• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS

C. Unsur Intrinsik Drama

“Drama naskah disebut juga sastra lakon”.37

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, maka drama tidak terlepas dari unsur intrinsik sebuah karya seperti pada roman maupun puisi. Kesenian drama, meskipun merupakan seni yang otonom, tetapi ia juga merupakan gabungan dari unsur-unsur kesenian lain; seperti karya sastra dalam penulisan lakonnya, seni peran atau seni laku yang dikenal lebih lanjut dengan mimik atau pantomimik, seni deklamasi dan kadang-kadang ditambah pula dengan seni musik, seni suara, seni tari. Daya tarik lainnya dengan adanya seni arsitek teater yang mempunyai ciri-ciri yang khas. Tetapi dari kesemuanya itu, unsur yang paling pokok dalam seni drama, yaitu, pemain (lakon dalam pertunjukan), panggung (tempat pertunjukan), dan penonton. Apabila salah satu di antara ketiga tersebut tidak ada, maka drama tidak dikatakan sebagai seni pertunjukan.

“Sebagai prosa, khususnya, pada karya drama pun dapat dijumpai pula adanya elemen-elemen tokoh, alur, dan kerangka situasi cerita yang saling menunjang satu dengan lainnya”.38

Sebagai pembaca karya sastra, khususnya drama, tugas kita tidaklah habis hanya dengan membaca saja, akan tetapi ada hal-hal yang harus kita ketahui atau kita pelajari, misalnya, bagaimana cerita itu tercipta atau apa yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Untuk itu, kita perlu mengkajinya, karena hal-hal tersebut tidak disampaikan secara eksplisit oleh pengarang.

1. Tema

Hal pertama yang harus kita ketahui dalam sebuah karya drama adalah tema. “Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan”.39

Setiap karya sastra,

37

Herman J Waluyo, Drama: Teori dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Hanindita Graha

Widia, 2001), h. 6

38

Melani, Op,cit., h. 106

39

Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h.

termasuk drama pasti memiliki tema yang merupakan gagasan umum dari keseluruhan cerita, tema itu sendiri membicarakan tentang ide pokok atau hal yang mendasari isi cerita. Tema tidak disampaikan langsung oleh pengarang kepada pembaca, akan tetapi ia hadir secara implisit melalui isi cerita.

“Tema merupakan “struktur dalam” dari sebuah karya sastra”.40

Dalam drama, tema akan dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot oleh tokoh-tokoh dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog. Dialog tersebut yang merunutkan tema dari para lakon/naskah. “Semakin kuat, lengkap, dan mendalam pengalaman jiwa pengarangnya akan semakin kuat tema yang dikemukakan”.41

Tema yang kuat, lengkap, dan mendalam biasanya lahir karena pengarang berada dalam suasana jiwa yang luar biasa. Suasana di mana ia menjadi lakon dalam naskah/pementasannya. Konflik batin di dalam sebuah naskah drama haruslah benar-benar dihayati oleh pengarang, karena dengan tema semacam itu, pembaca akan lebih mudah dan cepat menangkap dan menafsirkan tema yang dimaksud oleh pengarang.

2. Plot/Alur

Plot merupakan unsur utama pembangun karya drama. Plot atau alur sebuah cerita ini sangat penting tujuannya karena untuk melihat kesinambungan antara masing-masing penyajian peristiwa dalam karya sastra. Stanton mengemukakan bahwa “plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain”.42 Plot ini sendiri merupakan kegiatan dalam memilih cerita, misalnya di tahap awal itu dinamakan pengenalan, jadi setiap cerita terdapat bagiannya yang sudah disusun secara apik dan indah oleh pengarang. Tahapan di dalam plot berfungsi untuk mengetahui urutan waktu penceritaan sebagaimana tahapan awal di dalam sebuah karya berisikan tentang informasi penting yang 40 Herman, Op,cit., h.26 41 Ibid, h. 24 42 Burhan, Op,cit., h. 113

berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada tahap selanjutnya. Biasanya, tahap pertama disebut tahap pengenalan. Pada tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-tokoh dramanya dengan watak masing-masing. Pada tahap kedua, alur peristiwa yang terjadi di dalam sebuah karya biasanya ditandai dengan adanya konflik antarpelaku yang merupakan bagian paling menegangkan di dalam sebuah karya. biasanya konflik di sini tidak terlalu serius, hanya pertikaian awal antarpelaku atau masalah yang dialami oleh para lakon. Dari tahap pengenalan sebelumnya, sekarang sudah lebih mendalam karena adanya pertikaian.

