Bab 1 Pendahuluan
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang akan dilakukan, perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini, manfaat yang diperoleh, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pemanfaatan energi vorteks, dibahas pada bab ini dengan sub bab tinjauan pustaka. Sedangkan teori-teori, rumus-rumus dan kode-kode yang berkaitan dan mendukung penelitian ini, dibahas dalam sub bab dasar teori.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menerangkan tentang metodologi penelitian yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir ini. Penjelasan mengenai langkah-langkah pengerjaan penelitian, dan dicantumkan juga diagram alir pengerjaan.
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Seluruh hasil analisa penelitian hasil dari pemodelan, akan dibahas pada bab ini. Pengolahan data hasil output dari pemodelan dan nilai amplitudo yang dihasilkan tiap model akan dibahas juga, sehingga menghasilkan kesimpulan yang menjadi tujuan dari penelitian ini.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menerangkan tentang kesimpulan dari hasil analisa penelitian, serta berisi saran yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut.
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konversi Energi Laut
California Energy Commission/CEC dan Departemen Energi Amerika Serikat/DOE (2000) telah menetapkan persyaratan umum untuk peralatan konversi energi laut harus memenuhi pertimbangan yang sesuai dengan lisensi untuk bisa beroperasi di USA. Persyaratan tersebut meliputi, antara lain: memiliki densitas energi tinggi, tidak menggangu sistem pelayaran, tidak menggangu bangunan laut/pantai lainnya, tidak menggangu kehidupan laut dan ramah lingkungan, pemeliharaan mudah, kekuatan, biaya selama operasi, memiliki minimum umur bangunan antara 10-20 tahun.
Tantangan untuk pemenuhan seluruh persyaratan tersebut telah menjadi fokus lebih dari 40 tahun di seluruh dunia usaha, khususnya di Eropa, Jepang, dan Amerika (Pontes and Falcao, 2001).
Terdapat lima sumber energi laut yang dapat dimanfaatkan, yaitu gelombang, arus, pasang surut, thermal, dan salinitas. Berikut ini adalah contoh konversi energi laut yang tidak memenuhi sebagian kriteria dari CEC/DOE:
1. Konversi berdasarkan osilasi permukaan, seperti water column, buoy, atau flap (Sarpkaya, T., 2004), memiliki output energi hanya dalam waktu yang sangat singkat dari gelombang frekuensi resonansi dekat. Pada lokasi tertentu, kemungkinan kecil adanya gelombang acak mempengaruhi terjadinya kinerja yang optimal. Selain itu, terkadang gelombang ekstrim juga menjadi beban pada struktur.
2. Konversi angin atau energi pasang surut (turbin, kincir) hanya dapat mengubah energi secara proporsional pada efisiensi 15-30% (2004) dan hanya berlaku untuk arus lebih dari 2 m/s (~ 4 knot), jika kurang dari 2 m/s, tidak berfungsi efisien (Commissions of the European Conference., 1996 dalam Bernitsas and Raghavan, 2006).
8
3. Konversi energi pasang surut, memerlukan daerah yang luas seperti bendungan air. Instalasinya memerlukan waktu antara 5-7 tahun dan memerlukan biaya awal yang tidak murah. (Commissions of the European Conference, 1996 dalam Bernitsas and Raghavan, 2006).
4. Sebagian besar alat konversi beroperasi di daerah dekat pantai, sehingga mengganggu aktifitas yang ada dipantai tersebut.
5. Kincir, turbin, atau bendungan pasang surut terkadang mengganggu kehidupan biota laut.
2.1.2 VIVACE (Vortex Induced Vibration Aquatic Clean Energy)
VIVACE Konverter yang dipatenkan adalah terdiri dari sebuah benda bergerak, yang kaku dan elastik atau fleksibel, yang ditempatkan pada aliran fluida. Benda tersebut mengalami VIV (Vortex Induced Vibration) dan melalui system transmisi, akan menyalurkan energi mekanik menuju generator untuk selanjutnya dikonversi menjadi listrik atau langsung menuju alat mekanik atau hidraulik yang digunakan dalam bentuk energi.
Prinsip-prinsip yang mendasari VIVACE adalah Vortex Induced Vibration (VIV) yang berasal dari silinder kaku yang dipasang pada pegas linier, resonansi nonlinier, korelasi panjang, dan generator elektrik.
