyan Sekolah ... 71 1) Cerdas... 71 2) Otentik ... 72 3) Iman pada PI ... 73 4) Solider ... 73

4. Kegiatan Kerohanian Guru-Guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang Tahun 2017/2018 ... 74

a. Doa Harian Pagi ... 74

b. Doa Harian Siang ... 74

c. Doa tiap Sabtu Genap ... 74

d. Doa Rosario ... 75

e. Semboyan BKSN (Bulan Kitab Suci Nasional) ... 75

f. Adven ... 75

g. Tugas Pelayanan Koor ... 75

h. Ziarah Rohani ... 76

i. Retret ... 76

C. Penelitian Deskriptif Pengaruh Spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi Terhadap Pelayananan Guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang ... 76

1. Desain Penelitian ... 76

(16)

xvi

b. Tujuan Penelitian ... 77

c. Jenis Penelitian ... 77

d. Instrumen Pengumulan Data ... 78

e. Teknik Analisa Data ... 78

f. Keabsahan Data ... 78

g. Responden Penelitian ... 79

h. Tempat dan Waktu Penelitian ... 79

i. Variabel Penelitian ... 79

2. Laporan dan Hasil Penelitian ... 80

a. Pengalaman Guru Menghayati Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi ... 81

1) Pengalaman Menghayati Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi ... 81

2) Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi sebagai Semangat dalam melayani ... 82

b. Faktor Pendukung dan Penghambat Penghayatan Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi ... 83

1) Faktor Pendukung ... 83

2) Faktor Penghambat ... 84

c. Faktor Harapan guru untuk meningkatkan semangat pelayanan di Sekolah Dasar Kebon Dalem ... 85

3. Pembahasan Penelitian ... 85

a. Pengalaman Penghayatan Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi dalam pelayanan para guru Sekolah Dasar Kebon Dalem ... 86

b. Faktor Pendukung dan Penghambat Penghayatan Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi ... 87

1) Faktor Pendukung ... 87

2) Faktor Penghambat ... 88

c. Harapan para guru untuk meningkatkan semangat pelayanannya ... 88

D. Kesimpulan Penelitian ... 89

BAB IV. UPAYA USAHA MENINGKATKAN SEMANGAT PELAYANAN GURU SEKOLAH DASAR KEBON DALEM SEMARANG YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI INDONESIA ... 91

A. Latar Belakang Usaha Meningkatkan Semangat pelayananGuru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang ... 92

(17)

xvii

B. Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan Semangat Pelayanan Guru

Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang ... 93

1. Latar Belakang Kegiatan Rekoleksi Guru ... 93

2. Tema dan Tujuan Rekoleksi ... 94

3. Peserta ... 95

4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan... .. 95

5. Matriks Kegiatan Rekoleksi... ... 95

6. Contoh Persiapan Rekoleksi... ... 98

BAB V. PENUTUP ... 115

A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 117

1. Bagi Tim Spiritualitas Pendidikan Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia Cabang Semarang ... 117

2. Bagi Para Guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia Cabang Semarang ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN ... Lampiran 1 : Pertanyaan Wawancara ... (1)

Lampiran 2 : Pokok-pokok Hasil Wawancara Peneliti Terhadap Responden ... (2)

Lampiran 3 : Materi Spiritualitas Pelayanan Guru ... (6)

Lampiran 4 : Surat Ijin Penelitian... (9)

Lampuran 5 : Surat Keterangan selesai Penelitian... (10)

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kisi-kisi Variabel Penelitian... 79 Tabel 2 : Matriks Kegiatan Rekoleksi Para Guru

Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang... 96 Tabel 3 : Jadwal Rekoleksi Guru Sekolah Dasar

Kebon Dalem Semarang... 98 Tabel 4: Kegiatan Pelaksanaan Rekoleksi... 101

(19)

xix

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang terdaftar dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (2008) yang diterbitkan lembaga Alkitab Indonesia.

Yoh : Yohanes Mat : Matius Mrk : Markus Luk : Lukas

B. Singkatan Dokumen Gereja

GE : Gravissimum Educationis. Dekrit Konsili Vatikan II Pernyataan tentang Pendidikan Kristen. Tanggal 28 Oktober 1965

C. Singkatan Dokumen lain PI : Penyelenggaraan Ilahi No : Nomer TK : Taman Kanak-Kanak SD : Sekolah Dasar TBC : Tuberculosis Art : Artikel Bdk : Bandingkan

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas

(20)

xx IPA : Ilmu Pengetahuan Alam

UKS : Unit Kesehatan Sekolah R1 : Responden 1 R2 : Responden 2 R3 : Responden 3 R4 : Responden 4 R5 : Responden 5 R6 : Responden 6 R7 : Responden 7 R8 : Responden 8 R9 : Responden 9 R10 : Responden 10

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spiritualitas berasal dari kata spiritus yang berarti Roh, jiwa, semangat. Seringkali juga diartikan sebagai hidup saleh dan sering berbakti kepada Allah (devout life). Spiritualitas merupakan peningkatan hidup menurut bimbingan Roh Allah. Dengan menghayati spiritualitas, orang beragama menjadi orang spiritual yang menghayati Roh Allah dalam hidup nyata sehari-hari sesuai dengan panggilan dan peran hidupnya berdasarkan nilai-nilai spiritualitas dan menciptakan gaya hidup serta perilaku menurut nilai-nilai spiritual itu (Hardjana, 2005: 64). Jadi, spiritualitas menjiwai seluruh kehidupan seseorang dalam menghayati nilai-nilai spiritual.

Spiritualitas adalah sesuatu yang rohani, berkaitan dengan jiwa, berkaitan dengan Tuhan. Spiritualitas selalu berkaitan dengan yang ilahi. Rolheiser dalam (Suparno, 2007: 44) mendefinisikan spiritualitas sebagai suatu api yang membakar dalam diri manusia dan energi untuk hidup. Maka menjadi spiritual berarti menjadi satu dengan Tuhan Sang pencipta. Spiritualitas adalah api, dorongan, desire dalam hati manusia yang membuatnya berkomunikasi dengan Tuhan dan ciptaan-Nya. Spiritualitas adalah hubungan manusia dengan Tuhan yang mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia (Suparno, 2007: 44). Spiritualitas mengobarkan semangat seseorang dalam seluruh aspek kehidupannya dan mampu membangun relasi yang dekat dengan Tuhan.

(22)

Spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi yang dihayati oleh Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi bersumber dari teladan iman kepercayaan Eduard Michelis kepada Penyelenggaraan Ilahi. Ia adalah pendiri Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi. Michelis amat peka akan panggilan Allah dalam seluruh hidupnya serta sadar akan pengutusannya, khususnya sesama manusia yang miskin dan terlantar dengan mewartakan kasih sayang Allah, walaupun ia menyadari akan kedosaan dan kelemahan serta keterbatasannya. Ia memberikan diri sepenuhnya, konsekuen dengan rencana dan keputusannya demi menyelamatkan manusia. Iman kepercayaan Michelis yang tak terbatas pada Penyelenggaraan Ilahi mendorongnya untuk memberikan harapan Kristiani serta kasih Bapa kepada sesama manusia, terutama yang miskin (Konstitusi, 1984: 1).

Situasi penderitaan para gadis dan anak-anak yatim piatu di kota Münster menjadi konteks dari pendirian kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi. Dalam hal ini Michelis melihat penderitaan mereka bukan hanya penderitaan fisik, namun lebih jauh sebagai kehilangan cinta: hal dasariah yang diperlukan manusia untuk hidup, pendidikan, iman dan moral. Jerman yang dilanda arus sekularisasi dan kekalahan perang membawa dampak besar bagi Gereja Katolik Jerman yang semakin terpinggirkan, baik dalam hal material maupun intelektual. Penindasan tersebut berdampak pula pada pertumbuhan iman Gereja. Michelis yang hidupnya diabdikan untuk Gereja, menanggapi situasi itu sebagai panggilan iman.

