• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINOPSIS CERITA

Dahulu kala, sebelum ada kerajaan petani telah ada sebuah kerajaan yang lebih besar yaitu kerajaan Berhala. Waktu itu antara pantai Cermin dan pulau Berhala masih merupakan satu daratan yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa-rawa dan rimba raya. Kota dan kampung belum banyak, di antaranya yang terkenal ialah kota Pari, yaitu tempat kedudukan Raja Berhala yang bernama Tuanku Indra Bestari.

Rakyatnya sangat bergembira dan mereka giat bekerja, apalagi untuk kepentingan bersama. Pemuda-pemudanya selain bekerja, rajin pula belajar dan berlatih pencak silat. Hampir semuanya pandai berburu rusa, kijang, babi dan sebagainya. Diantara pemuda-pemuda kota pari yang terkenal pandai berburu tersebut seorang anak tunggal yatim piatu, bernama MARAJAYA.

Orangtua Marajaya termasuk orang yang terkemuka di negrinya. Ibunya bernama KASUMARINA meninggal pada saat ia masih bayi, ayahnya bernama MARAKANDI seorang panglima perang kerajaan berhala, yang telah meninggal dunia beberapa tahun lalu.

Marajaya memiliki tombak yang sangat istimewa yaitu sebuah tombak yang berbisa menurut pengakuannya tombak itu dijumpai di dalam rimba beberapa tahun lalu, sampai saat ini tombak itu selalu dipergunakan untuk berburu, jika ia kembali dari hutan ia pasti pulang dengan membawa hasil dan ia juga membagi-bagi hasil dan ia juga membagi hasil buruannya kepada orang yang lebih membutuhkan. Maka tidaklah heran kalau setiap Marajaya pulang dari hutan, banyak orang yang menyongsongnya sepanjang jalan, tidak kecuali lelaki dan perempuan. Karena kebaikannya semua orang selalu memuji-muji Marajaya.

Sifat dengki dan khianat dari para pemuda mempengaruhi untuk membunuh Marajaya sampai mati. Tetapi tak seorang pun yang berani melaksanakan, karena masing-masing menganggap lawannya bukan sembarangan. Akhirnya semufakatlah mereka untuk menyesatkan Marajaya ke dalam rimba, hingga ia tak dapat lagi kembali ke kota Pari.

Pada suatu pagi, ketika Marajaya pergi berburu berangkatlah pemuda-pemuda yang semufakat itu mengikuti jejak saingannya dari jauh. Sesudah Marajaya lenyap masuk rimba, dibuang merekalah segala tanda-tanda jalan dan diganti dengan semak-semak yang dapat menyesatkan. Ketika Marajaya hendak pulang dari berburu, tercenganglah ia melihat tanda-tanda jalan sudah sangat berubah. Lalu ia berkeliling mencari tanda-tanda itu namun tidak berhasil sehingga ia terpaksa menginap di rimba. Keesokan harinya setelah cuaca mulai terang dipanjatnyalah pohon yang tertinggi. Dari pohon itu terlihatlah asap hitam

mengepul di udara nun jauh disana. Ia berpikir ”Di situlah barangkali kampungku?” tetapi asap apakah yang hitam itu? Oh.. mungking orang kampung memberi tanda supaya aku dapat melihatnya? Dengan gembira ia berangkat menuju arah asap hitam itu.

Akhirnya kelihatanlah sebuah istana yang besar, jelas membayang ke dalam air danau yang terang dan jernih. Tercenganglah Marajaya ketika melihat itu bahwa ternyata itu adalah zat padat sejenis kaca. Sehingga ia dapat berjalan di atasnya. Dengan tidak pikir panjang lagi diketuknya pintu istana itu. Tiba-tiba terbuka pintu itu dengan gemuruh suara raksasa : HAI! MANUSIA KIRANYA! Sudah lama aku mencari manusia, kini ia datang sendiri.

Benar! ”sahut Marajaya, ”Aku ingin berkenalan dengan raksasa. Siapakah namamu?” mendengar jawaban Marajaya itu terbelalak mata sang raksasa. Ia menggigil menahan marah. Akhirnya dari mulut raksasa yang besar itu tercetus suara parau : Hai! Apa kamu? Ingin berkenalan? HA HA! Tidakkah kau takut? Akulah BALAGALA yang paling ditakuti manusia!”

”O Balagala! Balas Marajaya. ”kenapa aku takut? Kau juga seperti aku hanya mempunyai satu nyawa!”