VIVACE merupakan salah satu alat konversi energi laut yang memenuhi kriteria dari CEC/DOE, yaitu memiliki densitas energi yang tinggi; tidak menggangu sistem pelayaran, karena pada VIVACE energi kinetik yang berasal dari arus tersebut menjalar ke seluruh benda, tidak hanya pada permukaan air saja.
Oleh karena itu, VIVACE terendam dalam air laut sepanjang waktu, kecuali untuk pemeliharaan, sehingga memenuhi persyaratan tersebut; tidak mengganggu bangunan laut/pantai lainnya. VIVACE tenggelam dibawah permukaan laut dan pada kedalaman yang tepat, sehingga tidak mengganggu pada permukaan. Selain itu, VIVACE hanya memanfaatkan arus laut secara murni dan bebas polusi; tidak menggangu kehidupan laut; pemeliharaan yang mudah. Karena operasi bangunan lepas pantai adalah mahal, maka biaya pemeliharaan rendah adalah wajib.
VIVACE hanya memiliki silinder polos yang diletakkan pada lingkungan laut.
9
Semua komponen dari Power Take-Off hidrolika seperti system transmisi dan elektronik, akan disimpan pada struts dukungan; kekuatan mencakup pemeliharaan rendah, minimal terhadap kerusakan, kemampuan untuk menghadapi beban lingkungan yang ekstrim, kemampuan untuk merubah energi dengan efisiensi tinggi. Arus stabil dan dapat diprediksi; Biaya selama instalasi 100 MW relatif tinggi, tetapi perkiraan biaya listrik kompetitif karena konsistensi ketersediaan sumber energy, dan perawatan yang minimum; umur desain untuk VIVACE adalah minimal 20 tahun.
Gambar 2.1 adalah merupakan skema sederhana dari VIVACE yang terdiri dari komponen-komponen seperti: silinder kaku dengan diameter D dan panjang L, 2 pegas linier sebagai pendukung dengan kekakuan K, system redaman csystem, satu atau lebih generator, generator redaman cgen, transmisi redaman ctra dan energy redaman charn. Silinder terletak pada sumbu Z dan tegak lurus terhadap kecepatan aliran (U), yang terletak pada arah X. Silinder berosilasi pada arah Y, yang tegak lurus terhadap sumbu Z dan kecepatan aliran pada arah X.
Gambar 2.1 Skema sederhana dari VIVACE dengan sistem koordinat. (Bernitsas and Raghavan, 2006)
x
10 Tabel 2.1 Spesifikasi Model VIVACE
VIVACE Model Particulars
Diameter (mm) 127
Length (mm) 914,4
K of each spring (N/m) 518
Mass of the system (kg) 16,8
Mass ratio (m*) 1,45
Fn.water (Hz) 0,96
Velocity of current (m/s) 0,4-1,0
Reynolds number 0,44-1,34 × 105
Generator resistance (Ohm) 7
Sumber : Bernitsas and Raghavan, 2006
2.2 DASAR TEORI
2.2.1 Pemodelan
Dalam pengerjaan pemodelan pada tugas akhir ini, software yang digunakan antara lain adalah:
1. Drawing Software
Pada Drawing Software ini menggunakan AutoCad 2009 untuk menggambar model dari objek yg akan dianalisa. Model yg dibuat berupa gambar 3 dimensi dengan menggunakan koordinat bidang X, Y, dan Z yg memiliki surface, dan bentuk filenya harus disesuaikan, sehingga dapat dieksport pada CFD ANSYS 11.0 untuk selanjutnya dianalisa.
2. CFD Software ANSYS 11.0
CFD Software digunakan sebagai alat bantu simulasi dari konfigurasi bentuk oscillating part yang akan dianalisa. Selanjutnya dilakukan modifikasi bentuk, dimensi dan konfigurasi model. Dari simulasi ini, diperoleh data yang kemudian dianalisa lebih lanjut sehingga hasil akhirnya dapat diperoleh
11
konfigurasi bentuk aliran yang mengenai oscillating part dan pola pressure yang terjadi. Data yang dihasilkan tersebut berupa nilai Re, kecepatan aliran, tekanan dan gaya yang mengenai oscillating part. Hasil dari program CFD ini digunakan untuk input pada analisa perhitungan respon total dan amplitudo selanjutnya.
