• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

Dalam dokumen TESIS edy silistiono (Halaman 116-125)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari berbagai analisis dalam pembahasan “Bab IV” bisa disimpulkan bahwa diskursus tokoh Arjuna dalam legitimasi Raja-Raja Jawa adalah wacana yang dibangun oleh Sultan Agung menggunakan media tokoh wayang Arjuna bertujuan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat Jawa. Jawaban ketiga permasalahan sebagai sasaran dari tujuan penelitian berkaitan dengan dipilihnya tokoh Arjuna sebagai media diskursus, proses serta implikasinya dalam masyarakat Jawa sekarang, dalam pembahasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama tujuan penelitian untuk mendapatkan kejelasan dipilihnya Arjuna sebagai media diskursus dijelaskan bahwa pemilihan itu dengan pertimbangan bahwa Arjuna adalah tokoh protogonis Wayang Purwa yang bernilai kultus, mitologis dan anutan. Sebagai tokoh yang dikultuskan Arjuna dipercaya membawa magi keberkahan, tolak bala dan kemenangan perang. Sebagai tokoh mitologi, Arjuna dianggap leluhur Raja-Raja Mataram yang akan mewariskan wahyu keraton kepada keturunannya raja- raja dinasti Mataram, dan sebagai tokoh anutan, Arjuna adalah representasi ideologi kekuasaan Sultan Agung.

Kedua, tujuan penelitian untuk mengungkap proses terjadinya diskursus tokoh Arjuna yang diwacanakan oleh Sultan Agung, dijelaskan bahwa wacana itu dibangun dengan cara desentralisasi dan pluralisasi power knowledge (kuasa pengetahuan) bagi setiap individu di Mataram. Desentralisasi kuasa pengetahuan disebarluaskan melalui agen-agen utama wacana yaitu dalang, penanggap maupun penonton pada ivent-ivent yang telah mentradisi dalam masyarakat Jawa di berbagai lapisan baik lapisan atas di lingkungan keraton, rumah priyayi maupun masyarakat umum. Pluralisasi adalah sebuah proses di mana setiap individu dan kolektif dibiasakan, di latih dan dihimbau melalui wacana itu tentang arti penting pertunjukan wayang dan nilai-nilai ketokohan Arjuna terhadap kehidupan orang Jawa. Hasil dari diskursus Arjuna itu adalah tersosialisasinya pengetahuan tentang Arjuna dalam setiap pribadi dan kolektif di Jawa dengan lahirnya kesadaran setiap subyek dalam satu kesatuan episteme yang menghegemoni legitimasi kekuasaan Raja-Raja Mataram.

Ketiga, tujuan penelitian untuk mengungkap implikasi diskursus Arjuna dalam kebudayaan Jawa, dijelaskan bahwa implikasi atau keterlibatan diskurus Arjuna dalam masyarakat Jawa adalah diterimanya secara totalitas pengetahuan tentang Arjuna baik secara individu-individu maupun inter-individu, melalui tahap sosialisasi kehidupan sejak balita hingga dewasa, oleh masing-masing pribadi dan kolektif masyarakat Jawa di lingkungan masyarakat tradisi Jawa tradisi yang mengkultuskan Arjuna, lewat ritual- ritual maupun pentas wayang. Dalam vase yang cukup panjang pengetahuan itu kemudian mempribadi menjadi sebuah pola pikir, perilaku, serta identitas yang disebut dengan istilah episteme era Mataram. Episteme itu dalam budaya Jawa sering disebut dengan budaya gagrag (ragam) mataraman, atau Mataram sultan-agungan. Terkonstruksinya episteme era Mataram itu menandakan bentuk hegemoni masyarakat Jawa terhadap legitimasi kekuasaan Sultan Agung dan dinasti keturunannya. Episteme budaya keraton yang telah mbalung sungsum (mengakar) dalam kebudayaan Jawa, di era globalisasi sekarang ini, mengalami pergeseran akibat isyu-isyu global seperti demokrasi, kapitalisme, budaya populer, simulacra, gender, emansipasi dan feminisme, sehingga akhirnya benturan budaya tersebut menimbulkan perubahan sosial budaya di masyarakat.