Michelis mendirikan kongregasi Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi agar para suster dapat menemukan domba yang hilang dan tidak terperhatikan,

(23)

sehingga tergerak untuk meringankan penderitaan sesama, memperhatikan kebutuhan dasar mereka, terlebih dalam hal pendidikan, iman serta moral (Heuken, 1987: 37). Sebagaimana Michelis yang hatinya bernyala-nyala untuk penyebaran iman melalui pendidikan iman dan moral anak-anak yatim piatu, para guru yang bekerja di Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia juga perlu memiliki spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi dalam mendidik para siswa sehingga memiliki semangat dalam pelayanannya. Seorang guru tidak berhenti hanya pada peran sebagai the messenger who delivers the message. Identitas dan integritas seorang guru memungkinkannya untuk menyapa setiap pribadi siswanya, menyentuh hatinya dan membebaskannya untuk menemukan guru dari dalam dirinya sendiri (Mintara Sufiyanta, 2012: xxiii). Artinya, guru perlu mengenal setiap siswanya secara pribadi dengan menyapa dan mendengarkan. Selain itu membantu siswanya untuk mengenal, menemukan dan menggali serta mengembangkan talenta dan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan demikian siswa makin mengenal dan menerima diri secara otentik.

Seorang guru adalah juga seorang ahli, konselor, sahabat, pendamping, dan pemimpin spiritual. Sebagai kata benda, guru berarti tempat sakral ilmu pengetahuan. Sebagai kata sifat, guru berarti berbobot karena ilmu pengetahuan dan kearifan spiritual. Etimologi esoterik dari istilah guru menggambarkan suatu metafora peralihan dari kegelapan menjadi terang. Suku kata “gu” berarti kegelapan dan “ru” berarti terang. Jadi, guru adalah seseorang yang membebaskan dari kegelapan karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran (Mintara Sufiyanta, 2012: xxii). Mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan, dan nilai-nilai kerohanian

(24)

memang menjadi bagian penting dari kinerja seorang guru. Ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai dan kerohanian itu adalah ekspresi luar dari apa yang dimilikinya. Oleh karena itu, guru akan cepat merasa kering, bosan, tanpa semangat jika mengajarkan sesuatu yang tidak pernah menjadi miliknya. Dengan kata lain, guru mesti senantiasa memperbarui semangat dan akar yang mendasari panggilannya sebagai guru. Setiap guru tertantang untuk kembali mengenali dan menegaskan siapa identitas dirinya berhadapan dengan para muridnya. Lebih dari itu, guru Kristiani bukanlah sebuah identitas yang bisa digeneralisasi begitu saja.

Tantangan guru Kristiani menjadi lebih berat karena meskipun memiliki tugas dan amanat mencerdaskan secara jiwa dan raga seperti guru lain pada umumnya, guru Kristiani memiliki tantangan yang lebih mendalam berhadapan dengan keyakinan akan tugas dan panggilannya. Guru Kristiani tertantang bukan sekedar menjadi guru pada umumnya, melainkan menjadi guru yang mampu meneladan Sang Guru sendiri, yaitu Yesus Kristus, yang oleh para murid disebut Guru dan Tuhan (Mintara Sufiyanta, 2009: xix-xx). Oleh karena itu, seorang guru perlu menjadi sumber inspirasi dan teladan melalui kata dan perbuatannya.

Hasil pendidikan yang baik seringkali sangat tergantung pada kualitas guru, tanpa mengecilkan pengaruh, kondisi-kondisi lain seperti lingkungan, sarana, kemampuan bawaan siswa dan lain sebagainya. Pada pundak para gurulah terletak tanggungjawab yang besar untuk lahirnya generasi baru yang memiliki kualitas moral, spiritual dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Artinya, rendahnya kualitas guru dengan sendirinya memiliki relasi kausal dengan rendahnya kualitas hasil pendidikan. Ekstrimnya, pendidikan dikatakan gagal bila hanya menghasilkan

(25)

manusia-manusia kriminal, pencuri, koruptor, penipu, pemakai dan pengedar narkoba dan sebagainya. Sebaliknya tingginya kualitas guru akan mempengaruhi pula pencapaian sumber daya menusia yang berkualitas, kreatif dan inovatif (Sudhiarsa, 2009: 29-30).

Berdasarkan pengamatan penulis, para guru di Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia pun masih dalam proses untuk menginternalisasikan nilai-nilai spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi dalam mendidik para siswa. Semangat pengorbanan dan totalitas untuk melayani kurang bermakna karena tugas masih dihayati sebagai suatu kewajiban dan tanggungjawab. Hal ini disebabkan karena kurangnya semangat dari diri para guru untuk menghayati spiritualitas Penyelenggaraan Ilahi dalam hidupnya. Maka dengan melihat kebutuhan dan keprihatinan ini penulis merasa terpanggil untuk membantu meningkatkan semangat pelayanan guru sehingga dapat menghayati spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi sebagai dasar dalam menjalankan tugas sebagai pendidik yang memiliki spiritualitas. Dengan keprihatinan ini, penulis menyadari pentingnya seorang guru memiliki semangat dengan menghayati spiritualitas dalam pelayanannya yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “GAMBARAN DESKRIPTIF PENGARUH SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER PENYELENGGARAAN ILAHI TERHADAP SEMANGAT PELAYANAN GURU SEKOLAH DASAR KEBON DALEM SEMARANG YAYASAN PENYELENGGARAAN ILAHI INDONESIA.”

(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi?

2. Seberapa besar pengaruh penghayatan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi terhadap semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia?

3. Apa yang perlu dilakukan Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia untuk meningkatkan semangat pelayanan para guru Sekolah Dasar Kebon Dalem?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan makna dan nilai-nilai Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi ?

2. Mendeskripsikan seberapa pengaruh penghayatan Spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi terhadap semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia? 3. Menemukan solusi yang perlu dilakukan oleh Yayasan Penyelenggaraan

Ilahi Indonesia untuk meningkatkan semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem.

D. Manfaat Penulisan

1. Memberikan masukan kepada Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia selaku pemilik sekolah untuk membantu para guru yang berkarya di sekolah-sekolah Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia memahami dan

(27)

menghayati spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi sehingga meningkatkan semangat pelayanan guru.

2. Menambah wawasan bagi penulis mengenai pentingnya menghayati spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Memberikan sumbangan kegiatan dalam bentuk rekoleksi untuk meningkatkan semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam skripsi adalah deskriptif analisis dengan tujuan untuk mendeskripsikan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi. Sedangkan dengan analisis dapat mengungkapkan kenyataan pengaruh spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi terhadap semangat pelayanan para guru. Selanjutnya, penulis menyampaikan usulan kegiatan untuk meningkatkan semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang.

F. Sistematika Penulisan

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan hasil studi pustaka mengenai identitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi, sejarah Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi, riwayat singkat Eduard Michelis sebagai pendiri

(28)

Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi dan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi menurut dokumen Kongregasi.

Bab III mendeskripsikan sosok dan keutamaan guru Kristiani serta gambaran Sekolah Dasar Kebon Dalem baik sejarah, profile maupun visi dan misinya. Selanjutnya, penulis akan mengumpulkan data yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan dalam bentuk wawancara kepada para guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang untuk mengetahui seberapa pengaruh penghayatan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi terhadap semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang.

Bab IV berisi tindak lanjut dari hasil penelitian dengan memberikan sumbangan pemikiran mengenai kegiatan rekoleksi sebagai usaha untuk meningkatkan semangat pelayanan guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang Yayasan Penyelenggaraan Ilahi Indonesia.

Bab V merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini.

