• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PENGARUH BENTUK OSCILLATING PART PADA KONVERSI ENERGI VORTEKS DENGAN PEMODELAN NUMERIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA PENGARUH BENTUK OSCILLATING PART PADA KONVERSI ENERGI VORTEKS DENGAN PEMODELAN NUMERIK"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

HALAMAN JUDUL

TUGAS AKHIR – MO.091336

ANALISA PENGARUH BENTUK OSCILLATING PART PADA KONVERSI ENERGI VORTEKS DENGAN PEMODELAN NUMERIK

YUSTISIA FIRDAUS NRP. 4306 100 034

Dosen Pembimbing

Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D Ir. Arief Suroso, M.Sc

JURUSAN TEKNIK KELAUTAN Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2010

(2)

ii

FINAL PROJECT – MO.091336

ANALYSIS OF EFFECT OSCILLATING PART TRANSFORMATION IN VORTEX CONVERSION ENERGY USING NUMERICAL MODEL

YUSTISIA FIRDAUS NRP. 4306 100 034

Supervisors

Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D Ir. Arief Suroso, M.Sc

DEPARTMENT OF OCEAN ENGINEERING Faculty of Marine Technology

Sepuluh Nopember Institute of Technology

Surabaya 2010

(3)

iii

ANALISA PENGARUH BENTUK OSCILLATING PART PADA KONVERSI ENERGI VORTEKS DENGAN PEMODELAN

NUMERIK

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

pada

Progran Studi S-1 Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:

YUSTISIA FIRDAUS NRP. 4306 100 034

Disetujui oleh pembimbing tugas akhir

1. Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D……….(Pembimbing1)

2. Ir. Arief Suroso, M.Sc...(Pembimbing II)

SURABAYA, 2 AGUSTUS 2010

(4)

iv

ANALISA PENGARUH BENTUK OSCILLATING PART PADA KONVERSI ENERGI VORTEKS DENGAN PEMODELAN

NUMERIK

Nama Mahasiswa : Yustisia Firdaus

NRP : 4306 100 034

Jurusan : Teknik Kelautan – FTK ITS Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D.

Ir. Arief Suroso, M.Sc.

ABSTRAK

ABSTRAK

Konversi energi vorteks merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan bisa dimanfaatkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfir. Para ahli berusaha untuk menekan dan mengurangi getaran yang terjadi pada sistem-sistem rekayasa. Tetapi kini sebaliknya, energi yang timbul akibat adanya getaran tersebut justru diambil dan dimanfaatkan untuk diubah menjadi energi listrik. Tugas akhir ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perubahan bentuk oscillating part pada konversi energi vorteks agar amplitudo VIV (Vortex Induced Vibration) yang dihasilkan bisa maksimum. Selain itu, juga untuk menganalisa perbandingan antara perubahan bentuk oscillating part dengan VIVACE (Vortex Induced Vibration Aquatic Clean Energy) (Bernitsas dkk, 2004). Dimensi silinder yang dianalisa, berukuran panjang 914.4 mm, dan diameter 127 mm. Kecepatan arus yang digunakan pada tiap model adalah 0.4;

0.5; dan 0.7 m/s. Nilai amplitudo yang dihasilkan pada peneltian ini sebesar 17- 350 mm pada kecepatan aliran 0,4-0,7 m/s. Nilai amplitudo yang paling besar dihasilkan adalah pada model VIII dengan ratio d1/d2 = 1,25 panjang 914 mm.

Tetapi nilai amplitudo yang dihasilkan oleh pemodelan elips adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai amplitudo yang dihasilkan oleh silinder sebesar 32-375 mm pada kecapatan aliran 0,4-0,7 m/s.

Kata kunci : konversi energi vorteks, oscillating part, pemodelan numerik.

(5)

v

ANALYSIS OF EFFECT OSCILLATING PART

TRANSFORMATION IN VORTEX CONVERSION ENERGY USING NUMERICAL MODEL

Name of Student : Yustisia Firdaus

REG : 4306 100 034

Department : Teknik Kelautan – FTK ITS Supervisors : Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D.

Ir. Arief Suroso, M.Sc.

ABSTRAK

ABSTRACT

Vortex energy conversion represents one the new environmental friendly power source that can be exploited as an effort to lessen glasshouse gas emission from the atmosphere. Nowadays, expertise and scientist tries to produce more vibration, so that the effect of existence of the vibration can exactly be taken, exploited and altered into an electric power. This final project purpose is to knowing the transformation effect of Oscillating Part in order to maximizing the VIV’s (Vortex Induced Vibration) amplitude in vortex conversion energy. Furthermore, this final project also analyzing the comparison among the transformation of oscillating part with VIVACE (Vortex Induced Vibration Aquatic Clean Energy) (Bernitsas et all, 2004). The dimension of Cylinder that was analyzed in this project has length 914.4 mm, and diameter 127 mm. The current speed that was used in every model was 0.4; 0.5; and 0.7 m/s. The amplitude value in this project was equal to 17-350 mm at speed of stream 0,4 - 0,7 m/s. The biggest amplitude value which was produced by “VIII” model with d1/d2 ratio = 1,25 and length 914 mm. In the other hand amplitude value that produced by ellipse model was smaller comparing with the amplitude that was produced by cylinder model which is equal to 32-375 mm at speed of stream 0,4 - 0,7 m/s.

Key word : vortex conversion energy, oscillating part, numerical model.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya. Sholawat serta salam kepada junjungan umat manusia Rasulullah Muhammad SAW, serta ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan segenap kemampuan yang penulis miliki.

Tugas Akhir ini berjudul “Analisa Pengaruh Bentuk Oscillating Part Pada Konversi Energi Vorteks Dengan Pemodelan Numerik” disusun guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Studi kesarjanaan (S1) di Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Penulis sangat mengharapkan agar karya tulis ini dapat memberikan ilmu pengetahuan dalam lingkup rekayasa kelautan serta dapat dikembangkan kedalam penelitian yang lebih intensif dan ekstensif.

Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan dan penulisan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun penyusunannya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak lain untuk perbaikan dalam pengembangan karya tulis ini dimasa mendatang.

Wassalamualaikum Wr. Wb .

Surabaya, 2 Agustus 2010

Yustisia Firdaus

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pengerjaan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan serta dorongan moral maupun material yang diberikan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan hidup yang begitu berarti dengan segala kesempatan dan petunjuk yang terus menerus. Tidak lupa, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, adik-adik penulis atas semua doa, kasih sayang, perhatian, dukungan moril dan materiil, kepercayaan, kesabaran, dan cinta yang telah diberikan selama ini. Semoga hasil ini tidak mengecewakan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D. dan Bapak Ir. Arief Suroso, M.Sc. atas bimbingan dan penularan ilmu-ilmunya, dan kesabaran dalam pengerjaan tugas akhir ini. Kepada Bapak Dr.

Suntoyo, S.T, M.Sc. selaku dosen wali penulis, terima kasih atas segala arahan dan bimbingannya selama kuliah. Kepada Bapak-Bapak dosen Jurusan Teknik Kelautan, terima kasih atas semua bimbingan dan ilmu yang diberikan. Kepada seluruh staf tata usaha Jurusan Teknik Kelautan, semoga bimbingan dan arahan yang Bapak Ibu berikan dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah SWT.

Tugas akhir ini juga tidak akan selesai tanpa dukungan dari sahabat dan teman-teman penulis. Terima kasih d’admiral, sisterhood, power rangers yang telah menjadi keluarga dan sahabat selama berjuang di Kampus Kelautan.