5.2. Saran

Saran ini ditujukan pada kemanfaatan penelitian sebagaimana diuraikan dalam bab I terdiri dari saran teoritis dan praktis. Saran teoritis mengarah pada ranah akademis bagi para peneliti terutama yang berkaitan dengan penggunaan paradigma kajian budaya dengan teori diskursus seperti tulisan ini, dan saran praktis mengarah pada kemanfaatan konsep ini pada aplikasi kehidupan sehari-hari di lingkungan penyangga pewayangan baik formal maupun non formal, terlebih khusus kepada para pengambil kebijakan berkaitan dengan pengembangan pewayangan nasional maupun internasional. Saran ini disajikan menjadi dua kelompok sebagai berikut.

5.2.1. Saran Teoritis

1. Sejarah kebudayaan Jawa hingga saat ini selalu mendeskripsikan tentang kronologi dan peranan sekelompot elite masyarakat Jawa raja-raja dan priyayi. Padahal terjadinya sejarah bukan hanya ditentukan oleh para bangsawan tetapi

juga dibentuk oleh masyarakat pada umumnya. Penulisan sejarah hingga saat ini dalam perspektif kajian budaya tidak lebih dari kelanjutan diskursus yang dikonstruksi oleh raja-raja Jawa untuk kepentingan politiknya. Dengan menggunakan paradigma kajian budaya penulisan sejarah akan lebih mampu menyajikan obyektifitas sejarah tentang peranan rakyat dan kejadian seusungguhnya terhadap pramen-prahmen sejarah bukan sebuah informasi pengagungan sekelompok masyarakat Jawa, para raja. Informasi sangat penting dari penelitian ini berhubungan dengan penulisan sejarah, bahwa penilitian ini telah menghasilkan temuan kebenaran teori Foucault bahwa sejarah tidak berjalan linear dan esensial tetapi berujud repture, atau prahmentasi, retakan- retakan sejarah yang terjadi secara kebetulan dilatarbelakangi ambisi-ambisi kelompok mansyarakat yang menginginkan kekuasaan. Temuan tersebut bahwa peradaban era Mataram Sultan Agung adalah prahmen sejarah Jawa yang sama sekali bukan alur penerus dari era sebelumnya, Pajang, Demak atau-pun Majapahit baik secara silsilah keturunan maupun episteme sejarah yang dibentuk. Episteme era Mataram yang melahirkan budaya adiluhung dan diskursus Islam dengan warna sinkretik adalah kearifan lokal yang lebih dipengaruhi konstruksi wacana dari Sultan Agung menggunakan Arjuna sebagai media diskursus.

2. Dalam penulisan kajian budaya Jawa, seperti sastra, sosial, maupun seni saat ini seyogyanya tidak selalu berfokus pada analisis corak budaya adiluhung produk keraton, karena ruang lingkup budaya Jawa ternyata lebih beragam, dinamis dan memiliki ranah lebih luas lagi termasuk budaya kerakyatan dan budaya Jawa kekinian yang belum banyak mendapat perhatian peneliti.

3. Selain diskursus Arjuna, masih banyak lagi obyek material penelitian tokoh wayang atau-pun budaya Jawa lainnya yang perlu diteliti menggunakan teori diskursus. Kelebihan teori Foucault itu sebagai obyek formal dalam hal kajian budaya Jawa adalah efektif dalam mengungkap kejelasan makna berkaitan dengan terbentuknya episteme era tertentu dalam budaya Jawa.