(29)

BAB II

SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER PENYELENGGARAAN ILAHI

Dalam bab pertama, penulis telah mengawalinya dengan menjelaskan makna spiritualitas yang merupakan pengantar dan akan dibahas lebih lanjut dalam bab kedua ini. Sesuai dengan judul bab kedua ini, penulis akan menjawab rumusan masalah pertama. Pada bab ini penulis membaginya menjadi tiga bagian besar. Bagian pertama membahas sejarah kongregasi Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi, baik secara Internasional maupun perkembangannya di Indonesia. Kedua, penulis memaparkan riwayat hidup, keluarga, kepribadian dan karya serta perjuangan Eduard Michelis sebagai pendiri Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi yang meliputi: situasi politik negara, karya di Keuskupan Agung Köln, karya di Keuskupan Luxemburg, pendirian Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi. Ketiga, penulis menggali dan mendalami karisma dan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi dengan memahami makna karisma dan spiritualitas. Selanjutnya penulis menggali karisma dan spiritualitas menurut: konstitusi Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi, dokumen-dokumen kapitel umum dan kapitel provinsi serta dokumen arsip Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi.

Pemahaman lebih mendalam terhadap sejarah dan spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi akan memudahkan penulis untuk menggali dan menemukan nilai-nilai spiritualitas yang akan dihidupi. Sejalan dengan ini

(30)

semangat spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi akan menjadi pedoman atau inspirasi untuk para guru Sekolah Dasar Kebon Dalem Semarang.

A. Sejarah Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi

Sejarah kongregasi religius lahir dari tanggapan iman atas tantangan dan situasi konkrit pada konteks zaman tertentu. Untuk menanggapinya, dibutuhkan suatu spiritualitas yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bimbingan Roh. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Eduard Michelis dalam buku hariannya:

Kristus adalah kunci sejarah dunia, sebagaimana manusia hanya mengerti dirinya serta masa kini dalam Kristus, demikian pula ia hanya mengerti masa lampau dalam Dia dan mengetahui masa depan. Kristus hanya dimengerti dalam Roh Kudus. Semakin orang dipenuhi oleh Roh Kudus, semakin jelas dan mendalam pandangannya tentang masa kini, masa lampau dan masa depan (Kontitusi, 1984: 122).

Sejarah kongregasi merupakan buah karya Allah pada masa lampau dan bermakna pada masa kini, yang artinya pelayanan tidak mungkin akan berhasil tanpa dijiwai semangat Roh Kudus. Jika dilihat dan direnungkan dalam terang dan bimbingan Roh Kudus, kongregasi senantiasa bercermin dalam setiap karyanya untuk mampu membawa karya Allah dalam setiap misinya khususnya dalam karya pelayanan pendidikan. Jiwa dan api semangat itulah yang juga tentunya ditanamkan kepada para sahabat sekerja Suster-Suster Penyelenggara Ilahi di manapun mereka ditugaskan.

(31)

1. Sejarah Internasional

Tanggal 3 Nopember 1842, Michelis berhasil membuka sebuah rumah yatim piatu yang sederhana. Empat wanita muda yakni 2 guru bersedia meninggalkan apa saja dan membaktikan diri untuk 15 anak yang sudah diterima, meskipun semuanya serba kurang. Rumah belum seluruhnya selesai, perabotan tidak lengkap, hawanya dingin, uang kurang sedangkan hutang banyak. Anak-anak yang dikumpulkan dari lorong belum terbiasa hidup dengan pembagian waktu belajar, bekerja dan bermain. Semua serba susah, ditambah para pengasuh juga belum berpengalaman. Michelis bukan orang yang praktis apalagi dalam hal keuangan. Ia serahkan masa depan karya ini dalam tangan Tuhan sendiri dengan menamakan kelompok wanita muda dalam rumah yatim piatu ini Perkumpulan Saudari-Saudari dari Penyelenggaraan Ilahi (Heuken, 1987: 49).

Michelis menyadari bahwa rencananya hanya akan berhasil, jika mempunyai landasan yang kuat. Para wanita pendidik dan calon-calon yang akan bergabung harus memiliki dasar iman dan hidup bersama sebagai saudara sekeluarga. Maka, ia dengan segera mengambil tindakan untuk mengokohkan “tanaman”nya yang masih muda itu. Michelis menyusun statuta untuk rumah yatim piatu St. Mauritz dan menentukannya sebagai lembaga yang menerima dan mendidik semua anak yatim piatu dengan cuma-cuma, sampai mereka mampu berdiri sendiri. Enam minggu sesudah dibuka, ia sudah menyusun suatu peraturan untuk suster-suster, yang sebagian besar dicontoh dari Buku Peraturan Suster-Suster Penyelenggaraan Ilahi di Rappoltsweiler (Perancis). Selama ini calon-calon suster dalam pendidikan, pimpinan rumah yatim piatu berganti-ganti, sehingga

(32)

orang hampir putus asa kecuali Michelis. Untunglah Pastor Spiegel seorang yang praktis dan ramah. Untuk dapat mengatasi kesulitan keuangan, mereka mengumpulkan orang-orang yang berpengalaman dan membentuk suatu kuratorium untuk rumah yatim piatu (Heuken, 1987: 50).

Tiga minggu setelah rumah itu dibuka, Michelis mengantarkan 3 calon ke novisiat suster-suster PI di Rappoltsweiler, Elsass supaya mereka dibina untuk hidup membiara dan belajar cara mengurus sekolah untuk rakyat jelata. Beberapa calon lainnya ditempatkan di rumah yatim piatu St. Mauritz. Upaya awal ini tidak berjalan lancar. Kesulitan-kesulitan terutama dalam hal materi terlalu besar. Beberapa minggu kemudian, Ludowine Von Haxthausen yang ditugaskan Michelis sebagai pemimpin rumah yatim piatu meninggalkan St. Mauritz juga penggantinya, Rosa Wesener dari Dülmen. Pada bulan Oktober 1843, 3 calon yang sudah selesai dididik, disebar ke kota-kota lain supaya memimpin sekolah-sekolah dasar seperti suster-suster di Perancis yang berhasil dengan baik. Akan tetapi mereka belum cukup terlatih, belum saling mengenal dengan baik sehingga belum ada rasa saling mendukung di antara mereka. Akhirnya tanpa terkecuali, mereka semua meninggalkan kongregasi yang baru mulai berakar itu (Heuken, 1987: 52).

Namun demikian, cita-cita untuk menyelenggarakan sekolah-sekolah untuk kaum puteri tetap menjadi salah satu tugas pokok kongregasi yang baru ini. Tiga tahun Michelis membimbing dan menjadi pemimpin rohani. Ia mempopulerkan rumah yatim piatu melalui koran dan menguraikan perlunya dukungan finansial supaya berkembang. Ia mencatat segala pendapatan dan pengeluaran dengan teliti

(33)

dan membuat suatu daftar dengan kemampuan dan watak semua anggotanya. Pada bulan November 1844 Peraturan Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi selesai disusun dan direstui oleh Uskup Münster pada tanggal 29-11-1844 (Heuken, 1987: 52).

Pada tahun 1843 Bapak Pendiri mengangkat Sr. Elisabeth Sarkamp sebagai pemimpin rumah yatim piatu yang ketiga. Dalam waktu singkat, rumah yatim piatu mempunyai banyak hutang. Bapak Pendiri berkeyakinan besar, bahwa rumah yatim piatu ini tidak membutuhkan pendapatan yang tetap. Barang-barang yang dibutuhkan akan datang dengan sendirinya. Pastor pembantu yaitu Spiegel datang menolong. Berkat Spiegel, Kongregasi muda ini memperoleh dana. Mula-mula ia mewajibkan umat untuk memberi sumbangan bagi anak-anak yatim piatu. Setelah itu ia meminta bantuan dari para perempuan yang bersedia memberikan diri dengan suka rela, sehingga terbentuk semacam komite perempuan yang mengurus segala kebutuhan. Dalam buku hariannya Spiegel menulis:

Saya sering merasa heran atas keberhasilan para perempuan ini untuk berkorban, karena bukan tugas yang mudah, walaupun dalam suatu kota Katolik, berkeliling dari satu pintu ke pintu yang lain untuk meminta sedekah bukan hanya untuk satu kali atau beberapa minggu, melainkan untuk beberapa tahun. Mereka melakukannya tanpa kenal lelah dengan pengorbanan dan cinta kasih. Dalam situasi seperti itu, tentu akan ada orang kehilangan tetapi Michelis tidak (Para Suster Yayasan Pendidikan: 1-2).

