• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini ditulis secara sistematis dan terarah, skripsi ini diuraikan ke dalam lima bab yang memuat beberapa sub-bab di dalamnya. Uraian lima bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab pertama: sebagai bab pendahuluan, bagian ini menjelaskan latar belakang permasalahan kemudian diteruskan dengan rumusan masalah sebagai bingkai dan penentu arah dalam penelitian ini, dengan ditunjang oleh tujuan serta kegunaan penelitian, tinjauan pustaka sebagai penunjang penelitian dahulu yang relevan, disertai dengan metodologi penelitian untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penulis mengakhiri bab ini dengan sistematika penulisan.

Bab Kedua: dalam bab ini membahas semantik: Gambaran umum mengenai semantik, yang meliputi beberapa poin, di antaranya: definisi semantik secara umum, sejarah dan perkembangan semantik, metode semantik menurut Toshihiko Izutsu dan aspek-aspek metodologinya, ditutup dengan urgensi analisis semantik.

Bab ketiga: dalam bab ini membahas mengenai Pengertian dan wacana mengenai “Bohong”; Pengertian bohong secara etimologi dan terminologi, kemudian dipaparkan ayat-ayat al-Qur’an berkenaan bohong (kadzib, ifk, dan buhtân), dengan segala derivasinya dari segi lafadz dan periodesasi turunnya.

Penafsiran kata kadzib, ifk, dan buhtân, baik menurut tafsir klasik maupun kontemporer. Selanjutnya penjelasan mengenai semantik kadzib model Toshihiko Izutsu.

Bab keempat: inti pembahasan berisi aplikasi teori semantik Toshihiko Izutsu pada term ifk dan buhtân dalam al-Qur’an, mengikuti model semantik pada term kadzib pada pembahasan sebelumnya. Kemudian menjelaskan hubungan

makna semantik ifk, buhtân, dengan kadzib. Relevansi semantik al-Qur’an dalam konteks zaman sekarang.

Bab kelima: berisi kesimpulan dan saran-saran. Setelah melakukan pembahasan terhadap masalah yang menjadi fokus dalam skripsi ini, penulis menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan, dan memeberikan saran-saran demi perkembangan penelitian-penelitian selanjutnya.

16

Berawal dari semantik umum yang dikemukakan oleh beberapa tokoh Barat, kemudian metode semantik yang ditawarkan oleh seorang pemikir neomodernis Jepang yaitu Toshihiko Izutsu dalam karyanya Ethico-Religious Concepts in the Koran (1966 M). Izutsu menawarkan metode semantik al-Qur’an dengan tahapan;

menentukan kata kunci, menentukan makna dasar dan makna relasional, untuk mendapatkan pandangan dunia masyarakat atau yang disebut dengan weltanschauung. Metode semantik al-Qur’an yang ditawarkan Izutsu juga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menafsirkan al-Qur’an yang salih li kulli zamân wa makân.

A. Definisi Semantik

Kata semantik, pada dasarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Secara bahasa, kata semantik (Inggris: semantic) berasal dari kata sema dalam bahasa Yunani yang berarti tanda atau lambang1, atau dari verba semaino ‘menandai’. Kata semantik ini kemudian digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna.2 Dalam kamus linguistik disebutkan, semantik adalah sistem penyelidikan makna dalam linguistik umum.3 Semantik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

1 Abdul Chair. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 2.

2 Fatimah Djadjasudarma, Semantik 1 Pengantar ke arah Ilmu Makna (Bandung: PT Refika Aditama, 1999), h. 1.

3 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.

174.

ilmu tentang makna kata; pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran makna.4 Kata semantik juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti.

