• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI PENGARANG

B. Sinopsis

Umang-umang atawa orkes madun II karya Arifin ini adalah naskah kedua dari caturlogi4 orkes madun. Bercerita tentang kemelaratan dan proses menuju kesejahteraan. Waska seorang tokoh utama sekaligus sutradara dalam lakon ini adalah lelaki tua yang mempunyai rencana spektakuler, yaitu merampok semesta. Waska adalah seorang bekas kelasi yang sudah cukup tua. Ia dimitoskan oleh kawanan-kawanannya sebagai pemimpin terhormat, kuat, dan tidak boleh mati demi mencapai cita-cita mereka yaitu kehidupan yang layak. Karena kemiskinan di desa, membuat mereka lari ke kota. Tetapi di kota, mereka tidak menjadi kaya. Mereka tetap miskin, dan kemiskinan inilah yang memojokan mereka untuk melakukan kejahatan-kejahatan.

Bersama dengan anak buahnya, ia siap merampok semesta. Tak ada tempat yang ramah bagi kemelaratan, tidak di desa, tidak juga di kota. Maka, kemelaratan menampilkan dirinya dalam bentuk kejahatan. Kejahatan inilah yang menyemangati Waska akan keberadaanya di dunia.

Mulanya, waska adalah seorang humanis, humoris, dan bisa menertawakan dirinya sendiri. Sayangnya nasib buruk selalu membuntutinya. Waska berada di lembah kemiskinan yang menyeretnya jadi pemimpin gerombolan penjahat dan dipuja nyaris seperti nabi. Dia dilukiskan begitu dekat dengan Sang Nabi tapi juga dekat dengan Dajjal. Waska yang dikenal

4

Empat naskah dramatik Arifin C. Noer: Madekur Tarkeni, Umang-umang, Sandek

oleh kroni-kroninya sebagai sosok yang kuat, tiba-tiba berubah lemah akibat sebuah penyakit aneh yang diderita dan tidak tahu apa sebabnya.

Waska yang sakit-sakitan kiranya tidak dapat menjalankan misinya untuk merampok semesta, datanglah Bigayah, pelacur tua yang ingin menikahi Waska, yang mencintai Waska dengan sepenuh hatinya. Tetapi sayang sekali, Bigayah ditolak mentah-mentah oleh Waska lantaran Ia tak ingin menikah. Karena yang ia lakukan hanyalah kejahatan, dan menikah bukanlah soal kejahatan.

Setengah abad lebih Waska menunggu saat yang tepat untuk melaksanakan rencana besarnya. Dia menggagas penjarahan semesta yang mengerahkan seluruh penjahat dan menjarah seluruh kota. Di tengah sakit yang parah dia mengomandoi penjarahan itu tanpa bisa dihalang-halangi oleh peringatan tokoh Jonathan, sahabat senimannya.

Ranggong dan Borok yang merupakan tangan kanan kesayangan Waska, kemudian mencari penawar. Dadar bayi. Ya, dadar bayi adalah penawar yang dianjurkan dukun untuk menyembuhkan penyakit Waska. Setelah mendapat beberapa lahat bayi, dengan susah payah mereka menyuruh dukun untuk membuatkannya—dengan negosiasi harga tentunya. Berkat ramuan itu, Waska dapat hidup kembali. Ranggong dan Borok pun ikut makan dadar bayi tersebut.

Di luar dugaan, khasiat jamu tersebut membuat waska dan kawan-kawannya hidup abadi sepanjang lebih dari lima generasi manusia. Mereka pun jatuh bosan karena mereka tidak juga mati, apalagi mereka hanya dalam keadaan serba “diam” sedangkan yang lain, senantiasa “bergerak”. Jamu yang mereka minum ternyata tidak ada penawarnya. Mereka melakukan segala cara untuk mengakhiri hidup mereka. Tapi sayang, semua cara yang dilakukan hanyalah sia-sia. Mereka tetap hidup dan bernapas seperti layaknya orang hidup. Mereka ditinggalkan generasinya, ditinggalkan oleh kaki-kaki yang melangkah maju-mundur, ditinggalkan oleh musim yang terus berulang. Sampai pada akhirnya, mereka hanya diam menggantung kakinya di pinggiran

laut sambil memancing, karena memikirkan untuk menceburkan diri ke laut pun tak ada guna.