Pada dasarnya semua jenis CFD menggunakan persamaan dasar (governing equation) dinamika fluida yaitu persamaan kontinuitas, momentum dan energi. Persamaan ini merupakan pernyataan matematis untuk tiga prinsip dasar fisika:
a) Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass) b) Hukum Kedua Newton (Newton’s Second Law of Motion) c) Hukum kekekalan Energi
Untuk mendapatkan persamaan dasar gerak fluida, filosofi berikut selalu diikuti:
a) Memilih prinsip fisika dasar dari hukum–hukum fisika (Hukum Kekekalan Massa, Hukum Kedua Newton, Hukum Kekekalan Energi).
b) Menerapkan prinsip-prinsip fisika di dalam model aliran.
Dari penerapan, diuraikan persamaan matematis yang meliputi prinsip-prinsip fisika dasar.
Computational Fluid Dynamics merupakan ilmu sains dalam penentuan penyelesaian numerik dinamika fluida. Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah pendekatan ketiga dalam studi dan pengembangan bidang dinamika fluida selain pendekatan teori dan eksperimen murni.
Adapun beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan CFD antara lain:
a) Meminimumkan waktu dan biaya dalam mendesain suatu produk, bila proses desain tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi tinggi.
b) Memiliki kemampuan sistem studi yang dapat mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen.
12
c) Memiliki kemampuan untuk studi dibawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis (termasuk studi keselamatan dan skenario kecelakaan).
d) Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain.
Aplikasi dari CFD untuk penyelesaian masalah aliran pada struktur telah mengalami kemajuan cukup pesat pada akhir-akhir ini. Bahkan pada saat ini teknik CFD merupakan bagian dari proses desain dalam diagram spiral perancangan. Dengan CFD memungkinkan untuk memprediksi fenomena aliran fluida yang jauh lebih kompleks dengan berbagai tingkat akurasi.
Dalam desain kerjanya, problem yang ada perlu dideskripsikan kedalam software CFD dengan menggambarkan model yang akan dianalisa, sifat-sifat fluida yang ada disekitar model dan juga penentuan kondisi batasnya.
Selanjutnya dalam solver, problem yang ada akan dihitung dengan pendekatan persamaan Navier Strokes. Dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil output dari running program CFD.
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan analisa sistem yang mencakup aliran fluida, perpindahan panas, dan fenomena yang terkait, seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer (numeric).
Teknik ini sangat berguna dan dapat diaplikasikan pada bidang industri dan non-industri. Code CFD terstruktur atas logaritma numerik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan problem pada suatu aliran fluida. Code Computational Fluid Dynamics disini terdiri atas tiga element utama yakni : a) Pre Processor (CFX Pre)
Pada tahap awal pemrograman ini terdiri dari input masalah aliran untuk CFD melalui interface, kemudian mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai dengan format yang dikehendaki oleh bagian solver. Pada tahap ini perlu dilakukan input permasalahan sesuai dengan aturan pada software, meliputi:
i. Membentuk geometri benda dan daerah sekeliling benda sebagai domain komputasi.
ii. Membentuk Grid Generation atau membagi domain yang telah ditentukan menjadi bagian yang lebih kecil (sub-domain).
13
iii. Penentuan fenomena fisika dan kimia dari model.
iv. Penentuan sifat-sifat fluida, seperti pendefinisian harga densitas, viskositas, temperatur fluida dan lain-lain.
v. Penentuan kondisi batas model geometri, lokasi pembuatan kondisi batas harus ditentukan baik pada daerah disekeliling benda maupun pada aliran yang diperhitungkan.
vi. Penentuan besar kecilnya atau kekasaran grid (mesh).
Analisa masalah aliran yang berupa kecepatan, tekanan atau temperatur didefinisikan sebagai suatu daerah yang berupa simpul-simpul tiap cell.
Jumlah cell dalam grid (mesh) menentukan akurasi penyelesaian CFD. Pada umumnya semakin banyak cell semakin akurat penyelesaianya. Daerah yang memiliki perubahan bentuk yang sangat tajam, biasanya proses meshing dilakukan dengan sangat halus, sedang untuk daerah yang lain dilakukan agak kasar.
b) Solver Manager (CFX Solver)
Solver dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu finite difference, finite element dan finite volume. Secara umum metode numerik solver tersebut terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
i. Perkiraan variabel yang tidak diketahui dengan menggunakan fungsi sederhana.
ii. Diskretisasi dengan substitusi perkiraan-perkiraan tersebut dengan persamaan-persamaan aliran yang berlaku dan berbagai manipulasi matematik.
iii. Penyelesaian dari persamaan aljabar.
Boundary Condition Inlet adalah input aliran fluida pada kondisi normal tanpa adanya fenomena yang terjadi.