Secara terminologi, semantik dapat didefinisikan sebagai bidang linguistik yang mengkaji arti bahasa. Hal ini dapat kita pahami dari definisi yang dikemukakan oleh ahli semantik yang dikutip dari buku Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa. Pengertian yang dikutip oleh Subuki yang dikemukakan oleh Griffiths yaitu:

Semantik adalah kajian terhadap “perangkat” arti: pengetahuan yang tersandingkan dalam kosakata bahasa dan bagaimana kata tersebut digunakan dalam membentuk arti yang lebih luas hingga pada tingkatan kalimat.5

Definisi yang sedikit berbeda dapat kita simpulkan dari apa yang terdapat dalam Encyclopedia of Linguistics

Semantik adalah kajian terhadap makna tanda dan representasi, baik secara mental maupun secara linguistik. Tujuan akhir dari semantik adalah membangun teori yang bersifat umum tentang arti.6

Batasan dalam mengkaji semantik kita dapat lihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh Strazny, sebagaimana yang dikutip oleh Subuki dalam buku semantiknya

Pembahasan arti dalam semantik terkait dengan persoalan arti kalimat dan bagaimana arti tersebut di bentuk oleh arti setiap komponen yang turut membentuknya (klausa, frasa, kata, dan morfem).7

4 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 805.

5 Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa (Jakarta: Trans Pustaka, 2011), h. 4-5.

6 Makyun Subuki, Semantik, h.5.

7 Makyun Subuki, Semantik. h. 5.

Sedangkan menurut Izutsu, secara terminologi semantik adalah ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pengertian yang lebih luas dari kata, sehingga hampir segala sesuatu yang memiliki makna merupakan objek semantik.8 Lebih lanjut, Izutsu memaparkan, bahwa semantik adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir, tetapi juga alat pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. Semantik, dalam pengertian ini adalah semacam Weltanschauung-Lehre, kajian tentang sifat dan struktur pandangan dunia sebuah bangsa saat sekarang atau pada periode sejarahnya yang signifikan, dengan menggunakan alat analisis metodologis terhadap konsep-konsep pokok yang telah dihasilkan untuk dirinya sendiri dan telah mengkristal ke dalam kata-kata kunci bahasa itu.9 Kajian semantik berawal dari pengkajian istilah kunci dan berujung pada pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk makna kata dan pergeseran makna, sehingga membentuk arti yang lebih luas, dari beberapa komponen yang ada di dalam kalimat tersebut.

Banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh dalam pergeseran makna serta memberikan nilai-nilai tambahan pada makna yang dimiliki oleh kata.

Sebenarnya perubahan makna kata menyangkut banyak hal seperti pelemahan, pembatasan, pergantian, pergeseran, perluasan dan pengaburan. Perubahan

8 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan,Manusia Pendekatan Semantik terhadap al-Qur’an, Penerjemah Agus Fahri Husein dkk, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003), Cet II. h. 2.

9 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 3.

makna tersebut bisa terjadi akibat perubahan kata dari bahasa lain, perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, tanggapan pemakai bahasa serta asosiasi pemakai bahasa terhadap sesuatu.10 Apabila salah satu faktor di atas terdapat pada kata, maka akan terjadi perubahan makna pada kata tersebut.

Biasanya perubahan makna diakibatkan oleh perubahan bentuk kata, jadi setiap perubahan yang terjadi pada bentuk kata, maka perubahan itu juga terjadi pada maknanya. Namun demikian, jika perubahan makna terjadi, maka makna inti tetap terlihat keberadaannya.11 Perubahan makna tersebut yang disebut semantik.

B. Sejarah dan Perkembangan Semantik

Tradisi kajian semantik baru dimulai sekitar dua ratus tahun yang lalu, namun kajian terhadap makna bahasa pada dasarnya telah dilakukan sejak beberapa abad sebelum masehi. Hal itu dibuktikan dengan adanya perbedaan pendapat antara Plato dan muridnya yaitu Aristoteles, mengenai hubungan antara bahasa dan objek di dunia pada zaman Yunani Kuno. Plato menyatakan bahwa hubungan antara kata yang dipakai dengan barang yang dinamainya didasarkan atas hubungan tertentu yang bersifat ikonistik12. Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa hubungan antara bentuk dan arti kata dalam sebuah bahasa bersifat konvensi, yaitu didasarkan atas kesepakatan para pemakai bahasa.