Balagala heran melihat keberanian Marajaya...

Marajaya berseru lagi: ”hai Balagala! Jawablah ! kau terima aku sebagai kenalan atau tidak?”

Balagala semakin heran. ”Jawablah cepat, supaya aku dapat menentukan sikap !”

Maka hilanglah sabar Balagala. ”Manusia kecik ! Bukan saja aku mau berkenalan, malah aku ingin memakan dagingmu yang manis itu, mengerti !!!.

”Jangan,”sahut Marajaya pula ”nanti kau menyesal !Ataukah tak sayang kau pada nyawamu yang tunggal itu ???”

Diaam!!! Hardik Balagala dengan bersiap hendak menangkap Marajaya, tetapi Marajaya telah lebih dahulu berjaga-jaga dengan tombaknya. Ketika itu juga Balagala menerkam dengan suara pekik gemuruh dan mengerikan.

Kedua tangannya sempat menggenggam tubuh Marajaya... tetapi seketika itu juga tombak Marajaya yang berbisa segera melukai telapak tangan Balagala, ia merasakan rasa sakit yang mendenyut sampai ke jantung hingga terbukalah genggaman yang mencekam Marajaya. Dalam kesempatan itu tiba-tiba Marajaya melompat ke atas pundak raksasa itu. Sambil berpegang pada kalung raksasa, ia memencak tombaknya ke atas pundak raksasa, lalu berseru dengan lantang: Hai Balagala! Sekarang nyawamu berada di ujung tombakku! Sebentar lagi kau pasti mati!”

Balagala berusaha membela diri tapi tangannya tak dapat mencapai tubuh Marajaya. Bila pundaknya digosokkan ke pohon kayu supaya jatuh, maka tombaknya yang tertekan, karena kesakitan larilah raksasa itu kian kemari tak tentu tujuan. Akhirnya ia pun berteriak: O manusia ! Ampunilah aku ! Jangan aku dibunuh, aku takut mati! Lepaskanlah aku! Aku berjanji akan mengabdi mematuhi segala perintahmu...!!!

Tersebut kisah di kota pari, sebaik diketahui bahwa Marajaya telah hilang tiada tentu rimbanya, maka berkabunglah seluruh negeri, terutama rakyat disekitar

Istana Raja Berhala. Orang-orang besar kerajaan sungguh merasa kehilangan mestika

Diantaranya yang merasa kehilangan, ialah anak Raja Berhala, TUANKU KEMALA PUTRI. Semakin gundah perasaan Tuanku Kemala putri, lesu segala perasaan dan letih segala pikirannya. Ia pergi ke peraduan meratapi nasibnya.

Maka bermimpilah ia, Marajaya sedang melambai dari jendela istana kaca yng bermenara tinggi dan berasap hitam. Karena gembira yang amat sangat ia berlari hendak mendapatkan Marajaya tapi malang, kakinya tersandung lalu jatuh terbenam ke dalam kolam. Ia berteriak memanggil Marajaya tetapi suaranya tertahan karena air masuk ke dalam mulutnya dan hidung, ketika itu tersentak dan segera sadar, bahwa ia bermimpi.

”Apakah arti mimpiku ini ?”pikirnya ”apakah Marajaya dalam bahaya, ataukah aku bakal menderita ? Ah...barangkali aku terlalu banyak memikirkan Marajaya !”

Lalu duduk ia sebentar sambil membalikan bantalnya. Ia coba untuk memajamkan matanya kembali tetapi ia tidak bisa payah ia menghilangkan bayangan Marajaya tetap membandel. ”ia terdiam lalu berpikir, ”tentu ada artinya bayangan itu ! kalau tidak, kenapa ia selalu muncul !”, perlahan-lahan dibukanya jendela kamar, hingga masuklah cahaya bulan dan mengenai Ujung-ujung benda bercabang tiga yang memantulkan cahaya bulan ke wajah Kemala Putri.

”Tombak Serampang Sakti,Tangkal Negara !” bisik sang putri dengan wajah berseri. ”Kata Tuanku Ayah tombak ini keramat. Dapat memberi tanda buruk dan baik, benar dan tidaknya coba kutanya, apakah benar Marajaya dalam bahaya?’

Lalu berserulah Kemala ke dekat tombak Serampang tersebut :” Hai Datuk Tombak Serampang Sakti Tangkal Negara ! Benarkah Marajaya dalam bahaya ?”. Bam ! tiba-tiba Tombak Serampang rebah ke lantai. ”Ha ! teriak Kemala Putri. ”Betulkah sangkaanku, Marajaya dalam bahaya ” . Lalu diambilnya tombak itu sambil berbisik : ”Tolonglah temani aku mencarinya ke dalam rimba”.

