• Tidak ada hasil yang ditemukan

IFK DAN BUHTÂN DALAM AL-QUR AN. (Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IFK DAN BUHTÂN DALAM AL-QUR AN. (Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

(Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Eka Syarifah Marzuki NIM: 1111034000042

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H/2016 M

(2)

ii

(Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratn Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag )

Oleh:

Eka Syarifah Marzuki NIM: 1111034000042

Pembimbing,

Dr. Yusuf Rahman, MA NIP. 19670213 199203 1 002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1439 H/2016 M

(3)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang berjudul “Ifk dan Buhtân dalam al-Qur’an (Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)” ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S.Ag) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Agustus 2016

Eka Syarifah Marzuki

(4)

iv

Skripsi berjudul “Ifk dan Buhtân dalam al-Qur’an (Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)”telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 Agustus 2016. Skripsi initelah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 30 Agustus 2016

Sidang Munaqasyah

Anggota, Ketua Merangkap Anggota,

Dr. Lilik Umi Kaltsum, MA NIP. 19711003 199903 2 001

Pembimbing,

Dr. Yusuf Rahman, MA NIP. 19670213 199203 1 002

Penguji II,

Jauhar Azizy, MA NIP. 19820821 200801 1 012 Penguji I,

Kusmana, MA NIP. 19650424 199503 1 001

Sekretaris Merangkap Anggota,

Dra. Banun Binaningrum, M.Pd NIP. 19680618 199903 2 001

(5)

v

Ifk dan Buhtân dalam al-Qur’an (Aplikasi Metode Semantik Toshihiko Izutsu)

Penelitian skripsi ini ingin mempertanyakan bagaimana kata Ifk dan buhtân jika dianalisis dengan menggunakan metode yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu?. Pertanyaan tersebut muncul karena pembacaan sekilas terhadap arti kata Ifk dan Buhtân dalam terjemahan al-Qur’an. Kedua kata tersebut sama-sama di berikan arti “bohong”, namun setelah ditelusuri lebih lanjut dalam beberapa ayat Ifk dan buhtân ternyata memiliki arti yang berbeda, keduanya memiliki maksud masing-masing dari setiap ayatnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan metode semantik yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu.

Keuntungan menggunakan metode ini adalah pengenalan makna asli kata serta membantu seeorang untuk memahami kompleksitas reteori al-Qur’an yang tidak tergantikan oleh kata atau unsur linguistik lain dengan makna yang sama.

Terdapat sejumlah orang yang sudah membahas tentang semantik yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu, misalnya tesis karya Fathurrahman yang membahas tentang al-Qur’an dan tafsirnya dalam perspektif Toshihiko Izutsu, kemudian skripsi karya Priyanto yang membahas tentang pendekatan semantik terhadap al-Qur’an menurut Toshihiko Izutsu; studi analisa atas penggunaan kata fâsiq dalam al-Qur’an. Perbedaan dengan penelitian kali ini yaitu fokus kajian ini pada aplikasi kajian semantik Toshihiko Izutsu terhadap kata Ifk dan buhtân, sehingga penelitian ini penting dilakukan.

Penulis melakukan kajian pada kata Ifk dan buhtân yang terdapat dalam al- Qur’an dengan menggunakan metode semantik yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu. Berawal dari menentukkan kata kunci yaitu Ifk dan buhtân, meneliti makna dasar dari beberapa kamus dan makna relasional didapatkan dari kajian beberapa tafsir al-Qur’an, menentukan medan semantik yang mengitari kedua kata tersebut, kemudian baru didapatkan weltanschauung (pandangan dunia)dari kedua kata tersebut.

Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah makna dasar kata ifk yaitu bohong, dusta, dan makna relasional ifk yaitu berpaling, memutarbalikkan, memalsukan.