Aristoteles bahkan menjelaskan juga bahwa kata itu memiliki dua macam arti, yaitu arti yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom dan arti akibat proses

10 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 288.

11 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 247.

12 Ikonis (iconic) adalah berkaitan dengan gambaran; langsung menimbulkan pertalian dengan sesuatu yang digambarkan. Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 80.

gramatikal.13 Pembagian yang dikemukakan oleh Aristoteles tersebut hampir sebanding dengan apa yang disebut makna leksikal14 dan makna gramatikal15 dalam semantik.

Cikal bakal semantik sebagai disiplin ilmu dalam linguistik baru dimulai pada tahun 1852. Reisig (1852) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama16, yakni etimologi17, sintaksis18 dan semasiologi19. Reisig menganggap bahwa semasiologi ini sebagai disiplin historis yang hendak mencari prinsip-prinsip yang menguasai perkembangan makna.20 Kemudian Coseriu dan Geckeler mengatakan bahwa disiplin semantik juga diperkenalkan oleh sarjana Perancis yang bernama M. Breal pada tahun 1883 melalui bukunya yang berjudul Essai de Semantique Science de Significations yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1900 dengan judul Semantics: Studies in The Science of Meaning. Breal masih menyebut semantik sebagai ilmu murni historis (historical semantics) artinya, studi semantik pada waktu itu lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur di luar

13 Subuki,Semantik, h. 6.

14 Leksikal adalah bersangkutan dengan kata atau kosa kata. TIM, KBBI, h. 510. Dalam Kamus Linguistik, leksikal berarti hal yang bersangkutan dengan leksem (satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk inflektif suatu kata; misalnya, Inggris. Sleep, slept, sleeps, sleepin, adalah bentuk-bentuk dari leksem sleep). Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 126.

15 Gramatikal berarti sesuai dengan tata bahasa. TIM, KBBI, h. 283, dalam Kamus Linguistik, gramatikal (grammatical) berarti sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika suatu bahasa.

Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 67.

16 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 1-2.

17 Etimologi merupakan cabang ilmu bahasa yang menyelediki asal usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan makna. TIM, KBBI, h. 237. Dapat dilihat juga dalam Kamus Linguistik, Etimology (etymology). Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 52.

18 Sintaksis merupakan bidang ilmu bahasa tentang susunan kata dan kalimat; ilmu tata kalimat. TIM, KBBI, h. 845. Sedangkan dalam Kamus Linguistik, Sintaksis (syntax) berarti pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata. Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 199.

19 Semasiologi adalah studi tentang makna, sebuah bidang yang berhubungan dengan istilah semantik yang kita kenal saat ini. Djadjasudarma, Semantik 1, h. 2.

20 Stephen Ulman, Pengantar Semantik, Penerjemah: Sumarsono, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 6.

bahasa, seperti bentuk perubahan makna, latar belakang perubahan, hubungan perubahan dengan logika, psikologi, dan bidang ilmu lainnya.21 Istilah semantik juga muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American Philological Association atau dalam bahasa Indonesia disebut Organisasi Filologi Amerika dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A Point in Semantics.22

Pada tahun 1916, diterbitkan sebuah karya Ferdinand de Saussure yang sering disebut-sebut sebagai bapak linguistik modern, yang berjudul Cours de Linguistique Generale. Saussure berpendapat bahwa tanda merupakan sebuah kesatuan antara dua entitas mental yang terdiri atas signifiant (Inggris: signifier, Indonesia: sesuatu yang dijelaskan atau penanda), yaitu image acoustique atau citra bunyi, dan signifiee (Ingrris: signified, Indonesia: sesuatu yang menjelaskan atau petanda), yang disebutnya sebagai konsep. Menurut Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, merupakan satu kesatuan (the whole unified).23

Edward Saphir menerbitkan buku yang berjudul Language Introduction to the Study of Speech (Amerika Serikat, pada tahun 1921),24 merupakam tonggak pertama studi bahasa secara ilmiah dan menempatkan studi bahasa sebagai satu ilmu yang berdiri sendiri.25 Walaupun dalam bukunya Edward Saphir tidak menyebutkan istilah arti dan semantik, tetapi dia menyinggung masalah konsep dan ide. Menurutnya, kata itu sudah mewakili suatu konsep tunggal maupun konsep kombinasi yang saling berhubungan sedemikian rupa dan membentuk

21 Subuki, Semantik, h. 7.

22 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 1.