5.2.2. Saran Praktis

1. Masyarakat luas dan siapa saja yang membaca tulisan ini akan mendapatkan pengetahuan bahwa corak budaya Jawa yang selama ini telah tersosialisasi menjadi identitas budaya bagi masyarakat Jawa berasal dari konstruksi budaya yang dilatarbelakangi kepentingan politik Sultan Agung dan dinastinya. Dengan demikian, pengembangan budaya Jawa jangan selalu bersumber budaya keraton tetapi bisa dengan pengembangan nilai-nilai budaya di luar keraton, terutama yang lebih mengarah pada identitas budaya Jawa kekinian sebagaimana menjadi apresiasi generasi sekarang.

2. Dalam konsep penelitian ini juga telah dikemukakan bahwa pakem juga termasuk produk konstruksi budaya dari Sultan Agung yang penuh pesan politis legitimasi raja-raja Jawa. Oleh sebab itu fungsi dan peranan pakem dalam pakeliran yang selalu membingkai pertunjukan wayang dan membelenggu kreatifitas perlu dikembangkan lebih proforsional sesuai dengan selera dan perkembangan jaman.

3. Kepada para pejabat pengambil keputusan di lingkungan pemerintah diharapkan mengambil kebijakan yang tepat dan proporsional dalam hal pengembangan nilai budaya Jawa, dengan mengangkat nilai-nilai kerakyatan dan kekinian yang selama ini dianggap budaya pinggiran. Selain itu mendorong tranformasi nilai- nilai budaya lama ke dalam bentuk-bentuk baru sesuai dengan apresiasi masyarakat sekarang, kiranya sebuah langkah yang lebih realis dengan semangat jaman, dari pada selalu dimabuk nilai-nilai lama tanpa mempedulikan perubahan jaman.

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Sutjipto. 2014. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. Jogjakarta: Laksana

Anderson, Benedict. R.O.G. 1972. Gagasan Kekuasaan di Dalam Kebudayaan Jawa. Jogjakarta: Pelayanan Rohani Mahasiswa Jogjakarta.

Anirun, Suyatna. 1998. Menjadi Aktor. Bandung:PT. Rekamedia Multiprakasa

Asmadi, Suwarno. 2004. Candi Sukuh Antara Situs Pemujaan dan Pendidikan Seks. Surakarta: Massa Baru

Atmojo, Prawiro. 1991. Bausastra Jawa. Surabaya: Yayasan Joyo Boyo.

Barker, Chris. 2005. Cultural Studies Teori dan Praktek. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Basuki, Ribut. 2006. Panakawan’s Discourse of Power in Javanese Shadow Puppet during the New Order Regime: From Traditional Perspective to New Historicism . K@ta, vol. 8, no 1,hlm. 68-88.

Borody, W.A. 1997. The ‘Trials’ of Arjuna and Socrates: Physical Bodies, Violence and Sexuality. Asian Philosophy Journal. Vol. 7.No.3. Hlm 221.

Budiman, Kris. 2002. Analisis Wacana dari Lingguistik sampai Dekonstruksi. Chresnayani, Monica Dwi. 2009. Digelar pada Layar. Jakarta: SS Fondation.

Diyono. 1997. Serat P edhalangan Lampahan Harjuna Wiwaha. Sukoharjo: Cendrawasih.

Geertz, Clifford. 1959. Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat Jawa. Terjemahahan oleh Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya.

Graaf, H. J. De. dan Pigeaud. 2003. Keraja an Islam Pertama di Jawa Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI. Jakarta: PT Temprint.

Graaf, H. J. De. 1987. Runtuhnya Istana Mataram Terjemahan oleh Hermanus Johannes. Jakarta: Temprint.

_______ 2002. Puncak Kekuasaan Mataram. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Helen, Pausacker. 2004. Presidents as Punakawan: Portrayal of National leaders as Clown-Servants in Central Javanese Wayang. Journal of Southeast Asian Studies. Vol.32.No.2.Hlm 213.