Sikap kerendahan hati dan semangat pengorbanan diri yang dilandasi cinta kasih inilah yang membawa berkat dan keselamatan bagi anak-anak yatim piatu.

Pada tahun 1844 Michelis meraih gelar doktor teologi dan menerima tugas sebagai dosen di Luxemburg. Di sana ia menyumbangkan kesediaan dan

(34)

kemampuannya untuk Gereja dengan lebih berdaya guna. Namun di lain pihak, ia juga mendirikan dan memimpin tarekat baru. Michelis memutuskan mengikuti panggilan untuk berangkat ke Luxemburg, sehingga pada bulan Oktober 1845 ia menyerahkan kepemimpinan tarekat yang selama ini dipimpinnya kepada pastor Schlun (Para Suster Yayasan Pendidikan: 3-4).

Michelis sadar bahwa tarekat yang ia dirikan belum mempunyai dasar yang kuat, maka walaupun ia menjawab tawaran tugas di Luxemburg, Ia tidak meninggalkan tarekat kecil yang belum kokoh ini. Sejauh ia dapat menjaga dan mendampingi, ia tetap melakukannya.

Kronik kongregasi mengisahkan bahwa para suster menyikapi kepergian yang tiba-tiba dari Bapak Pendiri mereka dengan sikap tunduk dan syukur. Dalam kenyataannya, kepergiannya merupakan suatu kehilangan yang besar bagi kongregasi muda itu karena ia belum cukup kuat untuk dapat berkembang sendiri. Superior baru, Pastor Schlun, mula-mula menerima para suster dengan cinta kasih dan membantu mereka “Tetapi kemudian ia kehilangan semangat dan melihat bahwa tidak ada gunanya diteruskan dan tak akan terjadi apa-apa, maka setelah dua tahun menjalankan tugasnya, ia meletakkan jabatan.” Demikian Spiegel menulis dalam buku hariannya (Para Suster Yayasan Pendidikan: 4-5).

Uskup menunjuk Pastor Yohanes Neuwöhner sebagai superior kedua dan Spiegel tetap menjadi pendamping suster-suster. Yohanes mengerjakan tugas ini dengan lebih teliti. Ia mengusahakan pendalaman dan pengaturan hidup membiara. Terjadilah krisis besar dalam persekutuan yang kecil ini. Lima suster meninggalkan rumah yatim piatu. Para suster yang masih tinggal merasa sedih

(35)

dan terpukul. Tetapi Spiegel memberikan mereka peneguhan “Beranilah, hai kawanan yang kecil, Allah akan terus membantu. Kita seharusnya malu terhadap kepercayaan Bapak Pendiri yang sangat kokoh kepada Allah” (Para Suster Yayasan Pendidikan: 5). Peneguhan dari Spiegel sungguh menjadi buah dari iman kepercayaan akan Penyelenggaraan Ilahi. Ia sungguh belajar dan merasakannya dari iman Michelis yang kuat kepada Allah.

Dari jarak jauh Michelis tetap memperhatikan perkembangan kongregasinya. Ia mengaku mendoakannya setiap hari dan melalui Spiegel mendorong perkembangannya dengan memberikan usulan supaya para suster memilih seorang suster sebagai pembesar mereka. Sampai kematian Michelis pada tahun 1855, Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi berkembang perlahan-lahan dengan jumlah anggota 20 orang suster sebagai anggotanya.

Pada bulan November 1867 tarekat merayakan hari pendirian ke-25 atau perak. Pada hari itu dalam semangat syukur di kapel biara induk diadakan doa 13 jam di depan Sakramen Mahakudus. Pada saat itu pula para suster merawat 200 anak yatim piatu dan mengajar lebih dari 1000 anak di sekolah dasar. Uskup pembantu Bossmann mempersembahkan misa di kapel biara induk. Kotbah pesta disampaikan oleh direktur seminari, Spiegel menjadi direktur di sekolah guru perempuan di Münster. Ia meninjau kembali sejarah kongregasi, di mana ia dengan penuh semangat ikut ambil bagian dalam perkembangannya. Dengan rasa syukur ia mengenang Bapak Pendiri Eduard Michelis yang dihormatinya, sahabatnya yang tanpa pamrih dan mulia, dengan mengatakan:

Seandainya ia hari ini berdiri di sini, maka ia akan mengangkat hatinya dengan penuh syukur dan mengakui, Tuhan telah melakukannya. Ia tidak

(36)

akan mencari kehormatan bagi dirinya sendiri, melainkan dengan rendah hati berkata: Terpujilah Yesus Kristus (Para Suster Yayasan Pendidikan: 23-24).

Ungkapan syukur akan karya kebesaran Tuhan yang telah dinyatakan melalui Michelis sungguh meneguhkan para pengikutnya. Dalam ungkapan Spiegel ini, ia sungguh melihat dan memuji sikap kerendahan hati Michelis sehingga para suster dapat belajar dari pendirinya ini.

2. Sejarah Perkembangan di Indonesia.

Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi didirikan pada tanggal 3 November 1942 di Kota Münster. Berkat dari Allah Penyelenggara yang menyertai perkembangan kongregasi, para suster melayani di bidang pendidikan, pastoral, karya misioner, kesehatan dan sosial. Setelah melampaui batas-batas negara Jerman, Kongregasi tersebar di empat benua yakni pertama, benua Eropa mulai tahun 1876 akibat Kulturkampf yakni penindasan umat Katolik di Jerman pada akhir abad ke-19. Gerakan ini dilakukan oleh Otto von Bismarck yang takut pada pengaruh Gereja Katolik Roma yang akan memecah belah kesatuan Kekaisaran Jerman. Para suster Jerman mengungsi ke negara tetangga Holandia di daerah perbatasan Belanda. Di benua Eropa pada tahun 1987 ada 266 suster yang hidup di Provinsi Jerman dan Komunitas Belanda. Kedua, misi menyebar luas ke benua Amerika. Pada tahun 1895 para suster menyeberangi Samudra Atlantik dan membuka perluasan baru di Brasil – Amerika Latin. Pada saat itu hidup di benua ini 553 suster yang terbagi dalam 4 provinsi dan satu regio. Para suster Brasil juga berkarya di negara-negara tentangga yaitu di Paraguay, Bolivia dan Mozambik, Afrika Tengah (Heuken, 1987: 74).

(37)

Ketiga, misi ini makin menyebar ke benua Asia. Pada bulan April 1934, suster-suster Belanda datang ke Indonesia. Saat itu jumlah suster yang berkarya di Indonesia 101 yang hidup di beberapa komunitas, 3 komunitas terdapat di Nusa Tenggara Timur. Keempat, para suster dipanggil ke benua Afrika. Karya misionaris di Malawi, Afrika Tengah dimulai sejak tahun 1960 dan sekarang karya tersebut dilanjutkan oleh 29 suster yang berasal dari Malawi (Heuken, 1987: 74).

Para Suster Penyelenggaraan Ilahi di Belanda hampir tak dapat percaya bahwa mereka dipanggil sebagai misionaris ke Indonesia. Sudah lama mereka yakin bahwa panggilan Tuhan bagi mereka ialah mengabdi di tanah air sendiri, di mana masih ada banyak kebutuhan. Secara tak terduga pada tanggal 3 Oktober 1933 Uskup Goumans dari Bandung datang ke induk biara di Steyl, menghadap Suster Vinsentia, pemimpin Propinsi Belanda. Beliau merasa didesak untuk minta bantuan bagi Keuskupannya, terutama untuk umat Tionghoa yang pada saat itu kurang mendapat perhatian dari pelbagai pihak. Mereka tinggal di daerah Pecinan di Bandung yang sebagian besar merupakan daerah kumuh. Belum ada Suster yang melayani mereka, sedangkan umat lain sudah terjamin (Petra dan Felicite, 2009: 2).