23 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 2.

24 JWM. Verhar, Pengantar Linguistik (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h. 1.

25 Chair, Pengantar Semantik, h. 15.

kesatuan psikologis.26 Kemudian pada tahun 1923, terbit buku yang berjudul The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards27 yang menekankan hubungan tiga unsur dasar yakni thought of reference (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent (acuan).

Pikiran memiliki hubungan langsung dengan simbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan acuan, karena keduanya memiliki hubungan arbitrer.28

Leonard Bloomfield merupakan tokoh setelah Edward Sapir yang terkemuka di Amerika Serikat dan diterima sebagai peletak dasar strukturalisme dalam teori-teori kebahasaan dengan bukunya Language (1933 M). Bloomfield menjelaskan bahwa kita akan dapat mendefinisikan arti kata secara tepat apabila kita mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan arti kata tersebut secara ilmiah.

Sebaliknya kita tidak dapat mendefinisikan arti kata sedapatnya saja atau tidak cocok dengan penggolongan ilmiah. Disinilah letak kelemahan pelajaran bahasa.

Bahkan, penjelas kamus sering terjadi sirkumlokasi, penjelasan arti kata dilakukan secara berputar-putar.29

Noam Chomsky menerbitkan buku pertamanya Syntantic Structures pada tahun 1957 M.30 Dalam bukunya, Chomsky tidak menyinggung-nyinggung masalah semantik, bahkan pada akhir tahun 1950-an, Chomsky mencanangkan sintaksis31 sebagai kancah pusat dan utama dalam kegiatan linguistik, dan

26 Gorys Keraf, Linguistik Bandingan Tipologis (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 123.

27 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 4.

28 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 3.

29 Chair, Pengantar Semantik, h. 15.

30 Samsuri, Analisis Bahasa: Memahami Bahasa Secara Ilmiah (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 317.

31 Sitaksis adalah pengaturan dan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar; cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya; ilmu tata kalimat.

TIM, KBBI, h. 610.

semantik (makna) dipandang sebagai hal yang terlalu rumit untuk direnungkan.

Akan tetapi, di dalam bukunya yang berjudul Aspect of the Theory of Syntac (1965 M)32 disebutkan bahwa, semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan arti kalimat sangat ditentukan oleh komponennya. Dari pernyataan tersebut, kajian semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semarak.

Semantik tidak lagi menjadi obyek pariferal tetapi menjadi obyek sentral, dan perhatian terhadap semantik sebagai teori tentang makna banyak muncul ke permukaan.33

Menjelang akhir tahun 60-an, sejumlah linguis pengikut Chomsky, antara lain George Lakoff, John Robert Ross, Mc Cawley, dan Kiparsky, memisahkan diri dari pandangan linguistik Chomsky dan mendirikan aliran tersendiri. Aliran tersebut terkenal dengan sebutan aliran semantik generatif. Mereka berpendapat bahwa semantik dan sintaktik harus diselidiki secara bersama-sama karena keduanya itu satu. Maka analisis kalimat dalam suatu bahasa tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah.34 Pendapat tersebut selaras dengan pandangan sekolompok linguis yang berlatar belakang transformatif generatif, berkeyakinan bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan kata lain, analisa kalimat tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteksnya.35

