• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutan ALam Periode sebelum

6 SISTEM PENGHIDUPAN MASYARAKAT LOKAL SEKITAR LANSKAP TNTN

Struktur Nafkah Rumah Tangga Masyarakat Lokal Sekitar Lanskap TNTN

Dharmawan (2007) menyatakan bahwa livelihoods lansdcape merupakan gambaran sistem penghidupan secara keseluruhan disuatu kawasan atau entitas sosial tertentu yang berisi peta sumber daya nafkah dan strategi nafkah yang dibangun individu dan rumah tangga dalam keseluruhan tatanan sistem sosial dan ekosistem. Didalamnya juga meliputi dimensi jender dan lapisan sosial. Menurut Chambers conways (1992) livelihood merupakan kemampuan, asset dan aktivitas yang diperlukan sebagai alat untuk hidup. Mata pencaharian dikatakan lestari apabila ia bisa menanggulangi dan bisa pulih dari tekanan serta goncangan dan memelihara atau meningkatkan kemampuan serta asetnya baik untuk sekarang maupun untuk yang akan datang apabila tidak bergantung pada sumber daya alam. Lebih lanjut Ellis (2000) menyatakan bahwa pendekatan nafkah berkelanjutan (nafkah lestari) berusaha mencapai derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi dan ekologi secara adil dan seimbang.

Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional sebagian besar bekerja di sektor pertanian diikuti dengan sektor perdagangan dan jasa. Pola usahatani yang semula dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan adalah berladang berpindah dengan pola tanam yang mengikuti musim. Penanaman dilakukan ketika musim penghujan. Aktivas perladangan berpindah ini telah berhenti dan masyarakat mulai bertani secara menetap. Selain itu lahan atau hutan yang sudah dibuka untuk ladang sudah dimanfaatkan untuk menanam kelapa sawit. Invasi perkebunan sawit dan masuknya pendatang merubah mata pencaharian tradisional mereka yang dulunya bergantung pada hasil hutan. Ini menyebabkan pandangan masyarakat terhadap hutan tidak lagi sebagai sumber kehidupan seperti yang diajarkan leluhur mereka. Masyarakat sekitar TNTN sekarang menganggap perkebunan sawit sebagai sumber kehidupan sehingga mereka berlomba-lomba membuka hutan di Taman Nasional Tesso Nilo dan sekitarnya untuk perkebunan kelapa sawit.

Masyarakat lebih memilih untuk menanam kelapa sawit dibandingkan dengan tanaman pertanian lainnya. Hadirnya perkebunan sawit skala besar dan pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) disekitar TNTN, dengan pola skema PIR Trans dimana masyarakat transmigrasi kemudian ditempatkan disekitar kawasan. Masyakat transmigrasi yang mengikuti pola ini kemudian memiliki penghasilan yang cukup besar dari hasil perkebunan kelapa sawit yang dikeloka oleh perusahaan, sehingga timbul ketimpangan antara para pendatang dengan penduduk lokal yang hanya mengandalkan hasil perkebunan karet dan hasil hutan sebagai sumber nafkah. Hal ini juga kemudian yang mendorong masyarakat lokal mengkonversi kebun karet mereka dan mulai menanam sawit mengikuti desa terdekat yang telah berhasil dengan kelapa sawit.

Struktur nafkah adalah komposisi pendapatan rumah tangga petani dari berbagai aktivitas nafkah yang dilakukan seluruh anggota rumah tangga dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Struktur nafkah dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 sumber, yaitu (1) Perkebunan yang terdiri dari perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet, (2) Ekstraksi hasil hutan (Madu Hutan dan hasil hutan

lainnya) dan (3) Lainnya (sumber lain diluar perkebunan dan ekstraksi hasil hutan). Rumah tangga petani merupakan penduduk asli atau masyarakat lokal Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam.

Gambar 21. Struktur Nafkah Rumah Tangga Petani Pertahun Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Sektor perkebunan merupakan sumber utama pendapatan rumah tangga petani di kedua desa. Pendapatan rumah tangga petani per tahun untuk Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam diperoleh dari kegiatan perkebunan dengan rata rata pendapatan per tahun sebesar Rp 15.174.800 atau sekitar 80 persen dari total pendapatan per tahun. Sementara Desa Air Hitam memiliki pendapatan rata- rata juga terbesar dari kegiatan perkebunan yaitu sebesar Rp 19.620.000 atau sekitar 82 persen. Pada ketiga lapisan masyarakat di dua desa memiliki struktur yang hampir sama dimana penghasilan terbesar keluarga diperoleh dari hasil perkebunan, yaitu perkebunan kelapa sawit. Kontribusi dari sektor ekstraksi hasil hutan dan sektor lainnya sangat kecil.

