• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem dan prosedur pembayaran anggaran rutin

Dalam dokumen SKRIPSI ERWIN ANTASARI (Halaman 66-72)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Sistem dan prosedur pembayaran anggaran rutin

Penataan sistem kerja dan pelaksanaan prosedur dalam pembayaran Anggaran Rutin adalah merupakan upaya penataan atau pengaturan secara tertib dan teratur mengenai cara pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi dalam berbagai bidang kegiatan pemerintah merupakan salah satu aspek yang penting dalam menyelenggarakan administrasi negara. Tujuannya adalah agar kegiatan aparatur pemerintah dapat terlaksana secara berdaya guna, dalam arti dapat mencegah pemborosan dan keborosan serta menjamin kejelasan proses dan tahap penyelesaian kegiatan.

Dalam hal pelaksanaan pembayaran sebagai realisasi pelaksanaan anggaran belanja di Dinas Ketenaga Kejaan Kota Makassar yang berisih tugas melakukan pembayaran, mengikuti kebijaksanaan sebagai berikut :

1. Disnaker melakukan pembayaran atas dasar :

a. SKO atau DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan yang diterima dari Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran.

b. SPPR/SPPP sesuai dengan maksud dan jumlah dana yang disediakan dalam SKO atau DIK/ DIP atau dokumen yang dipersamakan.

2. KPKN menerbitkan surat perintah membayar (SPM) dalam waktu selambat-lambatnya dua hari kerja untuk anggaran rutin dan satu hari kerja untuk anggaran pembangunan setelah diterimanya SPPR/SPPP disertai bahan-bahan yang memenuhi syarat sebagaiman dimaksud dalam pasal 18, dan SPM berlaku sampai akhir tahun anggaran.

3. Dalam hal KPKN menolak untuk membayar SPPR/SPPP, maka KPKN harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan tersebut kepada bendaharawan yang bersangkutan selambat-lambatnya satu hari kerja setelah diterimanya SPPR/SPPP. (Kepres. No.16 Thn. 1994 yang disempunakan pada tahun 2009 Psl. 19, Ayat (1), (2) dan (3).

Kebijakan tersebut diatas, mewajibkan kepada KPKN untuk hanya melakukan pembayaran atas dasar SKO atau DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan SKO atau DIK/DIP tersebut, yang diterima dari Menteri Keuangan yang dalam hal ini adalah Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan RI.

Permintaan pembayaran tersebut diajukan oleh bendaharawan rutin dengan SPPR (Surat Perintah Pembayaran Rutin) dan oleh bendaharawan proyek dengan SPPP (Surat Perintah Pembayaran Proyek) yang isi harus sesuai dengan maksud dan jumlah dana yang disediakan dalam SKO atau DIK/DIP ataupun dokumen lainnya yang dipersamakan.

Dengan berdasar kepada SPPR/SPPP yang diajukan oleh bendaharawan rutin atau bendaharawan proyek yang telah disertai dengan bahan-bahan yang memenuhi syarat yaitu bahan-bahan yang terdiri dari :

1. Surat Perintah kerja (SPK) / Kontrak pengadaan barang dan jasa.

2. Kuitansi.

3. Berita Acara Prestasi Pekerjaan / Penyerahan barang.

4. Surat Pernyataan dari Kepala Kantor/satuan kerja/Pemimpin Proyek/bagian Proyek bahwa penetapan rekanan bersangkutan telah dilakukan (melalui

pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung) menurut ketentuan yang berlaku untuk pekerjaan / pembelian barang di atas Rp.

15.000.000.00 (lima belas juta rupiah).

Apabila syarat tersebut di atas telah dipenuhi, maka KPKN menerbitkan SPM. Penerbitan SPM oleh KPKN ini dilakukan selambat-lambatnya dua hari kerja setelah diterimanya SPPR untuk anggaran ruitin dan satu hari kerja seterimanya SPPP untuk anggaran pembangunan.

Apabila KPKN menolak untuk membayar SPPR ataupun SPPP tersebut oleh karena satu dan lain sebab, maka penolakan KPKN harus dinyatakan / disampaikan secara tertulis kepada bendaharawan rutin/proyek bersangkutan.

Pernyataan penolakan tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya satu hari kerja setelah diterimanya SPPR atau SPPP yang disertai alasan penolakannya.

Dalam hubungannya dengan penulisan skripsi ini yaitu berkaitan dengan pembayaran anggaran belanja rutin pada kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Makassar, maka kebijaksanaan dalam realisasi pelaksanaan anggaran Belanja Rutin, secara umum mengikuti kebijaksanaan yang telah dipaparkan di atas, dengan ketentuan tersendiri yang ditetapkan dalam Pedoman Pelaksanaan Anggaran Belanja rutin, antara lain :

1. Untuk melaksanakan anggaran belanja rutin, Departemen/Lembaga mengisi DIK sesuai dengan contoh dan petunjuk pengisian yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2. DIK berlaku sebagai dasar pelaksanaan anggaran belanja rutin setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan atau pejabat yang dikuasakan.