Suster Vinsentia sebagai Pimpinan Provinsi Belanda waktu itu mendengarkan permohonan mendesak tersebut dengan keterbukaan hati, karena ia memahami kerinduan para suster seprovinsi untuk memiliki daerah misi demi pengabdian khusus seturut semangat Bapa Pendiri. Dalam kronik tahun 1934 Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi memberi kesaksian seperti yang tertulis pada

(38)

surat Bapak Pendiri: “Setiap orang Kristen Katolik adalah seorang misioner. Inilah perutusan penyelamat kita di dunia. Kini kita hendaknya menyerahkan diri kita sepenuhnya” (Petra dan Felicite, 2009: 3). Para suster tergerak hati untuk menjadi misionaris sesuai dengan pesan Michelis. Pesan yang ditulis dalam surat ini menjadi sebuah motivasi dan inspirasi bagi mereka untuk menanggapi kebutuhan umat di Indonesia.

Uskup Goumans berceritera tentang situasi di Bandung dan para Suster mengikutinya dengan hati yang berkobar-kobar. Permohonannya ditanggapi dengan bersemangat dan bersyukur. Demikian pula tanggapan Pimpinan Umum Suster Berthilda dan para Suster Jerman. Mereka ikut bergembira bersama teman-teman mereka di negara tetangga. Waktu Sr.Vinsentia meminta Suster sukarelawan yang merasa diri terpanggil untuk misi ini, ada hampir 100 Suster yang mendaftarkan diri. Ketujuh Suster yang dipilih dan menjadi perintis merasa hatinya tersentuh karena panggilan ini dialami sebagai kasih Allah dan sesama, sehingga mereka karena yakin bahwa tidak akan kembali ke tanah air, menjawab: “Kita meninggalkan semuanya dan tidak akan kembali lagi. Kita mempersembahkan hidup kita bagi pewartaan Kristus dan ajaran-Nya”. Ketujuh Suster itu ialah: Sr. Rodriga sebagai pemimpin, Sr. Edualda sebagai perawat, Sr. Aloyse sebagai guru SD, Sr. Barat sebagai guru, Sr. Andrei sebagai guru TK, Sr. Dominico sebagai guru pekerjaan tangan dan Sr. Apolloni sebagai penanggung jawab dapur (Petra dan Felicite, 2009: 5).

Keyakinan dipanggil mempermudah perpisahan dengan keluarga, sesama Suster dan teman-teman bagi ketujuh Suster itu dan dengan kemantapan hati

(39)

mereka berangkat ke Marseille, Perancis. Sesudah tiga minggu perlayaran di laut mereka tiba pada pelabuhan Tandjung Priok. Alangkah gembiranya mereka melihat Uskup Goumans O.S.C. dan Pastor van Asseldonk O.S.C. yang menantikan kedatangan mereka. Dalam perjalanan ke Bandung mereka mengagumi keindahan alam melalui pegunungan Puncak yang tentu membantu mereka cepat merasa kerasan di tempat baru. Oleh karena mereka belum mempunyai rumah, maka mereka ditampung oleh Suster-Suster Ursulin di Jalan Merdeka. Dalam semangat menerima tamu, mereka dibantu dalam segala hal dan para Suster misionaris PI kagum akan kebaikan para Suster Ursulin, yang membuat mereka merasa at home (Petra dan Felicite, 2009: 6).

Oleh karena menghadapi suatu kebutuhan yang mendesak, maka para Suster ingin secepat mungkin menanganinya dengan penuh semangat dan berjiwa besar. Untuk mulai bekerja para Suster membutuhkan sebuah rumah. Akhirnya mereka dapat menyewa rumah pertama di Residentsweg No. 23 sekarang Jl. Oto Iskandardinata No. 23. Rumah itu mempunyai 5 kamar dan beberapa ruang di samping, langsung mereka melihat kemungkinan untuk dapat dipakai sebagai Poliklinik, dapur dan TK. Tentang situasi ini mereka menulis:

Tentu kami semua berkobar-kobar untuk mulai bekerja bagi anak-anak Tionghoa. Dalam situasi miskin seperti ini, kami mulai bekerja pada tanggal 01 Agustus 1934 dalam iman kepada Penyelenggaraan Ilahi dan dibantu sesama Suster Ursulin dengan kebesaran hati yang luar biasa (Petra dan Felicite, 2009: 7).

Tiba-tiba keesokan hari murid pertama sudah datang sehingga seluruhnya 16 anak, 7 untuk TK dan 9 untuk SD kelas 1 dan 2. Tak terduga oleh para Suster, jumlah murid cepat bertambah, sehingga sesudah 3 bulan ada 42 murid. Atas

(40)

perkembangan ini para Suster hanya dapat bersyukur, karena mereka menerimanya sebagai tanda kasih Allah. Maka tujuan pendidikan mereka sesuai dengan tujuan misi mereka bahwa sekolah merupakan jalan yang membawa para murid mengenal Allah dan mencintaiNya.

Benih yang ditanam Michelis bertunas, berkembang dan menghasilkan banyak buah. Dari sebuah rumah yatim piatu yang kecil, sederhana dan serba kekurangan, bertumbuh berkat Penyelenggaraan Ilahi suatu kongregasi suster-suster yang berada di empat benua mengabdikan diri pada saudara-saudari Kristus dari segala lapisan masyarakat, mulai dari anak yatim piatu yang terlantar sampai orang jompo yang tak terurus, dari orang sakit sampai orang yang merindukan Sang Penyelamat. Jawaban antusias Michelis atas suatu kebutuhan zaman dan tempatnya telah mengandung jawaban atas kebutuhan-kebutuhan zaman dan tempat yang berbeda-beda, karena inti jawaban ini adalah penyerahan diri seutuhnya pada Penyelenggaraan Bapa di Surga yang akan mengatur segala-galanya dengan baik.

B. Riwayat Hidup, Keluarga dan Kepribadian Eduard Michelis. 1. Riwayat Hidup Eduard Michelis

Penyelenggaraan Ilahi dapat dirasakan dalam riwayat imam Michelis yang membimbingnya untuk menjadi alat di tangan Tuhan. Oleh karena karena itu, ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan untuk dipakai-Nya. Michelis dijadikan rekan kerja Tuhan demi keselamatan abadi banyak orang. Michelis dalam beberapa hal adalah anak pada zamannya namun semangatnya tidak terbatas pada zaman tertentu manapun. Ia memiliki semangat untuk mengabdi tanpa pamrih

(41)

kepada Yesus Kristus dan Tubuh-Nya, yaitu Gereja (Heuken, 1987: 9). Semangat pengabdian Michelis dirasakan oleh banyak orang dan masih dilanjutkan oleh generasi penerusnya hingga saat ini.

Michelis lahir pada tanggal 6 Februari 1813 di St. Mauritz, dekat kota Münster. Ia putera ke-5 dari 8 bersaudara. Pada hari ketiga, Ia dibaptis di gereja St. Mauritz dengan nama Michael Franz August Eduard. Ia menempuh pendidikan di sekolah Paulinum, Münster dari tahun 1826 sampai 1832. Oleh karena sangat cerdas, ia berhasil menyelesaikan studinya dua tahun lebih cepat dari pada murid yang lain. Pada tahun 1832, ia melanjutkan studi di Akademi Teologi di Münster dan pada bulan November 1835 ia masuk seminari tinggi di Münster. Ia ditahbiskan menjadi subdiakon pada tanggal 27 Februari 1836. Uskup Agung Köln, Klemens August Droste zu Vischering yang baru diangkat oleh Paus, menghendaki agar Michelis segera ditahbiskan menjadi diakon pada tanggal 19 maret 1836 dan ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 6 April 1836. Sebenarnya ia bercita-cita mengabdi Gereja sebagai ahli teologi dan maha guru ilmu ketuhanan, tetapi ketaatan kepada uskupnya membuat ia segera berangkat ke Köln pada bulan Mei 1836 (Heuken, 1987: 15-19)

Baru satu setengah tahun berkarya di Köln, uskup Klemens dan Michelis ditangkap oleh pemerintah Prusia pada tanggal 20 November 1837 karena alasan politis. Mereka menentang peraturan pemerintah mengenai kawin campur dan hanya mentaati peraturan Paus di Roma. Michelis dibuang ke benteng Magdeburg dan pada bulan April 1840 ia dipindah ke kota Erfurt sebagai tahanan rumah. Selama 3,5 tahun, Michelis tinggal dalam tahanan tanpa ada sidang pemeriksaan.

