• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis 2- (4’ -klorobenzilidena) sikloheksanadion

Sintesis 2-(4΄-klorobenzilidena)sikloheksanadion dilakukan dengan mereaksikan sikloheksana-1,3-dion dan 4-klorobenzaldehid melalui reaksi kondensasi aldol silang. Sikloheksana-1,3-dion merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus keton dan hidrogen alfa (hidrogen α), dan 4-klorobenzaldehid merupakan senyawa yang memiliki gugus aldehid. Kedua senyawa tersebut sangat memungkinkan untuk bereaksi melalui reaksi kondensasi aldol silang membentuk

2-(4΄-klorobenzilidena)sikloheksanadion.

Gambar 8. Dua hidrogen α pada sikloheksana-1,3-dion

Cl

H O

Gambar 9. 4-klorobenzaldehid

Hidrogen α pada sikloheksana-1,3-dion bersifat asam, sehingga adanya katalisator yang bersifat basa, dalam hal ini kalium hidroksida (KOH), hidrogen α

O O

H H

30

akan dilepaskan dan akan membentuk suatu atom karbon alfa (karbon α) bermuatan parsial negatif atau terbentuk ion enolat. Dengan terbentuknya ion enolat tersebut, maka sikloheksanadion akan memiliki sifat sebagai nukleofil yang akan menyerang atom karbon karbonil yang dimiliki oleh 4-klorobenzaldehid yang bermuatan parsial positif yang diakibatkan dari induksi elektron oleh oksigen dan adanya resonansi.

O O H H K OH + O O H O O H -H2O Gam bar 10. Mekanisme reaksi pembentukan ion enolat

Penyerangan gugus karbonil pada 4-klorobenzaldehid oleh ion enolat pada 1,3-sikloheksanadion ini akan menghasilkan suatu β-OH-karbonil yang merupakan senyawa antara dan kemudian mengalami pelepasan molekul air (dehidrasi). Dari peristiwa dehidrasi tersebut, terbentuklah senyawa 2-(4΄ -klorobenzilidena)sikloheksanadion.

O O H H H O O OH -H2O H O O H O O O O O H O H H O H -OH OH O O H H OH -H2O OH O O H -OH O O

1,3 sikloheksanadion Pembentukan ion enolat

Dehidrasi aldol Cl Cl Cl Cl Cl 2-(4'-klorobenzilidena) sikloheksanadion Pembentukan produk aldol

Gambar 11. Mekanisme reaksi sintesis senyawa 2-(4´-klorobenzilidena)

sikloheksanadion

Dalam pelaksanaan sintesis dilakukan pembentukan ion enolat terlebih dahulu sehingga nantinya ion enolat ini dapat menyerang 4-klorobenzaldehid. Ion enolat terbentuk dari reaksi antara 1,3-sikloheksanadion dan katalisatornya, dalam hal ini katalisator yang digunakan adalah KOH 2% b/v. Dalam pembuatan ion enolat ini

32

dibutuhkan konsentrasi KOH yang cukup rendah adalah untuk mencegah adanya kemungkinan terjadinya reaksi self condensation yang akan mendorong terbentuknya produk sampingan.

Setelah selesai dilakukan pembuatan ion enolat, kemudian direaksikan dengan 4-klorobenzaldehid untuk membentuk 2-(4´-klorobenzilidena)sikloheksanadion dengan cara merefluks campuran larutan selama 2 jam. Pada proses refluks, uap dari starting material yang direaksikan akan terkondensasi menjadi cairan dan akan turun untuk kembali bereaksi dalam larutan, sehingga dengan kondisi tersebut akan terbentuk suatu sistem dengan kestabilan termondinamika yang terjaga dengan baik. Oleh karena itu reaksi akan berjalan lebih sempurna, dan kemungkinan dihasilkannya suatu produk akan lebih besar.

Setelah selesai direaksikan dengan cara merefluks, dilakukan pengecekan pH larutan, dan didapatkan pH larutan adalah sebesar 13. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sifat kebasaan dari katalisator masih begitu kuat. Selanjutnya perlu dilakukan isolasi senyawa 2-(4΄-klorobenzilidena)sikloheksanadion dari larutan untuk mendapatkan bentuk padatan senyawa hasil sintesis. Isolasi ini dilakukan dengan menambahkan campuran asam asetat glasial : aquades (1 : 1) ke dalam larutan hasil sintesis. Campuran asam asetat glasial : aquades (1 : 1) dapat mendesak senyawa 2-(4΄-klorobenzilidena)sikloheksanadion karena memiliki kepolaran yang jauh lebih tinggi daripada kepolaran dari senyawa 2-(4΄ -klorobenzilidena)sikloheksanadion (yang bersifat kurang polar).