Makna dasar kata buhtân yaitu termangu-mangu, tercangang, dan makna relasional buhtân yaitu kebohongan dan dusta besar. Medan semantik yang mengitari kedua kata tersebut adalah takdzîb, tasdiq, kufr, îmân, itsmun, ajrun.

pada masa pra Islam ifk dan buhtân hanya berdampak dalam ruang lingkup etis, kemudian dalam al-Qur’an kedua kata tersebut menjadi konsep religius yaitu melanggar nilai spiritual dan yang melakukan kebohongan (ifk dan buhtân) akan mendapatkan balasan dari Tuhan berupa dosa atau adzab yang besar.

(6)

vi

Skripsi ini, penulis persembahkan dan dedikasikan untuk kedua orangtua penulis, (Bapak Achmad Marzuqi dan Ibunda Luthfiyatul Umam), mereka adalah cara terdekat untuk memperoleh surga dan ridho-Nya. Jasa mereka yang besar dan tidak mungkin bisa penulis balas, atas bimbingan, dukungan moral dan materil,

sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan untuk memperoleh gelar sarjana yang selama ini ibunda inginkan. Semoga skripsi ini dapat menjadi salah satu

bentuk bakti penulis terhadap kedua orangtua penulis.

Jakarta, 30 Agustus 2016

Eka Syarifah Marzuki

(7)

vii

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Dia yang selalu memberikan kemudahan didalam kondisi yang sulit melalui orang-orang yang sudah Dia pilihkan untuk membantu penulis. Dia yang telat memberika hidayah, rahmat dan ilmu-Nya kepada penulis, sehinggaa penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis merasa wajib berterimakasih kepada berbagai pihak. Bapak Yusuf Rahman, MA., selaku dosen penguji proposal yang kemudian juga menjadi dosen pembimbing skripsi ini, beliau telah banyak meluangkan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi koreksi, kritik dan saran-saran demi perbaikan skripsi ini.

Sebenarnya perkenalan penulis untuk kajian semantik Toshihiko Izutsu atas arahan dari Ibu Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Program Studi Tafsir Hadis yang saat itu juga menjadi tim penyeleksi judul skripsi, kemudian bimbingan proposal lebih lanjutnya diarahkan oleh Bapak Kusmana, S.Ag., MA., merekalah yang menjadi pengantar atas pilihan judul dan membimbing sampai selesainya proposal skripsi, beliau juga yang kemudian menjadi dosen penguji satu dan Bapak Jauhar Azizy, MA. Sebagai dosen penguji dua pada sidang skripsi ini.

Penulis berterimaksih kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, beserta Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si., dan Dr. M.

Suryadinata, M.Ag., selaku Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku ketua Program Studi Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Program Studi Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga sebagai dosen Pembembimbing Akademik penulis sejak semester satu hingga selesai.

(8)

viii

penulis sebutkan satu persatu, atas ilmu dan motivasi yang telah diberikan selama penulis menempuh studi dikampus dan di fakultas kebanggaan. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam meminjamkan referensi untuk menyelasiakan skripsi ini.

Penulis dedikasikan dan persembahkan skripsi ini untuk kedua orangtua penulis (Bapak Achmad Marzuqi dan Ibunda Luthfiyatul Umam), atas didikan, bimbingan, motivasi, dukungan, semangat dan yang paling penting adalah berkat do’a mereka, sehingga skripsi ini dapat diselaikan. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat, kesehatan dan keselamatan kepada mereka didunia dan akhirat. Semoga ibunda selalu diberikan kesabaran dan ketabahan dalam segalah hal.

Penulis mengharapkan ridha Allah Swt., semoga bantuan dari pihak-pihak yang ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini dinilai sebagai amal ibadah, yang pahalanya terus mengalir sepanjang hayat. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfa’at bagi pembaca. Penulis berharap adanya sumbangsih saran konstruktif dari pembaca, sehingga menjadi bahan evaluasi bagi penulis pada penelitian selanjutnya.