Hoed, Benny.H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu. Jogjakarta: Pusat Studi Kebudayaan UGM

Kali, Ampy. Diskursus Seksualitas Michel Foucault. Jogjakarta: Ledalero Anggota IKAPI.

Kamajaya. 1986. Serat Centhini Latin Jilid 1. Jogjakarta: Yayasan Centhini Yogyakarta

Kawuryan, Megandaru. 2006. Tata Pemerintahan Negara Kertagama Kraton Majapahit. Jakarta: Panji Pustaka.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka

Kuwato. 1990. Telaah Naskah Pakeliran Padat Lakon Palguna Palgunadi Susunan Bambang Murtiyoso DS. Surakarta: Laporan penelitian STSI

Lokamaya. 2003. Baghawad Gita. Terjemahan oleh Saut Pasaribu. Jogjakarta: Orchid.

Lubis, Yusuf Akhyar. 2014. Teori dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial Budaya Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.

Magnis Suseno, Frans. 1986. Kepribadian Jawa dan pembangunan Nasional. Yogjakarta: Gajahmada University Press.

_______1991. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafati tentang Kebijaksanaan Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mandali, Sondong. 2006. Bawarasa Kawruh Kejawen. Widijatmo Sontodipura (edt). Mbangun Tuwuh. Solo: Paguyuban Tridarmo Mangkunagaran.

Mangkunagara IV. 1981. Serat Kalimataya. Terjemahan oleh Laginem & Adi Triyono. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah

Margana, S. 2004. Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maryanto, Eko. 2009. Analisis Struktur Cerita Rekaan. Jakarta: FIB UI

Masinambow. 2001. Semiotik Mengkaji Tanda dalam Artifak. Jakarta: Balai Pustaka Moedjanto, G. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa Penerapannya oleh Raja-Raja Jawa.

Jogjakarta: Kanisius.

Moenta, Andi Pangerang. 2009. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Http://id.Wikisaurrce.org: 2 Juli 2014,jam 16.30.

Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau. Jakarta: Yayasan Obor.

Mulder, Niels. 2001. Ruang Batin Masyarakat Indonesia. Jogjakarta:KliS

Murtiyoso, Bambang. 1981. Garap Pakeliran Sekarang Pada Umumnya. Surakarta: ASKI

_______2007. Misteri Risang Arjuna Rahasia Jagat Wayang. Lango Vol 2. No. 6. lm.1-5.

Pitana, Titis Srimuda. 2008. Dekonstruksi Makna Simbolik Arsitektur Keraton Surakarta. Denpasar:Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

Probohardjono. 1961. P akem Wayang Purwa. Surakarta: Penerbitan Ratna

Qardhawi, Syekh M. Yusup. 1980. Halal dan Haram dalam Islam. Terjemahan oleh Mu’amal Hamidi. Jakarta: Bina Ilmu

Raffles, Thomas Stamford. 2014. The Histori of Java. Terjemahan oleh Eko Prasetyaningrum dkk. Jakarta: Narasi

Rahcman, Doni. 2008. Kajian Mitos Masyarakat Terhadap Foklor Ki Ageng Gribig. Malang: Universitas Negeri Malang.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya d an Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rendra. 2010. Sastra Gendhing. Macapat.web.id. Diakses, 20 Oktober 2014.

Ronggowarsito. 1992. Serat Paramayoga. Terjemahan oleh Kamajaya. Yogyakarta:Yayasan Centhini

_______1993. Serat Pustakaraja Purwa. Terjemahan oleh Kamajaya. Jogjakarta: Yayasan Mangadeg Surakarta dan Yayasan Centhini Yogyakarta

Sabdawara. 1997. Kempalan Balungan Lakon. Sukoharjo: Cendrawasih.

Sarkoro, Sarjono Darmo. 1997. Serat Wedhatama Yasan KGPAA. Mangkoenagoro IV. Surakarta: Pura Mangkunagaran.