Penambahan campuran asam asetat glasial : aquades (1 : 1) ini selain untuk mengisolasi senyawa juga untuk menghilangkan sifat basa dari larutan. Hal ini dibuktikan dengan pengujian pH larutan, dimana setelah ditambahkan campuran asam asetat glasial : aquades (1 : 1), pH larutan menjadi asam, yaitu pada pH 3. Setelah dilakukan penambahan campuran pengisolasi, ternyata hasil sintesis masih tetap dalam bentuk cairan. Oleh karena itu perlu dilakukan pendesakan dengan aquades dingin untuk membantu munculnya bentuk padat dari senyawa 2-(4΄ -klorobenzilidena)sikloheksanadion. Dalam hal ini diperkirakan senyawa 2-(4΄ -klorobenzilidena)sikloheksanadion merupakan senyawa yang kurang polar sehingga adanya penambahan aquades tidak akan melarutkan senyawa hasil sintesis namun akan mendesak senyawa hasil sintesis untuk membentuk suatu padatan. Setelah diperkirakan tidak ada lagi padatan yang terdesak oleh aquades, dilakukan penyaringan, pengeringan dan penimbangan serbuk kering.

Pendesakan dengan aquades dingin ini adalah salah satu metode rekristalisasi, namun dengan metode ini tidak dapat dihasilkan suatu kristal yang murni. Oleh karena itu, penimbangan hasil serbuk kering yang didapatkan tidak dapat dihitung sebagai suatu rendemen, melainkan sebagai crude product. Dari hasil penelitian, dengan perbandingan mol 1,3-s xikloheksanadion dan 4-klorobenzaldehid sebesar 1 : 1 diperoleh rata-rata crude product sebesar 0,363 gram.

Jumlah senyawa hasil sintesis yang diperoleh tidak maksimal kemungkinan disebabkan karena tidak sempurnanya reaksi yang terjadi. Salah satu faktor yang mungkin dapat mempengaruhi ketidaksempurnaan reaksi sintesis senyawa 2-(4΄

-34

klorobenzilidena)sikloheksanadion adalah sukar terbentuknya ion enolat karena

adanya halangan sterik yang cukup besar yang melingkupi atom hidrogen α pada

senyawa 1,3-sikloheksanadion. Adanya halangan sterik tersebut menjadikan atom

hidrogen α sukar untuk ditarik oleh ion OH- dari basa KOH yang ditambahkan sehingga ion enolat menjadi sukar terbentuk. Akan tetapi, dengan sifat kebasaan dari

KOH yang cukup kuat, kemungkinan hidrogen α sukar tertarik oleh ion OH- adalah sangat kecil, sehingga pada reaksi ini tetap akan terbentuk ion enolat.

Faktor lain yang mungkin dapat berpengaruh adalah adanya peristiwa self-condentation. Hal ini dipengaruhi oleh sifat elektrofilisitas dari atom C karbonil pada 4-klorobenzaldehid yang lebih lemah dari pada elektrofilisitas dari atom C karbonil pada senyawa 1,3-sikloheksanadion sehingga ion enolat (nukleofil) yang terbentuk akan lebih suka menyerang atom C karbonil pada 1,3-sikloheksanadion daripada menyerang atom C karbonil senyawa 4-klorobenzaldehid. Dengan begitu, maka akan lebih sering terjadi reaksi self-condentation antara senyawa 1,3 sikloheksanadion daripada reaksi antara 1,3 sikloheksanadion dengan 4-klorobenzaldehid (Fessenden dan Fessenden, 1986). Faktor inilah yang kemungkinan besar terjadi dalam reaksi sintesis yang dilakukan. Dengan begitu, adanya reaksi samping yang mungkin terjadi menyebabkan jumlah senyawa hasil sintesis yang didapatkan juga tidak dapat maksimal.

B. Analisis Pendahuluan 1. Pemeriksaan organoleptis

Hasil pemeriksaan organoleptis yang meliputi bentuk, warna dan bau senyawa hasil sintesis dibandingkan dengan starting material, yaitu sikloheksan-1,3-dion dan 4-klorobenzaldehid ditunjukkan pada tabel II dan juga foto pada gambar 12. Tabel II. Perbandingan organoleptis senyawa hasil sintesis dengan starting

material Pemeriksaan Senyawa

hasil sintesis

Sikloheksan-1,3-dion 4-klorobenzaldehid

Bentuk Serbuk halus Serbuk halus Serbuk Kristal

Warna Putih Krem Putih

Bau Tidak berbau Khas Khas (menyengat)

A. B. C.

Gambar 12. Foto senyawa hasil sintesis dan starting material

Keterangan gambar : A : senyawa hasil sintesis B : 1,3-sikloheksanadion C : 4-klorobenzaldehid

Dari hasil pemeriksaan organoleptis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis sudah memiliki profil organoleptis yang berbeda dengan starting materialnya.

36

2. Pemeriksaan kelarutan

Pemeriksaan kelarutan senyawa hasil sintesis dilakukan untuk mengetahui kelarutan senyawa dalam pelarut polar atau nonpolar dan juga berfungsi sebagai acuan dalam memilih pelarut dalam pemeriksaan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) maupun dengan instrument Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS).

