• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Kesetimbangan Uap – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen Pada kondisi isotermal, untuk campuran tertentu, tekanan uap parsial masing-masing komponennya sama dengan tekanan uap komponen tersebut dalam keadaan murni dikalikan dengan fraksi molnya dalam campuran. Pernyataan ini sesuai dengan persamaan 7.22 dan dikenal sebagai Hukum Raoult.

o i i

i xp

p = ... (7.22) Namun, persamaan ini hanya berlaku jika komponen – komponen dalam campuran tersebut memilliki sifat yang mirip atau antaraksi antar partikel komponen sejenis sama dengan interaksi antar partikel komponen berbeda dalam campuran tersebut. Misal campuran yang terdiri atas komponen A dan B, maka interaksi partikel komponen A – B sama dengan antaraksi partikel A – A = B – B.

Campuran yang bersifat demikian disebut campran ideal.

Beberapa contohnya adalah campuran antara benzena-toluena, n-heksana-heptana, dan metil alkohol-etil alkohol. Sifat lain camputran ini adalah perubahan volume campuran linier terhadap komposisi (ΔVmix = 0), tidak terjadi penyerapan kalor antar komponen (ΔHmix = 0) dan perubahan entropinya sesuai dengan persamaan ΔSmix = - R Σni ln xi.

Berdasarkan hukum Dalton pada bab II, tekanan total sistem adalah jumlah tekanan parsial masing-masing komponen sesuai persamaan 7.23.

B

A p

p p= +

=xApoA+xBpBo

dimana xB = 1 – xA, sehingga:

(

oA Bo

)

A

o

B p p x

p

p= + − ... (7.23)

Persamaan ini digunakan untuk membuat garis titik gelembung (bubble point line) sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.3. Komposisi uap pada garis kesetimbangan tekanan total tersebut ditentukan menggunakan persamaan 7.24.

o i

i

i p

x = p ... (7.24)

Gambar 3.Tekanan total dan parsial untuk campuran 2 komponen Jika campuran dipanaskan hingga mendidih, maka tekanan uap masing-masing komponen akan turun membentuk garis kesetimbangan yang lengkung sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.4. Garis lengkung tersebut disebut dew point line dan memenuhi persamaan 7. 25.

(

o o

)

o

o

o o

x p p p

p p p

1 1 2 1

2 1

+

= + ... (7.25)

Gambar 7.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena–toluena pada 60oC

Semua titik di bawah garis dew point berfasa uap, sedangkan semua titik di atas garis buble point berfasa cair. Titik antara garis dew point dan garis buble point berada dalam kesetimbangan fasa cair dan uap. Komposisi cair-uap pada titik tersebut dapat ditentukan menggunakan garis tie line, yakni garis horisontal yang menghubungkan garis dew point dan garis buble point pada tekanan yang sama. Misal untuk komponen, jika diandaikan fraksi mol komponennya adalah x, maka jumlah komponen B yang berada dalam fasa cair adalah persamaan 7. 26.a dan jumlah komponen B yang berada dalam fasa uap adalah persamaan 7. 26.b.

v l

v B x

mol cair

= − . ... (7.26.a)

v l

x B l

mol uap

= − . ... (7.26.b)

dimana l adalah jumlah komponen B pada titik pertemuan antara tie line dengan buble point line, dan v adalah jumlah komponen B

pada titik pertemuan tie line dengan dew point line. Kedua persamaan ini sesuai dengan aturan Lever (Lever Rule).

2. Penyimpangan hukum Raoult: Campuran Non Ideal

Jika gaya antaraksi dan interaksi partikel komponen-komponen suatu campuran memiliki kekuatan yang berbeda, maka campuran tersebut akan menyelisihi menyalahi hukum Raoult.

Campuran yang bersifat demikian disebut campuran non-ideal dan sifat penyimpangannya terhadap hukum Raoult dirinci sebagai berikut:

a. Penyimpangan positif

Penyimpangan positif ini terjadi jika kekuatan interaksi partikel komponen-komponen campuran tersebut lebih kuat dibandingkan kekuatan antaraksinya . Misal untuk campuran A dan B, penyimpangan ini terjadi jika kekuatan interaksi A – A atau B – B >

antaraksi A – B. Hal ini menyebabkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Contoh campuran yang mengalami penyimpangan ini adalah campuran etanol dan n– heksana.

b. Penyimpangan negatif

Penyimpangan negatif ini terjadi jika kekuatan interaksi partikel komponen-komponen campuran tersebut lebih lemah dibandingkan kekuatan antaraksinya . Misal untuk campuran A dan B, penyimpangan ini terjadi jika kekuatan interaksi A – A atau B – B

< antaraksi A – B. Hal ini menyebabkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (bersifat eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0). Contoh campuran yang mengalami penyimpangan ini adalah campuran campuran aseton dan air.

