• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Padang lamun , merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa

2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG)

SIG merupakan komputer yang berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan geografi bumi (Prahasta, 2005). Dengan melihat kata-kata penyusun nama SIG, maka Prahasta (2005) menjabarkan nama SIG sebagai berikut :

1. Sistem

Istilah ini digunakan untuk mewakili pendekatan sistem yang digunakan dalam SIG, dengan lingkungan yang kompleks dan komponen yang terpisah-pisah, sistem digunakan untuk mempermudah pemahaman dan penanganan yang terintegrasi. Teknologi komputer sangat dibutuhkan untuk pendekatan ini jadi hampir semua sistem informasinya berdasarkan pada komputer.

2. Informasi

Informasi berasal dari pengolahan sejumlah data. Dalam SIG, informasi memiliki volume terbesar. Setiap objek geografi memiliki setting data tersendiri karena tidak sepenuhnya data yang ada dapat terwakili dalam peta. Jadi, semua data harus diasosiasikan dengan objek spasial yang dapat membuat peta menjadi intelligent. Ketika data tersebut diasosiasikan dengan permukaan geografi yang representatif, data tersebut mampu memberikan informasi dengan hanya mengklik mouse pada objek.

3. Geografis

Istilah ini digunakan karena SIG dibangun secara berdasarkan pada geografi atau spasial. Objek ini mengarah pada spesifikasi lokasi dalam suatu space. Objek bisa berupa fisik, budaya atau ekonomi alamiah. Penampakan tersebut ditampilkan pada suatu peta untuk memberikan gambaran yang representatif dari spasial suatu objek sesuai dengan kenyataannya di bumi. Simbol, warna dan gaya garis digunakan untuk mewakili setiap spasial yang berbeda pada peta dua dimensional. Saat ini, teknologi komputer telah mampu membantu proses

pemetaan melalui pengembangan dari automated cartography (pembuatan peta) dan Computer Aided Design (CAD).

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan perkembangan terbaru dalam teknologi gap analysis yang menggunakan komputer untuk menggabungkan data yang melimpah mengenai lingkungan alami dengan informasi mengenai distribusi spesies. Pada dasarnya pendekatan SIG meliputi penyimpanan, penampilan, dan manipulasi tipe data pemetaan yang sifatnya beragam, seperti tipe-tipe vegetasi, iklim, tanah, topografi, geologi, hidrologi, dan distribusi spesies. Pendekatan ini dapat menunjukkan korelasi antara elemen-elemen biotik dan abiotik dalam lanskap, serta dapat membantu

perencanaan kawasan yang mencakup fungsi perlindungan dan

keanekaragaman hayati. Foto-foto udara dan citra satelit merupakan data tambahan bagi SIG (Primack et al., 1998).

Aronoff (1991) mengutarakan bahwa definisi SIG adalah sisitem informasi berbasis kemputer yang digunakan untuk memasukkan dan memanipulasi informasi geografis.

Menurut Maiczewski (1999) definisi SIG berfokus pada dua aspek sistem yaitu teknologi dan pemecahan masalah.

Empat komponen dasar SIG: 1) masukan data (data input), komponen pengubah data yang ada (existing) menjadi data yang dapat digunakan oleh SIG, kegiatan ini biasanya membutuhkan waktu dan ketepatan; 2) manajemen data (data management); 3) manipulasi dan analisis (manipulation and analysis); dan 4) keluaran (output), bentuk hasil dari SIG sangat beragam kualitas, kecepatan, dan kemudahannya, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy. Sistem informasi geografis adalah alat yang mampu menangani data spasial, pada SIG data berformat digital, dalam jumlah besar data dapat dikelola dan diubah dengan cepat dan biaya rendah per unitnya.

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan teknologi untuk penanganan data spasial. SIG terdiri dari perangkat keras dan

Sedangkan menurut Tkach dan Simonovic (1997) GIS merupakan teknologi yang berkembang dengan cepat dalam hal keefisienan penyimpanan

perangkat lunak komputer yang mampu menangkap, menyimpan dan memproses informasi berupa data kualitatif dan kuantitatif, menyatukan dan menginterpretasi peta (Farina, 1998).

data, analisis dan manajemen informasi spasial. Hampir semua proses manajemen pengambilan keputusan memerlukan analisis informasi spasial. Dengan menggunakan teknologi SIG maka banyak informasi berguna yang dapat dihasilkan dari data dasar. Ketelitian serta pengaturan kembali aliran informasi dalam pelaksanaannya dapat semakin efektif dan secara nyata memperbaiki kualitas kerja (Lin, 2000).