Mc Cawley dalam bukunya The Role of Semantics Grammar mengingatkan bahwa suatu bahasa tidak dapat dianalisis secara cermat apabila analisis tersebut dilakukan terhadap kalimat-kaliamt terpisah. Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan kalimat yang mendahului maupun kalimat yang mengikutinya

32 Chair, Pengantar Semantik, h. 17.

33 Verhar, Pengantar Linguistik 1, h. 1.

34 Chair, Pengantar Semantik, h. 20.

35 Bambang Kaswati Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 10.

dalam suatu wacana. Di samping itu, peneliti juga harus memperhatikan faktor-faktor ekstra linguistik di luar bahasa seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, tentang apa, dsb. Bahkan, beberapa tokoh generatif semantik lain justru menyuruh supaya membedakan antara arti dengan presuposisi.36

Jerrold Katz dan Jerry Fodor banyak menerima pengaruh dari pemikir sebelumnya seperti Jacobson, Halle dan Chomsky. Pada awal tahun 1960-an, Katz dan Kawiq mulai menarik semantik ke dalam teori linguistik.37 Dalam buku The Structure of Semantic Theory (1968 M), mereka mencoba untuk membentuk sifat dasar dari komponen semantik model Chomsky. Mereka membedakan penanda gramatikal dari penanda semantik. Jadi, mereka tetap mempunyai sedikit perbedaan dengan Chomsky.38

Selain di Barat, ternyata di Jepang juga terdapat salah seorang pemikir neomodernis yang paling serius dan produktif yaitu Toshihiko Izutsu (Tokyo, Mei 1914- 1993 M), dengan karyanya dalam bidang semantik khususnya semantik al-Qur’an yang berjudul Ethico-Religious Concepts in the Koran (1966 M). Dalam bukunya Izutsu menganalisa konsep kepercayaan dalam teologi Islam.39 Buku ini memiliki tujuan ganda. Pertama, Izutsu memberikan sajian deskriptif mendetail tentang seluruh proses sejarah dimana konsep sejarah itu dilahirkan, berkembang dan diperinci oleh orang muslim. Kedua, Izutsu membuat dengan teliti analisis

36 Chair, Pengamtar Semantik, h. 20.

37 Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, h. 10.

38 Chair, Pengantar Semantik, h. 18.

39 Priyanto, “Pendekatan Semantik Terhadap al-Qur’an Menurut Toshihiko Izutsu; Studi Analisis atas Penggunaan Kata Fasiq dalam Al-Qur’an,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 21.

semantik kepercayaan dan konsep-konsep kunci lainnya yang bersama-sama dalam membangun jaringan konseptual yang menyusun dirinya.40

Maka kajian semantik al-Qur’an berawal dari kajian semantik umum yang kemudian dikembangkan oleh salah satu tokoh Jepang yaitu Toshihiko Izutsu yang melakukan pendekatan terhadap al-Qur’an dengan menggunakan metode semantik.

C. Metode Semantik Menurut Toshihiko Izutsu

Menurut Toshihiko Izutsu semantik adalah ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pengertian yang lebih luas dari kata, sehingga hampir segala sesuatu yang memiliki makna merupakan objek semantik.41 Dengan pendekatan semantiknya, Izutsu menganalisis kata-kata kunci dari suatu bahasa dengan tujuan untuk menangkap secara konseptual pandangan dunia (Weltanschauung) dari orang-orang yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat berbicara dan berfikir, namun lebih penting lagi, sebagai alat dalam menangkap dan menerjemahkan dunia yang mengelilinginya.42

Izutsu menawarkan metode semantik sebagai sarana untuk menganalisis al-Qur’an dengan tanpa terikat oleh ideologi manapun. Izutsu menyebutkan dalam salah satu bukunya, bahwa perlu adanya cara pandang yang baru dalam menyikapi masalah-masalah lama yang dihadapi oleh umat Islam.43 Pendekatan baru ini adalah dengan melakukan analisis semantik terhadap al-Qur’an, dengan tujuan untuk memunculkan tipe ontologi hidup yang dinamik dari al-Qur’an

40 Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concepts in the Qur’an (Montreal: McGill University Press, 1966). h. ix.