Mereka membutuhkan mati seperti halnya makhluk hidup yang pernah mereka temui. Mereka merasa bahwa mati merupakan ketenangan jiwa. Ketika kita mati, artinya beban hidup yang mengelilingi kita tidak akan berani datang kembali.

C. Tentang Caturlogi Orkes Madun dan arti kata Umang-umang

Orkes madun adalah sebuah lakon panjang yang merupakan nyanyian kemiskinan abad XX, kemiskinan badan dan kemiskinan jiwa, kemiskinan ekonomis dan kemiskinan metafisis. Tokoh-tokoh dalam lakon ini terdiri dari Rombongan Para Nabi dan Para Badut yang dikepalai Semar. Kedua rombongan berkenalana dari abad ke abad menghibur manusia dari lakon deritanya. Para Nabi dengan nyanyian-nyanyian, Para Badut dengan pertunjukan-pertunjukan sandiwara. Semuanya dibalut dengan semangat gembira, jenaka, dan cendikia.5

Keempat teks dramatik caturlogi drama orkes madun dapat dikategorikan sebagai teks radikal, dengan berbagai ciri atau kekhasan, dan penyimpangan, baik bentuk maupun isinya, termasuk juga cirinya sebagai drama tragik-komedi. Jadi, bukan radikal dalam pengertian sosial dan politik yang berkonotasi negatif karena ekstrem dan anarkis.

Umang-umang ini adalah salah satu karya Arifin yang memiliki arti Semantik, kata umang-umang adalah binatang laut jenis ketam atau siput kecil yang lemah. Hidup di lumpur di tepi pantai, atau numpang bersarang di bekas sarang binatang lain yang tidak lagi digunakan. Dalam kondisi dan posisinya yang kecil lagi lemah, umang-umang dikejar-kejar binatang lainnya yang lebih besar untuk menjadi atau dijadikan makanan atau mangsanya. Pengunaan kata

Umang-umang ini, menurut keterangan Arifin C Noer mengingatkan ketika dia berada di pantai laut jawa di daerah Cirebon, asal kelahiran Arifin C Noer,

5

Dokumentasi sastra H.B. Jassin,Umang-umang: kesadaran ACN. (Jakarta: Pelita, 1976),

dia melihat binatang laut umang-umang yang kecil dikejar-kejar binatang laut lainnya yang lebih besar untuk dijadikan mangsanya. Serial kedua lakon Orkes Madun II ini melukiskan manusia lemah yang dikejar-kejar manusia kuat untuk dijadikan mangsanya. Maka, tokoh Waska yang ini berkeinginan menjadi kuat untuk membalaskan dendam kesumatnya kepada para pengejar makhluk-makhluk kecil untuk dijadikan mangsanya. Oleh karena itu, Waska ingin menjadi kuat agar dapat melampiaskan dendamnya untuk membalas dengan cara menodong penodong, merampas perampas, dan merampok perampok.

Menurut KBBI, arti kedua umang-umang adalah orang yang suka berpakaian bagus, tapi bukan kepunyaannya sendiri, secara metaforis dapat dimaknai sebagai orang yang suka menggunakan atau memanfaatkan hal-hal atau kekuasaan yang bagus, besar, tetapi itu bukan milik/haknya sendiri tentu tidak pas, mungkin bahkan kedodoran.

42

Pada bab iv ini peneliti akan melakukan analisis, mulai dari unsur intrinsik, ekstrinsik, serta pengajaran drama di sekolah.

A. Unsur Intrinsik Naskah Drama Umang-umang atawa Orkes Madun II

Karya Arifin C. Noer.

1. Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang berhubungan dengan premis drama sekaligus berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah naskah dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya.1 Naskah drama

Umang-umang atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer bertemakan kemiskinan dan cara menanggulangi kemiskinan itu sendiri.

Waska : Aku pernah memilih, tapi aku ditolak, selalu ditolak. Kemiskinan telah menodongku, kelaparan telah menodongku, dan aku tak rela dicincang oleh kemiskinan dan kelaparan, maka kutodongkan kekayaan”.2

Melalui judul yang sangat sederhana ini, umang-umang memiliki makna yang sangat dalam. Umang-umang atau yang kita kenal sebagai kelomang adalah binatang laut jenis ketam atau siput kecil yang lemah. Hidup di lumpur di tepi pantai, atau numpang bersarang di bekas sarang binatang lain yang tidak lagi digunakan.Umang-umang yang dipimpin oleh Waska adalah kumpulan orang terbuang atau orang miskin yang numpang secara paksa pada harta orang lain, yaitu dengan cara merampok, menodong, dan sebagainya. Kumpulan orang-orang terbuang ini memiliki cara menanggulangi kemiskinannya.