Keluarga lab. Flumetank, lab. Hidrodinamika, lab. Dinstruk, lab. Opres, d’Yato Hum’s, d’admiral’s scuba diver crew yang selalu setia menemani dan menghibur kala kejenuhan datang. Kakak senior 2005-tak terhingga, adik-adik 2007-2009 Teknik Kelautan. Dan teman-teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Surabaya, 2 Agustus 2010

Yustisia Firdaus

(8)

viii

DAFTAR ISI

Hal

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstrack ... iii

Kata Pengantar ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Daftar Isi ... vi

Dafar Gambar ... ix

Daftar Grafik ... x

Daftar Tabel ... xiii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Konversi Energi Laut ... 7

2.1.2 VIVACE (Vortex Induced Vibration Aquatic Clean Energy) ... 8

2.2 Dasar Teori ... 10

2.2.1 Pemodelan ... 10

2.2.2 VIV (Vortex Induced Vibration) ... 15

2.2.3 Respon Dinamis ... 21

2.2.4 Kinerja Konversi Energi Vorteks ... 26

Bab 3 Metodologi Penelitian ... 29

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 29

(9)

ix

3.2 Pemodelan Oscillating Part Bentuk Silinder dan Elips Menggunakan

Software ANSYS CFD 11.0 ... 32

Bab 4 Analisa Data dan Pembahasan ... 35

4.1 Ruang Lingkup ... 35

4.2 Validasi Pengujian Laboratorium dengan Pemodelan Ulang ... 36

4.3 Analisa Model I (d1/d2: 1,5; p: 950 mm) ... 42

4.4 Analisa Model II (d1/d2: 0,67; p: 950 mm)... 45

4.5 Analisa Model III (d1/d2: 1,25; p: 950 mm) ... 49

4.6 Analisa Model IV (d1/d2: 1,25; p: 900 mm) ... 53

4.7 Analisa Model V (d1/d2: 1,5; p: 900 mm) ... 56

4.8 Analisa Model VI (d1/d2: 0,67; p: 900 mm) ... 60

4.9 Analisa Model VII (d1/d2: 2,67; p: 950 mm) ... 64

4.10 Analisa Model VIII (d1/d2: 1,25; p: 914 mm) ... 66

4.11 Analisa Model IX (d1/d2: 2,67; p: 900 mm) ... 67

4.12 Analisa Model X (d1/d2: 0,38; p: 950 mm) ... 68

4.13 Analisa Model XI (d1/d2: 1,25; p: 935 mm) ... 70

4.14 Analisa Model XII (d1/d2: 0,38; p: 900 mm) ... 71

4.15 Analisa Model XIII (d1/d2: 1; p: 950 mm) ... 72

4.16 Analisa Model XIV (d1/d2: 1,25; p: 925 mm) ... 74

4.17 Analisa Model XV (d1/d2: 1; p: 900 mm) ... 75

4.18 Analisa Hasil Untuk Semua Model... 76

4.19 Analisa Perbandingan Dimensi Elips dengan Perbedaan Ratio (d1/d2) dan Panjang 950 mm ... 78

4.20 Analisa Perbandingan Dimensi Elips dengan Perbedaan Panjang dan Ratio (d1/d2): 1,25 ... 80

4.21 Analisa Perbandingan Dimensi Elips dengan Perbedaan Ratio (d1/d2) dan Panjang 900 mm ... 82

4.22 Analisa Perbandingan Dimensi Elips dengan Perbedaan Ratio (d1/d2) dengan Panjang 950 mm dan 900 mm... 84

Bab 5 Kesimpulan dan Saran ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

(10)

x

5.2 Saran... 87 Daftar Pustaka ... 89

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema sederhana dari VIVACE dengan sistem koordinat ... 9

Gambar 2.2 Bentuk vorteks yang terjadi pada aliran air dengan Re yang berbeda ... 16

Gambar 2.3 Hubungan antara Strouhal Number dengan Reynold Number pada silinder bulat ... 19

Gambar 2.4 Daerah aliran ... 20

Gambar 2.5 Gaya lift dan drag pada silinder ... 21

Gambar 2.6 Rangka model dengan metode massa terpusat (lump parameter method) ... 22

Gambar 2.7 Model acuan free body diagram ... 22

Gambar 2.8 Sistem generator rotasi ... 28

Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir ... 30

Gambar 3.2 Diagram alir pemodelan oscillating part bentuk silinder dan elips menggunakan ANSYS CFD 11.0 ... 32

Gambar 3.3a Pemodelan geometri elips posisi horisontal ... 33

Gambar 3.3b Pemodelan geometri elips posisi vertikal ... 34

(12)

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Amplitudo yang dihasilkan pada model silinder dengan kecepatan awal aliran 0,4 m/s ... 39 Grafik 4.2 Amplitudo yang dihasilkan pada model silinder dengan kecepatan awal

aliran 0,5 m/s ... 39 Grafik 4.3 Amplitudo yang dihasilkan pada model silinder dengan kecepatan awal

aliran 0,7 m/s ... 40 Grafik 4.4 Perbandingan nilai amplitudo yang dihasilkan dari pemodelan dengan

uji laboratorium yang dilakukan oleh Bernitsas pada model silinder ... 41 Grafik 4.5 Amplitudo yang dihasilkan pada model I dengan kecepatan awal aliran

0,4 m/s... 44 Grafik 4.6 Amplitudo yang dihasilkan pada model I dengan kecepatan awal aliran

0,5 m/s... 44 Grafik 4.7 Amplitudo yang dihasilkan pada model I dengan kecepatan awal aliran

0,7 m/s... 45 Grafik 4.8 Amplitudo yang dihasilkan pada model II dengan kecepatan awal

aliran 0,4 m/s ... 47 Grafik 4.9 Amplitudo yang dihasilkan pada model II dengan kecepatan awal

aliran 0,5 m/s ... 48 Grafik 4.10 Amplitudo yang dihasilkan pada model II dengan kecepatan awal

aliran 0,7 m/s ... 49 Grafik 4.11 Amplitudo yang dihasilkan pada model III dengan kecepatan awal

aliran 0,4 m/s ... 51 Grafik 4.12 Amplitudo yang dihasilkan pada model III dengan kecepatan awal

aliran 0,5 m/s ... 52 Grafik 4.13 Amplitudo yang dihasilkan pada model III dengan kecepatan awal

aliran 0,7 m/s ... 52 Grafik 4.14 Amplitudo yang dihasilkan pada model IV dengan kecepatan awal

aliran 0,4 m/s ... 54

(13)

xiii

Grafik 4.15 Amplitudo yang dihasilkan pada model IV dengan kecepatan awal aliran 0,5 m/s ... 55 Grafik 4.16 Amplitudo yang dihasilkan pada model IV dengan kecepatan awal

aliran 0,7 m/s ... 56 Grafik 4.17 Amplitudo yang dihasilkan pada model V dengan kecepatan awal

aliran 0,4 m/s. ... 58 Grafik 4.18 Amplitudo yang dihasilkan pada model V dengan kecepatan awal

aliran 0,5 m/s. ... 59 Grafik 4.19 Amplitudo yang dihasilkan pada model V dengan kecepatan awal

aliran 0,7 m/s. ... 60 Grafik 4.20 Amplitudo yang dihasilkan pada model VI dengan kecepatan awal

aliran 0,4 m/s ... 62 Grafik 4.21 Amplitudo yang dihasilkan pada model VI dengan kecepatan awal

aliran 0,5 m/s ... 63 Grafik 4.22 Amplitudo yang dihasilkan pada model VI dengan kecepatan awal

aliran 0,7 m/s ... 64 Grafik 4.23 Perbandingan nilai amplitudo maksimum yang terjadi antara

perbedaan ratio d1/d2 dengan panjang oscillating part 950 mm ... 79 Grafik 4.24 Perbandingan nilai amplitudo minimum yang terjadi antara perbedaan

ratio d1/d2 dengan panjang oscillating part 950 mm ... 80 Grafik 4.25 Perbandingan nilai amplitudo maksimum yang terjadi antara

perbedaan panjang oscillating part dengan ratio d1/d2: 1,25 ... 81 Grafik 4.26 Perbandingan nilai amplitudo minimum yang terjadi antara perbedaan

panjang oscillating part dengan ratio d1/d2: 1,25 ... 81 Grafik 4.27 Perbandingan nilai amplitudo maksimum yang terjadi antara

perbedaan ratio d1/d2 dengan panjang oscillating part 900 mm ... 82 Grafik 4.28 Perbandingan nilai amplitudo minimum yang terjadi antara perbedaan

ratio d1/d2 dengan panjang oscillating part 900 mm ... 83 Grafik 4.29 Perbandingan nilai amplitudo maksimum yang terjadi antara

perbedaan ratio d1/d2 dengan panjang oscillating part 950 dan 900 mm ... 84

(14)

xiv

Grafik 4.30 Perbandingan nilai amplitudo minimum yang terjadi antara perbedaan ratio d1/d2 dengan panjang oscillating part 950 dan 900 mm ... 85