Gambar 7.5. Penyimpangan positif (kanan) dan negatif (kiri) hukum Raoult

Kurva komposisi masing-masing komponen pada campuran larutan non-ideal berbeda dengan campuran ideal sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.5. Pada gambar tersebut, garis titik embun campuran memiliki tekanan uap maksimum dan minimum yang disebut titik azeotrop. Campuran pada titik azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan destilasi biasa, tapi bisa dengan destilasi bertingkat atau dengan menambahkan komponen ketiga.

3. Hukum Henry

Selain penyimpangan yang telah dijelaskan di atas, hukum Raoult juga mengalami penyimpangan bagi zat terlarut dalam larutan yang sangat encer. Pada larutan tersebut, hukum Raoult hanya berlaku bagi pelarutnya. Hal ini disebabkan gaya antaraksi partikel-partikel pelarut mendominasi campuran, sementara gaya antaraksi partikel-partikel zat terlarut sangat terbatas karena jaraknya yang saling berjauhan diantara pertikel-partikel pelarut.

Kondisi tersebut menjadikan tekanan parsial zat terlarut tidak ditentukan berdasarkan tekanan uap murninya, tapi berdasarkan tetapan Henry sebagaimana dinyatakan pada persamaan 7.27. Persamaan tersebut dikenal sebagai hukum Henry

dimana K adalah tetapan Henry yang besarnya tertentu untuk setiap pasangan pelarut-zat terlarut.

i i

i xK

p = ... (7.27) Kasus yang paling sering memanfaatn konsep hukum Henry adalah menentukan kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya temperatur, walaupun terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia cair, lelehan perak, dan pelarut–pelarut organik. Senyawa–senyawa dengan titik didih rendah (H2, N2, He, Ne, dll) mempunyai gaya tarik intermolekular yang lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam cairan. Kelarutan gas dalam air biasanya turun dengan penambahan zat terlarut lain (khususnya elektrolit).

Contoh Soal Contoh SoalContoh Soal Contoh Soal

Pada temperatur 300 K, tekanan uap larutan encer HCl dan GeCl4

cair adalah sebagai berikut:

x 0.005 0.009 0.019 0.024

p (torr) 205 363 756 946

Jawab:

Grafik data di atas adalah:

Berdasarkan slope grafik tersebut dapat ditentukan konstanta Henry adalah = 4 x 104 Torr.

Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan mendidih pada tekanan 1 atm (101,325 kPa) pada 90 oC dengan menganggap ideal! Pada 90 oC, tekanan uap benzena dan toluena adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa!

(0,575; 0,425)

4. Sifat Koligatif Larutan

Jumlah partikel pada larutan tertentu tidak hanya mempengaruhi tekanan uap zat terlarut sebagaimana telah dijelaskan dengan hukum Henry. Pengaruhnya dapat diekspansi untuk sifat-sifat larutan yang lain. Sifa-sifat tersebut adalah sifat koligatif larutan berikut:

a. Penurunan tekanan uap (∆∆∆∆p)

Untuk larutan dengan zat terlarut yang tidak mudah menguap seperti padatan, tekanan uap larutan (p) hanya bergantung pada pelarut (p1). Penurunan tekanan uap larutan ini sesuai dengan persamaan 7.28.

∆p = p1 o – p1

o

o x p

p

p= 11. 1

=p1o(1−x1)

2 1.x p p= o

∆ ... (7.28) Jika, jumlah zat terlarut (n2) sangat sedikit dibandingkan pelarutnya (n2) atau n2 << n1, maka:

1 2 2 1

2

2 n

n n n

x n

= + ... (7.29) Substitusi persamaan 7.29 ke persamaan 7.28 diperoleh persamann 7.30.

∆p = p1 o .

1 2

n

n ... (7.30)

b. Kenaikan titik didih (∆∆∆∆Tb) dan penurunan titik beku (∆∆∆∆Tf)

Kenaikan titik didih (boiling point/Tb). larutan terjadi jika zat terlarut yang ditambahkan menyebabkan tekanan uap larutan pada temperatur yang sama lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya.

Jadi, titik didih normal larutan, yakni temperatur saat fasa uap pelarut mencapai 1 atm, harus lebih tinggi daripada titik didih pelarut.

Kenaikan titik didih tersebut dapat ditentukan menggunakan persamaan Clausius – Clapeyron yang telah dibahas sebelumnya, yakni persamaan 7.18. Jika titik didih normal larutan berubah dari Tb

o menjadi Tb dan tekanan uap pelarut berubah dari p1

o menjadi p1, maka persamaan Clausius – Clapeyronnya dapat ditulis sesuai persamaan 7.31.

 dengan persamaan 7.32 sangat kecil.

 7.31 dapat diubah menjadi persamaan 7.33.