Kemudian tahap ketiga yang merupakan tahap klimaks atau titik puncak cerita. biasanya, konflik yang meningkat itu akan meningkat terus sampai mencapai titik gawat dari sebuah cerita. Pengarang yang pintar memanjakan pembaca, pasti akan dibuat geregetan karena keingintahuan pembaca terhadap akhir cerita yang dibaca. Akhirnya, tahap ini disebut tahap peleraian yang menampilkan adegan klimaks suatu karya. Di mana dalam tahap ini konflik sudah mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati atau menemukan jalan pemecahan. Dalam naskah drama Arifin C. Noer, biasanya akhir dalam ceritanya membutuhkan penjelasan akhir seperti cerita dalam wayang. Akan tetapi dalam naskah drama yang dibahas ini, akhir ceritanya menggantung karena merupakan naskah caturlogi yang berkesinambungan dengan naskah-naskah yang lainnya. Naskah drama Umang-umang ini merupakan serial kedua dari caturlogi Orkes Madun, maka dari itu akhir ceritanya tidak ada penjelasan.

3. Tokoh dan Penokohan

Berbicara tentang plot dan unsur lainnya, tokoh dan penokohan di dalam sebuah karya tidaklah boleh terlupakan, hal ini sangat penting karena tanpa adanya tokoh (pemain) di dalam sebuah karya, maka tidak akan ada yang mencipta peristiwa dan tidak akan ada konflik dalam peristiwa tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Waluyu, mengemukakan “penokohan ialah cara pengarang menampilkan tokoh-tokohnya, watak tokoh-tokoh, dan bagaimana

ia menggambarkan watak tokoh-tokoh itu”.43

Tokoh di dalam sebuah cerita haruslah jelas dan memiliki karakter yang kuat untuk membangun cerita dan menciptakan suasana yang merujuk pada sifat dan sikap para tokoh sehingga dapat ditafsirkan oleh pembaca. “Tokoh menurut Abrams, adalah orang -(orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan”.44

Tokoh memanglah ciptaan pengarang dari imajinasinya, tapi tokoh merupakan seseorang yang hidup secara wajar sebagaimana ia menjalani kehidupan ini. Berlaku baik, memiliki moral yang bagus, dan merencanakan berbagai hal selayaknya manusia yang memiliki kehidupan dan kebiasaan.

Tokoh atau penokohan erat kaitannya dengan perwatakan. Di dalam sebuah drama, watak tokoh disajikan melalui dialog-dialog yang dilontarkan oleh para lakon. Biasanya, hal itu berhubungan dengan nama, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan jiwanya. Pada naskah drama Arifin ini, tokoh-tokoh disajikan lewat sutradara yang memainkan dramanya sendiri yaitu sebagai tokoh utama. Ia sangat jelas menggambarkan keadaan fisik serta kejiwaan tokoh tersebut. “Dalam wayang kulit atau wayang orang, tokoh -tokohnya sudah memiliki watak yang khas, yang didukung pula dengan gerak-gerik, suara, panjang pendeknya dialog, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan”.45

Ciri khas naskah drama Arifin adalah dalam tokohnya ia menyisipkan tokoh wayang sebagai pusat cerita atau malah membalikkan watak yang sebenarnya dimiliki wayang menjadi berbeda di tangannya. Akan tetapi tetap saja ia tidak terlepas oleh ketradisionalan dalam karyanya.

4. Dialog

Ciri khas suatu drama adalah naskah yang berbentuk percakapan atau dialog. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang

43

Nani Tuloli, Teori Fiksi, (Gorontalo: Nurul Jannah, 2000), h. 30

44

Burhan, Op,cit., h. 165

45

komunikatif. Untuk mengetahui sifat dan sikap seorang tokoh, dalam karya drama, kita mengetahuinya lewat dialog-dialog yang berfungsi sebagai tuturan dari tokoh satu ke tokoh lainnya. Di dalam dialog terdapat informasi tentang cerita, atau ide-ide, bahkan hal-hal yang bersifat pandangan hidup. Dialog dalam drama haruslah ragam bahasa tutur karena jika pembicaraan sepasang kekasih tidaklah harus menggunakan kelengkapan bahasa. Dialognya haruslah akrab dan intim, jika kalimatnya lengkap, maka dialog antarkekasih tersebut tidak akan hidup.

Dialog merupakan kumpulan tanya-jawab antarpelaku yang berfungsi menciptakan peristiwa di dalam karya drama. Salah satu hal yang membedakan karya drama dengan karya yang lainnya yaitu, bahwa karya drama berbentuk dialog. Dialog melancarkan cerita atau lakon, mencerminkan pikiran tokoh cerita, mengungkapkan watak para tokoh cerita, dan dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita. Biasanya pada awal cerita dialog-dialog yang disajikan adalah dialog yang panjang, karena sebagai penjelasan tentang tokoh-tokoh yang dimaikan. “Dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa”.46

Hal ini disebabkan karena kenyataan yang ditampilkan di pentas harus lebih indah dari kenyataan yang benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam naskah drama umang-umang yang akan dibahas ini pun memiliki keindahan dialog yang disajikan, karena naskah drama juga merupakan keperluan pementasan dan juga merupakan karya sastra. Maka dari itu, bahasa yang digunakan haruslah mengandung keindahan bahasa dan tetap saja mengandung unsur bahasa lisan atau bahasa keseharian.