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spesifikasi Model VIVACE ... 10

Tabel 4.1 Spesifikasi Sistem dan Fluida Untuk Analisa ... 35

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model Silinder ... 38

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Amplitudo Yang Dihasilkan Dari Pemodelan Dengan Uji Laboratorium Yang Dilakukan Oleh Bernitsas Pada Model Silinder ... 41

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model I ... 43

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model II ... 46

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model III ... 50

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model IV ... 53

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model V ... 57

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model VI ... 61

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model VII ... 65

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model VIII ... 66

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model IX ... 67

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model X ... 69

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model XI ... 70

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model XII ... 71

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model XIII ... 73

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model XIV ... 74

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Parameter Amplitudo Pada Model XV ... 75 Tabel 4.19 Nilai Amplitudo Tertinggi dan Terendah pada Semua Model untuk Kecepatan 0,4; 0,5 dan 0,7 m/s 77

(16)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan energi belakangan ini semakin bertambah. Di Indonesia, menurut data dari Departemen ESDM, kebutuhan total energi untuk masyarakat dari energi listrik sebesar 10% dan yg terbesar adalah kebutuhan energi BBM sebesar 60%. Terlihat bahwa kebutuhan energi listrik hanya 1/6 dari kebutuhan energi BBM, tetapi pada kenyataannya, sesuai dengan data dari PLN (untuk Jawa dan Bali) pembangkit listrik yang menggunakan BBM (diesel) adalalah 25%.

Padahal, untuk saat ini ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yakni: (i) menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak yang baru), (ii) kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak, (iii) polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat bahan bakar fosil (Rijalullah, 2009).

Oleh karena itu, perlu diberikan solusi yang lebih baik dan kongkrit untuk mengurangi emisi dari gas rumah kaca ke atmosfir. Salah satunya adalah mulai beralih pada sumber energi lain yang ramah lingkungan. Pada saat ini banyak sekali energi terbarukan yg mulai diterapkan di lingkungan masyarakat. Terutama energi terbarukan yang dapat diperbaharui seperti angin, geothermal, matahari dan lautan yang diterapkan menjadi energi listrik.

Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan dengan sebagian alamnya berupa lautan, banyak sekali sumber energi yang dapat diperbaharui. Energi dari lautan tersedia dalam bentuk energi thermal (panas), energi kinetik (gelombang dan arus), dan sebagian berupa energi kimiawi dan biologi laut.

Pemanfaatan energi arus ini bukan hal yang baru lagi, karena alat konversi energi arus sudah dikembangkan di Amerika dan Kanada sejak tahun 1930-an (Bernitsas and Raghavan, 2006) dan setelah itu banyak diaplikasikan di Eropa.

Arus laut dan sungai yang mempunyai kecepatan rendah sangat banyak terdapat di berbagai belahan dunia. Meski hanya mempunyai kecepatan di bawah 6 km/jam

(17)

2

atau sekitar 2 m/detik, energi yang tersimpan di dalamnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Sementara itu, turbin konvensional yang ada saat ini membutuhkan rata-rata 3-4 m/detik.

Pada setiap obyek yang berada pada arus fluida, akan timbul pusaran/turbulensi yang berada pada obyek tersebut, missal riser, pipeline.

Getaran-getaran yang terjadi pada pusaran arus tersebut seringkali menyebabkan kerusakan pada anjungan minyak, dermaga dan bangunan-bangunan pantai lainnya. Selama lebih dari 25 tahun, para ahli berusaha untuk menekan dan mengurangi getaran yang terjadi, tetapi kini sebaliknya. Energi yang timbul akibat adanya getaran tersebut justru diambil dan dimanfaatkan (Bernitsas and Raghavan, 2006).

Michael Bernitsas, Raghavan, Ben-Simon, dan Garcia dari Dept. of Naval Architecture and Marine Engineering, University of Michigan pada tahun 2004 telah membuat alat konversi energi yang memanfaatkan energi arus dengan mengubah getaran (vibration) yang ada dalam aliran menjadi energi listrik. Alat tersebut diberi nama VIVACE (Vortex Induced Vibration Aquatic Clean Energy) menerapkan prinsip hidrokinetik yang ada pada VIV (Vortex Induced Vibration) yaitu suatu getaran akibat adanya pusaran dalam suatu fluida, seperti air atau udara.

Bentuk VIVACE diinspirasi dari bentuk ikan. Karena ikan mempunyai teknologi untuk memanfaatkan pusaran menjadi energi tambahan untuk berenang dengan cepat. Bentuk tubuhnya yang streamline, didesain khusus untuk mengatasi masalah pusaran air yang terjadi. Prototype yang dimiliki University of Michigan memang tidak menyerupai bentuk ikan. Alat tersebut memiliki komponen utama berupa silinder yang bergerak karena vibrasi/getaran/pusaran dan perbedaan energi kinetik pada arus laut yang kemudian dihubungkan pada pegas (spring) dan dihubungkan pada generator.

Seiring dengan kemajuan teknologi, bentuk alat konversi energi akibat vorteks akan terus berkembang, dan akan mengadopsi semua teknologi yang dimiliki oleh ikan. Dengan demikian, konverter dari berbagai ukuran dapat dikembangkan dengan mengumpulkan modulus dari berbagai ukuran dan properti dalam berbagai konfigurasi.

(18)

3

Belum pernah ditemui pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai analisa perubahan bentuk oscillating part selain silinder. Karena bentuk silinder dinilai paling efektif untuk menghasilkan vortex shedding (pelepasan vorteks).

Hal itu dibuktikan dengan banyaknya studi yang membahas keterkaitan antara silinder dengan vorteks, dan masih sedikit studi yang membahas keterkaitan antara bentuk selain silinder dengan vorteks.

Penelitian ini berupa pemodelan modifikasi bentuk oscillating part pada alat konversi energi vorteks dengan menggunakan CFD (Computation Fluid Dynamics) yaitu ANSYS 11.0 untuk mendapatkan dimensi dari bentuk oscillating part yang nantinya akan dibandingkan dengan model yang sudah ada sebelumnya.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah:

1. Bagaimanakah pembuatan model simulasi oscillating part bentuk silinder yang digunakan untuk validasi pemodelan?

2. Bagaimanakah pengaruh bentuk oscillating part pada nilai amplitudo yang dihasilkan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat model simulasi oscillating part bentuk silinder yang digunakan untuk validasi pemodelan.

2. Untuk mengetahui pengaruh bentuk oscillating part pada nilai amplitudo yang dihasilkan .

1.4 Manfaat

Dari hasil analisa peneltian ini, diharapkan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam perencanaan dan desain (Planning and Designing) alat konversi energi vorteks sehingga dapat diaplikasikan secara efisien dan maksimal.

(19)

4 1.5 Batasan Masalah

1. Kecepatan arus yang digunakan pada tiap model adalah 0,4; 0,5; 0,7 m/s 2. Dimensi awal silinder yang digunakan:

a. Panjang: 914,4 mm b. Diameter: 127 mm

3. Variasi dimensi elips yang digunakan adalah:

a. Dimensi elips dengan perbedaan ratio (d1/d2); panjang 950 mm:

i) Model I = d1: 120 mm, d2: 80 mm, d1/d2: 1,5.

ii) Model II = d1: 80 mm, d2: 120 mm, d1/d2: 0,67.

iii) Model VII = d1: 160 mm, d2: 60 mm, d1/d2: 2,67.

iv) Model X = d1: 60 mm, d2: 160 mm, d1/d2: 0,38.

v) Model XIII = d1: 100 mm, d2: 100 mm, d1/d2: 1.

b. Dimensi elips dengan perbedaan panjang; d1: 100 mm; d2: 80 mm;

ratio (d1/d2): 1,25.

i) Model III = panjang 950 mm.

ii) Model IV = panjang 900 mm.

iii) Model VIII = panjang 914 mm.

iv) Model XI = panjang 935 mm.

v) Model XIV = panjang 925 mm.

c. Dimensi elips dengan perbedaan ratio (d1/d2); panjang 900 mm:

i) Model V = d1/d2: 1,5.

ii) Model VI = d1/d2: 0,67.

iii) Model IX = d1/d2: 2,67.

iv) Model XII = d1/d2: 0,38.

v) Model XV = d1/d2: 1.