Di tengah malam itu juga, sambil membawa tombak pusaka, turunlah Tuanku Kemala putri dari istana menuju rimba. ”Aku percaya Marajaya masih sempat diselamatkan”. Jika tidak ada orang yang sanggup mencarinya, biarlah aku sendiri mencarinya, aku percaya usahaku tak sia-sia. Hingga luputlah Kemala Putri tanpa seorangpun yang mengetahui. Kemala Putri berjalan terus sampai pagi mengharungi rimba untuk mencari Marajaya.Demikianlah hari kehari meskipun ia merasa sangat lelah, tapi sedikitpun tak sudi berputus asa. Ia masih terus mencari sambil berdendang menghibur diri. ”O Marajaya ! Dimanakah Kau Berada ! Beta telah lelah mencarimu segenap rimba !, O Marajaya pulanglah segera menjenguk taman bunga yang layu tiada berdaya !”.maka berkumandanglah dendang Kemala Putri, hingga suasana rimba seolah-olah bersenandung mengikuti irama dendang Kemala.

Akhirnya tembuslah Kemala Putri ketepi pantai dan dengan tak disangka-sangka ia disambut oleh rombongan bangau putih raksasa.

”jangan bersedih Tuanku Putri !” seru seekor pemimpin bangau itu. ”Naiklah ke puncak kami, supaya kami terbangkan ke Tanjung Putih, agaknya di sana dia berada ?”.

Alangkah gembiranya hati Tuanku Kemala Putri mendapat bantuan bangau raksasa yang bernama Sijenggi. Sambil berjalan sepanjang pantai bangau –bangau itu berdendang, suara bersama mengikuti irama lagu Kemala : ”O Marajaya, dimanakah kau berada?”

Setelah Tuanku Kemala Putri beberapa lama mengharungi samudra angkasa raya, sampailah di angkasa Tanjung Putih dan berhentilah mereka disana. Berkatalah bangau putih : ”Ampun Tuanku Putri, kami tak boleh berlama-lama di pantai itu. jika Tuanku ada perlu apa-apa tanyalah pada burung-burung disana mereka akan membantu Tuanku.

Setelah lepas dari Rimba Malapetaka, Kemala Puteri juga harus menyebrangi Telaga Akar Belulang. Hingga Kemala Puteri menggigil sesampainya di seberang, lalu bertanya kepada enggang: ” wahai temanku, masih jauhkah lagi istana Baiduri?”.

”Ampun Tuanku Puteri! Sekali kelok lagi arah ke kiri, kelihatanlah kelak istana Baiduri”, kata enggang. Tak lama kemudian berteriaklah enggang dengan gembira: ”wahai Tuanku Puteri itulah dia istana Baiduri!”

”Lalu enggang berkata ” Tetapi saya tiada bijaksana kalau menemani Tuanku Puteri sampai kesana. Biarlah saya sampai sini saja. Hanya pesan saya, jika Tuanku mendapat bahaya, sebutkanlah nama ”sijenggi” tiga kali. Pastilah datang seluruh margasatwa, menolong Tuanku dengan segera.

Kemala Puteri mulai sangsi, karena istana itu tiada serupa dengan yang dimimpinya. Namun ia tetap mencoba menyelidiki, mengelilingi istana itu dari semak-semak.

Tetapi dari semak-semak lain telah mengintai sekelompok manusia aneh mengawasi gerak-gerik Kemala putri.

Setelah masuk ke dalam istana tercenganglah Kemala Puteri melihat keindahan dinding istana yang berwarna-warni. Dari sebuah pintu bundar memancar cahaya dinding ruang tengah yang terbikin dari paduan intan berlian, kilaunya menyilaukan mata. Di saat Kemala Puteri masuk ke ruang tengah, mendadak terdengarlah sorak serbuan manusia-manusia aneh masuk istana. Kemala Puteri segera bersembunyi di celah-celah susunan mutiara raksasa. Manusia-manusia itu semakin banyak memasuki istana bukan saja hendak menangkap Kemala Puteri, tetapi kebanyakan diantaranya hendak melihat tamu yang asing bagi mereka. Seorang diantaranya berteriak: ” dia menghilang tiada kelihatan lagi! Tetapi pasti masih bersembunyi di dalam ruangan ini! Tutup semua pintu cahaya, supaya bayangan segera tertangkap oleh kerlipan permata, hingga diketahui tempat dia bersembunyi”.