Atas Menengah Bawah

Lainnya 18 7 4

Ekstraksi Hasil Hutan 0 20 9

Kebun karet 5 3 0

Kebun kelapa sawit 77 70 87

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Ko m p o si si s u m b er n a fk a h ( d a la m % ) Lapisan Masyarakat

Atas Menengah Bawah

Lainnya 25 3 0

Ekstraksi Hasil Hutan 0 19 5

Kebun karet 5 3 0

Kebun kelapa sawit 70 75 95

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Ko m p o si si s u m b er n a fk a h ( d a la m % ) Lapisan Masyarakat

Gambar 22. Struktur Nafkah Rumah Tangga Petani Pertahun Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Kegiatan ekstraksi hasil hutan untuk kedua desa sangat kecil, jika dilihat dari pendapatan yang berasal dari kegiatan ekstraksi hasil hutan maka Desa Lubuk Kembang Bunga hanya sekitar Rp 1.825.000 per tahun atau 10 persen sedangkan Desa Air Hitam sebesar Rp 1.883.333 pertahun atau hanya 8 persen. Kontribusi pendapatan dari kegiatan lainnyauntuk masing masing desa adalah Rp 2.060.000 atau 10 persen Desa Lubuk Kembang Bunga dan Rp 2.413.333 atau 10 persen Desa Air Hitam. Komposisi struktur nafkah masyarakat lokal kedua desa ini masih sangat bergantung terhadap hasil perkebunan sawit, dimana pendapatan terbesar yang mereka peroleh didapat dari hasil perkebunan kelapa sawit. Sementara kontribusi dari kegiatan ekstraksi hasil hutan dan lainnya sangat kecil dengan nilai dibawah sepuluh persen. Dalam kegiatan perkebunan masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luas rata-rata 2,1 ha sementara kebun karet dengan luas rata rata 0,8 ha. Sedangkan Desa Air Hitam memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luas rata-rata 2,23 ha sementara kebun karet dengan luas rata rata 0,08 ha.

Gambar 23. Komposisi struktur nafkah rumah tangga petani Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015 Perkebunan kelapa sawit menjadi dominan didalam menopang sistem penghidupan rumah tangga di kedua desa. Sehingga mendorong terjadi perubahan struktur nafkah yang sebelumnya beragam dari hasil karet, berladang, berburu, dan memanfaatkan hasil hutan menjadi struktur nafkah yang relatif homogen dengan didominasi oleh kelapa sawit. Akibat tingginya dominansi perkebunan kelapa sawit menyebabkan struktur ekonomi non sawit menjadi tidak berkembang, dimana heterogenitas nafkah rendah sehingga membuat masyarakat dikedua desa sangat rentan sehingga resiko terhadap krisis sangat tinggi dengan resiliensi nafkah yang rendah. - 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 Atas Menenga h Bawah Perkebunan 32,558,571 16,630,000 10,404,000

Ekstraksi hasil Hutan - 4,562,500 -

Lainnya 7,285,715 1,500,000 981,819 P e nd at ap at an p e rt ah un ( R p) Lapisan Masyarakat

Gambar 24. Komposisi struktur nafkah rumah tangga petani Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Hadirnya perkebunan kelapa sawit skala besar dan berdirinya pabrik pabrik pengolahan disekitar desa telah mengubah sistem nafkah pedesaan secara fundamental. Sistem nafkah didominasi dari satu sumber nafkah yaitu dari perkebunan kelapa sawit. Masyarakat bahkan rela mengkonversi lahan yang sedianya untuk tanaman pangan menjadi perkebunan kelapa sawit, bahkan konversi untuk perkebunan kelapa sawit juga dilakukan pada lahan pekarangan rumah. Pola nafkah masyarakat sekitar kawasan berubah menjadi cenderung homogen dengan satu sumber nafkah yaitu dari perkebunan kelapa sawit. Ini menyebabkan masyarakat memiliki ketahanan yang lemah terhadap krisis ketika harga kelapa sawit mengalami penurunan.