4. Kedalaman perairan konstan.

5. Sudut datang arus tegak lurus model.

6. Tidak memperhatikan stabilitas bangunan.

7. Tidak membuat simulator benda kerja.

8. Dasar perairan rata dan kedap.

(20)

5

9. Tidak membahas permesinan bantu yang digunakan untuk menyalurkan energi listrik.

10. Pemodelan dilakukan hanya pada bagian oscillating part.

11. Fluida bergerak, sedangkan benda diam pada pemodelan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang akan dilakukan, perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini, manfaat yang diperoleh, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pemanfaatan energi vorteks, dibahas pada bab ini dengan sub bab tinjauan pustaka. Sedangkan teori-teori, rumus-rumus dan kode-kode yang berkaitan dan mendukung penelitian ini, dibahas dalam sub bab dasar teori.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menerangkan tentang metodologi penelitian yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir ini. Penjelasan mengenai langkah-langkah pengerjaan penelitian, dan dicantumkan juga diagram alir pengerjaan.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Seluruh hasil analisa penelitian hasil dari pemodelan, akan dibahas pada bab ini. Pengolahan data hasil output dari pemodelan dan nilai amplitudo yang dihasilkan tiap model akan dibahas juga, sehingga menghasilkan kesimpulan yang menjadi tujuan dari penelitian ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menerangkan tentang kesimpulan dari hasil analisa penelitian, serta berisi saran yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut.

(21)

6

Halaman ini sengaja dikosongkan

(22)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konversi Energi Laut

California Energy Commission/CEC dan Departemen Energi Amerika Serikat/DOE (2000) telah menetapkan persyaratan umum untuk peralatan konversi energi laut harus memenuhi pertimbangan yang sesuai dengan lisensi untuk bisa beroperasi di USA. Persyaratan tersebut meliputi, antara lain: memiliki densitas energi tinggi, tidak menggangu sistem pelayaran, tidak menggangu bangunan laut/pantai lainnya, tidak menggangu kehidupan laut dan ramah lingkungan, pemeliharaan mudah, kekuatan, biaya selama operasi, memiliki minimum umur bangunan antara 10-20 tahun.

Tantangan untuk pemenuhan seluruh persyaratan tersebut telah menjadi fokus lebih dari 40 tahun di seluruh dunia usaha, khususnya di Eropa, Jepang, dan Amerika (Pontes and Falcao, 2001).

Terdapat lima sumber energi laut yang dapat dimanfaatkan, yaitu gelombang, arus, pasang surut, thermal, dan salinitas. Berikut ini adalah contoh konversi energi laut yang tidak memenuhi sebagian kriteria dari CEC/DOE:

1. Konversi berdasarkan osilasi permukaan, seperti water column, buoy, atau flap (Sarpkaya, T., 2004), memiliki output energi hanya dalam waktu yang sangat singkat dari gelombang frekuensi resonansi dekat. Pada lokasi tertentu, kemungkinan kecil adanya gelombang acak mempengaruhi terjadinya kinerja yang optimal. Selain itu, terkadang gelombang ekstrim juga menjadi beban pada struktur.

2. Konversi angin atau energi pasang surut (turbin, kincir) hanya dapat mengubah energi secara proporsional pada efisiensi 15-30% (2004) dan hanya berlaku untuk arus lebih dari 2 m/s (~ 4 knot), jika kurang dari 2 m/s, tidak berfungsi efisien (Commissions of the European Conference., 1996 dalam Bernitsas and Raghavan, 2006).

(23)

8

3. Konversi energi pasang surut, memerlukan daerah yang luas seperti bendungan air. Instalasinya memerlukan waktu antara 5-7 tahun dan memerlukan biaya awal yang tidak murah. (Commissions of the European Conference, 1996 dalam Bernitsas and Raghavan, 2006).

4. Sebagian besar alat konversi beroperasi di daerah dekat pantai, sehingga mengganggu aktifitas yang ada dipantai tersebut.

5. Kincir, turbin, atau bendungan pasang surut terkadang mengganggu kehidupan biota laut.

2.1.2 VIVACE (Vortex Induced Vibration Aquatic Clean Energy)

VIVACE Konverter yang dipatenkan adalah terdiri dari sebuah benda bergerak, yang kaku dan elastik atau fleksibel, yang ditempatkan pada aliran fluida. Benda tersebut mengalami VIV (Vortex Induced Vibration) dan melalui system transmisi, akan menyalurkan energi mekanik menuju generator untuk selanjutnya dikonversi menjadi listrik atau langsung menuju alat mekanik atau hidraulik yang digunakan dalam bentuk energi.

Prinsip-prinsip yang mendasari VIVACE adalah Vortex Induced Vibration (VIV) yang berasal dari silinder kaku yang dipasang pada pegas linier, resonansi nonlinier, korelasi panjang, dan generator elektrik.

VIVACE merupakan salah satu alat konversi energi laut yang memenuhi kriteria dari CEC/DOE, yaitu memiliki densitas energi yang tinggi; tidak menggangu sistem pelayaran, karena pada VIVACE energi kinetik yang berasal dari arus tersebut menjalar ke seluruh benda, tidak hanya pada permukaan air saja.

Oleh karena itu, VIVACE terendam dalam air laut sepanjang waktu, kecuali untuk pemeliharaan, sehingga memenuhi persyaratan tersebut; tidak mengganggu bangunan laut/pantai lainnya. VIVACE tenggelam dibawah permukaan laut dan pada kedalaman yang tepat, sehingga tidak mengganggu pada permukaan. Selain itu, VIVACE hanya memanfaatkan arus laut secara murni dan bebas polusi; tidak menggangu kehidupan laut; pemeliharaan yang mudah. Karena operasi bangunan lepas pantai adalah mahal, maka biaya pemeliharaan rendah adalah wajib.

VIVACE hanya memiliki silinder polos yang diletakkan pada lingkungan laut.

(24)

9

Semua komponen dari Power Take-Off hidrolika seperti system transmisi dan elektronik, akan disimpan pada struts dukungan; kekuatan mencakup pemeliharaan rendah, minimal terhadap kerusakan, kemampuan untuk menghadapi beban lingkungan yang ekstrim, kemampuan untuk merubah energi dengan efisiensi tinggi. Arus stabil dan dapat diprediksi; Biaya selama instalasi 100 MW relatif tinggi, tetapi perkiraan biaya listrik kompetitif karena konsistensi ketersediaan sumber energy, dan perawatan yang minimum; umur desain untuk VIVACE adalah minimal 20 tahun.

Gambar 2.1 adalah merupakan skema sederhana dari VIVACE yang terdiri dari komponen-komponen seperti: silinder kaku dengan diameter D dan panjang L, 2 pegas linier sebagai pendukung dengan kekakuan K, system redaman csystem, satu atau lebih generator, generator redaman cgen, transmisi redaman ctra dan energy redaman charn. Silinder terletak pada sumbu Z dan tegak lurus terhadap kecepatan aliran (U), yang terletak pada arah X. Silinder berosilasi pada arah Y, yang tegak lurus terhadap sumbu Z dan kecepatan aliran pada arah X.

Gambar 2.1 Skema sederhana dari VIVACE dengan sistem koordinat. (Bernitsas and Raghavan, 2006)

x

(25)

10 Tabel 2.1 Spesifikasi Model VIVACE

VIVACE Model Particulars

Diameter (mm) 127

Length (mm) 914,4

K of each spring (N/m) 518

Mass of the system (kg) 16,8

Mass ratio (m*) 1,45

Fn.water (Hz) 0,96

Velocity of current (m/s) 0,4-1,0

Reynolds number 0,44-1,34 × 105

Generator resistance (Ohm) 7

Sumber : Bernitsas and Raghavan, 2006

2.2 DASAR TEORI

2.2.1 Pemodelan

Dalam pengerjaan pemodelan pada tugas akhir ini, software yang digunakan antara lain adalah:

1. Drawing Software

Pada Drawing Software ini menggunakan AutoCad 2009 untuk menggambar model dari objek yg akan dianalisa. Model yg dibuat berupa gambar 3 dimensi dengan menggunakan koordinat bidang X, Y, dan Z yg memiliki surface, dan bentuk filenya harus disesuaikan, sehingga dapat dieksport pada CFD ANSYS 11.0 untuk selanjutnya dianalisa.