41 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 2.

42 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 3.

43 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 2.

dengan penelaahan analitis dan metodologis terhadap konsep-konsep pokok, yaitu konsep-konsep yang tampaknya memainkan peran menentukan dalam pembentukan visi Qur’ani terhadap alam semesta.44

Kalimat semantik al-Qur’an menunjukan adanya dua penekanan dalam studi. Semantik menunjukkan pada aspek metodologis, sedangkan al-Qur’an merupakan sisi materialnya. keduanya memang sama-sama penting, namun secara praktis, aspek yang pertama lebih penting dibandingkan aspek yang kedua.45 Pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode yang ditawarkan oleh Izutsu, untuk meneliti beberapa kata dalam al-Qur’an.

D. Aspek-aspek Metodologis Menurut Toshihiko Izutsu

Metodologi yang ditawarkan oleh Izutsu adalah menganalisis al-Qur’an menggunakan pendekatan semantik, dengan beberapa tahapan, yaitu menentukan kata kunci, kemudian menentukan makna dasar dan makna relasional, dan pada akhirnya akan menemukan pandangan dunia atau yang disebut dengan weltanschauung.

1. Kata Kunci

Langkah awal yang dilakukan oleh Izutsu dalam menyusun skema metode semantik al-Quran adalah dengan menentukan kata kunci, dari vocabulary al-Qur’an yang dianggap merupakan struktur konseptual dari dasar weltanschauung Qur’an.46 Kata-kata atau konsep dalam al-Qur’an bagi Izutsu tidak sederhana, masing-masing saling terpisah, tetapi sangat saling bergantung dari seluruh sistem hubungan itu dan menghasilkan

44 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 3.

45 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 2.

46 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h.3

makna yang konkret.47 Bagi Izutsu kata kunci juga disebut kata fokus, yaitu kata kunci penting yang secara khusus menunjukan dan membatasi bidang konseptual yang relatif independen dan berbeda. Izutsu menyebutnya dengan medan semantik.48 Pemahaman konseptual didapatkan dari analisis terhadap kata kunci.

2. Makna Dasar dan Makna Relasional

Langkah selanjutnya adalah menentukan makna pokok (basic meaning) dan makna relasional (relational meaning). Makna pokok berkenaan dengan makna tetap yang melekat pada suatu kata meskipun kata itu dihubungkan dengan tempat maupun kondisi yang berbeda, sedangkan makna relasional adalah makna tambahan yang terjadi karena istilah itu dihubungkan dengan konteks istilah itu berada, dalam ilmu bahasa, salah satu yang disepakati dalam berbagai madzhab semantik adalah perbedaan antara makna dasar dan makna relasional.49 Makna dasar adalah kandungan kontekstual dari kosa kata yang akan tetap melekat pada kata tersebut meskipun kata tersebut dipisahkan dari konteks pembicaraan kalimat.

Sedangkan makna relasional adalah makna konotatif yang dalam prakteknya sangat tergantung kepada konteks sekaligus relasi dengan kosa kata lainnya dalam kalimat.50

Menurut Amina Wadud, setiap kata mempunyai makna dasar yang dapat dipahami melalui kata itu sendiri. Setiap kata juga mempunyai makna

47 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 4.

48 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 22.

49 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 21.

50 Muhammad Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an: Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta:

eLSAQ Press, 2005), h. 167.

relasional/konotatif yang berasal dari konteks tempat kata itu digunakan.51 Menurut Izutsu, makna dasar adalah sesuatu yang melekat pada kata itu sendiri dan selalu terbawa kemanapun kata itu diletakkan, sedangkan makna relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus

relasional/konotatif yang berasal dari konteks tempat kata itu digunakan.51 Menurut Izutsu, makna dasar adalah sesuatu yang melekat pada kata itu sendiri dan selalu terbawa kemanapun kata itu diletakkan, sedangkan makna relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus

Dokumen terkait