Waska : Ranggong, sejak muda saya memimpikan memimpin suatu operasi besar secara simultan.

1

Herman, Op,cit., h. 24

2

Seluruh penjuru kota kita serang, kita rampok habis-habisan. Paling sedikit 130 bank yang ada, 400 pabrik, 2000 perusahaan menengah dan kecil dan ribuan toko-toko dan warung-warung yang ada di kota ini, akan kita gedor secara serempak. Mendadak. Pasti. Pasti menetas impian tua saya ini. Jumlah kita, anak-anak lapar dan dahaga sudah menjadi rongga mulut raksasa yang juga akan mengancam keheningan langit. Kehadiran kita yang bersama ini akan menggetarkan para nabi dan malaikat.3

Dialog di atas adalah rencana Waska merampok secara simultan untuk menanggulangi kemiskinan kelompoknya. Merugikan orang lain dan memiliki apa yang bukan miliknya. Hal ini sama seperti umang-umang dalam kehidupan, ia merampok sarang yang lebih baik dan lebih bagus untuk kelangsungan hidupnya. Ia rela membunuh sang empunya sarang untuk tempat tinggalnya kelak.

Kemiskinan dengan berbagai jenisnya, merupakan tema sentral caturlogi naskah drama Orkes Madun. Selain kemiskinan ekonomi, kemiskinan jiwa, moral, dan kemiskinan metafisis juga disajikan dengan jelas oleh Arifin dalam naskah lakon ini.

Waska : Kami bertiga berdiri bagaikan trisula yang berkarat yang digenggam bermilyar tangan lapar dan dahaga, lapar badan, dan lapar jiwa.4

Debleng : Betapapun hina dinanya orang yang ada dalam kubur ini, Tuhan, namun terimalah dia. Barangkali ia hanyalah serbuk kayu, barangkali ia hanyalah arang, barangkali ia hanyalah daki, barangkali ia hanyalah karat pada besi tua, namun tak bisa dipungkiri ia adalah milikMu, makhlukMu, maka terimalah ia kembali dalam rahasiaMu. Kejahatan yang dilakukan orang dalam kubur ini betul-betul kelewatan, Tuhan. Ia telah menghina dirinya habis-habisan. Sekali lagi, Tuhan, terimalah ia karena Engkau pun tahu kami tak bisa menyimpannya. Amin...5 3 Arifin, Op,cit., h. 5 4 Ibid, h. 70 5 Ibid, h. 4

Dialog di atas menampilkan bahwa kejahatan memang tidak layak diterima, akan tetapi, jiwa makhluk tersebut memiliki Tuhan dan harus mempertanggung jawabkannya kelak di alam lain.

Waska dan komplotannya berjuang memberantas kemiskinan untuk kesejahteraan dengan cara apapun. Waska berkeinginan untuk jangan pernah menutupi kejahatan-kejahatan yang terjadi di sekitar kita. Apabila hanya kebaikan saja yang ditampilkan, mana bisa hal itu disebut kebaikan. Seringnya kita tidak menyadari bahwa hal-hal yang ada di sekitar kita hanya menutupi kejahatan saja, bukan memperbaikinya. Di sini, Arifin secara terang-terangan mengungkapkan kejahatan yang pada hakikatnya adalah sisi lain dari diri kita sendiri. Manusia memiliki dua sisi, yang satu sifat baik, dan yang satu lagi bisa dikatakan sifat kejam atau tidak memiliki rasa belas kasih. Maka, jika kita menginginkan sesuatu, janganlah pernah untuk berpura-pura baik atau membohongi diri sendiri untuk kelihatan baik di mata orang lain. Arifin mengajarkan untuk bersikap biasa, jika kejahatan yang akan engkau lakukan, maka bertindaklah seperti orang jahat. Tampilkanlah kebaikanmu, maka kau akan dilindungi Tuhanmu, dan jangan malu menampilkan kejahatanmu jika memang itu perlu.