Jadi untuk melaksanakan anggaran belanja rutin, maka setiap Departemen dan Lembaga-Lembaga harus mengisi DIK. Pengisian DIK tersebut harus sesuai dengan contoh petunjuk yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk DIK Departemen, ditandatangani oleh Menteri dari Departemen bersangkutan, dan untuk DIK Lembaga ditandatangani oleh Ketua Lembaga bersangkutan, atau dapat juga oleh sekertaris Jenderal Departemen /Lembaga bersangkutan atas nama Menteri / Ketua Lembaganya.

Sedangkan DIK Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara/Panitera Mahkamah agung.

Selanjutnya DIK yang berlaku sebagai dasar pelaksanaan anggaran belanja rutin ini telah disahkan oleh Menteri Keuangan, ditetapkan sebagai berikut : 1. Departemen Keuangan menyampaikan DIK yang telah disahkan kepada :

a. Departemen/Lembaga;

b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN);

c. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Selanjutnya masing-masing Departemen dan Lembaga yang telah menerima DIK dari Departemen Keuangan tersebut menyampaikan lebih lanjut kepada Direktorat Jenderal dan satuan kerjanya serta Inspektorat Jenderal dan Unit pengawasan pada Lembaga.

Dengan berdasarkan DIK yang telah ada pada masing-masing Departemen dan Lembaga serta KPKN yang dalam hal ini KPKN Makassar, maka realisasi pelaksanaan anggaran belanja rutin telah dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan di muka, antara lain dengan pengajuan

SPPR oleh bendaharawan DHARMAWATY, SP pada instansi/satuan kerja kepada KPKN Makassar untuk kemudian diterbitkan SPMnya sesuai dengan jumlah dan batas waktu yang ditetapkan dalam kebijaksanaan pembayaran anggaran rutin.

Dalam pelaksanaan Anggaran Belanja Rutin ini perlu diperhatikan pula kebijaksanaan yang telah ditetapkan mengenai:

Departemen/lembaga pada tiap awal tahun anggaran, menyusun daftar susunan kekuatan pegawai (formasi) dalam dan luar negeri bagi tiap unit organisasi sampai pada tiap kantor/satuan kerja dalam batas belanja pegawai dalam anggaran belanja masing-masing dan selambat-lambatnya tanggal 30 April menyampaikannya kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. (Kepres. No. 16 Tahun 1994 yang disempurnakan pada tahun 2009, Psl. 50 : ayat (1) )

Formasi tersebut di atas dimaksud untuk menghitung dan menetapkan anggaran belanja rutin untuk keperluan belanja pegawai, baik pegawai di dalam negeri, maupun pegawai di luar negeri, yang harus disahkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Anggaran Negara.

Sebelum disahkan, maka formasi pegawai tersebut terlebih dahulu didengarkan pertimbangan dari Menteri Keuangan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, dan dalam hal menyangkut formasi pegawai di luar negeri di dengar pula pertimbangan dari Menteri Luar Negeri. Pengesahan formasi pegawai tersebut oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya.

KPKN hanya diperkenanakan melakukan pembayaran upah pegawai harian/ tenaga honorer, apabila untuk keperluan tersebut telah tersedia dana dalam

DIK/SKO yang bersangkutan (Keppres. No.16 Thn. 1994 yang disempurnakan, psl. 50 : ayat (11).

Jadi bagi pegawai harian maupun tenaga honorer, tidak dapat dibayarkan upah oleh KPKN termasuk dalam hal ini KPKN Makassar, kecuali apabila untuk keperluan tersebut dananya telah ada tersedia dalam DIK/SKO Departemen/Lembaga dimana pegawai harian atau tenaga honorer tersebut bekerja.

Selain anggaran belanja rutin untuk belanja pegawai sebagaimana disebut diatas, maka yang termasuk pula dalam pelaksanaan anggaran belanja rutin ini adalah:

1. Untuk belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas serta subsidi dan bantuan diusahakan penghematan dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan sebagaimana tercantum dalam DIK yang bersangkutan serta ketentuan tentang penggunaan jenis pegeluaran sebagaimana dimaksud dalam petunjuk pengisian DIK.

2. Biaya untuk pakaian seragam atau pakaian kerja hanya dapat dibebankan pada Anggaran Belanja Negara atas persetujuan Menteri Keuangan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. (Keppres. No.16 Thn.1994, psl. 55 : Ayat (1) dan (2).

Jadi keseluruhan yang termasuk dalam realisasi pelaksanaan anggaran belanja rutin ini adalah :

1. Belanja Pegawai

2. Upah pegawai harian/tenaga honorer sepanjang telah tersedia dananya dalam DIK/SKO yang bersangkutan.

3. Belanja Barang 4. Belanja Pemeliharaan 5. Belanja Perjalanan Dinas 6. Subsidi dan Bantuan,dan

7. Biaya untuk pakaian Seragam/Pakaian kerja yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Dalam hubungannya dengan penulisan dan pembahasan dalam skripsi ini, hanya akan meliputi Belanja Barang, Belanja Pemeliharaan, Belanja Penjalanan Dinas, Subsidi dan bantuan serta biaya untuk Pakaian Seragam/Pakaian Kerja yang telah mendapat persetujuan dari menteri Keuangan.

Dalam dokumen SKRIPSI ERWIN ANTASARI (Halaman 66-72)

Dokumen terkait