(42)

Akibat dari penahanannya itu, kesehatannya semakin menurun. Pada tanggal 21 April 1841 nama baik Uskup Klemens direhabilitasi dan sekretarisnya Michelis dinyatakan bebas (Heuken, 1987: 34).

Setelah dibebaskan ia tinggal di suatu daerah pertanian di St. Mauritz. Ia menggunakan kesempatan ini untuk studi dan tugas pastoral. Ia juga menerbitkan surat kabar mingguan “Münsterisches Sonntagsblatt fur Katholische Christen” (Surat kabar mingguan Münster untuk orang-orang kristen Katolik). Melihat kemiskinan dan kesulitan anak-anak yatim piatu yang tertindas dan terlantar, hatinya tergerak untuk mendirikan suatu rumah yatim piatu dan suatu persekutuan religius untuk mengurus anak-anak yatim piatu itu. Rencananya ini didukung dan dibantu oleh sahabatnya Spiegel dari Gereja Martini dan Bernhard Aumöller serta teman-temannya berhasil membuka sebuah rumah yatim piatu yang sederhana, sekaligus hari itu menjadi hari pendirian Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi (Heuken, 1987: 42).

Pada bulan Maret 1844, Michelis berhasil meraih gelar “Doktor Teologi” dengan nilai Summa Cum Laude. Tesisnya berjudul “Surat St. Paulus kepada Filemon” (Heuken, 1987: 54). Ia ingin sekali menjadi mahaguru di Münster, tetapi sebagian besar anggota fakultas teologi rupanya takut akan dosen muda yang populer dan pandai itu, selain keterlibatannya dalam “Peristiwa Köln” sehingga masih dalam pengawasan polisi. Maka, akhirnya ia menerima tawaran dari Uskup Luxemburg Johanes Theodor Laurent untuk menjadi dosen dogmatik di Seminari Tinggi di Luxemburg (Heuken, 1987: 58). Michelis mempercayakan kongregasi yang baru didirikan itu kepada sahabatnya Spiegel dan terutama kepada

(43)

Penyelenggaraan Ilahi. Dari jauh ia tetap memperhatikan perkembangan kongregasinya.

Tahun 1848 di Luxemburg, Michelis memperjuangkan berdirinya surat kabar Katolik yakni Luxemburger Wort füer Wahrheit und Recht yang berarti Sabda Luxemburg untuk Keadilan dan Kebenaran. Situasi politik di Luxemburg mengalami hal yang mirip seperti yang terjadi di Köln pada tahun 1837. Uskup Laurent harus meninggalkan Luxemburg karena ia melawan para penguasa politik melalui surat gembala mengenai pembaptisan, pernikahan dan penguburan secara Katolik. Michelis merasa wajib membela uskupnya itu melalui media massa. Akibatnya ia disidang pada tanggal 29 Juni 1848 karena pelanggaran terhadap peraturan pers. Tetapi perkara ini hilang karena amnesti raja (Heuken, 1987: 62-63).

Michelis juga salah satu pendiri dari perkumpulan Bonifasius di Regensburg yang berdiri pada tanggal 4 Oktober 1849. Perkumpulan ini memperjuangkan orang-orang Katolik di diaspora yakni daerah di mana orang Katolik hidup terpencil di antara orang Protestan (Heuken, 1987: 69-70). Kehidupan Michelis yang penuh dengan tantangan dan perjuangan itu mengakibatkan kesehatannya semakin menurun. Akibatnya kehabisan tenaga pada usia muda. Pada tanggal 8 Juni 1855 ia meninggal di Luxemburg dalam usia 42 tahun karena sakit TBC. Tanggal 10 Juni 1855 Michelis dimakamkan di Luxemburg. Pada nisannya tertulis: “Dalam masa sulit dia muncul sebagai pahlawan yang memperjuangkan kebenaran. Serangkaian bunga hijau memahkotai kepalamu di Sorga” (Heuken, 1987: 69-70).

(44)

2. Keluarga Eduard Michelis

Ayah Michelis bernama Johann Maria Franz Michelis (1762-1837) dan ibunya Auguste Schaffer (+1853). Ayahnya beragama Katolik dan keturunan keluarga ternama di Recklinghausen. Ia menempuh karir militer tetapi mengundurkan diri pada tahun 1796 karena karir militer ternyata tidak sesuai dengan suara hatinya. Ia kemudian bekerja sebagai pengukir tembaga dan guru menggambar. Ia menurunkan bakat seni kepada anak-anaknya. Ibunya seorang wanita yang berpendidikan baik dari kota Bremen dan beragama Lutheran. Ia seorang wanita yang halus perasaannya dan tabah dalam segala pencobaan. Michelis sangat sayang kepada kedua orangtuanya (Heuken, 1987: 17).

Menurut hukum negara Prusia pada masa itu, anak lelaki dibaptis mengikuti agama ayah dan anak perempuan menurut agama ibu. Maka dalam keluarga Michelis, karena ayahnya beragama Katolik dan ibunya Lutheran, lima anak laki-laki dibaptis Katolik dan tiga puteri beragama Protestan. Masalah perbedaan agama dirasakan oleh semua anggota keluarga, namun tidak menjadi pangkal perselisihan antara mereka. Mereka saling menghormati keyakinan masing-masing. Tetapi akhirnya ibunya masuk menjadi anggota Gereja Katolik pada tanggal 21 Desember 1838. Dua putera menjadi pastor dan mahaguru ilmu ketuhanan, walaupun yang satu akhirnya meninggalkan Gereja karena tidak setuju dengan dogma infabilitas kepausan dan menjadi pastor yang agak fanatik dari suatu sekte yang memisahkan diri dari Gereja Katolik sesudah Konsili Vatikan I. Selain itu, salah satu puteri selama beberapa tahun masuk biara suster

(45)

Penyelenggaraan Ilahi, tetapi akhirnya merasa tidak terpanggil (Heuken, 1987: 17).

Michelis dibesarkan di tengah-tengah kebun, ladang, padang rumput dan hutan-hutan kecil. Ia suka berjalan-jalan merenung dan berpikir di alam terbuka dalam kesunyian hutan. Suasana ini merangsang pemuda itu untuk mengungkapkan perasaan hatinya dalam sajak dan lagu. Bakat seni Michelis dirangsang oleh alam yang indah di sekitar St. Mauritz dan kota Münster yang kaya akan karya-karya seni yang bernafaskan semangat kristiani (Heuken, 1987: 19). Dengan bakat seninya, Michelis memiliki hati yang lembut dan peka akan kehadiran dan panggilan Tuhan.

Kepala pemerintah kota Münster yang berganti-ganti baik oleh tentara Perancis pada tahun 1807 maupun oleh Prusia pada tahun 1804 dan 1814 serta penyitaan milik Gereja oleh Napoleon dan penyebaran gagasan anti Katolik oleh liberalisme Perancis tidak berhasil mengubah iman Katoliknya. Bersama dengan penduduk seiman dari segala lapisan masyarakat, Michelis mengunjungi gereja-gereja di Münster yang memuji Tuhan dengan seni bangunan yang tinggi. Banyak salib dan patung pada persimpangan jalan mengajaknya untuk tidak pernah lupa akan “Kota Suci” yang menjadi tujuan ziarah hidup setiap orang beriman. Michelis sangat gemar akan arak-arakan keagamaan dan pesta-pesta tahunan Gerejani. Iman yang ditaburkan oleh orang tuanya dikembangkan terus oleh semangat masyarakat Katolik dari kota Münster (Heuken, 1987: 19).