Arifin menampilkan kejahatan karena tokoh-tokoh yang berperan memiliki profesi yang dinilai buruk oleh masyarakat. Itu semua bukan keinginan mereka semata, keadaanlah yang membuat mereka seperti itu.

Koor : Kemiskinan telah menghalau kami ke kota yang penuh kemiskinan ini. Kemiskinan telah mengajar mencuri, mencopet, menjambret, menodong, menggarong. Desa telah mengusir kami. Kota telah mengusir kami. Apakah langit juga akan mengusir kami?6

Kemiskinan memang telah menggerogoti kelompok ini, cara menanggulanginya tidak dengan berdiam diri dan pasrah terhadap nasib. Mereka menerobos segala yang berbau konvensional. Mereka merampok

6

semesta untuk menanggulangi kemiskinan yang menyelimuti mereka. Keadaan tidak akan memberimu kesempatan jika yang kau lakukan hanya berdiam diri.

Itulah tema dalam drama, segala yang berbau tentang memberantas kemiskinan terjadi dalam lakon naskah ini. Selanjutnya, peneliti akan mendeskripsikan tentang tokoh sekaligus penokohannya dalam naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II ini.

2. Tokoh dan Penokohan

“Tokoh dalam fiksi adalah manusia yang diciptakan atau direka oleh pengarang”.7

Sebagai manusia yang memiliki masalah serta problema kehidupan, tokoh yang dihadirkan pun berperan dalam menciptakan konflik serta alur bagi kehidupannya. Tokoh-tokoh yang berperan dalam naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer ini, yaitu Waska, Borok, Ranggong, Bigayah, Debleng, Gustav, Japar, Buang, Nabi-nabi, Embah, Embah Putri, Seniman/Jonathan, Tukang Jamu, Tukang Sekoteng, Tukang Kue, Tukang pijat, Anak kecil, Juru kunci, Anaknya, Engkos, Dajjal, Dan lain-lain.

Apabila diklasifikasikan dalam kategori penokohan seperti pada analisis sastra, naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer memiliki tiga kategori. Pertama tokoh sentral-antagonis, meliputi: Waska, Borok, dan Ranggong. Kedua, tokoh sentral-protagonis, yaitu Semar, Seniman/Jonatan. Ketiga, tokoh pendukung, yaitu Bigayah dan juga tokoh-tokoh pembantu seperti Debleng, Buang, Gustav, Embah, Embah Putri, Anak, Tukang Jamu, Tukang Sekoteng, Tukang Kue, satu, Tukang pijat, Anak kecil, Juru kunci, Anaknya, Dajjal, Engkos, dan Japar. Berikut ini analisis ketiga jenis penokohan tersebut.

a. Tokoh Sentral-Antagonis

Waska, Borok, dan Ranggong adalah tokoh sentral-antagonis, dari ketiganya, Waska adalah yang mendalangi setiap adegan dalam cerita. Waska adalah pemimpin kelompok serta biang keladi pertikaian dalam

7

naskah lakon ini. Borok dan Ranggong adalah tokoh yang berkaitan penting dengan Waska.

Waska adalah seorang pemimpin komplotan yang disegani anak buahnya.

Nabi : Kenapa Waska?

Gustav : Waska, pemimpin besar kami, pemimpin umat manusia, sedang menderita sakit. Bahkan pada detik-detik ini ia sedang dalam keadaan inkoma, sakaratulmaut.

Nabi : Kalian kelewatan, betul-betul kelewatan. Tuhan, ampunilah mereka karena mereka menangisi waska.

Debleng : Ya, kami menangisi Waska. Nabi : Waska, kalian tangisi? Nggak masuk akal, nggak masuk akal. Waska? Orang macam itu?

Gustav : Orang katamu? Dia lebih dari orang.

Ranggong : Orang katamu? Dia raja. Dia pembesar. Dia pembela. Dia penghibur. Dia juga adalah sebuah kendi air di suatu jalan lenggang di suatu desa yang tandus. Dan Tuhan pun tahu tangi kami adalah ucapan spontan terima kasih kami.8

Begitulah pendapat mereka tentang Waska, seorang pemimpin komplotan yang ditakuti, dikagumi, dan semua orang patuh padanya. Mereka sangat patuh, hal ini terlihat pada dialog ketika berikut ini.

Waska : Ranggong!