2. CFD Software ANSYS 11.0

CFD Software digunakan sebagai alat bantu simulasi dari konfigurasi bentuk oscillating part yang akan dianalisa. Selanjutnya dilakukan modifikasi bentuk, dimensi dan konfigurasi model. Dari simulasi ini, diperoleh data yang kemudian dianalisa lebih lanjut sehingga hasil akhirnya dapat diperoleh

(26)

11

konfigurasi bentuk aliran yang mengenai oscillating part dan pola pressure yang terjadi. Data yang dihasilkan tersebut berupa nilai Re, kecepatan aliran, tekanan dan gaya yang mengenai oscillating part. Hasil dari program CFD ini digunakan untuk input pada analisa perhitungan respon total dan amplitudo selanjutnya.

Pada dasarnya semua jenis CFD menggunakan persamaan dasar (governing equation) dinamika fluida yaitu persamaan kontinuitas, momentum dan energi. Persamaan ini merupakan pernyataan matematis untuk tiga prinsip dasar fisika:

a) Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass) b) Hukum Kedua Newton (Newton’s Second Law of Motion) c) Hukum kekekalan Energi

Untuk mendapatkan persamaan dasar gerak fluida, filosofi berikut selalu diikuti:

a) Memilih prinsip fisika dasar dari hukum–hukum fisika (Hukum Kekekalan Massa, Hukum Kedua Newton, Hukum Kekekalan Energi).

b) Menerapkan prinsip-prinsip fisika di dalam model aliran.

Dari penerapan, diuraikan persamaan matematis yang meliputi prinsip-prinsip fisika dasar.

Computational Fluid Dynamics merupakan ilmu sains dalam penentuan penyelesaian numerik dinamika fluida. Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah pendekatan ketiga dalam studi dan pengembangan bidang dinamika fluida selain pendekatan teori dan eksperimen murni.

Adapun beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan CFD antara lain:

a) Meminimumkan waktu dan biaya dalam mendesain suatu produk, bila proses desain tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi tinggi.

b) Memiliki kemampuan sistem studi yang dapat mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen.

(27)

12

c) Memiliki kemampuan untuk studi dibawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis (termasuk studi keselamatan dan skenario kecelakaan).

d) Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain.

Aplikasi dari CFD untuk penyelesaian masalah aliran pada struktur telah mengalami kemajuan cukup pesat pada akhir-akhir ini. Bahkan pada saat ini teknik CFD merupakan bagian dari proses desain dalam diagram spiral perancangan. Dengan CFD memungkinkan untuk memprediksi fenomena aliran fluida yang jauh lebih kompleks dengan berbagai tingkat akurasi.

Dalam desain kerjanya, problem yang ada perlu dideskripsikan kedalam software CFD dengan menggambarkan model yang akan dianalisa, sifat-sifat fluida yang ada disekitar model dan juga penentuan kondisi batasnya.

Selanjutnya dalam solver, problem yang ada akan dihitung dengan pendekatan persamaan Navier Strokes. Dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil output dari running program CFD.

Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan analisa sistem yang mencakup aliran fluida, perpindahan panas, dan fenomena yang terkait, seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer (numeric).

Teknik ini sangat berguna dan dapat diaplikasikan pada bidang industri dan non-industri. Code CFD terstruktur atas logaritma numerik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan problem pada suatu aliran fluida. Code Computational Fluid Dynamics disini terdiri atas tiga element utama yakni : a) Pre Processor (CFX Pre)

Pada tahap awal pemrograman ini terdiri dari input masalah aliran untuk CFD melalui interface, kemudian mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai dengan format yang dikehendaki oleh bagian solver. Pada tahap ini perlu dilakukan input permasalahan sesuai dengan aturan pada software, meliputi:

i. Membentuk geometri benda dan daerah sekeliling benda sebagai domain komputasi.

ii. Membentuk Grid Generation atau membagi domain yang telah ditentukan menjadi bagian yang lebih kecil (sub-domain).

(28)

13

iii. Penentuan fenomena fisika dan kimia dari model.

iv. Penentuan sifat-sifat fluida, seperti pendefinisian harga densitas, viskositas, temperatur fluida dan lain-lain.

v. Penentuan kondisi batas model geometri, lokasi pembuatan kondisi batas harus ditentukan baik pada daerah disekeliling benda maupun pada aliran yang diperhitungkan.

vi. Penentuan besar kecilnya atau kekasaran grid (mesh).

Analisa masalah aliran yang berupa kecepatan, tekanan atau temperatur didefinisikan sebagai suatu daerah yang berupa simpul-simpul tiap cell.

Jumlah cell dalam grid (mesh) menentukan akurasi penyelesaian CFD. Pada umumnya semakin banyak cell semakin akurat penyelesaianya. Daerah yang memiliki perubahan bentuk yang sangat tajam, biasanya proses meshing dilakukan dengan sangat halus, sedang untuk daerah yang lain dilakukan agak kasar.

b) Solver Manager (CFX Solver)

Solver dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu finite difference, finite element dan finite volume. Secara umum metode numerik solver tersebut terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :

i. Perkiraan variabel yang tidak diketahui dengan menggunakan fungsi sederhana.

ii. Diskretisasi dengan substitusi perkiraan-perkiraan tersebut dengan persamaan-persamaan aliran yang berlaku dan berbagai manipulasi matematik.

iii. Penyelesaian dari persamaan aljabar.

Boundary Condition Inlet adalah input aliran fluida pada kondisi normal tanpa adanya fenomena yang terjadi.

 Massa dan Momentum

Momentum yang terjadi pada aliran fluida yang dipengaruhi oleh massa dan kecepaan dengan vector kecepatan U, V, dan W atau searah dengan sumbu x, y, dan z. Arah yang diambil dalam perlakuan terhadap boundary adalah

(29)

14

arah normal terhadap domain. Komponen kecepatan aliran (Cartisien Velocity Vector) adalah dengan resultan.

 Tekanan Total

Tekanan total, Ptot, untuk fluida didefinisikan sebagai:

Ptot = P stat (2.1)

Tetapi untuk input saat pre processor, nilai tekanan yang dimasukkan untuk inlet adalah 0, dikarenakan aliran fluida yang terjadi diasumsikan dianggap tidak memiliki debit.

 Kecepatan Laju Aliran Massa

Batas laju aliran massa, ditentukan sepanjang arah komponen, dimana influx massa dihitung menggunakan rumus:

ρU = m/∫

s dA (2.2)

Boundary Condition Outlet, pada bagian outlet ini beberapa parameter yang digunakan mengacu pada beberapa hal berikut ini, untuk memudahkan analisa.

 Kecepatan Outlet

Pada kecepatan outlet yang terjadi, mengacu pada tiga sumbu seperti pada kecepatan inlet, namun pada kondisi outlet terdapat kondisi tambahan pada aliran dari inlet yang mengalami perubahan terhadap ketiga sumbu tadi setelah mengenai benda.

 Tekanan Outlet Fluida

Tekanan outlet fluida yang terjadi, tentunya mengalami perubahan jika dibandingkan dengan tekanan inlet fluida.

P tot = P stat + 1/2 ρU2 (2.3)

c) Post Processor (CFX Post)

Pada step ini akan ditampilkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tahap sebelumya. Hasil perhitungan dapat dilihat berupa data numerik dan data visualisasi aliran fluida pada model. Data numerik yang diambil adalah data nilai variabel sifat fluida, data sifat fluida yang dapat di ambil adalah sebagai berikut:

(30)

15

 Pressure

 Pressure Gradient

 Total Pressure

 Turbulence Kinetic Energy

 Velocity

Sedangkan untuk data numerik yang dapat di tampilkan oleh post processor adalah quantitative calculation untuk mengetahui nilai force yang terjadi.