Hasil pemeriksaan kelarutan menggunakan pelarut aquades, metanol, etanol, kloroform, aseton, dan piridin terhadap senyawa hasil sintesis dan starting material ditunjukkan pada tabel III.

Tabel III. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dengan starting material

Pelarut Senyawa hasil sintesis Sikloheksan-1,3-dion 4-klorobenzaldehid Aquades Praktis tidak larut Larut Sangat sukar larut Metanol Agak sukar larut Mudah larut Larut

Etanol Agak sukar larut Mudah larut Larut

Kloroform Mudah larut Larut Larut

Dari hasil pemeriksaan kelarutan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelarutan dari senyawa hasil sintesis berbeda dengan starting material. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa senyawa hasil sintesis larut baik dalam pelarut yang cenderung bersifat nonpolar, yaitu kloroform, karena senyawa hasil sintesis memiliki banyak atom karbon, dimana semakin banyak atom karbon yang terkandung dalam suatu senyawa maka senyawa tersebut akan semakin cenderung bersifat nonpolar.

C Cl H Cl Cl O O Cl

Kelarutan senyawa hasil sintesis dalam kloroform, selain karena pengaruh dari atom karbon yang terkandung, juga dikarenakan adanya interaksi dipo-dipol antara gugus kloro dari senyawa hasil sintesis dengan atom C dari kloroform. Interaksi tersebut dijelaskan pada gambar berikut (gambar 13) :

Gambar 13. Kemungkinan interaksi yang terjadi antara senyawa senyawa 2-(4´-klorobenzilidena) sikloheksanadion dengan kloroform

3. Pemeriksaan senyawa hasil sintesis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) Uji dengan kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap senyawa hasil sintesis dapat digunakan untuk mengetahui kemurnian dari senyawa hasil sintesis. Parameter yang digunakan dalam pengujian menggunakan KLT adalah nilai Rf untuk masing-masing senyawa pada pelarut yang sama dan banyaknya bercak yang dihasilkan dari pengembangan sistem KLT. Uji KLT pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan fase gerak kloroform : etil asetat (9 : 1) dan menggunakan fase diam silika gel GF254.

38

Dari penelitan diperoleh data sebagai berikut :

Gambar 14. Kromatogram Senyawa Hasil Sintesis Keterangan:

Uji KLT menggunakan fase diam gel GF254, fase gerak kloroform : etil asetat (9 : 1),

jarak pengembangan 15 cm, pengamatan bercak dilakukan di bawah sinar UV254

Tabel IV. Keterangan gambar kromatogram senyawa hasil sintesis

Bercak Senyawa Rf

A 4-klorobenzaldehid 0,665

B 1,3-sikloheksanadion 0,025

C hasil sintesis (2-(4´-klorobenzilidena) sikloheksanadion) 0,370 Berdasarkan kromatogram tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing totolan menghasilkan bercak tunggal setelah pengembangan sistem KLT. Pada cahaya visual, bercak senyawa hasil sintesis dan starting material tidak tampak. Setelah diamati di bawah sinar UV254nm, bercak senyawa hasil sintesis dan starting material tampak berwarna ungu. Antara bercak senyawa hasil sintesis dengan starting material terlihat bahwa nilai Rf-nya sudah berbeda. Dari hasil kromatogram, meskipun bercak yang dihasilkan setelah selesai pengembangan merupakan bercak tunggal, belum dapat dijadikan suatu keputusan yang kuat untuk menyatakan bahwa senyawa hasil sintesis

yang ditotolkan merupakan suatu senyawa murni. Oleh karena itu perlu dibuktikan lebih lanjut dengan uji selanjutnya.

4. Uji titik lebur senyawa hasil sintesis

Pengujian titik lebur dilakukan terhadap senyawa hasil sintesis yang sudah direkristalisasi, atau dengan kata lain dilakukan terhadap senyawa yang sudah dimurnikan. Dari pengujian titik lebur diketahui bahwa titik lebur senyawa hasil sintesis adalah 217-2210C. Jarak titik lebur tersebut cukup besar, yaitu 40C. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis belum seratus persen merupakan senyawa murni. Suatu senyawa dikatakan murni jika jarak titik lebur tidak lebih dari 20C (MacKenzei, 1967).

Data dari pengujian titik lebur ini juga dapat digunakan untuk menarik kesimpulan sementara bahwa senyawa hasil sintesis sudah bukan merupakan 1,3-sikloheksanadion atau 4-klorobenzaldehid, dimana 1,3-1,3-sikloheksanadion memiliki titik lebur 1050C dan 4-klorobenzaldehid adalah 49,8-53,60. Titik lebur yang dimiliki senyawa hasil sintesis yang jauh lebih besar dari starting material dikarenakan oleh adanya pertambahan ukuran molekul senyawa hasil sintesis, menjadi lebih besar dari molekul senyawa starting material.

40

C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

Dokumen terkait