- o Substitusi x2 pada persamaan 7.33 dengan nilai pendekatan x2 dari persamaan 7.29 menghasilkan persamaan 7.34.

1 terlarut dan pelarut sesuai persamaan 7.35.

1 konsentrasi molal zat terlarut. Substitusi persamaan 7.35 ke persamaan 7.34 mengasilkan persamaan 7.36.

∆Tb = -

( )

dimana Kb adalah tetapan kesebandingan kenaikan titik didih molal yang diistilahkan konstanta ebulioskopi.

Penambahan zat terlarut juga mengakibatkan terjadinya penurunan titik beku (freezing point/Tf). Dengan menggunakan cara yang sama diperoleh persamaan 7.37 untuk penurunan titik beku.

Tf = Kf . m2 ... (7.37) dimana Kf adalah tetapan kesebandingan penurunan titik beku molal yang diistilahkan konstanta krioskopi.

c. Tekanan Osmosis (ππππ)

Membran berpori yang dapat dilalui pelarut tetapi zat terlarut tidak dapat melaluinya disebut dengan membran semipermeabel. Bila dua jenis larutan dipisahkan denga membran semipermeabel, pelarut akan bergerak dari sisi konsentrasi rendah ke sisi konsentrasi tinggi melalui membran. Fenomena ini disebut osmosis. Membran sel adalah contoh khas membran semipermeabel.

Bila larutan dan pelarut dipisahkan membran semipermeabel, diperlukan tekanan yang cukup besar agar pelarut bergerak dari larutan ke pelarut. Tekanan ini disebut dengan tekanan osmosis. Gambaran mengenai tekanan osmosis dapat dilihat pada gmbar 7.7. Pada kesetimbangan, tekanan di bagian kiri adalah p dan tekanan di bagian kanan adalah p + dp, dimana dp adalah tekanan tambahan yang disebut tekanan osmosis. Tekanan osmosis biasa disimbol Π

Gambar 7.7. Tekanan osmosis

Pada bab sebelumnya telah dipelajari hubungan Maxwell untuk memperoleh persamaan 7.38 dan syarat kesetimbangan untuk memperoleh persamaan 7.39.

pT

 

∂µ = n

V

µ

∆ = dp n

V ... (7.38)

µ

= - RT ln o p

p ... (7.39)

dimana p adalah tekanan uap larutan po adalah tekanan uap pelarut murni.

Oleh karena dimana dp = Π, maka persamaan 7.38 dapat diubah menjadi persamaan 7.40.

µ

∆ = Π n

V ... (7.40) Substitusi persamaan 7.39 dengan 7.40 menghasilkan persamaan 7.41.

- RT ln o p

p

1

1 = Π

n

V ... (7.41)

Hukum Raoult dapat digunakan untuk memodifikasi persamaan 7.41 dimana x1 = p1 p1o dan x1 = (1 – x2) atau p1 p1o= (1 – x2) sehingga diperoleh persamaan 7.42.

Π = - V

nRT ln (1 – x2) ... (7.42) Untuk larutan yang sangat encer, nilai x2 sangat kecil sehingga ln (1 – x2) ≈ - x2 sehingga persamaan 7.42 dapat disederhanakan menhadi persamaan 7.43.

Π = - V

nRT . (- x2)

Π = V nRT .

1 1

2

n n

n + Π = n2

V

RT ... (7.43) dimana n2 adalah jumlah zat terlarut.

Contoh Soal Contoh SoalContoh Soal Contoh Soal

Tekanan osmosis larutan air pada temperatur 300 K adalah 120 kPa. Hitunglah titik beku larutan itu!

Jawab: Latihan SoalLatihan Soal Latihan Soal Hitunglah titik beku larutan yang terdiri dari 3 gram urea (Mr=

60 g mol–1) dalam 100 gram air. Kf air = 1.86 oC/ mol kg-1

(- 0.93 0C)

5. Sistem Dua Komponen dengan Fasa Padat–Cair

Sistem campuran 2 komponen (biner) paling sederhana adalah sistem yang kedua komponennya misibel dalam fasa cair tapi imisibel dalam fasa padat. Jenis kesetimbangan ini banyak

dijumpai dalam kehidupan sehari- hari, misalnya jika 2 logam yang dalam keadaan padat tidak bercampur tetapi ketika dilelehkan keduanya akan bercampur homogen membentuk 1 fasa.

Pada sistem campuran tersebut, fase padat dan cairnya dapat ditemukan pada temperatur di bawah titik lelehnya. Contoh sistem yang demikian adalah campuran antimon dan bismut sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.8.

