• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Dampak Kebijakan Pemerintah

Dalam dokumen Pada industri kimia Di Kabupaten Bogor (Halaman 128-135)

memaksimumkan fungsi utilitas adalah sebagai berikut:

VII. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI GULA

4.13. Simulasi Dampak Kebijakan Pemerintah

Simulasi model dapat berdampak positif maupun negatif atau tidak memberikan dampak sama sekali terhadap masing-masing peubah endogen. Simulasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah simulasi kebijakan perdagangan yang diuraikan sebagai berikut.

7.2.1.Simulasi Penurunan Tarif Impor

Kebijakan perdagangan mengharuskan semua negara yang tergabung ke dalam World Trade Organization (WTO) mengurangi proteksi secara bertahap. Bagi negara yang tergabung dalam kerjasama regional AFTA, termasuk Indonesia, mulai tahun 1997 dapat dikenakan pada produk pertanian secara bertahap diturunkan menjadi lima persen pada tahun 2003, serta penghapusan tarif pada tahun 2008.

Gula merupakan salah satu produk yang termasuk dalam daftar Sensitive List dalam skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) dimana dikecualikan dalam penurunan tarif sampai batas waktu yang lebih lama yaitu tahun 2010. Tarif impor yang selama ini diterapkan pada gula dan gula rafinasi baik tarif ad volarem dan tarif spesifik, sampai pada tahun 2002 besarnya sama, namun mulai tahun 2003 beban tarif antara kedua jenis gula ini berbeda karena diberlakukannya tarif spesifik yang diterapkan sebagai pajak atau beban tetap tiap unit barang yang diimpor. Namun perbedaannya tidak terlalu jauh sehingga pada penelitian ini jumlah penurunannya tidak dibedakan dan berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional di atas dilakukan penurunan tarif sebanyak 20 persen dari tarif yang ada sekarang.

Tabel 20. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Penurunan Tarif Impor 20 Persen Perubahan No Peubah Endogen Nilai

Dasar

Nilai Simulasi

Kebijakan Unit % 1 Luas areal tebu (AREA) 363.30 363.20 -0.100 -0.028 2 Produktivitas tebu (YI) 70.10 70.11 0.008 0.012 3 Produksi tebu (PROD) 25534.00 25533.40 -0.600 -0.002 4 Produksi gula (PRODG) 1963.30 1963.30 0.000 0.000 5 Total permintaan gula (DG) 3629.50 3630.10 0.600 0.017 6 Total penawaran gula (SG) 3309.10 3624.40 315.300 8.699 7 Impor gula (IM) 921.00 963.20 42.200 4.381 8 Impor gula rafinasi (IMR) 424.80 698.00 273.200 39.140 9 Impor gula total (IMT) 1345.80 1661.20 315.400 18.986 10 Permintaan gula rumahtangga

(DGRT) 2802.70 2803.40 0.700 0.025

11 Permintaan gula industri (DGI) 416.50 416.20 -0.300 -0.072 12 Permintaan gula rafinasi industri

(DGIR) 410.40 410.50 0.100 0.024 13 Harga gula eceran (HECR) 3549.80 3547.60 -2.200 -0.062

Kebijakan penurunan tarif impor 20 persen, menunjukkan bahwa penurunan tarif impor gula dan gula rafinasi sebanyak 20 persen akan meningkatkan volume impor gula secara keseluruhan, dengan volume impor gula sebesar 4.38 persen untuk gula, dan 39.14 persen untuk gula rafinasi. Perbedaan ini diakibatkan bahwa kebutuhan gula rafinasi oleh industri merupakan suatu keharusan dan besarnya tarif sangat mempengaruhi kelangsungan industrinya, sehingga menurunnya tarif impor akan meningkatkan jumlah impor gula rafinasi. Akibatnya penawaran gula domestik pun meningkat sebanyak 8.70 persen, sehingga harga gula eceran mengalami penurunan sebesar 0.06 persen.

Kenaikan impor gula dan gula rafinasi berdampak pada peningkatan penawaran gula untuk konsumsi langsung dan bahan baku gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman. Dengan adanya peningkatan penawaran bahan baku gula rafinasi diharapkan menjadi insentif bagi industri makanan dan

minuman untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan penawaran ini juga mengakibatkan konsumsi rumahtangga meningkat. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya perembesan gula rafinasi ke pasar retail/rumahtangga. Kebijakan ini mendukung kebijakan pemerintah dalam program peningkatan kesehatan masyarakat karena gula merupakan pemanis yang aman bagi kesehatan dibandingkan pemanis buatan, namun jika tidak ada upaya peningkatan produksi dan produktivitas maka kebijakan ini tidak sempurna, hanya memberikan pemasukan pajak saja bagi pemerintah. Hendaknya dibarengi dengan kebijakan lain untuk meningkatkan produksi dan produktivitas gula.