Jakarta, 30 Agustus 2016

Eka Syarifah Marzuki

(9)

ix

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan... 14

BAB II GAMBARAN UMUM SEMANTIK ... 16

A. Definisi Semantik ... 16

B. Sejarah dan Perkembangan Semantik ... 19

C. Metode Semantik Menurut Toshihiko Izutsu ... 25

D. Aspek-aspek Metodologis Menurut Toshihiko Izutsu ... 26

1. Kata Kunci ... 26

2. Makna Dasar dan Makna Relasional ... 27

3. Weltanschauung ... 28

E. Urgensi Analisis Semantik ... 29

BAB III BOHONG : PENGERTIAN DAN WACANA ... 32

A. Pengertian Bohong ... 32

1. Etimologi ... 32

2. Terminologi ... 32

B. Ayat-ayat Al-Qur’an tentangBohong ... 33

1. Segi Lafadz ... 33

2. Periodesasi Turunnya ... 37

C. Tafsir Ayat ... 39

1. Tafsir kata Ifk ... 41

2. Tafsir kata Buhtân ... 44

(10)

x

TERM IFK DAN BUHTAN ... 50

A. Aplikasi Teori Semantik Toshihiko Izutsu Pada Term Ifk dan Buhtân ... 50

1. Term Ifk ... 50

2. Term Buhtân ... 52

3. Weltanschauung Term Ifk dan Buhtân ... 53

B. Hubungan Makna Semantik Ifk, Buhtân, dan kadzib ... 56

C. Relevansi Semantik Al-Qur’an dalam Konteks Zaman Sekarang ... 58

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

BIOGRAFI PENULIS ... 69

(11)

xi

1. Tabel 3.1 Term Kadzib di dalam al-Qur’an ... 33

2. Tabel 3.1 Term Ifk di dalam al-Qur’an ... 34

3. Tabel 3.2 Term Buhtân di dalam al-Qur’an ... 35

4. Tabel 4.1 Makna Term Ifk dan Buhtân ... 53

(12)

xii

dalam Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta 2011/2012.

Padanan Aksara

No. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

1 ا tidak dilambangkan

2 ب b be

3 ت t te

4 ث ts tedanes

5 ج j je

6 ح h ha dengan garis bawah

7 خ kh ka dan ha

8 د d de

9 ذ dz dedanzet

10 ر r er

11 ز z zet

12 س s es

13 ش sy es dan ye

14 ص s es dengan garis di bawah

15 ض d de dengan garis di bawah

16 ط t te dengan garis di bawah

17 ظ z zet dengan garis di bawah

18 ع ‘ koma terbalik di atas hadap

kanan

19 غ gh ge dan ha

20 ف f ef

(13)

xiii

23 ل l el

24 م m em

25 ن n en

26 و w we

27 ه h ha

28 ء ‘ apostrof

29 ي y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tuggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

1 a fathah

2 i kasrah

3 u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

1 ai a dan i

2 au a dan u

Vokal Panjang

ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

(14)

xiv

2 î i dengan topi di atas

3 û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialih aksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam tulisan Arab yang dilambangkan dengan sebah tanda ( _ ّ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad- darûrah, melainkan al-darûrah, demikian dan seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3). Contoh:

No Kata Arab Transliterasi

1 Tarîqah

2 al-jâmiʻah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

(15)

xv

aksara ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menulisakan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî, bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-kindi bukan Al-Kindi.

Beberpa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Dîn al-Rânîrî.

(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Berbagai pendekatan telah dilakukan untuk mengkaji al-Qur’an, salah satunya dengan menggunakan pendekatan semantik. Berawal dari bahasa, sebagian manusia di dunia ini menghabiskan waktunya dengan bahasa. Bahasa memang menjadi alat penggerak bagi individu dan secara fungsional menjadi alat komunikasi antara sesama manusia untuk menyampaikan fakta, ungkapan keadaan, dan membujuk pembaca.1 Bahasa itu harus mempunyai makna karena segala ucapan yang tidak mempunyai makna tidak bisa disebut sebagai bahasa, sebab bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan, konsep, idea atau pemikiran.