Massa dan Momentum
Momentum yang terjadi pada aliran fluida yang dipengaruhi oleh massa dan kecepaan dengan vector kecepatan U, V, dan W atau searah dengan sumbu x, y, dan z. Arah yang diambil dalam perlakuan terhadap boundary adalah
14
arah normal terhadap domain. Komponen kecepatan aliran (Cartisien Velocity Vector) adalah dengan resultan.
Tekanan Total
Tekanan total, Ptot, untuk fluida didefinisikan sebagai:
Ptot = P stat (2.1)
Tetapi untuk input saat pre processor, nilai tekanan yang dimasukkan untuk inlet adalah 0, dikarenakan aliran fluida yang terjadi diasumsikan dianggap tidak memiliki debit.
Kecepatan Laju Aliran Massa
Batas laju aliran massa, ditentukan sepanjang arah komponen, dimana influx massa dihitung menggunakan rumus:
ρU = m/∫
s dA (2.2)
Boundary Condition Outlet, pada bagian outlet ini beberapa parameter yang digunakan mengacu pada beberapa hal berikut ini, untuk memudahkan analisa.
Kecepatan Outlet
Pada kecepatan outlet yang terjadi, mengacu pada tiga sumbu seperti pada kecepatan inlet, namun pada kondisi outlet terdapat kondisi tambahan pada aliran dari inlet yang mengalami perubahan terhadap ketiga sumbu tadi setelah mengenai benda.
Tekanan Outlet Fluida
Tekanan outlet fluida yang terjadi, tentunya mengalami perubahan jika dibandingkan dengan tekanan inlet fluida.
P tot = P stat + 1/2 ρU2 (2.3)
c) Post Processor (CFX Post)
Pada step ini akan ditampilkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tahap sebelumya. Hasil perhitungan dapat dilihat berupa data numerik dan data visualisasi aliran fluida pada model. Data numerik yang diambil adalah data nilai variabel sifat fluida, data sifat fluida yang dapat di ambil adalah sebagai berikut:
15
Pressure
Pressure Gradient
Total Pressure
Turbulence Kinetic Energy
Velocity
Sedangkan untuk data numerik yang dapat di tampilkan oleh post processor adalah quantitative calculation untuk mengetahui nilai force yang terjadi.
Dan data visualisasi model yang bisa ditampilkan oleh post processor adalah sebagai berikut:
Gambar geometri model
Gambar surface sifat fluida
Animasi aliran fluida
Tampilan vector kecepatan
Arah aliran fluida
2.2.2 VIV (Vortex Induced Vibrations)
Vortex induced vibrations (VIV) terjadi karena adanya resonansi pada struktur. Resonansi ini terjadi karena frekuensi alami struktur sama atau hampir sama dengan frekuensi vortex shedding. Vortex adalah suatu aliran dimana partikel fluida tersebut berotasi pada aliran rotasinya terhadap titik pusatnya.
Pelepasan vorteksnya adalah vortex shedding. Gambar 2.2 menunjukan bentuk-bentuk vortex yang terjadi pada aliran air.
16
Gambar 2.2 Bentuk vorteks yang terjadi pada aliran air dengan Re yang berbeda.
(Ching Chen, 2004)
Berdasarkan Gambar 2.2, dapat diketahui bahwa bentuk aliran vortex yang terjadi adalah tidak sama untuk setiap harga Reynolds number. Semakin tinggi harga Reynolds number maka aliran vorteks yang terjadi semakin sedikit dan semakin tidak teratur.
Terjadi tidaknya VIV pada aliran di sekitar struktur dapat diketahui dari harga parameternya. Berdasarkan harga parameter tersebut maka dapat diketahui terjadi tidaknya VIV, seberapa besar VIV yang terjadi dan keteraturan aliran vortex.
Parameter VIV tersebut adalah sebagai berikut (Techet 2005):
1. Strouhal number
Bilangan Strouhal adalah dimensional number yang menjelaskan tetang aliran yang berosilasi. Parameter ini dinamai oleh seorang Fisikawan Ceko pada 1878 dengan ekseperimennya yaitu kabel yang mengalami vortex shedding (bergetar) akibat pusaran angin (Frank M. White, 1999 dalam Chamelia,
(a) Bentuk vortex pada tahap steady untuk Re = 100 (b) Bentuk vortex pada tahap steady untuk Re = 1 x 105 (c) Bentuk vortex pada tahap steady untuk Re = 1 x 106
17
2009). Bilangan Strouhal merupakan bagian integral dari dasar-dasar mekanika fluida.