Dan data visualisasi model yang bisa ditampilkan oleh post processor adalah sebagai berikut:

 Gambar geometri model

 Gambar surface sifat fluida

 Animasi aliran fluida

 Tampilan vector kecepatan

 Arah aliran fluida

2.2.2 VIV (Vortex Induced Vibrations)

Vortex induced vibrations (VIV) terjadi karena adanya resonansi pada struktur. Resonansi ini terjadi karena frekuensi alami struktur sama atau hampir sama dengan frekuensi vortex shedding. Vortex adalah suatu aliran dimana partikel fluida tersebut berotasi pada aliran rotasinya terhadap titik pusatnya.

Pelepasan vorteksnya adalah vortex shedding. Gambar 2.2 menunjukan bentuk- bentuk vortex yang terjadi pada aliran air.

(31)

16

Gambar 2.2 Bentuk vorteks yang terjadi pada aliran air dengan Re yang berbeda.

(Ching Chen, 2004)

Berdasarkan Gambar 2.2, dapat diketahui bahwa bentuk aliran vortex yang terjadi adalah tidak sama untuk setiap harga Reynolds number. Semakin tinggi harga Reynolds number maka aliran vorteks yang terjadi semakin sedikit dan semakin tidak teratur.

Terjadi tidaknya VIV pada aliran di sekitar struktur dapat diketahui dari harga parameternya. Berdasarkan harga parameter tersebut maka dapat diketahui terjadi tidaknya VIV, seberapa besar VIV yang terjadi dan keteraturan aliran vortex.

Parameter VIV tersebut adalah sebagai berikut (Techet 2005):

1. Strouhal number

Bilangan Strouhal adalah dimensional number yang menjelaskan tetang aliran yang berosilasi. Parameter ini dinamai oleh seorang Fisikawan Ceko pada 1878 dengan ekseperimennya yaitu kabel yang mengalami vortex shedding (bergetar) akibat pusaran angin (Frank M. White, 1999 dalam Chamelia,

(a) Bentuk vortex pada tahap steady untuk Re = 100 (b) Bentuk vortex pada tahap steady untuk Re = 1 x 105 (c) Bentuk vortex pada tahap steady untuk Re = 1 x 106

(32)

17

2009). Bilangan Strouhal merupakan bagian integral dari dasar-dasar mekanika fluida.

Bilangan Strouhal mewakili sebuah ukuran perbandingan gaya inersia karena getaran aliran atau percepatan lokal ke gaya inersia akibat perubahan kecepatan dari satu titik ke titik yang lain yang masih dalam medan aliran.

Persamaan Strouhal diberikan:

(2.3)

dengan:

= frekuensi vortex shedding (Hz) S t = strouhal number

≅ 0.2 untuk silinder bulat U = kecepatan partikel (m/s) D = diameter struktur (m) 2. Reynolds number

Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio/perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viskositas yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misal laminer dan turbulen. Nama bilangan Reynolds diambil dari Osborne Reynolds (1842- 1912). Bilangan Reynolds memiliki dampak signifikan pada amplitudo Viv.

Bilangan Reynold merupakan salah satu bilangan tak berdimensi yang digunakan untuk menentukan dynamic similitude. Persamaan Reynolds-nya adalah:

(2.4) dengan:

Re = Reynolds number

Re < 105 ( batas aliran laminar) U = kecepatan partikel (m/s)

s t

S f d

= U

fs

R e UD

= υ

(33)

18 D = diameter struktur (m)

υ = viskositas kinematis air (m2/s) 3. Frekuensi vortex shedding

Jika aliran melewati struktur silinder, maka aliran yang terbentuk setelah melewati silinder tersebut tidak stabil, sehingga menyebabkan silinder berosilasi. Ketika aliran melewati struktur, maka akan terjadi flow separation dan terbentuk vorteks di belakang pipa. Vorteks tersebut akan menyebabkan perubahan tekanan hidrodinamis pada pipa. Frekuensi vorteks bergantung pada kecepatan aliran dan diameter silinder. Jika frekuensi vorteks mendekati sama dengan frekuensi freespan silinder, maka akan terjadi resonansi. Hal ini dapat menimbulkan kegagalan akibat kelelahan pada silinder.

Kegagalan pada struktur silnder dapat dicegah dengan menjauhkan nilai frekuensi vortex shedding dengan frekuensi alami silinder, sehingga osilasi yang terjadi dapat diminimalkan (Benfika, 2007 dalam Vladvamphire, 2009).

Persamaan frekuensi vortex shedding:

(2.5)

dengan:

fs = frekuensi vortex shedding (Hz) S t = strouhal number

≅ 0.2 untuk silinder bulat U = kecepatan partikel (m/s) D = diameter struktur (m)

Hubungan antara Strouhal number dengan Reynolds number pada silinder bulat dijelaskan pada Gambar 2.3. Dari Gambar 2.3, dapat diketahui bahwa harga St ≅ 0.21 pada saat Re antara 40 sampai 200. Harga tersebut berubah seiring dengan perubahan harga Reynolds number. Harga Strouhal number silinder yang permukaannya kasar dengan silinder yang permukaanya halus untuk harga Reynolds number kurang 105 tidak terlalu jauh perbedaannya. Pada saat 105<Re<

106 selisih harga Strouhal number nya cukup besar. Tetapi pada saat harga

t s

f S U

= D

(34)

19

Reynolds number mendekati 107 selisih harga Strouhal number lebih kecil sama seperti pada saat harga Reynolds number kurang 105.

Gambar 2.3 Hubungan antara Strouhal number dengan Reynolds number pada silinder bulat (Chakrabarti, 2002).

Bentuk-bentuk aliran fluida berbeda-beda untuk setiap range harga Reynolds number yang berbeda. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi aliran di daerah tersebut seperti dijelaskan oleh Gambar 2.4.

Berdasarkan Gambar 2.4, dapat diketahui fenomena terbentuknya vortex di belakang silinder yaitu:

 Untuk harga Re < 5, aliran yang melewati silinder bulat belum mengalami pemisahan artinya pada harga tersebut sama sekali belum terbentuk vortex di belakang silinder. Semakin besarnya harga Re maka sifat aliran yang melewati silinder bulat akan semakin tidak teratur sehingga pada harga 5-15<Re<40 akan terbentuk sepasang Foppl vortices di bagian belakang aliran dari silinder.

 Semakin besarnya harga Re yaitu pada harga 40 < Re <90 dan 90<Re<150 maka akan terbentuk 2 daerah pembentuk vortex yaitu pada bagian sisi kanan dan kiri dari silinder dimana sifat dari vortex yang terbentuk adalah laminer.

 Harga Re yaitu 150 < Re < 3.105 , vortex shedding menjadi kurang teratur . pada kondisi ini separation point berada kira-kira 70°-80° dari posisi

(35)

20

stagnation point. Pada rentang harga tersebut akan tampak bahwa akan muncul bentuk aliran turbulen.

 Pada harga Re yaitu 3.105 < Re < 3.5.106 laminer boundary condition membentuk atau memisahkan pada awalnya yaitu kira-kira 90°-100° (sedikit ke depan daripada translation point ke/menjadi aliran turbulen). Keadaan transisi dari laminer menjadi turbulent akan menciptakan aliran semakin tidak teratur sehingga pada daerah ini akan terbentuk bubble.

 Untuk harga Re yaitu Re > 3.5.106, vortex shedding kembali menjadi reguler.

Translantion/separation point menjadi berada pada posisi sedikit di depan setengah silinder. Pada keadaan ini daerah di belakang silinder secara tetap terbentuk turbulence separation hingga mencapai harga 107.

Gambar 2.4 Daerah aliran (Lienhard 1966 dalam Techet 2005).

Vortex shedding dapat menimbulkan gaya drag (geser) dan gaya lift (angkat) pada silinder bulat. Gaya lift mempunyai arah tegak lurus terhadap silinder sedangkan gaya drag sejajar dengan silinder. Karena pergantian vortex wake (Karman street) maka osilasi gaya lift terjadi pada frekuensi vortex shedding dan gaya drag terjadi pada dua kali frekuensi vortex shedding.