7.2.2.Simulasi Depresiasi Rupiah

Depresiasi nilai tukar pada saat krisis moneter mencapai lebih dari 100 persen, namun sesuai tahun dasar simulasi yaitu tahun 1999-2007, kondisi perekonomian Indonesia relatif stabil. Perubahan nilai tukar selama periode tersebut hanya berkisar 4-10 persen per tahun. Namun dalam penelitian ini hendak dilihat bagaimana pengaruh kinerja perdagangan gula apabila terjadi depresiasi rupiah sebesar 20 persen.

Depresiasi rupiah akan berdampak pada impor gula secara total. Ternyata melemahnya nilai tukar ini dapat menurunkan impor gula secara keseluruhan. Impor gula rafinasi mengalami sedikit penurunan sebanyak 4.89 persen dibandingkan impor gula sebanyak 43.68 persen. Hal ini karena gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan dan minuman sebagian besar dipenuhi melalui impor, sehingga dampak nilai tukar tidak terlalu besar.

Sebagai salah satu input produksi, berkurangnya jumlah impor berpengaruh pula terhadap permintaan gula oleh industri makanan dan minuman, yang nantinya berimbas pada penurunan produksi. Apalagi depresiasi nilai tukar dianggap mengindikasikan ketidakstabilan suatu negara. Berbeda dengan permintaan gula oleh rumahtangga yang tidak mengalami penurunan, disebabkan adanya peningkatan penggunaan bahan baku gula domestik, dimana keadaan ini kondusif bagi petani/produsen meningkatkan produktivitas dan produksinya sehingga penawaran gula bisa diimbangi oleh produksi domestik yang meningkat serta mengakibatkan harga gula eceran pun menurun sebesar 0.014 persen.

Tabel 21. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Depresiasi Rupiah 20 Persen Perubahan No Peubah Endogen Nilai

Dasar

Nilai Simulasi

Kebijakan Unit % 1 Luas areal tebu (AREA) 363.30 363.20 -0.100 -0.028 2 Produktivitas tebu (YI) 70.10 107.50 37.400 34.791 3 Produksi tebu (PROD) 25534.00 39073.30 13539.300 34.651 4 Produksi gula (PRODG) 1963.30 2996.70 1033.400 34.485 5 Total permintaan gula (DG) 3629.50 3630.80 1.300 0.036 6 Total penawaran gula (SG) 3309.10 4042.70 733.600 18.146 7 Impor gula (IM) 921.00 641.00 -280.000 -43.682 8 Impor gula rafinasi (IMR) 424.80 405.00 -19.800 -4.889 9 Impor gula total (IMT) 1345.80 1046.00 -299.800 -28.662 10 Permintaan gula rumahtangga

(DGRT) 2802.70 2804.30 1.600 0.057 11 Permintaan gula industri (DGI) 416.50 415.90 -0.600 -0.144

12 Permintaan gula rafinasi

industri (DGIR) 410.40 410.05 -0.350 -0.085 13 Harga gula eceran (HECR) 3549.80 3544.70 -5.100 -0.144

Akibat lebih lanjut dari penurunan impor oleh industri makanan dan minuman yang menggunakan gula rafinasi adalah penurunan produksi makanan dan minuman olahan, karena sebagian besar bahan bakunya berasal dari impor. Hal ini menyebabkan pentingnya memiliki pabrik industri gula rafinasi, karena itu dalam memperoleh bahan baku gula banyak memperoleh kemudahan impor

serta untuk investasi baru dalam industri gula rafinasi pemerintah menerapkan kebijakan bea masuk 5 persen selama dua tahun pertama yang diatur dalam SK Menteri Keuangan No.135/KMK.05/2000.

7.2.3.Simulasi Penurunan Suku Bunga Bank

Suku bunga bank menunjukkan input bagi usaha yang menggunakan jasa bank untuk mendapatkan modal tergantung pada suku bunga bank. Idealnya suku bunga yang diterapkan oleh pemerintah serendah mungkin agar dapat merangsang tumbuhnya usaha. Namun kenyataan yang terjadi, tingkat suku bunga bank selalu meningkat. Untuk melihat bagaimana pengaruh tingkat suku bank tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan simulasi penurunan suku bunga bank 10 persen dengan tujuan untuk melihat pengaruh pada kondisi dimana suku bunga umum diberlakukan pada dunia usaha.

Perubahan tingkat suku bank berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan perluasan areal tebu, dan berdampak pada peningkatan produksi gula sebesar 3.03 persen sehingga penawaran gula domestik meningkat sebesar 1.58 persen. Peningkatan penawaran domestik ini mengurangi impor gula secara keseluruhan sebesar 0.89 persen. Pada dunia usaha, khususnya industri makanan dan minuman yang berskala besar dan sedang tidak terlepas dari kredit bank, penurunan suku bunga berarti menurunkan biaya produksi sehingga jumlah yang ditawarkan produsen meningkat akibat meningkatnya permintaan gula rafinasi oleh industri makanan dan minuman yaitu sebesar 0.002 persen. Peningkatan permintaan rumahtangga juga meningkat sebesar 0,004 persen. Besarnya persentase peningkatan permintaan lebih rendah dibandingkan peningkatan

penawaran mengakibatkan penawaran lebih banyak mengakibatkan harga gula eceran mengalami penurunan.