Al-Qur’an merupakan naskah teks; kitab yang menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun, al-Qur’an harus dipahami berbeda dengan teks sastra atau teks lainnya karena al-Qur’an memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi komunikasi manusia atau lainnya. Pada hakekat makna dan fungsi bahasa al- Qur’an khas dan universal serta relevan dalam berbagai situasi dan kondisi.2

Upaya memahami makna merupakan salah satu masalah yang tertua yang dipelajari manusia.3 Sebenarnya penelusuran terhadap makna al-Qur’an dan penafsiran sudah berkembang sejak zaman Nabi Muhammad Saw., para sahabat dan dilanjutkan oleh para tabi’in. Sebagian ulama menjadikan sisi makna dan

1 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 271.

2 Kaelan, Kajian Makna Al-Qur’an:Suatu Pendekatan Analitika Bahasa dalam Hermenetik al-Qur’an Mazhab Yagya, ( Yogya: Penerbit Islamika,2003), h.69-70.

3 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 255.

(17)

bandingan kata (al-Wujûh wa al-Nazâir4) sebagai bagian dari kemukjizatan al- Qur’an. Alasannya, dari perspektif ini akan melihat fenomena sebuah kata dalam al-Qur’an mempunyai ragam makna dan pengertian sebuah fenomena yang tidak ditemukan dalam perkataan manusia.5 Meskipun begitu penelusuran terhadap makna tidak berhenti hanya pada masa tabi’in saja.

Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan peradaban, metodologi tafsir al-Qur’an selalu mengalami perkembangan. Para pemikir muslim kontemporer terus mengembangkan metode tafsir al-Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan al-Qur’an yang lebih sesuai dengan tantangan zaman.6 Para pemikir tersebut diantaranya adalah Fazlur Rahman yang mengusulkan sebuah pemahaman al-Qur’an dengan mengintroduksi metode gerakan ganda (double movement); memahami al-Qur’an dari situasi masa kini ke masa al-Qur’an, lalu kembali lagi ke masa kini.7 Amina Wadud, Asma Barlas, dan Fatima Mernissi dengan pandangan feminisnya yaitu menginterpretasi ulang beberapa terminologi hukum al-Qur’an yang berkaitan dengan perempuan dan keluarga.8

Hasan Hanafi dengan hermenetiknya. Muhammad Arkoun, Muhammad Syahrur, dan Nasr Hamid Abu Zayd yang mengembangkan pemahaman al-Qur’an dalam kerangka linguistik dan kritik sastra.9 Kemudian ada Toshihiko Izutsu

4 Sisi makna (al-Wujûh) adalah kata-kata yang mempunyai banyak arti (musytarak), Sedangkan bandingan katanya adalah (al-Nazâir) yang bersesuaian atau sebanding atau hampir sama antara satu kata dengan kata yang lain.

5 Jalâl al-Dîn al-Suyutî Muhammad Ibn Alawi al-Malikî, Samudra Ilmu al-Qur’an Ringkasan Kitab al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Penerjemah: Tarmana Abdul Qasim, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2003), h. 111.

6 Abd Al-Mustaqim, “Kata Pengantar” dalam Studi Al-Qur’an Kontemporer: Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), h. XI.

7 M. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur’an Teori Hermenetik Nashr Hamid Abu Zayd, (Jakarta: Teraju, 2003), h. 37-38.

8 Ichwan, Meretas Kersarjanaan Kritis al-Qur’an, h. 38-39.

9 M. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur’an Teori Hermenetika Nash Hamid Abu Zayd, (Jakarta: Teraju, 2003), h. 36-42.