Re < 5 ( daerah dari aliran yang tak terpisahkan)

5-15 < Re < 40 (sepasang vorteks dalam aliran gelombang)

40 < Re <90 dan 90<Re<150 (dua daerah dengan aliran vorteksnya adalah turbulen)

150 < Re <300 (rentang perubahan menjadi aliran turbulen)

Perubahan daerah dari laminar ke turbulen

300 < Re < 3.105 (aliran vorteks sepenuhnya turbulen)

3.105 < Re < 3.5.106 (lapisan batas laminar melalui perubahan aliran turbulen dan aliran gelombang lebih sempit dan tidak teratur)

Re > 3.5.106 (pembentukan kembali aliran vorteks turbulen)

(36)

21

Gambar 2.5 Gaya lift dan drag pada silinder (Techet 2005).

2.2.3 Respon Dinamis

Pada dasarnya struktur yang bergetar akan mengalami 2 (dua) macam getaran, yaitu yang pertama adalah getaran alami dan yang berikutnya adalah getaran paksa, getaran alami adalah getaran dimana sebuah struktur atau benda mengalami getaran tanpa ada gaya luar yang mempengaruhinya, sedangkan getaran paksa mengalami getaran akibat adanya gaya paksa yang mengenai sistem, sehingga respon total dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Craig, 1981 dalam Chamelia, 2009)

u = uc + up (2.6)

dengan :

u = respon total uc = respon alami up = respon paksa.

Sistem yang ada dianggap memiki massa dalam satu kesatuan terpusat serta gerakan yang digunakan sebagai satu derajat kebebasan maka metode yang digunakan adalah Lump Parameter Model. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penyelesaiannya adalah sebagai berikut.

(37)

Gambar 2.6 Rangka model dengan metode massa terpusat ( method) (Chamelia,

Langkah awal adalah penyederhanaan sistem sesuai gambar 2.6 diatas dalam memudahkan analisa. Sumbu Y pada gambar merupakan acuan dimana getaran osilasi terjadi, dimana perhitungan respon amplitudonya terhitung mulai sistem bekerja tanpa ada gaya s

menggambarkan sistem diats menjadi sistem yang lebih sederhana dengan menggambarkan dalam free body diagram (FBD) beserta gaya

pada stuktur tersebut, berikut adalah gambaran FBD dari sistem tersebut (Chamelia, 2009).

Gambar 2.7 Model acuan

22

Gambar 2.6 Rangka model dengan metode massa terpusat (lump parameter ) (Chamelia, 2009).

Langkah awal adalah penyederhanaan sistem sesuai gambar 2.6 diatas dalam memudahkan analisa. Sumbu Y pada gambar merupakan acuan dimana getaran osilasi terjadi, dimana perhitungan respon amplitudonya terhitung mulai sistem bekerja tanpa ada gaya sampai terjadi displacement. Setelah itu menggambarkan sistem diats menjadi sistem yang lebih sederhana dengan menggambarkan dalam free body diagram (FBD) beserta gaya-gaya yang bekerja pada stuktur tersebut, berikut adalah gambaran FBD dari sistem tersebut

x X Y Gambar 2.7 Model acuan free body diagram (Chamelia, 2009)

P (t)

P (t)

lump parameter

Langkah awal adalah penyederhanaan sistem sesuai gambar 2.6 diatas dalam memudahkan analisa. Sumbu Y pada gambar merupakan acuan dimana getaran osilasi terjadi, dimana perhitungan respon amplitudonya terhitung mulai ampai terjadi displacement. Setelah itu menggambarkan sistem diats menjadi sistem yang lebih sederhana dengan gaya yang bekerja pada stuktur tersebut, berikut adalah gambaran FBD dari sistem tersebut

(38)

23

Dari Gambar 2.7 diatas dapat digunakan Hukum Newton dalam perhitungan sederhananya dimana jumlah gaya total sama dengan jumlah gaya yang terjadi pada sistem tersebut, atau dapat dijelaskan dengan persamaan dibawah ini:

ΣFy = m. Ü (2.7)

atau

P(t) – fs - fd = m. ü (2.8)

atau

m.ü + c.ů + k.u = P (t) (2.9)

dengan:

P(t) = generalized force Fs = gaya pegas (k . u) Fd = gaya redaman (c . ů)

m = massa

u = displacement

ů = kecepatan

ü = percepatan

Persamaan diatas merupakan respon alami yang dialam struktur, dalam memperoleh solusi persamaan diatas adalah dengan asumsi bahwa gaya luar bernilai nol atau P(t) = 0, karena persamaan diatas merupakan getaran bebas namun teredam akibat adanya viskositas air laut. Apabila persamaan diubah dalam persamaan homogen adalah:

m.ü + c.ů + k.u = 0 (2.10)

dalam memudahkan menentukan nilai dari displacement maka menggunakan

pemiisalan, yaitu dengan asumsi u = e st (2.11)

persamaan 2.11 kemudian disubstitusikan dalam persamaan diferensial diperoleh (m.s2+cs+k)est = 0

akan memenuhi untuk semua nilai t, apabila

2    0 (2.142

persamaan karakteristik diatas memilki dua akar yaitu,

1,2  22  (2.13)

(39)

24

Jadi, solusi umum yang diberikan oleh persamaan dengan asumsi diatas adalah

  1  2  (2.14)

dengan A1 dan A2 adalah konstanta yang harus dihitung pada kondisi awal, persamaan 2.13 disubstitusikan pada persamaan 2.14 menghasilkan:

  /  1/"! 2 /"!# (2.16) Karena sistem ini termasuk didalam sistem kurang teredam atau underdamped maka nilai (c/2m)2 kurang dari k/m, atau dapat dituliskan dalam persamaan yang lebih sering digunakan.

Uc = (2.17)

dengan:

t = waktu (detik)

ωn =frekuensi angular tak teredam (rad/s) A1 = kostanta riil

A2 = kostanta riil

ωd = frekuensi angular teredam (rad/s)

Gerakan paksa atau gaya eksitasi yang ditimbulkan oleh kondisi benda di suatu tempat terhadap fungsi watu dituliskan dengan persamaan sebagai berikut.

Up = (2.18)

dengan:

U = steady state respons Ω = frekuensi eksitasi (rad/s) α = sudut fase (rad)

Steady State respon didapatkan dari persamaan 2.19 dibawah ini:

(2.19) dengan:

Uo = Amplitudo awal r = rasio frekuensi

(40)

25

Sedangkan frekuensi angular tak teredam (undamped) didapat dari Persamaan 2.20

(2.20)

atau,

(2.21)

Rasio frekuensi didapat dari Persamaan

(2.22)

Dalam analisa CFD yang dilakukan akan memperoleh beberapa hasil yang dibituhkan dalam analisa dinamis diantaranya adalah gaya yang disimbolkan Po sebagai gaya awal yang diterima oleh sistem sederhana yang didukung oleh pegas K, sehingga persamaan yang didapatkan adalah:

(2.23) sedangkan frekuensi angular teredam didapat dari Persamaan,

(2.24) Untuk nilai tangensial sudut fase didapatkan dari perbandingan konstanta redaman dan rasio frekuensi yang sangat dipengaruhi nilainya oleh frekensi eksitasi sebagai fungsi r, maka dari itu pengaruh kecepatan arus dan dimensi benda akan mempengaruhi besarnya sudut fase yang terbentuk.