Gambar 7.8. Diagram fasa campuran Sb-Bi

Pada gambar tersebut, titik m1 adalah titik dimana campuran masih dalam fasa cair. Jika campuran didinginkan, maka fasa campuran mulai terdiri dari 2 fasa yaitu fasa cair campuran dan fasa padat Sb (Cair + Sb). Pada wilayah ini, sebagian Sb mulai menjadi padat sehingga campuran lebih kaya dengan Bi. Pada titik m3, jumlah fasa cair campuran hampir sama dengan jumlah fasa padatnya, dan terus turun hingga temperatur pada m4. Titik m4

tersebut adalah titik campuran mulai membeku membentuk padatan campuran yang dominan Sb.

Saat temperatur lebih rendah dari Te, campuran mulai membentuk padatan dengan komposisi di sebelah kanan titik e lebih dominan Sb dan di sebelah kiri titik e lebih dominan Bi. Misal

titik m5 adalah campuran padatan yang lebih dominan Sb hingga titik m5” yang hampir murni Sb dan m5’ yang lebih dominan Bi.

Pada titik e campuran membentuk komposisi eutektik, yakni membentuk padatan tanpa mengendapkan Sb dan Bi terlebih dahulu. Derajat kebebasan pada titik ini sama dengan nol, sehingga titik eutektik adalah invarian atau bukan merupakan fasa, tetapi kondisi dimana terdapat campuran yang mengandung dua fasa padatan berstruktur butiran halus.

Selain hanya bercampur secara inert, campuran dua komponen dapat bereaksi membentuk senyawa padatan yang berada dalam kesetimbangan dengan fas cair pada berbagai komposisi. Hal ini terjadi pada bagian diagram fasa Na2SO4 – H2O yang menunjukkan pelelehan Na2SO4.10H2O menjadi kristal rombik anhidrat Na2SO4.

Sistem campuran dua komponen lainnya adalah campuran dua kompuran yang membentuk padatan. Komponen-komponen campuran ini tidak memisah saat temperatur diturunkan sehingga padatan yang terbentuk mengandung masing-masing komponen.

Contoh campuran yang bersifat demikian adalah larutan padat campuran padatan Cu – Ni.

D. Sistem Tiga Komponen

Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada temperatur dan tekanan tetap dapat dinyatakan sesuai persamaan 7.44.

F = 3 – P ... (7.44) Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga komponen pada temperatur dan tekanan tetap, mempunyai

derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner. Diagram ini hanya hanya sebagai fungsi komposisi.

Umumnya, sistem 3 komponen merupakan sistem cair-cair- cair yang tergantung pada temperatur dan daya saling larut antar zat cair tersebut. Misal, jika terdapat 3 zat cair A, B dan C, maka A dan B akan larut sebagian. Penambahan zat C ke dalam campuran dapat memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.

Kelarutan masing-masing komponen tersebut pada temperatur tetap dapat di gambarkan pada suatu diagram terner sesuai gambar 7.9.

Gambar 7.9. Diagram Terner

Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25% dan C = 50%. Titik ini dibuat dengan memotongkan garis yang mempunyai komposisi 25 % mol A yaitu garis sejajar BC, 25 % mol B yaitu garis sejajar AC dan garis sejajar AB dengan % mol 50 %.

Titik pada garis BP dan BQ menyatakan suatu campuran dengan perbandingan jumlah A dan C yang tetap tetapi dengan jumlah B

yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis garis yang ditarik dari salah sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya.

Contoh penerapan kesetimbangan tiga komponen dan diagram terner adalah pada optimisasi bubuk slag nikel menggunakan pendekatan sistem temari C-A-S (CaO-Al2O3-SiO2).

Prosesnya meliputi tiga fase utama berikut:

a. Fase pembentukan senyawa kalsium silika hidrat (CSH) hasil reaksi antara trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat (C2S) semen dengan air (H2O)

b. Fase pembentukan senyawa kalsium silika hidrat (CSH) bubuk slag nikel dengan kalsium hidroksida (CH) hasil sampingan reaksi kimia fase pertama.

c. Fase hidrogamet atau fase pembentukan ettringit sebagai produk reaksi antara senyawa kimia silika oksida (SiO2) dan aluminium oksida (Al2O3) bubuk slag nikel dengan kalsium hidroksida (CH) hasil sampingan reaksi kimia fase pertama.

Ketiga fase tersebut merepresentasikan reaksi hidrasi cementitous dengan tiga komponen produk reaksi yaitu kalsium silika hidrat (CSH), kalsium hidroksida (CH), dan kalsium suoaluminat hidrat (CASH).

Contoh Soal Contoh SoalContoh Soal Contoh Soal

Buatlah sketsa diagram fasa sistem NH3/N2H4 jika: kedua zat itu tidak membentuk senyawa, NH3 membeku pada temperatur -780C, N2H4 membeku pada temperatur +20C, eutetik terbentuk ketika fraksi mol N2H4 = 0.07 dan eutetik itu meleleh pada temperatur -800C!