Bilangan Strouhal mewakili sebuah ukuran perbandingan gaya inersia karena getaran aliran atau percepatan lokal ke gaya inersia akibat perubahan kecepatan dari satu titik ke titik yang lain yang masih dalam medan aliran.
Persamaan Strouhal diberikan:
(2.3)
dengan:
= frekuensi vortex shedding (Hz) S t = strouhal number
≅ 0.2 untuk silinder bulat U = kecepatan partikel (m/s) D = diameter struktur (m) 2. Reynolds number
Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio/perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viskositas yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misal laminer dan turbulen. Nama bilangan Reynolds diambil dari Osborne Reynolds (1842-1912). Bilangan Reynolds memiliki dampak signifikan pada amplitudo Viv.
Bilangan Reynold merupakan salah satu bilangan tak berdimensi yang digunakan untuk menentukan dynamic similitude. Persamaan Reynolds-nya adalah:
18 D = diameter struktur (m)
υ = viskositas kinematis air (m2/s) 3. Frekuensi vortex shedding
Jika aliran melewati struktur silinder, maka aliran yang terbentuk setelah melewati silinder tersebut tidak stabil, sehingga menyebabkan silinder berosilasi. Ketika aliran melewati struktur, maka akan terjadi flow separation dan terbentuk vorteks di belakang pipa. Vorteks tersebut akan menyebabkan perubahan tekanan hidrodinamis pada pipa. Frekuensi vorteks bergantung pada kecepatan aliran dan diameter silinder. Jika frekuensi vorteks mendekati sama dengan frekuensi freespan silinder, maka akan terjadi resonansi. Hal ini dapat menimbulkan kegagalan akibat kelelahan pada silinder.
Kegagalan pada struktur silnder dapat dicegah dengan menjauhkan nilai frekuensi vortex shedding dengan frekuensi alami silinder, sehingga osilasi yang terjadi dapat diminimalkan (Benfika, 2007 dalam Vladvamphire, 2009).
Persamaan frekuensi vortex shedding:
(2.5)
dengan:
fs = frekuensi vortex shedding (Hz) S t = strouhal number
≅ 0.2 untuk silinder bulat U = kecepatan partikel (m/s) D = diameter struktur (m)
Hubungan antara Strouhal number dengan Reynolds number pada silinder bulat dijelaskan pada Gambar 2.3. Dari Gambar 2.3, dapat diketahui bahwa harga St ≅ 0.21 pada saat Re antara 40 sampai 200. Harga tersebut berubah seiring dengan perubahan harga Reynolds number. Harga Strouhal number silinder yang permukaannya kasar dengan silinder yang permukaanya halus untuk harga Reynolds number kurang 105 tidak terlalu jauh perbedaannya. Pada saat 105<Re<
106 selisih harga Strouhal number nya cukup besar. Tetapi pada saat harga
t s
f S U
= D
19
Reynolds number mendekati 107 selisih harga Strouhal number lebih kecil sama seperti pada saat harga Reynolds number kurang 105.
Gambar 2.3 Hubungan antara Strouhal number dengan Reynolds number pada silinder bulat (Chakrabarti, 2002).
Bentuk-bentuk aliran fluida berbeda-beda untuk setiap range harga Reynolds number yang berbeda. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi aliran di daerah tersebut seperti dijelaskan oleh Gambar 2.4.
Berdasarkan Gambar 2.4, dapat diketahui fenomena terbentuknya vortex di belakang silinder yaitu:
Untuk harga Re < 5, aliran yang melewati silinder bulat belum mengalami pemisahan artinya pada harga tersebut sama sekali belum terbentuk vortex di belakang silinder. Semakin besarnya harga Re maka sifat aliran yang melewati silinder bulat akan semakin tidak teratur sehingga pada harga 5-15<Re<40 akan terbentuk sepasang Foppl vortices di bagian belakang aliran dari silinder.
Semakin besarnya harga Re yaitu pada harga 40 < Re <90 dan 90<Re<150 maka akan terbentuk 2 daerah pembentuk vortex yaitu pada bagian sisi kanan dan kiri dari silinder dimana sifat dari vortex yang terbentuk adalah laminer.
Harga Re yaitu 150 < Re < 3.105 , vortex shedding menjadi kurang teratur . pada kondisi ini separation point berada kira-kira 70°-80° dari posisi
20
stagnation point. Pada rentang harga tersebut akan tampak bahwa akan muncul bentuk aliran turbulen.