(2.25)

Frekuensi eksitasi yang timbul diakibatkan oleh frekuensi vorteks shedding yang terbentuk akibat adanya kecepatan partikel yang mengalami pertambahan kecepatan akibat bertumbukan dengan struktur yang ada, nilai kecepatan eksitasi yang ada diperoleh dari hasil perhitungan lewat CFD. Sedangkan angka strouhal didapat dari perhitungan reynold number yang kemudian dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(41)

26

Ω  Sh&' (2.26)

dengan:

Ω = frekuensi eksitasi atau frekuensi yang diakibatkan vorteks shedding yang terjadi (rad/s)

Sh = angka Strouhal didapat gari Gambar 2.3 V = kecepatan eksitasi (m/s)

D = diameter silinder (m)

Sehingga persamaan 2.17 dan 2.18 disubstitusikan dalam persamaan 2.6 lalu didapatkan persamaan respon dinamis osilasi dari silinder sebagai berikut:

(2.27)

dengan:

u = total respons (m) U = steady state respons (m) Ω = frekuensi eksitasi (rad/s) t = waktu (detik)

α = sudut fase (rad)

ωd = frekuensi angular teredam (rad/s) A1 = kostanta riil

ωn =frekuensi angular tak teredam (rad/s) A2 = kostanta riil

2.2.4 Kinerja Konversi Energi Vorteks

Terdapat beberapa prinsip kerja yang mendasari sebuah Konverter Energi Vorteks tersebut, antara lain adalah:

 Vortex Induced Vobration (VIV) yang secara alami menyebabkan oscillating part berosilasi secara tegak lurus terhadap arah aliran.

 Nonlinear dari getaran yang ditimbulkan karena VIV. Hal tersebut sebagian untuk membatasi osilasi dari amplitudo dan sinkronisasi aliran vortex shedding.

(42)

27

 Korelasi perbandingan panjang dan ukuran oscillating part, karena tiap perbandingan memiliki karakteristik pembentukan vortex shedding yang akan menghasilkan lift force (daya angkat). Oleh sebab itu perlu adanya rekomendasi yang tepat untuk menjaga nilai lift force akibat adanya gerakan osilasi.

 Energi ekstraktor (energy luar) yang dibutuhkan, dengan keseimbangan mampu meredam efek mekanis osilasi dan mampu menghasilkan energy yang besar.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, sebuah Konverter Energi Vorteks, terdiri dari silinder bundar yang kaku yang dipasang pada pegas elastis dan tersambung ke Power Take-Off (PTO) sistem melalui mekanisme transmisi.

Silinder memiliki satu atau dua derajat kebebasan. Respons utama silinder adalah bergerak transversal/tegak lurus terhadap aliran.

Rasio massa didefinisikan sebagai massa berosilasi total silinder di Viv, termasuk dengan semua pelengkap berosilasi dan 1/3 dari massa pegas, dibagi dengan massa fluida yang dipindahkan md:



(



)*+

,

(2.28)

dengan:



-



./

0

1

2



3

(2.29)

mosc : massa yang berosilasi total pada VIV md : massa silinder

Operasi oscillating part adalah dengan memaksimalkan Viv. Output daya tergantung pada amplitudo osilasi dan redaman. Puncak respon amplitudo bervariasi sebagai fungsi dari m *, ζ. ζ adalah rasio redaman. m * ζ adalah parameter yang mengontrol amplitudo maksimum osilasi.

(43)

28

Gambar 2.8 Sistem generator rotasi (Bernitsas and Raghavan, 2006).

(44)

29 tidak

ya

tidak ya

tidak

ya

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Berikut adalah diagram alir pengerjaan penelitian sesuai dengan permasalahan sebelumnya:

Mulai

1. Studi literatur

2. Pengumpulan data oscillating part

Pemodelan oscillating part bentuk silinder menggunakan software ANSYS CFD 11.0

Eror

Output: Tekanan, Gaya, Frekuensi Vorteks Shedding dan Kecepatan aliran setelah mengenai oscillating part

Validasi respon dinamis total (amplitudo) untuk model silinder

Eror

Pemodelan oscillating part bentuk elips Menggunakan software ANSYS CFD 11.0

Eror

A

(45)

30 A

Perhitungan respon dinamis total (amplitudo) Untuk model elips

Analisa dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir

Untuk mencari pemecahan masalah yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka metodologi penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur, yaitu melakukan pencarian informasi yang dibutuhkan untuk melakukan studi tentang konversi energi vorteks. Serta melakukan pencarian informasi pada penelitian-penelitian terbaru yang telah dilakukan oleh orang lain.

2. Melakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan oscillating part, meliputi dimensi, kedalaman perairan, kecepatan aliran/arus dan spesifikasi sistem yang digunakan untuk melakukan penelitian ini.

3. Melakukan pembuatan model oscillating part bentuk silinder dengan menggunakan bantuan software ANSYS CFD 11.0. Penjelasan selengkapnya mengenai langkah-langkah pembuatan model hingga nilai output yang dihasilkan, dapat dilihat pada sub bab 3.2. Pemodelan menggunakan ANSYS dimaksudkan untuk menghasilkan output berupa nilai gaya dan kecepatan

A

(46)

31

aliran setelah mengenai oscillating part yang selanjutnya digunakan sebagai input untuk menghitung nilai dari respon total dinamis (amplitudo).

4. Modeling oscillating part model silinder digunakan sebagai model acuan sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan untuk memudahkan dalam analisa selanjutnya. Nilai dari amplitudo untuk model silinder harus sesuai dengan acuan yang digunakan. Jika eror yang didapat terlalu besar, maka diperlukan pengulangan pemodelan hingga mendapatkan nilai eror yang kecil.

5. Setelah validasi dilakukan, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memodelkan oscillating part bentuk elips dengan menggunakan bantuan software ANSYS CFD 11.0. Penjelasan selengkapnya mengenai langkah- langkah pembuatan model hingga nilai output yang dihasilkan, dapat dilihat pada sub bab 3.2. Pemodelan menggunakan ANSYS dimaksudkan untuk menghasilkan output berupa nilai gaya dan kecepatan aliran setelah mengenai oscillating part yang selanjutnya digunakan sebagai input untuk menghitung nilai dari respon total dinamis (amplitudo).

6. Nilai output yang didapat dari hasil pemodelan oscillating part bentuk elips pada ANSYS, selanjutnya dipergunakan sebagai input dalam menghitung nilai respon total dinamis (amplitudo).

7. Analisa dan pembahasan dilakukan untuk mengetahui perbandingan respon total dinamis antara model silinder dengan model elips. Respon dinamis yang paling tinggi dengan kondisi sistem yang sama, adalah dimensi yang baik digunakan untuk pembangkit listrik tenaga vorteks.

8. Setelah analisa dan pembahasan dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan dari permasalahan dan tujuan sebelumnya, oscillating part dengan dimensi berapakah yang paling efektif untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga vorteks.

(47)

32 tidak

3.2 Pemodelan Oscillating Part Bentuk Silinder dan Elips Menggunakan Software ANSYS CFD 11.0

Berikut adalah diagram prosedur pemodelan oscillating part bentuk silinder dan elips secara lebih spesifik:

Pemodelan geometri

oscillating part dengan AutoCad 3D Input Properties

oscillating part

Import model dari AutoCad ke ICEM CFD untuk pembuatan kondisi batas

Meshing

Ya Error

Input model pada Ansys-Pre

Input Properties Fluida Running model pada

Ansys-Solver Ya

Error

Running model pada Ansys-Post

Analisa Vortex Shedding

Gambar 3.2 Diagram alir pemodelan oscillating part bentuk silinder dan elips menggunakan ANSYS CFD 11.0.

tidak

Gambar

Gambar 2.2 Bentuk vorteks yang terjadi pada aliran air dengan Re yang berbeda.
Gambar  2.3  Hubungan  antara  Strouhal  number  dengan  Reynolds  number  pada  silinder bulat  (Chakrabarti, 2002)
Grafik 4.1 Amplitudo yang dihasilkan pada model silinder dengan kecepatan awal  aliran 0,4 m/s
Grafik 4.3 Amplitudo yang dihasilkan pada model silinder dengan kecepatan awal  aliran 0,7 m/s
+7

Referensi

Dokumen terkait

kecepatan 17 knot, diperoleh bentuk buritan yang memiliki hambatan total terkecil, yakni pada model 3 (model kapal dengan hanger ) dengan nilai hambatan total

Lalu nilai hambatan total terkecil pada kondisi kecepatan menggunakan fn 0,30 didapatkan nilai hambatan total 271,903 KN pada simulasi model 3 dan hasil hambatan total dari

Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan

Penelitian dilakukan dengan cara menganalisa dan menghitung hambatan total kapal menggunakan model 3D serta dilakukan perhitungan kecepatan aliran fluida dan