Jawab:

Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal Uranium tetraflourida dan zirkonium tetraflourida meleleh berturut-turut pada temperatur 10350C dan 9120C. Keduanya membentuk seri kontinu dari larutan padat dengan temperatur leleh minimun 7650C dan komposisi xZrF4 = 0.77. Pada temperatur 9000C. Larutan cair dengan komposisi xZrF4 = 0.28 ada dalam kesetimbangan dengan larutan padat yang komposisinya adalah 0.87 dan 0.90. Buatlah sketsa diagram fasa sistem ini dan nyatakan apa yang diamati jika cairan dengan komposisi xZrF4 = 0.40 didinginkan perlahan-lahan dari temperatur 9000C sampai dengan 5000C.

(Larutan padat dengan xZrF4 = 0.28 dimulai sekitar 855 0C hingga xZrF4 = 0.40 pada temperatur 8200C)

Soal Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal Latihan    

1. Tekanan uap diklorometana pada temperatur 24.1 0C adalah 400 Torr dan entalpi penguapannya: 28.7 kJ mol-1. Perkirakan temperaturnya pada saat tekanan uapnya 500 Torr!

2. Volume molar padatan tertentu 161 cm3 mol-1 pada tekanan 1.00 atm dan temperatur 250.75 K, yaitu temperatur lelehnya.

Volume molar cairan pada temperatur dan tekanan ini adalah 163.3 cm3 mol-1. Pada tekanan 100 atm, temperatur lelehnya berubah menjadi 351.26 K. Hitunglah besar entalpi molar dan entropi peleburan padatan!

3. Tekanan uap cair pada temperatur 200 K sampai 260 K memenuhi persamaan:

K Torr T

p /

8 . 225 2501 . 16 ) /

ln( = −

Hitunglah besar entalpi penguapan cairan itu.

4. Entalpi penguapan cairan tertentu adalah 14.4 kJ mol-1 pada temperatur 180 K, yaitu titik normalnya. Volume molar cairan dan uapnya pada titik didih itu adalah 115 cm3mol-1 dan 14.5 cm3mol-1. Perkirakan dp/dT dari persamaan Clapeyron dan perkirakan persentase kesalahan nilainya jika yang digunakan adalah persamaan Clausius-Clapeyron.

5. Hitunglah perbedaan kemiringan grafik potensial kimia terhadap tekanan pada tiap sisi (a) titik beku normal air, (b) titik didih normal air. Rapatan es dan air pada temperatur 00C adalah 0.917 g cm-3 dan 1 g cm-3, dan rapatan air dan uap air pada temperatur 1000C adalah 0.958 g cm-3 dan 0.598 g dm-3. Berapa kelebihan potensial kimia uap air dibandingkan dengan potensial kimia air cair pada tekanan 1.2 atm dan temperatur 1000C? Perkirakan fasa air tersebut!

6. Sebanyak 50 L udara kering perlahan-lahan ditiupkan ke dalam bejana yang diberi isolasi termal, yang berisi 250 g air, mulanya pada temperatur 25 0C. Hitunglah temperatur akhir. Tekanan

uap air kurang lebih tetap pada 23.8 Torr selamanya, dan kapasitas kalornya, 75.5 JK-1mol-1. Asumsikan udara tidak dipanaskan atau didinginkan dan uap air termasuk gas sempurna.

7. Hitunglah tekanan air yang membeku pada temperatur 2 0C, entalpi pembekuan air -21,8 kJ mol-1.

8. Tentukan komponen, fasa dan derajad kebebasan sistem berikut :

a. Campuran minyak dan air

b. Larutan NaCl jenuh yang terdapat NaCl(s) dan uap air 9. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada

temperatur tertentu tekanan A murni 200 mmHg dan B murni 75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A, berapa persen mol A dalam uapnya.

10. Ramalkan tekanan uap HCl di atas larutan HCl di dalam GeCl4

cair yang molalitasnya 0.1 mol kg-1.

11. Tekanan uap 500 g sampel benzena adalah 400 Torr pada temperatur 60.6 0C. Tekanan uap ini turun menjadi 386 Torr jika 19 gram senyawa organik yang tak dapat menguap dilarutkan ke dalamnya. Hitunglah massa molar senyawa itu!

12. Gambarkan diagram fasa bila Nikel ditambahkan pada Mg yang meleleh pada 650 oC (Ar Mg = 24), titik beku campuran mulai turun sampai titik eutektik tercapai pada 510 oC dan 28 % mol Nikel. Senyawa baru terbentuk pada temperatur 900 oC mengandung 54 % mol nikel, titik eutektik kedua terbentuk pada temperatur 700 oC, 75 % mol nikel. Sedangkan nikel murni meleleh pada temperatur 1400 oC. Gambarkan diagram fasa antara % mol Nikel terhadap temperatur!