Bird, Peccol, Taylor, Brewer, dan Keech (1994) mengutarakan SIG adalah mengganti pemakaian peta-peta yang terbuat dari kertas ke file-file komputer yang dapat ditampilkan di layar komputer. Peranan SIG adalah memfasilitasi kompilasi data dan analisis bagi pekerjaan interprestasi. Pada penggunaan SIG hal penting yang harus dipahami adalah dari mana data dikumpulkan, bagaimana pendefinisian bentukan lanskap dan tipe data yang sesuai untuk dimasukkan dalam kumpulan data. Hal tersebut berkaitan dengan hasil dari proses SIG karena

Inventarisasi dan pemetaan terhadap potensi sumber daya alam dapat dilakukan dengan teknologi penginderaan jauh (inderajaya/remote sensing) dan Sistem Informasi Geografis (GIS). Informasi kelautan yang dapat dikumpulkan dengan teknologi penginderaan jauh antara lain: sedimen tersuspensi dalam kolam air, topografi, batimetri, kondisi laut, warna air, identifikasi klorofil-a, suhu permukaan perairan, sumber daya perikanan, tumpahan minyak, vegetasi seperti mangrove dan padang lamun. Setelah data tersebut terkumpul, maka untuk mengelolanya (memanipulasi, menganalisa, dan menyajikan) menjadi informasi yang berguna bagi proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pembangunan sumber daya alam (termasuk kelautan) digunakan SIG. Pengembangan basis data SIG seperti yang dimaksud perlu ditunjang dengan data geografi baik fisik maupun non fisik secara terperinci (Dahuri et.al, 2008).

apabila ada ketidaksesuaian penggunaan data atau teknik analisis maka hasil akhir akan terlihat meyakinkan padahal hasil tersebut salah.

Gunn (1994) telah menggunakan teknologi SIG dalam perencanaan wisata berkelanjutan yang dilakukannya di Upcountry South Carolina. Proses perencanaan pada kawasan tersebut meliputi empat tahapan yaitu tahap penentuan sasaran dan tujuan, riset faktor-faktor dasar, sintesis dari hasil riset, dan tahapan terakhir adalah identifikasi peluang baru pada daerah tujuan yang paling baik

untuk dikembangkan. Pada tahapan riset, selain informasi juga dibuat peta tematik digital yang berdasarkan faktor-faktor dasar yang terdiri dari sumber daya alam dan sumber daya budaya. Pemetaan dilakukan dengan perangkat lunak SIG (Arc View). Selanjutnya peta yang telah didigitasi tersebut diberi peringkat dan bobot kemudian di-overlay untuk melihat zona yang memiliki peluang terbaik untuk dikembangkan.

2.7. Metode PRA

Untuk menciptakan ekowisata yang berbasis masyarakat (Community-Based Ecotourism) perlu stimulasi agar peran masyarakat meningkat dalam ekowisata ini, hal ini dapat dilakukan dengan metode pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang merupakan metode pendekatan partisipatif dengan menekankan pada upaya-upaya peningkatan partisipatif masyarakat lokal dalam mengkaji lingkungan sekitarnya untuk melakukan perencanaan lanskap kawasan ekowisata di suatu daerah. Sehingga dengan metode tersebut diharapkan hasil dari penelitian dilakukan nantinya berperan dalam pelaksanaan pembangunan ekowisata di suatu wilayah.

Berdasarkan buku Panduan Pengambilan Data dengan Metode RRA/PRA (2006),

Teknik penerapan metode PRA dapat dilakukan dengan metode kelompok yang terdiri atas FGD dan Brainstorming; matrik terdiri atas ranking masalah, ranking sosial ekonomi, analisis SWOT, visualisasi dan diagram hubungan yaitu dengan pohon masalah dan diagram venn, metode tempo terdiri atas; kalender musim, lintasan sejarah, aktivitas harian, transek dan trend, metode spasial/ ruang seperti pemetaan partisipatif, teknik manta taw, transek plot, dan beberapa teknik Perubahan sosial merupakan tujuan yang sangat mendasar dalam penerapan metode PRA ini. Secara harfiah metode ini dapat diartikan sebagai pengkajian pedesaan dan atau pesisir secara partisipatif. Menurut Robert Chambers (yang mengembangkan metode ini) mengartikan sebagai sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan dan atau pesisir untuk turut serta meningkatkan dan mengkaji pengetahuan mereka mengenai hidup dan keadaan mereka sendiri agar meraka dapat menyusun rencana dan tindakan pelaksanaannya.

lainnya. Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode spasial/ruang dengan pemetaan partispatif untuk menilai kondisi kawasan ekowisata secara partisipatif.

Metode pemetaan partisipatif bertujuan untuk memplot informasi yang ada pada suatu daerah dalam suatu peta. Pemetaan ini dilakukan berdasarkan partisipasi masyarakat. Dimana masyarakat yang mengetahui keberadaan informasi tersebut memplot sendiri informasi yang ada pada peta dasar atau langsung membuat peta sendiri dengan panduan peneliti. Peta yang dibuat ada dua macam yaitu peta sket dan peta berdasarkan peta dasar. Informasi yang ada dalam peta tersebut pada akhir pemetaan harus dicek kebenarannya langsung di lapangan. Jadi, pemetaan partisipatif berupa metode untuk mengumpulkan dan memetakan informasi yang ada serta yang terjadi dalam masyarakat serta kondisi sekitar. Informasi tersebut dikumpulkan, dipetakan dan dianalisis untuk membantu pengelola memahami kondisi yang lalu, kondisi saat ini serta memperkirakan potensi atau kondisi akan datang bagi pengelolaan kawasan pesisir. Juga untuk mengidentifikasi keterbatasan serta kesempatan pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan kawasan ekowisata pesisir yang berbasis masyarakat (Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, 2006).

BAB III