Sayid. 1958. Bauwarna Kawruh Wayang. Solo : Widya Duta

Sedyawati, Edy (edt). 2009. Industri Budaya di Indonesia. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia.

Setiawan, Ebta. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) http KBBI. Web.Id, Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud (Pusat Bahasa), diakses 10 Nopember 2014

Soekmono. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius

Soekotjo, Padmo. 1982. Silsilah Wayang Mawa Carita Jilid III. Surabaya:PT Citrajaya.

_______1984. Silsilah Wayang Mawa Carita Jilid IV. Surabaya:PT Citrajaya

Soeratman, Darsiti. 2000. Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia

Soeratno, Gunowihardjo dan Sumarno, Poniran (ed). 1996. Pakem Ringgit Purwa Lampahan Parta Krama. Surakarta:SMKI

Soetarno, Wignyo, dan Nugroho, Sugeng (ed). 1996. Wahyu Pakem Makutharama. Surakarta: STSI Press

Soetarno. 1995. Wayang Kulit Jawa. Sukoharjo: Cendrawasih

_______ 1997. Reflektif Budaya Jawa dalam Pertunjukan Wayang Kulit.Surakarta

:

Laporan penelitian STSI Prize

_______ 2002. Pakeliran Pujo Sumarto, Nartosabdho dan Pakeliran Dekade 1996- 2001. Surakarta: STSI Press

Solichin. 2010. Wayang Masterpice Seni Budaya Indonesia. Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation.

_______2013. Gatra Wayang Indonesia. Jakarta: CV. Dedy Jaya.

Solikhin, Muhammad. 2008. Ajaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar. Jogjakarta: Narasi STSI

Subiyantoro, Slamet. 2011. Antropologi Seni Rupa Teori, Metode, & Contoh Telaah Analitis. Surakarta: UNSPress

Sudibyo. 1980. Babad Tanah Jawi. Alih aksara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku sastra Indoneisa dan Daerah

Sujiman, Panuti. 1992. Serba Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sukiyat. 1990. Yasan Dalem Sri Susuhunan Pakubuwana IV Wulangreh I. Klaten: Intan

Pariwara.

Sulistiono, Edy dan Prasta, Made. 2013. Berwisata ke Negeri Pewayangan. Surakarta: Laporan Penelitian Prodi Kajian Budaya UNS.

Sulistiono, Edy. 2014. Keresahan Para Seniman Surakarta Era Budaya Populer. Seminar Mata Kuliah Kajian Budaya Populer, di Prodi Kajian Budaya Pasca Sarjana UNS, 5 Juni 2014.

Sumaryono. 1999. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Sunarto. 2013. Leather Puppet In Javanese Ritual Ceremony. International Researc Journal. Vol IV. No 3 hlm 71.

Suratno. 1993. Telaah Perwatakan Sembilan Tokoh Wayang Dalam Serat Centhini Jilid 1. Surakarta: Laporan penelitian STSI 1993

Suratno. 2003. Studi tentang Lakon Wahyu dalam pakeliran Wayang Kulit Purwa di Surakarta Dalam satu Dekade terakhir. Surakarta: Laporan penelitian

Sutrisno, Slamet(edt.). 2009. Filsafat Wayang. Jakarta:Senawangi.

Suwandono (edt.). 1998. Ensiklopedi Wayang Purwa I. Jakarta: Proyek Pembinaan Kesenian Direktorat Pembinaan Kesenian Dit.Jen. Kebudayaan Dep. P & K.

Suwarno, Bambang. 1999. Wanda Wayang Kaitannya dengan Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Masa Kini. Yogyakarta: Program Pasca sarjana UGM

Suyamto. 1992. Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa. Semarang: Dahara Prize

Suyanto. 2003. Pakem Pedalangan. Kertas Sarasehan Pedalangan P DMN, tgl 2 Nopember 2003. Surakarta: Pura Mangkunagaran.