13. Diketahui sistem 3 komponen A-B-C, komposisi titik K : 40% A, 20%B; titik L: 30%A, 30% C. Gambarkan titik K dan L!

14. Tandailah titik berikut ini pada diagram Terner:

a. 0.2; 0.2; 0.6 b. 0; 0.2; 0.8

c. Titik yang menunjukkan ketiga fraksi molnya sama

15. Buktikan bahwa garis lurus dari titik sudut A pada diagram Terner ke sisi BC di hadapannya menunjukkan campuran B dan C dengan perbandingan tetap, berapapun A yang ada!

APENDIKS APENDIKS APENDIKS APENDIKS

Apendiks A: Simbol Termodinamika Kimia

Simbol Keterangan Persamaan Satuan

q Kalor J

ekspansi volume T p

V

Kapasitas kalor pada tekanan

tetap p

Kapasitas kalor pada volume

tetap V

Lanjutan..

B Koefisien virial

kedua m3 mol-1

C Koefisien virial ketiga Z Faktor kompresi

RT

Z=pVm 1

XA

Parsial molar komponen A

A

Potensial kimia komponen A

A

Aktivitas absolut

komponen A 

Aktivitas relatif

komponen A 

kesetimbangan 

Apendiks B: Faktor Konversi

Massa (m):

Kilogram (SI unit) kg

Gram (cgs unit) g = 10-3 kg

Massa elektron (au) me ≈9.10939 x 10-31 kg Massa atom u, Da ≈ 1.660 540 x 10-27 kg Volume (V):

Meter kubik (SI unit) m3

Liter L = dm3 = 10-3 m3

Temperatur (T):

Kelvin (SI) K = oC + 273

Celcius oC = 5/9 (oF-32)

Reumer oR = oF + 460

Tekanan (p):

Pascal (SI unit) Pa = Nm -2 = kg m-1 s-2

Atmosphere atm = 101 325 Pa

Bar bar = 105 Pa

Torr Torr ≈ 133.322 Pa

Millimetre of mercury mmHg ≈ 133.322 Pa Pounds per square inch psi ≈ 6.894757 x 103 Pa Energi (E):

Joule (SI unit) J = kg m2 s-2

erg (cgs unit) erg = g cm2 s-2 = 10-7 J Hartree (au) Eh ≈ 4.35975 x 10-18 J

Rydberg Ry ≈ 2.17987 x 10-18 J

Electronvolt eV ≈ 1.602 18 x 10-19 J

Kalori kal = 4.184 J

Gaya (F):

Newton (SI unit) N = kg ms-2

Dyne (cgs unit) dyn = g cm s-2 = 10-5 N Kapasitas kalor (C):

SI unit JK-1

Clausius Cl = kal/K =4.184 J K-1

Volume molar (Vm):

SI unit m3 mol-1

Amagat amagat ≈ 22.4 x 10-3 m3 mol-1 (Vm gas real pada 1 atm and 273.15 K)

Sumber data:

IUPAC. Quantities, Units and Symbols in Physical Chemistry (2nd ed.): Blackwell Science, 1993

Bhattacharjee, S. TEST (The Expert System for Thermodynamics). San Diego State University, diakses dari http://www.thermofluids.net, pada 8 Desember 2010

Apendiks C: Tabel dan Data

Tabel 1. Tetapan dasar

Nama Tetapan Simbol Nilai Satuan

0.08206 L atm mol-1 K-1 62.36 L Torr mol-1 K-1 8.314 joule mol-1 K-1 8.314 x 107 erg mol-1 K-1 Konstanta gas

ideal R

1.987 kal mol-1 K-1 Bilangan

Avogadro L 6.02214 × 1023 mol-1

Boltzmann KB

1.38066 × 10

23 JK-1

Faraday F 9.64853 × 104 C mol-1

Planck H 6.62620 × 10

34 J s

Rydberg r 1.0974 x 107 m-1

Muatan

elektron e 1.602177 × 10

19 C

Massa atom Da, u 1.66 x 10-27 kg

Massa

elektron me 9.10939 x 10-31 kg Jari-jari Bohr a0 0.529 x 10-10 m Permeabilitas

vakum μ0 4Π x 10-7 N A-2

Permitivitas

vakum ε0 8.854 x 10-12 F m-1

Kecepatan cahaya dalam ruang vakum

c 2.9979 x 108 m s-1

Tabel 2. Energi ikat rata-rata molekul Jenis ikatan Energi ikat (kJ

mol-1) Jenis ikatan Energi ikat (kJ mol-1)