Pada harga Re yaitu 3.105 < Re < 3.5.106 laminer boundary condition membentuk atau memisahkan pada awalnya yaitu kira-kira 90°-100° (sedikit ke depan daripada translation point ke/menjadi aliran turbulen). Keadaan transisi dari laminer menjadi turbulent akan menciptakan aliran semakin tidak teratur sehingga pada daerah ini akan terbentuk bubble.
Untuk harga Re yaitu Re > 3.5.106, vortex shedding kembali menjadi reguler.
Translantion/separation point menjadi berada pada posisi sedikit di depan setengah silinder. Pada keadaan ini daerah di belakang silinder secara tetap terbentuk turbulence separation hingga mencapai harga 107.
Gambar 2.4 Daerah aliran (Lienhard 1966 dalam Techet 2005).
Vortex shedding dapat menimbulkan gaya drag (geser) dan gaya lift (angkat) pada silinder bulat. Gaya lift mempunyai arah tegak lurus terhadap silinder sedangkan gaya drag sejajar dengan silinder. Karena pergantian vortex wake (Karman street) maka osilasi gaya lift terjadi pada frekuensi vortex shedding dan gaya drag terjadi pada dua kali frekuensi vortex shedding.
Re < 5 ( daerah dari aliran yang tak terpisahkan)
5-15 < Re < 40 (sepasang vorteks dalam aliran gelombang)
40 < Re <90 dan 90<Re<150 (dua daerah dengan aliran vorteksnya adalah turbulen)
150 < Re <300 (rentang perubahan menjadi aliran turbulen)
Perubahan daerah dari laminar ke turbulen
300 < Re < 3.105 (aliran vorteks sepenuhnya turbulen)
3.105 < Re < 3.5.106 (lapisan batas laminar melalui perubahan aliran turbulen dan aliran gelombang lebih sempit dan tidak teratur)
Re > 3.5.106 (pembentukan kembali aliran vorteks turbulen)
21
Gambar 2.5 Gaya lift dan drag pada silinder (Techet 2005).
2.2.3 Respon Dinamis
Pada dasarnya struktur yang bergetar akan mengalami 2 (dua) macam getaran, yaitu yang pertama adalah getaran alami dan yang berikutnya adalah getaran paksa, getaran alami adalah getaran dimana sebuah struktur atau benda mengalami getaran tanpa ada gaya luar yang mempengaruhinya, sedangkan getaran paksa mengalami getaran akibat adanya gaya paksa yang mengenai sistem, sehingga respon total dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Craig, 1981 dalam Chamelia, 2009)
u = uc + up (2.6)
dengan :
u = respon total uc = respon alami up = respon paksa.
Sistem yang ada dianggap memiki massa dalam satu kesatuan terpusat serta gerakan yang digunakan sebagai satu derajat kebebasan maka metode yang digunakan adalah Lump Parameter Model. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penyelesaiannya adalah sebagai berikut.
Gambar 2.6 Rangka model dengan metode massa terpusat ( method) (Chamelia,
Langkah awal adalah penyederhanaan sistem sesuai gambar 2.6 diatas dalam memudahkan analisa. Sumbu Y pada gambar merupakan acuan dimana getaran osilasi terjadi, dimana perhitungan respon amplitudonya terhitung mulai sistem bekerja tanpa ada gaya s
menggambarkan sistem diats menjadi sistem yang lebih sederhana dengan menggambarkan dalam free body diagram (FBD) beserta gaya
pada stuktur tersebut, berikut adalah gambaran FBD dari sistem tersebut (Chamelia, 2009).
Langkah awal adalah penyederhanaan sistem sesuai gambar 2.6 diatas dalam memudahkan analisa. Sumbu Y pada gambar merupakan acuan dimana getaran osilasi terjadi, dimana perhitungan respon amplitudonya terhitung mulai sistem bekerja tanpa ada gaya sampai terjadi displacement. Setelah itu menggambarkan sistem diats menjadi sistem yang lebih sederhana dengan menggambarkan dalam free body diagram (FBD) beserta gaya-gaya yang bekerja
Langkah awal adalah penyederhanaan sistem sesuai gambar 2.6 diatas dalam memudahkan analisa. Sumbu Y pada gambar merupakan acuan dimana getaran osilasi terjadi, dimana perhitungan respon amplitudonya terhitung mulai sistem bekerja tanpa ada gaya sampai terjadi displacement. Setelah itu menggambarkan sistem diats menjadi sistem yang lebih sederhana dengan menggambarkan dalam free body diagram (FBD) beserta gaya-gaya yang bekerja