Seorang diantara penyerang ketawa terkakak, lalu dengan lantang berseru: Teman-teman perhatikan segala cahaya yang bergerak, karena baunya sudah tercium! Kalau dia tertangkap dagingnya kita bagi rata.

Manusia-manusia aneh itu tiada ada yang bergerak menantikan cahaya putih bergerak. Tak lama kemudian bersoraklah mereka melihat sinar putih memancar, pantul berbalas diantara permata di dinding istana. ”itu dia bayangan berburuan kita”, seru salah seorang ”ayo kita kepung segera!”.

”AYOOOO!” jawab yang lain, lalu bergerak mengatur kepungan di sekitar cahaya putih bayangan Kemala Puteri.

Demikianlah....akhirnya Kemala Puteri terjebak dalam kepungan mereka! Hanya ia tiada mau menyerah begitu saja tanpa perlawanan. Tombak serampang diacungkan ke kiri dan ke kanan. Pertarungan pun terjadi antara satu lawan semua. Kemala Puteri memberi perlawanan sengit, hingga banyak diantaranya yang tewas kena Tombak Serampang Sakti.

Tetapi musuhnya tiada takut mati malah mereka semakin mengganas menerkam dan mengeroyok... Kini Kemala Puteri sudah terhimpit bagai terbenam di bawah kerumunan manusia aneh yang tindih menindih karena kalap. Akhirnya Kemala Puteri tiada berdaya lagi. Manusia-manusia itu segera mengikat tangan Kemala Puteri sambil berteriak-teriak: ”Dagingnya kita sayat hidup-hidup”. Maka bersoraklah yang lain dengan gembira.

Mendengar manusia-manusia aneh itu berteriak-teriak, bersorak sambil menari mengelilingi mangsanya, muncullah yang empunya istana, konon bernama Raja Jin Jembalang. Jin ini berbadan gemuk tegap dan kulitnya berwarna seperti tanah. Kepalanya besar dan gundul, tetapi wajahnya sempit kecil bermata putih dan beralis hitam tebal melebar. Hidungnya pendek pesek dan mulutnya bertaring panjang.

Dari mulut yang bertaring itu keluarlah suaranya yang nyaring melengking macam jengkrik. ”Hai dayang-dayang! Apakah jenis buruan yang kalian peroleh, maka semeriah ini upacara tariannya? Perlihatkanlah padaku, agaknya aku mau pula sedikit”.

Heranlah Jin Jembalang melihat hasil buruan mereka itu: ”Hai dayang-dayangku sekalian! Buka pintu cahaya semua, tiba-tiba terdengarlah ketawa hebat Jin Jembalang karena gembira yang amat dahsyat. ”HA HA HA!!!kalau begini, aku mau semuanya! Inilah baru bakal permaisuri idaman hatiku! HA HA HA!!! Rasanya aku tak sabar lagi!” lalu perintahnya kepada dayang-dayang : ”Bawa dia ke bilik peraduanku! Koyakkan pakaiannya semuanya! Ganti dengan pakaian istana Baiduri! Malam ini juga ia kujadikan permaisuri HA HA HA!!!”

Ketika itu juga Kemala Puteri dipaksa masuk bilik Jin Jembalang, lalu dihempaskan ke atas ranjang untuk dilucuti pakaiannya. Walaupun ia melawan meronta-ronta, karena tangannya masih terikat ia tiada berdaya lagi mempertahankan pakaiannya yang sangat disayanginya yang terbuat dari kulit binatang purbakala.

Setelah dayang-dayang selesai melekatkan pakaian istana Baiduri kepada Kemala Puteri, lalu dilepaskanlah pengikat tangannya menurut titah Raja Jin, tetapi sebelum jin Jembalang masuk bilik, tiba-tiba Kemala Puteri lari mencari pintu keluar sambil berteriak menyebut pesan enggang ”si jenggi!! Si jenggi!! Si jenggi!!!

Suara itu segera terdengar oleh enggang, yang tanpa membuang waktu lagi berteriak seperti Kemala Puteri teriak ini disambung oleh enggang-enggang di tempat lain. Semakin lama semakin mendekat suara itu kepada Raja Si jenggi yang sedang asyik bermain di pantai laut dendang.

Raja Sijenggi tercengang mendengar panggilan itu ” Apakah yang terjadi di Tanjung Putih?” pikirnya coba kutanya rakyatku, agaknya mereka tahu bantuan apa yang diperlukan.”