Ranggong : Ranggong di sini, Waska, di becak nomor tiga belas.

Waska : Borok!

Borok : Gua di kuburan cina, Waska. Waska : Japar!

Japar : Aku dalam bus kota, orang tua!9

Meskipun Waska dihormati, dikagumi, dan dipatuhi, ia tetap tidak ingin disembah layaknya Tuhan. Waska juga makhluk Tuhan, hanya saja kedudukannya di hadapan anak buahnya dianggap dewa.

8

Arifin, Op,cit., h. 10

9

Waska : Engkos!

Engkos : Engkos tadi sudah diludahi, Waska. Waska : Keluar sebentar, bajingan. Ke sini!

ENGKOS MENDEKATI WASKA DENGAN

LANGKAHNYA JONGKOK ALA KRATON JAWA ATAWA SUNDA. DAN MELIHAT INI BUKAN MAIN MENYALA AMARAH WASKA.10

Waska sangat tidak suka kepada orang yang merendahkan dirinya di hadapan orang lain, sekalipun di hadapannya. Sebagai pemimpin, Waska juga mengajarkan kebaikan pada anak buahnya. Ia betul-betul seorang pemimpin yang bijaksana dan dapat menghargai waktu.

Engkos : Waska, kita sudah tujuh jam mengintip nonstop. Bagaimana seterusnya? Waska : Betul-betul anjing kurapan budak setan. Nggak sabaran. mana bisa dia menjadi penjahat besar tanpa memiliki ketahanan menghadapi waktu.11

Waska memiliki prinsip seorang pemimpin, seorang penyabar, seorang yang pernah berlayar mengarungi waktu. Ia menginginkan anak buahnya menghargai setiap detik waktu yang berjalan dan tetap mengawasi keadaan di sekitarnya tanpa rasa bosan. Seperti ia juga yang seorang bekas kelasi, berlayar penuh kesabaran dan tawakal.

Jonathan : Kamu kehilangan sesuatu tapi kamu tidak menyadarinya, Waska. Cobalah sebentar kennangkan semuanya secara utuh. Berlakulah adil, timbanglah satu demi satu dari seluruh yang kau miliki.

Waska : Janganlah mencoba mengorek-ngorek masa lampauku. Sentimental! Dan lagi apakah kamu kira ketika aku menjadi kelasi lantaran didorong oleh romantik keremajaan keluarga ningrat? Seperti romantik semangat kesenianmu yang penuh skandal itu?12

10 Ibid 11 Ibid, h. 2 12 Ibid, h. 49

Sekalipun waska orang yang ditakuti, ia juga punya kelemahan atau rasa takut terhadap sesuatu. Hal yang ia takuti adalah Bigayah, perempuan yang mencintainya habis-habisan.

Bigayah : Waska! Waska!

Waska : Pasti suara itu. Aku mendengar suara itu. Aku tidak pernah merasa takut kecuali setiap hari mendengar suara itu. suara itu seperti suara mendiang ibuku yang tidak pernah jelas wajahnya. Suara itu seperti suara istriku yang tidak pernah ada. Suara itu seperti suara anak perempuanku yang tidak akan pernah lahir, dan aku takut. Aku berubah jadi badut menghadapi menghadapi cobaan ini. bigayahkah itu?

Bigayah : Ya Waska, Bigayahmu!13

Waska tidak pernah mencintai seorang perempuan. Ia tak menginginkan hubungan serius kepada perempuan. Ia pun tak menikah. Ia adalah penjahat, maka dari itu ia tak menginginkan ada perempuan di sisinya.

Bigayah : Jangan bersembunyi, Waska. Jangan bersembunyi. Biar saja polisi-polisi dan kamtib-kamtib menangkap kita, asalkan kita bisa tetap bercinta. Biarkan kita terjaring Dewi Ratih dan Kamjaya, Waska. Nasib buruk, kesialan, kemelaratan dan penyakit jangan pula kita biarkan memunaskan cinta kita. Melarat sudah, penyakitan sudah, tapi janganlah kita dimakan kebencian. Waska : Aku tidak bersembunyi, aku bertapa, aku bersemedi, aku menghitung jumlah semut yang pernah ada dan jumlah tarikan napas yang selama ini. Jangan dekati aku. Kalau cintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari hatiku, adalah karena pikiranku yang jahanam serta penuh kepongahan yang adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka.14

Sebagai pemimpin besar yang hidup di tengah kemiskinan, maka Waska pun memiliki rencana yang sangat besar pula. Rencana merampok

13

Ibid, h. 18

14

semesta, dalam naskah drama ini diceritakan bagaimana obsesi Waska terhadap rencananya itu.