Seorang pengarang drama yang sudah berpengalaman tentulah akan mampu memadukan unsur estetis dan unsur komunikatif itu. Arifin C. Noer adalah salah satu pengarang yang memadukan unsur kecapakan tersebut, karena pada saat mencipta karya drama, pengarang yang berasal dari pentas seni ini akan membayangkan kemungkinan pementasan.

46

5. Latar/Setting

Selain berbentuk dialog, drama juga tidak terlepas oleh “latar atau

setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan”.47

Latar termasuk bagian penting di dalam sebuah karya drama, karena dari situ pembaca akan mengetahui kejadian apa dan kapan peristiwa itu terjadi. Jika di dalam pementasan, latar berperan untuk memudahkan pemain sekaligus sutradara untuk merealisasikan kegiatannya di panggung. Membaca sebuah karya drama, tentu saja kita dihadapkan pada tempat atau lokasi-lokasi kejadian serta waktu kejadian peristiwa, misalnya, nama kota, nama jalan, desa, pagi, sore, malam, dan lain-lain yang menandai jalannya alur cerita.

Menurut Sudjiman, unsur yang membangun latar dapat dikatakan “bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra”.48 Latar dalam karya sastra tidak benar-benar disajikan pengarang secara jelas dan gamblang, melainkan mereka bersifat eksplisit, seperti kepercayaan, kebudayaan, adat istiadat, dan sebagainya. Begitu juga pada latar waktunya tidak dijelaskan dengan angka, tetapi disajikan lewat peristiwa yang sedang terjadi pada saat itu. Ini dimaksudkan agar pembaca tidak hanya terfokus pada karya drama itu saja, tetapi menelusuri lebih dalam lagi apa yang terjadi dan apa yang dimiliki oleh latar yang membawa peristiwa itu terjadi.

“Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial”.49

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Kejelasan waktu dalam karya drama

47

Burhan, Op,cit., h. 216

48

Nani Tuloli, Op,Cit., h. 52

49

biasanya ditandai keadaan sosial di suatu daerah tertentu, keadaan yang sedang hangat dibicarakan bahkan dialami oleh sebagian masyarakat. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.50 Bagi pembaca, latar sosial disajikan oleh pengarang lewat status sosial tokoh, kebiasaan hidup, adat istiadat, pandangan hidup, tradisi, cara berpikir, cara bertindak, dan juga keyakinan.

6. Amanat

Di setiap karya sastra, ada hal-hal yang mengilhami kita atau hal yang harus kita ambil dan kita perbaiki untuk kehidupan kita. Sebut saja itu adalah upah kita setelah beberapa waktu membacanya bahkan mementaskannya (untuk karya drama). Hal itu, dalam karya fiksi disebut amanat. Amanat sendiri lahir ketika kita sudah selesai membaca, mengkaji, bahkan mementaskannya. Ia berisi pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca lewat tulisannya.

Amanat dalam sebuah drama akan lebih mudah dihayati, jika drama itu dipentaskan. Amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Ia merupakan pesan dari pengarang yang memerlukan penafsiran sebagai bentuk bahwa kita mampu memetik manfaatnya. Setiap pembaca berbeda-beda menafsirkan makna karya itu bagi dirinya, dan semuanya cenderung dibenarkan. Misalnya seperti kisah wayang yang diambil dari Mahabarata biasanya memberikan amanat bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Amanat tersebut merupakan perang bagi diri sendiri yang sebagai manusia memiliki sisi baik dan sisi jahat. Begitulah drama yang dipentaskan memang sangatlah lekat dengan kehidupan kita.

“Dalam naskah drama diperlukan juga petunjuk teknis, yang sering pula disebut teks samping”.51

Teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas, musik, keluar masuknya aktor atau

50

Ibid, h. 233

51

aktris, keras lemahnya dialog, dan sebagainya. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan yang berbeda dari dialog, biasanya ditulis miring atau huruf kapital semua. Dalam naskah drama Umang-umang ini, teks samping ditulis dengan hurup kapital. Teks samping sangat berguna untuk memberikan petunjuk kepada pemain jika naskah drama ini dipentaskan, dan juga kepada pembaca jika tidak dipentaskan. Untuk keperluan pementasan, teks samping memberikan petunjuk kapan aktor harus diam, jeda antarkedua pemain, suara berbisik, keadaan pemain seperti batuk, dan sebagainya. Di dalam naskah itu dijelaskan secara jelas dan gamblang, yang berbeda hanya di dalam naskah drama hal itu ditulis, sedangkan dalam pementasan teks samping berupa panduan atau bisa disebut bukan dialog.

Dokumen terkait