Tatkala Raja bertanya pada rakyatnya, menjawablah si jenggi muda, ”Ampunilah kami wahai Raja, sesungguhnya ada seorang puteri yang kami antarkan ke Tanjung Putih. Agaknya dia terancam bahaya”.

Kalau begitu”, kata Raja, ”marilah kita semua kesana memberi bantuan.” Maka berteriaklah ia memberi perintah agar semua panglima-panglima margawatwa mengerahkan masing-masing pasukannya ke Tanjung Putih. Hari mulai senja dan Raja Jin pun berhasil menangkap tubuh Kemala Puteri dan menariknya kembali masuk bilik peraduan, ketika dengan mendadak Raja Sijenggi menyerbu masuk istana bersama pasukannya...

Sebelum Raja Jin sempat melakukan perlawanan, pasukan rajawali berkerumun menyerangnya serta mematuk kedua matanya secepat kilat hingga ia buta lalu menghilang masuk ke dalam tanah.

Setelah Raja Jin jembalang menghilang maka semakin takutlah dayang-dayang itu dan meminta ampun. Mereka akhirnya Raja Sijenggi berseru: ”Hai dayang-dayang istana Baiduri, jika kalian ingin diampuni sembahlah kini Tuanku Puteri”. Kemudian Raja Sijenggi berkata kepada Tuanku Puteri ” Wahai mana Tuanku Puteri! Silakan tampil ke tengah ruangan, karena mereka hendak menyerahkan diri”, lalu serentak para dayang-dayang itu menyusun tangan: ”Ampunilah kami wahai Tuanku Puteri nan sakti”.

Mulai hari itu jugalah Tuanku Puteri diakui sebagai DEWI SRI PUTIH nan suci. Dewi pembebasan dari Raja Jin, yang selama ini menjadi gundik pemuas nafsunya. Semoga di bawah naungan Tuanku Puteri kami benarkan mencari suami masing-masing”.

Mendengar permohonan dayang-dayang Baiduri, tersenyumlah Tuanku Kemala Puteri, ”Permohonan kalian akan saya kabulkan permohonannya karena kita mempunyai tujuan yang sama. Saya sedang mencari Marajaya yang hilang dari kampung kami Kota Pari. Marilah kita saling membantu mencarinya.

Sementara itu dengan Marajaya, ”Kebetulan”, kata Marajaya di dalam hati, ”Perutku sedang lapar, sekarang. Sebaiknya aku menangkap yang paling besar itu seekor, dan itu dapat menjadi bekal selama perjalanan.

Dengan mengendap-endap didatanginya tempat para burung Sijenggi berkumpul. Ketika hendak akan melayangkan tombaknya kepada Sijenggi, tiba-tiba terdengar olehnya suara dendang di pohon-pohon kayu di bawa angin lalu.

”O Marajaya!. Dimanakah kau berada? Beta telah lelah mencarimu segenap rimba!”

”Inilah aku, Marajaya”, jawabnya segera. ”Siapakah gerangan yang memanggil itu?” tanyanya. Tetapi tidak ada yang menjawab selain dendang itu yang terus ke dalam rimba.

”O Marajaya”. Pulanglah segera menjenguk taman bunga nan kini layu tiada berdaya!”

”Ini aku! Ini aku! Siapa ini! Jawablah segera!” Desak Marajaya sambil mengejar suara itu yang semakin jauh ke dalam rimba. Beralih kepada kisah Raja Berhala, sesudah ternyata olehnya bahwa Kemala Puteri menghilang bersama tombak Serampang Sakti, maka yakinlah baginda keselamatan anaknya terjamin. Tetapi hal tersebut terpaksa dirahasiakan, karena menurut adat di masa itu sangat

memalukan bagi keluarga kerajaan, apalagi karena tombak serampang sakti Tangkal Negara turut hilang....

Inilah penyebab perselisihan antara baginda dengan adiknya Tuanku Indra Bungsu. Tiap hari adiknya datang menuntut supaya pemerintahan segera diserahkan kepadanya, sebelum rakyat mengetahui hal yang memalukan ini, tetapi tetap dengan lembut ditolak oleh baginda: ”wahai sabarlah Tuanku adik, jika kelak abang tiada dipercayai rakyat, tentu adiklah yang menjadi raja”.