(46)

Akibat hidup miskin, keluarga Michelis terpaksa berpindah-pindah tempat tinggal dalam kota. Kemiskinan keluarga ini membuka mata dan hati Michelis bagi orang-orang yang kurang mampu dan menderita. Jiwa Michelis itu pelan-pelan dibentuk oleh suasana rumah tangga, keindahan pemandangan alam dan suasana kota yang mencerminkan keyakinan kristiani yang besar.

3. Kepribadian Eduard Michelis

Dari buku harian yang masih tersisa, yang ditulisnya ketika berada dalam penjara dan ketika berada di Luxemburg, nampak jelas bahwa Michelis mempunyai relasi yang sangat erat dan mendalam dengan Allah. Hidupnya sepenuhnya diarahkan dan dibaktikan kepada Allah melalui Gereja-Nya. Hal ini tampak dalam tulisannya dalam buku hariannya: “Hodie incipiam yang berarti hari ini aku mau memulai. Hendaknya persinggahan di seminari menjadi waktu keselamatan. Allah harus menjadi milik seluruh hidupku” (Leoni, 2017: 56). Michelis berjuang untuk melaksanakan kehendak Allah dan berpengharapan karena percaya akan Penyelenggaraan Ilahi yang ditanamkan oleh ibunya yang saleh. Pada zaman itu umat mempunyai devosi yang kuat pada Penyelenggaraan Ilahi. Betapa sering dalam pengalaman hidupnya, Michelis mengalami bimbingan Tuhan dengan jelas seperti yang nampak dalam tulisan-tulisan di bawah ini. Di dalam penjara ia menulis:

Kemarin Bapak Pemimpin Hukum Administrasi dari Berlin datang lagi, kemungkinan dia akan menyampaikan perihal yang menyangkut permasalahanku, karena hingga saat ini aku tidak mengetahui apapun. Fiat in omnibus dei Voluntas artinya semoga kehendak Allah terjadi dalam segala-galanya (Leoni, 2017: 40).

(47)

Dalam segala situasi yang tidak pasti, Michelis menyerahkan hidupnya kepada Allah dengan iman yang teguh. Ia membiarkan kehendak Allah terjadi dalam seluruh hidupnya.

Sesudah perpindahannya ke Luxemburg, Michelis menulis pengalaman imannya:

Waktu saya di Luxemburg adalah waktu yang penuh rahmat. Saya percaya bahwa panggilan untuk pindah ke Luxemburg adalah kehendak Tuhan. Walaupun di Münster saya meninggalkan posisi yang sangat menyenangkan dan berpengaruh besar, saya berangkat dengan gembira dan penuh harapan. Maka, bagaimana pun juga saya mau bertahan. Tuhan ada di sini. Ini cukup bagi saya (Heuken, 1987: 58).

Michelis sungguh percaya dan berpengharapan. Ia menghayati panggilan dan perutusan baru di tempat baru sebagai panggilan dan kehendak dari Tuhan. Ia hanya mengandalkan Tuhan. Ia juga rela meninggalkan tempat dan jabatan yang menguntungkan dan menyenangkan baginya. Ia menunjukkan sikap lepas bebas demi mengikuti kehendak Tuhan. Michelis rela pindah ke Luxemburg karena mempunyai cinta yang sangat besar pada Gereja. Tentang hal ini adiknya Michelis yakni Friedrich menulis:

Sudah sejak masa mudanya, Michelis bersemangat mau mengabdi Gereja. Maka dengan sendirinya dan tanpa banyak refleksi, atas dorongan hatinya ia memilih menjadi imam. Mempersembahkan seluruh hidupnya sebagai imam kepada Gereja, itulah cita-cita satu-satunya sejak masa mudanya (Heuken, 1987: 20).

Segala rahmat dan kemampuan yang diterimanya dari Tuhan, diarahkan oleh Michelis secara intensif untuk kepentingan Kristus dan Gereja-Nya. Cinta kepada Kritus serta Gereja-Nya itu sudah nampak ketika ia pada umur 13 tahun menulis surat kepada Rajanya, Friederich Wilhem I dari Prusia (1797-1840). Ia memohon supaya Raja jangan terus menekan para warga negaranya yang

(48)

beragama Katolik karena ia merasakan penyingkiran dan pengejaran orang-orang Katolik Prusia (Jerman Utara). Ia rela berjuang dan menderita demi membela kepentingan Gereja. Di dalam penjara ia menulis:

Hari-hari ini aku menderita lagi dan pelbagai keluhan melingkupiku. Tekanan paling berat bagiku adalah penderitaan Gereja. Ya Tuhan, mengapa Engkau membiarkan Gereja yang Engkau cintai teraniaya? Lihatlah, aku juga mencintainya, maka letakkanlah sebagian penderitaannya padaku dan ringankanlah penderitaan Gereja (Leoni, 2017: 76).

Michelis sangat prihatin melihat Gereja menderita. Ia berjuang dan ingin berkorban untuk Gereja bahkan ia rela dipenjara. Michelis menganggap bahwa tugas utamanya ialah membela dan mengabdi Gereja. Maka ia menerima tugas mengajar di Seminari Luxemburg, karena seminari adalah tempat subur bagi para calon imam, walaupun ia harus meninggalkan Münster. Michelis memupuk rasa cinta seminaris pada Gereja dengan menarik perhatian para mahasiswa pada nasib, penganiayaan dan perkembangan Gereja di berbagai negara, bahkan di benua lain, sehingga tempat itu menjadi persemaian imam-imam yang pintar, penuh dedikasi dan patuh pada paus.

Sumber kekuatan dari Michelis adalah berdoa dan merayakan ekaristi. Hubungannya yang akrab dengan Tuhan ia pelihara dalam doa, puasa dan mawas diri. Itulah rahasia yang memungkinkan ia sampai begitu berprestasi dalam hidupnya yang pendek. Ia juga mempunyai devosi dan cinta yang besar kepada Bunda Maria. Cendekiawan yang penuh inspirasi itu menjadi sangat sederhana bila ia berdoa kepada ibu surgawinya:

Engkau penghibur orang berdosa, engkau tempat pelarian orang berdosa, engkau penolong orang Kristen, bantulah kami, lihatlah penderitaan Gereja.

(49)

Ibuku yang bahagia, bantulah aku dan alirkanlah dalam diriku cinta yang mendalam padamu (Leoni, 2017: 63).

Michelis juga tekun dan rendah hati memohon rahmat dari Bunda Maria agar mendoakan Gereja-Nya. Ia bahkan memohonkan rahmat cinta yang mendalam. Hatinya sungguh terarah hanya kepada Gereja yang menderita. Demi cintanya pada Kristus dan Gereja-Nya terungkap dalam sikap hidupnya yang saleh dan sederhana. Seorang saksi menulis dalam surat kabar setelah Michelis meninggal:

Waktu merayakan Kurban Misa, Michelis pantas dikagumi malaikat dan manusia. Khidmat serta cintanya yang tercermin dalam sikap lahiriahnya, mau tak mau menyemangati orang beriman untuk berdoa khidmat dan mencinta pula (Heuken, 1987:65).

Michelis sungguh menghayati ekaristi yang dipersembahkannya. Ia bersikap sederhana dan saleh. Ekaristi menjadi sumber kekuatan dalam hidup dan perjuangannya. Michelis juga memiliki kehangatan cinta bagi orang-orang yang berada dalam kesulitan. Hatinya peka terhadap orang lain. Dan merasa didorong untuk terus menanggapi dan menolong orang lain. Sikap disiplin yang ditanamkan oleh ayahnya nampak dalam sikap hidupnya, sedangkan hatinya yang halus, sabar dan tabah diteladankan oleh ibunya. Ia juga seorang yang tekun dan mempunyai semangat juang yang tinggi yang ditunjukkan saat berada di Keuskupan Köln, Luxemburg maupun ketika ia mendirikan Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi.