Tabel 22. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Penurunan Suku Bunga 10 Persen Perubahan No Peubah Endogen Nilai

Dasar

Nilai Simulasi

Kebijakan Unit % 1 Luas areal tebu (AREA) 363.30 363.31 0.010 0.003 2 Produktivitas tebu (YI) 70.10 72.32 2.218 3.068 3 Produksi tebu (PROD) 25534.00 26337.10 803.100 3.049 4 Produksi gula (PRODG) 1963.30 2024.60 61.300 3.028 5 Total permintaan gula (DG) 3629.50 3629.60 0.100 0.003 6 Total penawaran gula (SG) 3309.10 3362.30 53.200 1.582 7 Impor gula (IM) 921.00 912.80 -8.200 -0.898 8 Impor gula rafinasi (IMR) 424.80 424.90 0.100 0.024 9 Impor gula total (IMT) 1345.80 1337.70 -8.100 -0.606 10 Permintaan gula rumahtangga

(DGRT) 2802.70 2802.80 0.100 0.004

11 Permintaan gula industri (DGI) 416.50 416.40 -0.100 -0.024 12 Permintaan gula rafinasi industri

(DGIR) 410.40 410.41 0.010 0.002

13 Harga gula eceran (HECR) 3549.80 3549.40 -0.400 -0.011 Kebijakan tingkat suku bunga bank ini lebih berdampak pada sektor produksi dan konsumsi dalam negeri. Di sisi penawaran, mengakibatkan peningkatan produksi domestik, dan sisi permintaan kondisi ini menyebabkan harga gula eceran menurun akibatnya konsumsi meningkat pula. Selain itu peningkatan permintaan gula rafinasi industri makanan dan minuman memberikan manfaat bagi konsumen memperoleh pangan berkualitas.

7.2.4.Dampak Kombinasi Kebijakan Pemerintah

Dalam sehari-hari, masing-masing kebijakan tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi secara bersama-sama akan bekerja mempengaruhi pasar. Dampak kombinasi beberapa kebijakan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 23. Dampak

kombinasi kebijakan pemerintah (penurunan tarif impor 20 persen, depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 20 persen, penurunan suku bunga bank sebanyak 10 persen) terhadap reragaan industri gula menunjukkan bahwa dampak peningkatan impor akibat penurunan tarif dapat diimbangi oleh pengaruh depresiasi rupiah terhadap dolar, sehingga besarnya volume impor dapat ditekan. Kombinasi kebijakan ini juga berdampak pada industri gula domestik yaitu peningkatan produktivitas dan produksi gula sehingga total penawaran domestik meningkat sebesar 6.60 persen. Peningkatan jumlah penawaran gula ini mengakibatkan penurunan harga eceran, sehingga meningkatkan jumlah permintaan.

Tabel 23. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Penurunan Tarif Impor 20 Persen, Depresiasi Rupiah 20 Persen dan Penurunan Suku Bunga Bank 10 Persen

Perubahan No Peubah Endogen Nilai

Dasar

Nilai Simulasi

Kebijakan Unit % 1 Luas areal tebu (AREA) 363.30 363.20 -0.100 -0.028 2 Produktivitas tebu (YI) 70.10 74.32 4.218 5.676 3 Produksi tebu (PROD) 25534.00 27059.60 1525.600 5.638 4 Produksi gula (PRODG) 1963.30 2079.80 116.500 5.602 5 Total permintaan gula (DG) 3629.50 3629.90 0.400 0.011 6 Total penawaran gula (SG) 3309.10 3542.80 233.700 6.596 7 Impor gula (IM) 921.00 1027.80 106.800 10.391 8 Impor gula rafinasi (IMR) 424.80 435.20 10.400 2.390 9 Impor gula total (IMT) 1345.80 1463.10 117.300 8.017 10 Permintaan gula rumahtangga

(DGRT) 2802.70 2803.20 0.500 0.018 11 Permintaan gula industri (DGI) 416.50 416.30 -0.200 -0.048

12 Permintaan gula rafinasi industri

(DGIR) 410.40 410.50 0.100 0.024

13 Harga gula eceran (HECR) 3549.80 3548.20 -1.600 -0.045

Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa kenaikan impor akibat penurunan tarif impor, dapat diantisipasi dengan melakukan kebijakan penurunan suku bunga dan depresiasi rupiah secara bersamaan. Hal ini merupakan keuntungan bagi

pabrik gula dan pabrik gula rafinasi domestik untuk meningkatkan produksinya dalam memenuhi permintaan gula rumahtangga dan industri. Peningkatan produksi domestik diharapkan mampu mengimbangi permintaan yang meningkat sehingga tidak tergantung impor.

Dalam dokumen Pada industri kimia Di Kabupaten Bogor (Halaman 128-135)

Dokumen terkait