• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alat Bukti Dalam Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana Indonesia. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana Indonesia, memiliki

UNDANG NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE

A. Alat Bukti Dalam Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana Indonesia. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana Indonesia, memiliki

beberapa pengelompokan yang membagi alat-alat bukti kedalam kategori oral evidence, documentary evidence, material evidence dan electronic evidence.61

1. Oral Evidence

Berikut pembagian pada masing-masing kategori:

Oral evidence dalam pembuktian hukum pidana adalah merupakan suatu keterangan secara lisan yang diperoleh melalui keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa.

2. Documentary Evidence

Adalah merupakan suatu pembuktian dalam hukum acara pidana yang didapat melalui alat bukti surat dan petunjuk.

3. Material evidence

Adalah merupakan suatu alat bukti yang berhubungan dengan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, barang yang digunakan untuk

60

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalaha Dan Penerapan KUHAP, (Edisi Kedua, Sinar Grafika: 2000)., hlm. 252

61

membantu terlaksananya suatu tindak pidana, barang yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana, barang yang diperoleh dari suatu tindak pidana serta informasi dalam arti khusus.

Didalam Hukum Acara Pidana Indonesia, dikenal ada 5 (lima) alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP. Diluar alat-alat bukti tersebut, tidak dibenarkan dipergunakan sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Hakim ketua sidang, Jaksa penuntut umum, terdakwa maupun penasihat hukum terikat dan terbatas hanya diperbolehkan untuk menggunakan alat-alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) dan tidak diperbolehkan mempergunakan alat bukti diluar ketentuan dari pasal KUHAP tersebut. Alat-alat bukti dimaksud adalah: 62

1. Keterangan Saksi-saksi

Dalam Pasal 185 KUHAP ayat (1) disebutkan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu. Pasal 1 angka 27 KUHAP menyatakan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Menurut Andi Hamzah, sesuai dengan penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP tersebut sehubungan dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan juga untuk

62

perlindungan hak asasi manusia, dimana keterangan saksi yang hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu) tidak terjamin kebenarannya dan tidak patut untuk dipakai dalam hal ini untuk Hukum Acara Pidana Indonesia.

2. Keterangan Ahli

Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahliialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Dan selanjutnya Pasal 186 KUHAP menjelaskan bahwa keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwakt ia diberikan jabatan atau pekerjaan. Jika keterangan ahli tersebut diberikan secara tertulis (tidak secara lisan), maka KUHAP membedakan keterangan tersebut sebagai alat bukti surat (Pasal 187 butir c KUHAP).

3. Surat

Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP. M. Kardaji dan R. Soesilo membedakan menjadi 4 (empat) kategori sebagai berikut:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat langsung dihadapannya, yang membuat keterngan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan tentang keterangan tersebut

b. Surat yang dibuat menurut peraturan undang-undang atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau keadaan

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi dari padanya dan

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

4. Petunjuk

Pasal 188 ayat 1 KUHAP memberi defenisi petunjuk sebagai perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Selanjutnya dalam pasal 188 ayat (3) KUHAP dinyatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. Berdasarkan PAsal 188 ayat (3) KUHAP diatas, Andi Hamzah menjelaskan pada akhirnya persoalan tentang petunjuk dalam hal pembuktian pada akhirnya akan diserahkan kepada hakim dan diamati (warrneming van de rechter) selama berjalannya persidangan.

Keterangan terdakwa menurut pasal 189 ayat (1) KUHAP adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai siarat, (a) mengaku ia melakukan delik yang didakwakan dan (b) mengaku ia bersalah. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa dari pengakuan Terdakwa.

Hukum pembuktian dalam cybercrime adalah bersifat khusus (lex spesialis). Akan tetapi atasnya tetap diharuskan untuk mengacu kepada asas-asas pembuktian yang umum. Dalam sistem pembuktian terdapat macam-macam sistem atau teori pembuktian. Sistem atau teori pembuktian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan kepada Undang-undang positif, yaitu pembuktian yang didasarkan kepada alat-alat bukti yang didasarkan kepada Undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie). Artinya jika tidak terbukti suatu perbuatan sesuai alat-alat bukti yang disebut oleh Undang-undang, maka keyakinan hakim diabaikan.

2. Sistem pembuktian didasarkan kepada Undang-undang secara negatif, yaitu sebuah teori yang menyandarkan bahwa hakim dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat oleh alat bukti yang ditentukan oleh Undang-undang dan keyakinan hakim sendiri. Dalam hal ini ada dua syarat untuk membuktikan keralahan terdakwa, yakni adanya alat bukti yang sah yang telah diterapkan dan adanya

keyakinan hakim berdasarkan bukti-bukti atersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Pasal 183 KUHAP, sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP adalah sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-undang secara negatif.

3. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan kepada keyakinan hakim secara terus menerus (conviction in time), berdasarkan teori ini, didalam menjatuhkan putusannya hakim tidak terikat dengan alat bukti yang ada. Darimana hakim menyimpulkan putusannya tidaklah menjadi masalah, karena ia dapat menyimpulkan dari alat bukti yang ada dalam persidangan atau juga mengabaikan alat bukti yang ada dalam persidangan.

4. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonne). menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan kepada keyakinannya, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu alasan-alasan yang logis. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya. Teori ini juga dipergunakan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia.

Dalam mengungkap suatu perkara pidana, ada tiga hal yang tidak dapat dipisahkan karena menyangkut keabsahan suatu putusan pengadilan, yaitu: system pembuktian yang dianut oleh hukum acara, alat bukti dan kekuatan pembuktian serta barang bukti yang akan memperkuat alat bukti yang dihadirkan didalam persidangan. Sehingga memberi kepastian kepada hakim dalam hal membuktikan

tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu. Karena didalam hukum pidana, pembuktian memegang peranan yang sangat penting. Bersalah atau tidaknya seorang terdakwa sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan ditentukan pada proses pembuktiannya. Dengan kata lain, pembuktian merupakan suatu upaya untuk membuktikan kebenaran dari isi surat dakwaan yang disampaikan oleh para jaksa penuntut umum, yang kegunaannya untuk memperoleh kebenaran sejati atau materil terhadap:63

1. Perbuatan-perbuatan manakah yang dianggap terbukti menurut pemeriksaan persidangan.

2. Apakah telah terbukti bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepadanya.

3. Tindak pidana apakah yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan itu.

4. Hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa bukan pekerjaan mudah.

Berhubungan dengan hukum acara pidana tentang pembuktian dalam peradilan, kemajuan teknologi khusunya Informasi dan Transaksi Elektronik, memunculkan persoalan tersendiri mengenai apakah hukum pembuktian yang ada saat ini telah mampu menjangkau pembuktian kasus-kasus cybercrime. Perdebatan mengenai kedudukan produk teknologi, khususnya catatan/dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah di persidangan.

63