C-C 343 N-N 160

C=C 615 N=N 946

C≡C 812 N-O 176

C-Br 285 N=O 605

C-Cl 326 O-H 464

C-F 490 O-O 144

C-H 416 O=O

(dalam O2) 498

C-N 290 O-Br 200

C=N 891 O-Cl 220

C-O 351 O-F 190

C=O 724 O=S 515

C=O

(dalam CO2) 799 O-P 335

C≡O 1046 O=P 545

C-S 270 I-I 149

C=S 575 Br-Br 193

C-P 265 Cl-Cl 244

C-Si 290 F-F 158

H-H 436 S-S 250

H-Br 366 P-P 200

H-Cl 432 Si-Si 220

H-F 568 Si-O 450

H-I 298 Sn-Sn 145

H-N 391 Sn-N 320

H-S 367 Sn-Cl 145

H-P 320 Te-H 240

H-Si 315 Se-Se 170

Tabel 3. Data termodinamika unsur dalam tabel periodik

Nama

Unsur Lambang Massa Atom

Titik leleh (°C)

Titik didih (°C)

ρ (kg m-3)

Cp (kJ kg-1 K)

k (W m-1 K)

ΔHfus (kJ kg-1)

ΔHvap (kJ kg-1)

Aluminum Al 26.9815 660.40 2467.00 2700.00 0.897 237.00 397.00 10896.00

Antimon Sb 121.7500 630.70 1750.00 6697.00 0.207 24.40 163.00

Argon Ar 39.9480 -189.20 -185.70 1.78 0.521 0.0177 28.00 161.00

Arsen As 74.9216 817.00 613.00 5727.00 0.329 50.00 326.00 1703.00

Barium Ba 137.3300 725.00 1640.00 3510.00 0.204 18.40 51.80 1019.00

Belerang S 320.600 112.80 444.70 2080.00 0.710 0.20 53.60 1404.00

Berilium Be 9.01218 1278.00 2970.00 1850.00 1.825 201.00 877.00

Besi Fe 55.8470 1535.00 2750.00 7860.00 0.449 80.40 247.00 6260.00

Bismut Bi 208.9800 271.30 1560.00 9780.00 0.122 7.92 54.10 723.00

Boron B 10.8100 2079.00 2250.00 2340.00 1.026 27.40 4644.00 44403.00

Brom (l) Br 79.9040 -7.20 58.78 3102.80 0.474 0.122 66.20 188.00

Brom (g) Br2 159.8080 7.59 0.226 0.0048

Emas Au 196.9670 1064.40 3080.00 19300.00 0.129 318.00 63.70 1645.00

Fluor F 18.9984 -219.60 -188.10 1.70 0.824 0.0279 13.40 174.00

Fosfor

(putih) P 30.9738 44.10 280.00 1823.00 0.769 0.236 21.30 400.00

Helium He 4.002 6 -272.20 -268.90 0.18 5.193 0.152 2.10 20.70

Lanjutan..

Hidrogen H 1.0080 -259.10 -252.90 0.09 14.304 0.1815 59.50 446.00

Indium In 114.8200 156.60 2080.00 7310.00 0.233 81.80 28.60 2019.00

Iridium Ir 192.2200 2410.00 4130.00 22650.00 0.131 147.00 214.00 3185.00

Kadmium Cd 112.4100 320.90 765.00 8650.00 0.232 96.90 55.10 888.00

Kalium K 39.0983 63.25 759.90 890.00 0.757 102.50 59.30 2050.00

Kalsium Ca 40.0800 839.00 1484.00 1550.00 0.647 201.00 213.00 3.80

Karbon C 12.0110 3652.00 t 2146.00 0.709 1.59 8709.00

Klorin Cl 35.4530 -100.98 -34.60 3.20 0.479 0.0089 90.30 288.00

Klorin (l) Cl 35.4530 . 3.20 0.134

Kobalt Co 51.9332 1495.00 2870.00 8900.00 0.421 100.00 312.00 6390.00

Kripton Kr 83.8000 -156.60 -152.30 3.75 0.248 0.0095 16.30 108.00

Kromium Cr 51.9960 1857.00 2672.00 7150.00 0.449 93.90 404.00 6.60

Lantanum La 138.9060 920.00 3454.00 6162.00 0.195 13.40 44.60 2980.00

Litium Li 6.9410 180.50 1342.00 534.00 3.582 84.80 432.00 21340.00

Magnesium Mg 24.3050 648.80 1090.00 1738.00 1.023 156.00 349.00 5240.00

Mangan Mn 54.9380 1244.00 1962.00 7210.00 0.479 7.80 235.00 4110.00

Molibden Mo 95.9400 2617.00 4612.00 10280.00 0.251 138.00 391.00

Neon Ne 20.1179 -248.70 -246.00 0.90 1.030 0.0493 16.90 85.00

Nikel Ni 58.6900 1453.00 2732.00 8908.00 0.444 90.90 298.00 6310.00

Lanjutan..