Waska : Ranggong! Ranggong : Saya, Waska!?

Waska : Sebentar lagi kumpulkan semua orang!

Ranggong : Di sini, Waska?

Waska : Kalau mungkin dan kalau sempat hubungi juga para sesepuh kita dan bawa ke sini. Para pelacur yang masih melayani tamu-tamunya biar menyusul belakangan, asa kamu beritahu juga. Lalu kalau kebetulan ketemu Borok, bilang padanya saya tidak sabar menunggu jamu yang dijanjikannya.

Ranggong : Baik, Waska!

Waka : Rasanya saya harus menceritakan rencana besar juga. Saya kira inilah malamnya. Hampir setengah abad saya nantikan malam serupa ini, anginnya serupa ini, ketetapan hati serupa ini. Tuhan, impian besar dan spektakuler itu telah mengganggu selera makanku, telah mengganggu tidurku, telah mengganggu selera syahwatku selama hampir setengah abad. Ranggong….

Ranggong : Ya, Waska!

Waska : Ranggong, sejak muda saya memimpikan memimpin suatu operasi besar secara simultan. Seluruh penjuru kota kita serang, kita rampok habis-habisan. Paling sedikit 130 bank yang ada, 400 pabrik, 2000 perusahaan menengah dan kecil dan ribuan toko-toko dan warung-warung yang ada di kota ini, akan kita gedor secara serempak. Mendadak. Pasti. Pasti menetas impian tua saya ini. Jumlah kita, anak-anak lapar dan dahaga sudah menjadi rongga mulut raksasa yang juga akan mengancam keheningan langit. Kehadiran kita yang bersama ini akan menggetarkan para nabi dan malaikat.15

Akan tetapi, di tengah rencana spektakulernya itu, Waska menderita penyakit yang kita tidak tahu apa namanya. Hingga ia memerintahkan anak buahnya Borok dan Ranggong untuk mencari jamu dadar bayi.

15

Semar : Sebagian orang menganggap tokoh Waska itu sebagai lelaki atau jawara tua setengah sinting. Eksentrik kaya seniman besar. Sebagian lagi menganggap penyakitnya itu sebagai guna-guna atau tenung yang dilontarkan orang atau atau musuhnya. Tapi sebagaian lagi menganggapnya pada saat seperti itu ia sedang bercakap-cakap dengan „Yang Maha Kuasa‟ mengingat kedudukannya nyaris seperti nabi. Saya sendiri sebagai semar yang memerankan tokoh itu cuma menganggapnya sebagai tokoh yang sangat kocak yang sadar akan kekocakkannya serta kekocakkan lingkungannya.16

Kemudian tokoh Borok dan Ranggong yang merupakan anak buah setia Waska. Mereka juga disebut tokoh antagonis karena perbuatannya sama persis dengan Waska.

Waska : Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu menjadi perampok?

Ranggong : Tepatnya lupa, Waska. Seingat saya, selepas sekolah dasar sya sudah mulai mencuri kecil-kecilan dan sekarang umur saya lebih empat puluh tahun.

Waska : Pengalaman penjara? Ranggong : Tiga kali tiga tempat.

Waska : Senior kamu, Ranggong, dan itu artinya kamu bisa mengambil alih peran lebih besar dalam impian saya itu. kawin?

Ranggong : Tidak, Waska, seperti kamu juga. Waska : Sempurna. Kamu orang kedua setelah Borok. Persis seperti impian saya. Ya, ya, kamu dan Borok seperti tangan kanan dan tangan kiri, seperti busur dan anak panahnya, lengkap.17

Dalam hal kejahatan yang sama dengan Waska, Borok dan Ranggong pun sangat setia. Mereka menuruti keinginan Waska yang sedang sekarat untuk membawakan jamu dadar bayi sebagai obat penawar.

16

Ibid, h. 7.

17

Ranggong : Artinya, untuk menyambung umur, kita harus tega mengerjakan hal-hal sebagai berikut, satu, membunuh bayi. Dua,

Dokumen terkait