Pada akhir perjuangan, Michelis memberikan sedikit gambaran menyeluruh tentang pribadi serta cita-cita yang menggerakkannya. Penyakit TBC yang dideritanya sejak berada di dalam penjara Magdeburg telah mencapai fase terakhir

(50)

dengan tumpah darah. Masa terakhir dalam hidupnya dilalui dengan hati terbuka dan penuh syukur. Ia merasa tenteram serta gembira dan dengan penuh syukur menerima segala yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Dalam suasana damai serta melepaskan apa saja yang ada di dunia, ia menghadap Tuhan. Ia tak pernah mengeluh tetapi justru memberikan peneguhan, kekuatan dan keberanian kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Ia sering mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan dan memberikan diri sebagai kurban.

Tepat tanggal 7 Juni pada pesta Tubuh dan darah Kristus, Michelis mengalami sakrat maut. Masa ini dihayati sebagai kesatuan dirinya dengan Allah. Pada malam tanggal 7 Juni sampai tanggal 8 Juni 1855 pukul 11.30 siang, ia berdoa tanpa henti dalam batin dan secara lisan. Dalam keadaan demikian, ia tak lupa berdoa bagi orang-orang yang sedang dalam sakrat maut. Ia pun terus mendaraskan doa rosario sepanjang saat-saat terakhir hidupnya. Pada terakhir ini, ia masih sempat menghibur adik perempuan yang menangis di dekatnya dan memohon agar adiknya pun berdoa. Salib yang menjadi sumber kekuatannya selama ia dipenjara, dipegangnya erat-erat hingga ia meninggal. Sebelum meninggal, ia masih berkata-kata walaupun dengan terbata-bata: “Satu Gembala, satu kawanan, Perkumpulan Bonifasius”. Sesudah itu, ia bersatu dengan Tuhan (Heuken, 1987: 69).

Michelis adalah imam muda yang pintar, bersemangat, peka dan inisiatif. Ia memiliki rasa cinta yang besar kepada Gereja yang mengalami tekanan dan penderitaan. Meskipun ia harus ditahan dalam penjara, relasinya dengan Allah makin mendalam. Ia tidak menyerah meski mengalami tantangan dan penderitaan.

(51)

Ia memberikan hidupnya kepada Allah melalui Gereja-Nya. Dalam keadaan sulit bahkan bahaya, ia tetap percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi yang menyelamatkan hidupnya. Sebagai seorang imam, ekaristi menjadi pusat hidup yang mengalirkan energi kepadanya untuk berjuang melawan ketidakadilan dan mewujudkan mimpinya. Keprihatinan yang dialaminya menggerakkan hatinya untuk mendirikan sebuah Kongregasi yang menolong dan mendidik anak-anak yatim piatu yang terlantar dan miskin. Kongregasi itu diberi nama Kongregasi Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi hingga sekarang.

4. Karya dan Perjuangan Eduard Michelis Bagi Gereja a. Situasi Politik Negara

Awal abad ke-19 Gereja Katolik di Eropa mengalami masa berat, akibat ide-ide masa pencerahan (Aufklaerung) orang memandang agama hanya sebagai sarana yang berguna untuk membentuk warga negara yang patuh. Maka pemerintah campur tangan dalam segala macam urusan intern Gereja (Heuken, 1987:10).

Pergantian abad para pangeran Jerman dikalahkan oleh tentara revolusioner Perancis. Atas inisiatif pemerintah Prussia, kerajaan terkuat di Jerman Utara bersekongkol dengan Kaisar Napoleon I untuk merampas seluruh milik Gereja Jerman yang berabad-abad lamanya sangat kaya, secara mendadak jatuh miskin sekali. Akibatnya, semua biara dibubarkan, perpustakaan berharga dimusnahkan, gedung-gedung gereja yang indah dijadikan gudang atau kandang atau dibongkar dan batu-batunya dijual, para pastor dijadikan pegawai negeri yang seringkali

(52)

diawasi oleh atasan yang bukan Katolik, delapan belas universitas dan banyak sekolah Katolik dibubarkan atau dinegerikan.

Gereja tak mampu lagi meneruskan peranannya sebagai pendidik, pendukung kesenian dan ilmu. Akibatnya sangat buruk: taraf pendidikan golongan Katolik merosot, golongan Katolik dianggap terbelakang, miskin secara material dan intelektual. Di seluruh Jerman, misalya hanya ada tiga orang uskup yang masih sempat menggembalakan umat keuskupan mereka, dan di Perancis pernah semua diberhentikan (1801). Dalam suasana ini posisi Gereja sulit. Maka sangat diperlukan orang Katolik yang terdidik, berpandangan luas, berani dan memiliki semangat sentire cum Ecclesia yang mendalam, yaitu semangat senada dengan Gereja (Heuken, 1987: 13).

b. Karya di Keuskupan Agung Köln

Sewaktu Michelis dengan patuh meninggalkan Keuskupan Münster dan berangkat ke Köln pada Mei 1836, keuskupan agung ini sulit sekali keadaannya. Klemens adalah uskup kedua sesudah keuskupan agung itu dihidupkan kembali pada tahun 1825 sesuai dengan perjanjian antara Paus dan raja Prussia pada tahun 1821. Uskup Klemens dan Michelis bekerja sama untuk melawan pemerintah yang terlalu campur tangan dalam urusan intern Gereja.

Masalah pertama yang dihadapi adalah besarnya pengaruh G. Hermes yang didukung pemerintah. Tetapi pemerintah tidak mengijinkan surat kepausan diumumkan, karena masalah intern Gereja ini merupakan kesempatan emas baginya untuk melemahkan kedudukan para uskup sebagai pimpinan umat beriman. Maka, Michelis membela uskupnya dan atas inisiatif sendiri berusaha

(53)

membendung dan menyempitkan pengaruh aliran hermes. Ia berusaha menarik imam-imam yang setia dan aktif dari luar keuskupan dan imam-imam Jesuit yang tidak disukai oleh pemerintah Prussia dan oleh kalangan imam tertentu. Michelis berinisiatif untuk menghidupkan kembali ziarah dan ibadat malam yang saat itu dilarang oleh pimpinan Gereja setempat. Oleh karena kebiasaan ini sangat digemari oleh umat keuskupan, maka popularitas uskup mulai membaik. Selain itu, Michelis menulis artikel dalam koran dan menerbitkan brosur-brosur untuk menghangatkan kembali semangat iman dalam umat dan rasa solidaritas di antara para imam. Michelis pandai mengarang dan ia menyadari betul pengaruh media massa (Heuken, 1987: 25-26).

Baru satu setengah tahun Klemens dan Michelis mengabdi di Gereja Köln, mereka menemukan suatu kesepakatan rahasia antara uskup sebelum Klemens dengan pemerintah. Oleh karena tekanan berat dari pemerintah, uskup sebelumnya diam-diam telah menyetujui bahwa dalam perkawinan campur semua anak ikut agama ayah pada tahun 1834. Hal ini bertentangan dengan instruksi kepausan pada tahun 1830. Masalah sangat politis karena pada waktu itu, pemerintah sengaja menempatkan banyak pegawai dan tentara muda dari Jerman Timur yang beragama Protestan dalam wilayah keuskupan Jerman Barat yang mayoritas Katolik. Uskup Klemens menolak untuk mengakui kesepakatan rahasia itu bahwa masalahnya bukan hanya perkawinan campur dan pembaptisan anak-anak, tetapi siapakah yang sebenarnya mengatur umat Katolik: Paus di Roma atau raja di Berlin. Maka pada tanggal 20 November 1837, Uskup Klemens bersama dengan sekretaris pribadinya Michelis ditangkap. Michelis dipisahkan dari uskupnya dan

Gambar

Tabel 1 : Kisi-kisi Variabel Penelitian.......................................    79  Tabel 2 : Matriks Kegiatan Rekoleksi Para Guru
Tabel 1. Variabel Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Syukur dan pujian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Masalah Kontekstual oleh

Puji syukur peneliti panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kualitas

Puji Syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan anugerah-Nya penulis diberikan berkat, kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Relaksasi

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan anugerah kasih-Nya maka skripsi yang berjudul “PENGARUH ATMOSFER TOKO DAN POTONGAN HARGA TERHADAP EMOSI

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih yang telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan karunia dan nikmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat- Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Profil Penggunaan, Pengetahuan, Sikap,