Status Kesejahteraan rumah tangga masyarakat sekitar lanskap TNTN

Status kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar taman nasional dalam penelitian ini dibagi atas tiga lapisan. Lapisan atas merupakan masyarakat yang pendapatan rata-rata pertahun mereka berada diatas pendatapatan rata-rata, sedangkan lapisan bawah yang merupakan masyarakat yang pendapatan tahunannya berada dibawah pendatapan rata-rata. Sedangkan lapisan menengah merupakan mereka yang pendapatannya berada antara lapisan atas dan lapisan bawah.

Sebaran pendapatan rumah tangga cukup beragam hampir disemua lapisan (gambar 25). Desa Lubuk Kembang Bunga terdapat 23,33 persen masyarakat berada pada lapisan atas, lapisan terbanyak berada pada lapisan menengah sebesar 40 persen. Sementara lapisan bawah sebesar 36,66 persen. Untuk Desa Air Hitam lapisan terbesar justru merupakan lapisan bawah sebesar 43,33 persen, kemudian lapisan atas 30 persen dan lapisan menengah sebesar 26,67 persen. Hampir meratanya distribusi pendapatan ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat dikedua desa cenderung sama dan seragam.

- 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 Atas Meneng ah Bawah Perkebunan 27,133,000 22,935,000 19,107,692

Ekstraksi hasil Hutan - 5,562,500 923,077

Lainnya 9,766,667 1,250,000 - P e nd ap at an p e r t ah un ( R p) Lapisan Masyarakat

Gambar 25. Klasifikasi status kesejahteraan Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Komposisi pendapatan masing masing rumah tangga untuk setiap lapisan umumnya dipengaruhi oleh luas lahan yang mereka miliki. Karena seluruh responden adalah petani kelapa sawit maka yang membedakan pendapatan setiap golongan adalah besarnya jumlah pendapatan dari sektor perkebunan bagi yang memiliki lahan lebih luas serta ditunjang dengan kegiatan ekonomi tambahan disektor lainnya.

Struktur Nafkah Lapisan Atas

Masyarakat lapisan atas Desa Lubuk Kembang Bunga memiliki rata-rata pendapatan pertahun sebesar Rp 39.874.286 dengan persentase pendapatan 82 persen merupakan pendapatan dari kegiatan berkebun sementara 18 persen dari kegiatan lainnya. Sementara pendapatan dari bidang ekstraksi hasil hutan tidak ada. Artinya masyarakat lapisan atas ini merupakan masyarakat yang hanya mengantungkan pendapatan mereka kepada perkebunan baik kelapa sawit maupun karet dan sektor jasa seperti memiliki warung. Untuk kegiatan seperti memanfaatkan hasil hutan tidak dilakukan oleh masyarakat lapisan atas.

Demikian juga dengan masyarakat lapisan atas Desa Air Hitam terihat bahwa struktur nafkah hanya diperoleh dari kegiatan perkebunan sebesar Rp 27.133.333 atau 74 persen dari total pendapatan dan kegiatan lainnya sekitar Rp 17.580.000 atau 26 persen. Sama seperti Desa Lubuk Kembang Bunga, lapisan atas Desa Air Hitam juga tidak memanfaatkan hasil hutan untuk menambah penghasilan. Hal ini disebabkan karena rata rata kepemilikan lahan untuk lapisan ini diatas 2 ha per kk.

Lubuk Kembang Bunga Air Hitam

Bawah 37 43 Menengah 40 27 Atas 23 30 23 30 40 27 37 43 PE R S E N T A S E J U M LA H R T

Gambar 26. Struktur Nafkah Golongan Atas Masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Struktur Nafkah Lapisan Menengah

Masyarakat lapisan menengah sumber pendapatan mereka lebih beragam. Terlihat bahwa untuk Desa Lubuk Kembang Bunga pendapatan terbesar tetap dari sektor perkebunan yaitu 73 persen dari total pendapatan, 20 persen merupakan kegiatan ekstaksi hasil hutan yang didapat dari memanfaatkan hasil hutan seperti menjadi petani madu hutan asli tesso nilo. Dan 6 persen diperoleh dari pendapatan sektor lainnya yang sebagian besar diterima dari sektor upah sebagai buruh pada perkebunan kelapa sawit.