Vreede-de, Cora Stuers. 2008. Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian. Edisi terjemahan: Elvira Rosa, Paramita ayuningtyas, Dwi Istiani). Jakarta: Komunitas Bambu.

Wahid, Abdurrahman. 1999. Membangun Demokrasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wahyudi, Aris. 2012. Lakon Dewa Ruci Cara Menjadi Jawa. Yogjakarta: PT Bagaskara.

Widyasari, Novika. 2010. Nilai Budaya Lakon Joko Kembang Kuning dalam Wayang Beber Pacitan. Surakarta: Tesis Kajian Budaya Pasca Sarjana UNS

Yunus, Ahmad. 2013. P anduan Penulisan Tesis. Surakarta: Program Pasca Sarjana UNS

Yusuf Lubis, Akhyar. 2014. Teori dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial Budaya Kontemporer. Jakarta. PT Raja Hrafindo Persada.

_______ 2014. Postmodernisme Teori dan Metode. Jakarta: Rajawali Pers Yuwono, Basuki Teguh. 2012. Keris Indonesia. Jakarta: Citra Sains LPKBN

Zoetmulder. 1983. Kalanggwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan Anggota IKAPI

NARA SUMBER K.P. Winarno Kusuma

Lahir pada tanggal 11 Pebruari 1949 di Surakarta, beralamat di Perumahan Ngringo Palur Karanganyar. Tahun 1972 sambil bekerja di Dinas Peternakan Surakarta, mulai mengabdi di Keraton Surakarta. Baru setelah pensiun pada tahun 2000, sepenuhnya waktunya di fokuskan untuk mengabdi di Keraton Surakarta sebagai Wakil Pengageng Sasanawilapa (keadministrasian) Keraton Surakarta. Tugas budaya yang lain sekarang ini Kanjeng Winarno begitu biasa dipanggil sebagai juru bicara dan narasumber berkaitan dengan kabudayan Jawi Keraton Surakarta, termasuk pengasuh tetap acara Kawruh Budaya di RRI Surakarta setiap Selasa malam Rabu, dan pengajar Bahasa Daerah di SMAN 1 Surakarta di Margayudan Surakarta. Wawancara 1 Desember 2014

M.Dm. Hali Jarwo Soelarso.

Lahir tanggal 5 Januari 1951 di Sukoharjo, bertempat tinggal di Praon, Nusukan, Surakarta. Sejak tahun 1980 mengabdi di Pura Mangkunagaran sebagai abdi dalem dalang sambil membantu mengajar guru pedalangan senior Ki Ngabehi Wignyo Sarono di Pasinaon Dalang Mangkunagaran (PDMN). Tahun 1981 ditugasi oleh Sri Paduka MN IX menjadi peniti (abdi dalem yang bertugas memelihara dan mengoprasikan wayang saat pentas) wayang pusaka Kyai Sebet Pura Mangkunagaran. Sekarang menjadi guru senior di PDMN dan nara sumber Jurusan Pedalangan Akademi Seni Mangkunagaran (ASGA) Surakarta. Wawancara 24 Oktober 2014

R.Ng. Sunarno Dutadiprojo, Spd.

Lahir pada tanggal 11 April 1958 di Klaten, tinggal di Semanggi Pasar Kliwon Surakarta. Sambil bekerja sebagai guru Pedalangan di SMKN 8 Surakarta, sejak tahun 1996 di serahi tugas oleh PB XII sebagai guru Pedalangan di Pawiyatan Pedalangan ing Surakarta (PADASUKA), setelah guru senior Ki Redi Suta mangkat. Sekarang di sela-sela tugasnya di SMK 8 dan keraton Ki Sunarno aktif sebagai narasumber berkaitan dengan Pedalangan gaya keraton Surakarta. Wawancara 24 Oktober 2014.

Dalam dokumen TESIS edy silistiono (Halaman 116-125)

Dokumen terkait