Nitrogen N 14.0067 -209.90 -195.80 1.25 1.040 0.026 25.40 199.00

Oksigen O 15.9994 218.40 -182.96 1.43 0.918 0.0267 13.80 213.00

Perak Ag 107.8680 961.90 2212.00 0.235 429.00 105.00 2323.00

Platina Pt 195.0800 1772.00 3827.00 21450.00 0.133 71.60 114.00 2610.00

Plutonium Pu 244.0000 641.00 3232.00 19816.00 6.70 11.60 1410.00

Radon Rn 222.0000 -71.00 -61.80 0.01 0.094 0.0036 12.30 83.00

Raksa Hg 200.5900 -38.87 356.60 13600.00 0.140 8.30 11.40 295.00

Rubidium Rb 85.4678 38.90 686.00 1532.00 0.363 58.20 25.60 810.00

Selenium Se 78.9600 217.00 684.90 4810.00 0.321 0.52 84.70 1209.00

Seng Zn 65.3900 419.60 907.00 7140.00 0.388 116.00 112.00 1770.00

Sesium Cs 132.9054 28.40 669.30 1930.00 0.242 35.90 15.80 394.00

Sesium (l) Cs 132.9054 1843.00 19.70

Silikon Si 28.0855 1410.00 2355.00 2330.00 0.705 149.00 1788.00 14050.00

Stronsium Sr 87.6200 769.00 1384.00 2640.00 0.301 35.40 84.80

Talium Tl 204.3830 303.50 1457.00 11850.00 0.129 46.10 20.30 806.00

Tembaga Cu 63.5460 1083.40 2567.00 8960.00 0.385 401.00 209.00 4700.00

Timah Sn 118.7100 232.00 2270.00 7265.00 0.228 66.80 59.20 2500.00

Timbal Pb 207.2000 327.50 1740.00 11340.00 0.129 35.30 23.00 866.00

Titanium Ti 47.8800 1660.00 3287.00 4506.00 0.523 21.90 296.00 8790.00

Lanjutan..

Tungsten/

Wolfram W 183.8500 3410.00 5660.00 19250.00 0.132 173.00 285.00 4500.00

Uranium U 238.0290 1132.00 3818.00 19100.00 0.116 27.50 38.40 1950.00

Vanadium V 50.9415 1890.00 3380.00 6000.00 0.489 30.70 422.00 8870.00

Xenon Xe 131.2900 -111.90 -107.10 5.89 0.158 0.0057 13.80 96.00

Yodium I 126.9050 113.50 184.40 4933.00 0.145 0.449 61.00 164.00

Yodium (l) I 126.9050 4927.28 0.116

Zirkonium Zr 91.2240 1852.00 4377.00 6.52 0.278 22.70 230.00 6400.00

Nilai kalor (kJ kg-1)

Nama Senyawa Rumus

Kimia

Massa Molekul

ρ (kg m-3)

ΔHvap

(kJ kg-1) Cp

(kJ kg-1 K) Tertinggi Terendah

Karbon monoksida(g) CO 28.013 1.05 10,100 10,100

Metana(g) CH4 16.043 509 2.2 55,530 50,050

Metanol(l) CH4O 32.042 0.79 1168 2.53 22,660 19,920

Asitelin(g) C2H2 26.038 1.69 49,970 48,280

Etane(g) C2H6 30.07 172 1.75 51,900 47,520

Etanol(l) C2H6O 46.069 0.79 919 2.44 29,670 26,810

Propana(l) C3H8 44.097 0.5 420 2.77 50,330 46,340

Butana(l) C4H10 58.123 0.579 362 2.42 49,150 45,370

1-Pentena(l) C5H10 70.134 0.641 363 2.2 47,760 44,630

Isopentana(l) C5H12 72.15 0.626 2.32 48,570 44,910

Benzena(l) C6H6 78.114 0.877 433 1.72 41,800 40,100

Heksena(l) C6H12 84.161 0.673 392 1.84 47,500 44,400

Heksana(l) C6H14 86.177 0.66 366 2.27 48,310 44,740

Toluena(l) C7H8 92.141 0.867 412 1.71 42,400 40,500

Heptana(l) C7H16 100.204 0.684 365 2.24 48,100 44,600

Octana(l) C8H18 114.231 0.703 363 2.23 47,890 44,430

Dekana(l) C10H22 142.285 0.73 361 2.21 47,640 44,240

Gasolin(l) CnH1.87n 100-110 0.72-0.78 350 2.4 47,300 44,000

Tabel 5. Entalpi pembakaran beberapa senyawa organik pada temperatur 25 0C

Nama Senyawa Rumus Kimia ΔHc° (kJ mol–1)

Karbon C 393.5

Karbonmonooksida CO 283.0

Hidrogen H2 285.8

Amonia H3N 382.8

Amonia H3N 382.8

Dokumen terkait