Desa Air Hitam kontribusi pendapatan dari masing masing kegiatan adalah 77 persen merupakan kontribusi dari perkebunan, 19 persen merupakan kontribusi dari kegiatan ekstraksi hasil hutan dan 4 persen merupakan kontribusi kegiatan lainnya. Masyarakat lapisan menengah ini membuktikan bahwa dengan melakukan beragam sumber nafkah maka dapat menambah pendapatan meskipun lahan sawit yang mereka miliki tidak besar. Masyarakat golongan menengah ini juga memanfaatkan hasil hutan untuk menambah pendapatan rumah tangga melalui kegiatan memanen madu hutan dari pohon sialang yang berada di dalam taman nasional. Potensi madu hutan ini masih sangat besar, diperkiraka satu pohon sialang dalam satu tahun bisa menghasilkan 100-200 kg madu (Anggraheni 2012).

- 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 350,000,000 Lubuk Kembang Bunga Air Hitam Lainnya 51,000,000 87,900,000

Ekstraksi Hasil Hutan - -

Perkebunan 228,120,000 244,200,000 Pen d a p a ta n p er ta h u n ( R p )

Gambar 27. Struktur Nafkah Golongan Menengah Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Struktur Nafkah Lapisan Bawah

Masyarakat lapisan bawah seperti halnya lapisan atas hanya mengandalkan pendapatan dari sektor perkebunan saja. Di Desa Lubuk Kembang Bunga terlihat bahwa 91 persen sumber pendapatan golongan ini merupakan hasil perkebunan kelapa sawit sementara 9 persen sisanya diperoleh dari lainnya. Lapisan bawah Desa Air Hitam memiliki penghasilan sebesar 95 persen dari perkebunan dan 5 persen dari ekstraksi hasil hutan. Sebagian masyarakat desa Air Hitam ini merupakan petani madu hutan tesso nilo. Lapisan bawah kedua desa ini menggambarkan tingginya ketergantungan mereka terhadap perkebunan kelapa sawit, dimana lebih diatas 90 persen pendapatan keluarga diperoleh dari sektor ini.

Gambar 28. Struktur Nafkah Masyarakat Golongan Bawah Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan Tahun 2015 - 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 Lubuk Kembang Bunga Air Hitam Lainnya 18,000,000 10,000,000

Ekstraksi Hasil Hutan 54,750,000 44,500,000

Perkebunan 199,560,000 183,480,000 Pen d a p a ta n p er ta h u n ( R p ) - 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 Lubuk Kembang Bunga Air Hitam Lainnya 10,800,000 -

Ekstraksi Hasil Hutan - 12,000,000

Perkebunan 114,444,000 248,400,000 Pen d a p a ta n p er ta h u n ( R p )

Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat Lokal Sekitar Lanskap TNTN

Perubahan dalam struktur nafkah masyarakat lokal atau asli dipicu ekspansi kelapa sawit disekitar desa, ditambah oleh banyaknya pendatang yang merambah kawasan taman nasional dan membuka perkebunan kelapa sawit didalam kawasan. Namun yang menjadi penyebab utama masyarakat beralih keperkebunan kelapa sawit adalah lebih disebabkan faktor harga TBS pada awal tahun 2000 yang sangat bagus atau tinggi, sehingga berdampak pada perekonomian masyarakat transmigrasi disekitar desa mereka. Tingginya kesejahteraan yang dilihat oleh masyarakat desa mendorong masyarakat untuk mengkonversi lahan yang mereka miliki menjadi perkebunan kelapa sawit. Berdirinya pabrik-pabrik pengolahan CPO dan tawaran kerjasama pola KKPA oleh perusahaan disekitar desa mereka juga merupakan faktor pendorong penting lainnya dalam meningkatnya minat masyarakat pindah ke perkebunan kelapa sawit.

Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat lokal terhadap sawit bisa dilihat dari pola konsumsi masyarakat. Kebutuhan pangan masyarakat tidak lagi diperoleh dari desa melainkan di impor dari luar. Artinya masyarakat tidak lagi mandiri pangan. Hal inilah yang menyebakan naiknya angka kemiskinan dipedesaan yang berubah menjadi perkebunan kelapa sawit bila harga kelapa sawit mengalami penurunan. Pengeluaran terbesar yang dilakukan oleh masyarakat desa sekitar taman nasional adalah pengeluaran untuk pangan sehingga masyarakat sangat tergantung akan pasokan pangan dari luar desa.

Pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat di kedua desa penelitian ini sebagian besar hanya dari perkebunan sawit. Kecilnya kontribusi pendapatan dari sumber lain membuat rendahnya tingkat pendapatan saat ini, ditambah dengan turunnya harga kelapa sawit dalam dua tahun terakhir membuat pendapatan yang diterima oleh masyarakat turun sangat drastis.

Gambar 29. Struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam Kecamatan Ukui tahun 2015

Berdasarkan hasil studi terlihat bahwa pengeluaran rumah tangga di Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Air Hitam cenderung defisit jika dibandingkan

- 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000

Desa Lubuk Kembang Bunga Desa Air Hitam

P en d ap at an d an P en g el u ar an ( R p ) Pendapatan Pengeluaran

dengan penerimaan mereka. Pengeluaran rata-rata rumah tangga responden Desa Lubuk Kembang Bunga adalah Rp 2.293.333,- cukup besar jika dibandingkan dengan besarnya pendapatan yang mereka terima. Perbandingan pengeluaran rutin bulanan responden terlihat pada gambar 27 dimana pengeluaran terbesar yang dilakukan oleh responden adalah untuk pangan yaitu sebesar 59 persen, pengeluaran untuk kebutuhan sekolah 13 persen, kemudian untuk pengeluaran transportasi dan kebutuhan lain-lain masing-masing sebesar 10 persen, 8 persen untuk komunikasi. Sementara untuk tabungan dan rekreasi nol persen. Jauhnya akses yang harus ditempuh oleh masyarakat menuju ke ibukota kecamatan membuat tingginya biaya transportasi. Pengeluaran rata-rata rumah tangga responden desa air hitam perbulan adalah Rp 2.442.000,- cukup besar jika dibandingkan dengan besarnya pendapatan yang mereka terima. Perbandingan pengeluaran rutin bulanan responden terlihat pada gambar 14. Pengeluaran terbesar yang dilakukan oleh responden adalah untuk pangan yaitu sebesar 56 persen, pengeluaran untuk kebutuhan sekolah 13 persen, kemudian untuk pengeluaran transportasi dan kebutuhan lain-lain masing-masing sebesar 11 persen, 9 persen untuk komunikasi. Tingginya pengeluaran untuk pangan karena masyarakat sudah tidak lagi memiliki lahan untuk tanaman pangan.

Gambar 30. Komposisi pengeluaran rumah tangga petani Desa Lubuk

Kembang Bunga dan Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Pelalawan tahun 2015

Taman Nasional termasuk juga dalam sebagian wilayah Kecamatan Ukui dimana tiga desanya merupakan desa penyangga taman nasional. Kecamatan Ukui memiliki potensi lahan yang cukup beragam untuk dikembangkan seperti ada potensi lahan untuk sawah, ladang, tegalan, pekarangan dan lainnya. Berdasarkan data dari Kecamatan Ukui dalam Angka diketahui bahwa konversi lahan terbesar terjadi di tahun 2012 dimana potensi lahan sawah ditahun 2011 seluas 5.128 ha menjadi tinggal 133 ha. Potensi lahan ini pun dalam realisasi tanam berdasarkan data dari kecamatan ukui dalam angka (2014) bahwa yang berproduksi hanya perkebunan saja sementara sawah, ladang, dan lainnya tidak ada produksi pertanian

59 56

13 13

10 11

8 9

10 11

DESA LUBUK KEMBANG BUNGA DESA AIR HITAM

Pe n g e lu ar an

yang dihasilkan. Konversi lahan yang sangat tinggi terjadi ditahun 2012 karena masyarakat ingin memperluas perkebunan kelapa sawit mereka namun keterbatatasan lahan menjadi kendala, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka masyarakat melakukan konversi lahan apa saja yang mereka miliki seperti mengkonversi lahan pekarangan rumah mereka menjadi ditanami sawit.

Berdasarkan data dari Kecamatan Ukui Dalam Angka 2014 menurut Dinas Pertanian Tanaman pangan Kabupaten Pelalawan data luas tanaman ditahun 2012 tidak tersedia karena sudah dikonversi kedalam jenis lahan lainnya seperti perkebunan. Pada tabel diatas terlihat bahwa lahan untuk padi sawah dan padi ladang sudah tidak lagi ditanamai dengan padi. Demikian juga dengan tanaman palawija lainnya telah mengalami penurunan. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat harus membeli.