Tetapi Tuanku Bongsu tiada sabar lagi, lalu berkata : ”Aku sudah bosan mendengar perkataan sabar itu! Jika Tuanku abang tak hendak segera menyerahkan kerajaan ini kepadaku...Heh heh heh...” katanya lagi sambil mengejek. ”tentu akan abang rasai akibatnya kelak!”

Hai, kenapa Tuanku adik berkata begitu? Lupakah adik bahwa kita saudara kandung?” karena persaudaraan inilah makanya peristiwa yang memalukan itu sangat mendesakku untuk menggantikan abang dengan segera! Ingat! Jika tiga hari lagi abang masih bersikeras... berbahaya”.

Sementara itu Marajaya masih juga berlari mengejar suara dendang Kemala kian kemari mengharungi rimba! Suara itu semakin dikenalnya: ”wahai Tuanku puterikah itu? Sayalah Marajaya!”

Tetapi teriaknya bagai tak dihiraukan, hingga habislah dendang menghilang berganti dengan getaran siul serdam...

Akhirnya sampailah Marajaya di dalam rimba pohon raksasa. Suasananya sunyi dan senyap. Namun demikian perasaannya lega, karena daerah itu seakan dikenalnya. Alangkah gembiranya ketika dengan tiba-tiba terdengar olehnya bunyi tabuh kerjaan istana Kota Pari. Tanpa ragu lagi berlarilah ia menuju tempat suara tabuh itu. Begitu sampai ia terkejut karena dilihatnya halaman istana ramai dengan manusia bersenjata bersorak-sorak gegap gempita, laksana perang merebut kota.

”Apakah gerangan yang terjadi di istana?” ia berhenti berjalan ketika ia sadar bahwa suasana semakin genting. ”nampaknya... mereka menantang Raja! Kenapa? Inikah agaknya arti panggilan Tuanku Puteri yang berdendang di rimba? Hei!!! Kalau aku tak salah, itu Tuanku Indra Bongsu di pihak penantang!”

Tuanku Indra Bongsu berteriak ” Hai abang Bestari! Turun! Atau kubakar habis istana ini!” dengan tenang Tuanku Indra Bestari turun dan berkata: ”Hai adikku Indra Bongsu! Jika sampai hatimu, pilihlah orang terkuat di antara kalian untuk melawanku. Jika aku kalah barulah kuserahkan kerajaan ini kepadamu!”

Sewaktu pengikut Indra Bongsu sibuk berkerumun untuk menangkap Tuanku Indara Bestari, ada yang memegang kaki atau tangannya dan ada pula yang menarik janggutnya atau tengkuluk dan sebagainya di waktu itu pula Marajaya berlari dan melompat ke atas bubungan atap istana lalu dari sana ia berteriak: ”Hai penduduk Kota Pari! Dengar kataku! Jangan ganggu baginda dan pulang ke tempat masing-masing! Aku tak segan-segan melemparkan tombak berbisa ini kepada siapa saja yang engkar!”

Bukan kepalang terkejutnya Indra Bongsu dan pengikut-pengikutnya. ”Mambang atau jinkah itu?” tanya salah seorang

”ah celaka kita!” keluh yang lain pula, tombaknya berbisa dan sakti kena mata buta, kena hati mati semuanya tercengang takut.

Tiba-tiba Indra Bongsu berteriak: ”Jangan takut Datuk-datuk! Tombaknya hanya sebuah, sedangkan kita ramai!”.

Maka memuncaklah semangat pengikutnya, apalagi ketika Indra Bongsu berseru: ”Hai Marajaya! Jangan hanya menggerontang di puncak bubungan itu! Kalau betul kau berani, turun! Kami tak takut pada tombak sakti yang menjadi inti kekuatanmu itu!”.

Marajaya turun dari bubungan dan menyembah Baginda dan berkata: Mana Tuanku Indra Bongsu! Lihatlah tombak sakti sudah ku pacakan! Kini tak usah ragu-ragu lagi! Aku tak memilih imbang, semuanya pun boleh melawanku!”.

Maka gemuruhlah Indra Bongsu: ”Ayo hantam! Keroyok dia!!!!

Serentak dengan tempik sorak para pengikutnya menyerang seperti badai. Tapi Marajaya lebih gesit dan waspada sehingga lawannya terpelanting ke udara dan ke tanah. Melihat ketangkasan Marajaya berkelahi, kecutlah semua pengikut Indra Bongsu, lalu lari menyelamatkan diri...

Indra bongsu semakin marah: Hai Marajaya! Rupanya kau ini semakin

Dokumen terkait