Ekspansi sawit yang telah telah terjadi didesa-desa sekitar taman nasional, menyebabkan berubahnya struktur nafkah masyarakat lokal selama ini. Masyarakat lokal yang biasanya masih memiliki beberapa macam kegiatan dibidang pertanian seperti berladang, berkebun sayur dan mencari bahan makanan didalam hutan telah hilang atau tidak dilakukan lagi. Masyarakat telah mengkonversi lahan yang mereka miliki menjadi perkebunan sawit. Harapan untuk memperoleh tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi menjadi pendorong utama alih fungsi lahan ini. Besarnya tingkat kesenjangan ini dirasakan oleh masyarakat karena melihat desa tetangga yang menjadi plasma dari perkebunan sawit swasta besar yaitu PT ISB. Hal ini menyebabkan ketergantungan total struktur nafkah rumah tangga petani hanya terhadap sawit. Struktur nafkah hanya menyisakan sangat kecil terhadap sumber nafkah dari luar sawit. Sebagian masyarakat masih melakukan kegiatan mencari madu, namun dengan penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi maka masyarakat juga merasa akes mereka terhadap pohon-pohon sialang berkurang. Situasi ini membuat resiko kerentananan nafkah yang tinggi pada rumah tangga petani disekitar taman nasional. Terutama petani yang telah terlanjur mentransformasikan seluruh lahannya kepada sawit tanpa menyisakan bagi berkembangnya perekonomian non sawit. Para petani sekalipun memiliki banyak uang tetapi rentan krisis, terutama sangat rentan pangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa terdapat pengertian bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia. Sementara pengertian kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Melihat pengertian desa diatas semestinya desa bisa mandiri dalam pengelolaan sumber daya yang mereka miliki. Namun dengan kondisi yang ada saat ini maka desa berubah menjadi pemasok utama bahan baku sawit bagi pabrik pabrik yang berdiri disekitarnya. Hal ini semakin nyata dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahan sekitar seperti memberikan pelatihan pengelolaan kebun, serta perjanjian membeli hasil kebun sehingga hal ini menjadi jaminan bagi masyarakat untuk berani membuka kebun baru. Masyarakat kemudian tidak lagi

memikirkan bagaimana kebutuhan pangan akan bisa dipenuhi karena dengan berhasilnya perkebunan sawit maka mereka akan memperoleh uang untuk membeli kebutuhan dasar tersebut. Inilah kemudian yang mengubah desa menjadi komsumtif dan tidak lagi sebagai produsen. Semua kebutuhan pangan dan sebagainya dibeli dari luar desa. Orang desa tidak menghasilkan apa-apa, sekalipun mempunyai banyak uang akibat pekerjaannya di perkebunan kelapa sawit.

Adanya indikasi kebocoran wilayah juga dapat dilihat dari masyarakat membeli semua kebutuhannya baik untuk sandang, pangan, papan sehingga masyarakat menjadi konsumtif. Berdasarkan data dalam Kecamatan Ukui dalam angka jumlah lahan untuk tanaman pangan seperti padi sawah dan padi ladang di Kecamatan Ukui sama sekali tidak ada atau nol. Wilayah kedua desa ini sedang berkembang menjadi kearah yang lebih konsumtif namun tetap dengan fasilitas dan infrastruktur yang ada masih merupakan fasilitas tingkat desa. Hal ini memberikan gambaran tentang transisi perkembangan kawasan yang mengkhawatirkan dimana ketergantungan desa yang kini 100 persen pada supply dan bahan-bahan penyangga kehidupan dari luar (termasuk beras hingga air mineral). Jadi kehadiran sawit telah mengubah wajah desa dari yang tadinya mandiri menjadi tidak mandiri pangan, tidak mandiri energi, dan tidak mandiri air.

Pada box 2 dibawah ini merupakan kisah Bapak Rmd yang mengalami perubahan pendapatan karena hanya menggantungkan kehidupannya kepada satu sumber nafkah yaitu perkebunan kelapa sawit.

Box 2 Kasus Kerentanan Ekonomi Rumah Tangga Akibat Ekspansi Kelapa sawit.

Bapak Rmd, 57 Tahun

Bapak Rmd merupakan salah seorang warga desa yang berbatasan langsung