(18)

seorang sarjana jepang, yang menggunakan metode semantik dalam karyanya Ethico-Religious Concept in the Qur’an dan God and Man in the Koran: a Semantical Analysis of the Koran Weltanschauung.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode semantik yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu. Menurut Izutsu semantik merupakan suatu kajian analitis terhadap istilah-istilah kunci dari suatu bahasa dengan maksud untuk akhirnya menangkap pandangan dunia (weltanschauung) dari orang-orang yang menggunakan bahasa itu tidak hanya sebagai alat untuk berbicara dan berpikir. Namun, lebih penting lagi sebagai alat untuk menangkap dan menerjemahkan dunia yang mengelilinginya.10

Pada dasarnya, kata semantik sepadan dengan ilmu dalalah dalam bahasa Arab, yaitu ilmu yang mengkaji makna kata-kata.11 Secara khusus, semantik adalah ilmu tentang makna kata; pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran makna.12 Banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh dalam pergeseran makna serta memberikan nilai-nilai tambahan pada makna yang dimiliki oleh kata. Sebenarnya perubahan makna kata menyangkut banyak hal seperti pelemahan, pembatasan, pergantian, pergeseran, perluasan dan pengaburan. Perubahan makna tersebut bisa terjadi akibat perubahan kata dari bahasa lain, perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, tanggapan pemakai bahasa serta asosiasi pemakai bahasa terhadap sesuatu.13

10 Toshihiko Izutsu, God and Man in the Qur’an Semantis of the Qur’anic Weltanschauung, (Kuala Lumpur. Islamic Book Trust, 2002), h. 3.

11 Agus Chodir Balyai, “Kajian Semantik tentang Taqlid dan Ittiba’ dan Derivasinya”, Tajdid, V. 14, (September, 2007), h. 289.

12 Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 805.

13 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 288.

(19)

Biasanya perubahan makna diakibatkan oleh perubahan bentuk kata, jadi setiap perubahan yang terjadi pada bentuk kata, maka perubahan itu juga terjadi pada maknanya. Namun demikian, jika perubahan makna terjadi, maka makna inti tetap terlihat keberadaannya.14 Perubahan makna yang terjadi dalam hal ini misalnya pada kata buhtân yang terdapat dalam al-Qur’an berasal dari kata buhita15 yang dalam kamus al-Munawir artinya tercengang atau diam dalam kebingungan.16 Namun dalam Q.s. al-Nisâ (04): 156, kata buhtân tersebut diartikan kebohongan yang sangat besar, kebohongan yang membuat orang yang mendengarnya tercengang mendengarkan pernyataannya.17 Contoh kasusnya adalah penyebarluasan isu terhadap Siti Maryam yang dituduh telah melakukan perbuatan keji yakni berzina.18 Ada pula ayat lainnya yang membahas kata buhtân dengan bentuk makna yang berbeda yaitu dalam Q.s. al-Baqarah (02): 258 yang berarti bingung.

Pada kata ifk juga terjadi perubahan makna karena perubahan bentuk kata.

Dalam Lisân al-‘Arab kata afaka sama dengan ifk yang berarti bohong,19 Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir al-Misbah, ifk terambil dari kata al-afku yaitu keterbalikan baik material seperti akibat gempa yang menjungkirbalikkan negeri, maupun immaterial seperti keindahan bila

14 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 247.

15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet I, Volume 9 . h. 294.

16 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 112.

17 Abî al-Qâsim al-Husain ibn Muhammad ibn al-Mufaddal al-Ma‘rûf bi al-Râghîb al- Asyfahânî, al-Mu’jam al-Mufradât al-Fâz al-Qur’ân,(Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 2004/1425 H), h. 74.

18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, V.2, h. 647.

19 Abu al-Fadl Jamal al-Dîn Muhammad Makrûm Ibn Mandzûr al-Fariqi al-Misrî, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dârusadir, 1990 M/ 1410 H ), Jilid 10, h. 390.

(20)

dilukiskan dalam bentuk keburukan atau sebaliknya.20 Contoh kasusnya adalah penyebarluasan isu perselingkuhan istri Rasullah Saw. yaitu Siti ‘Aisyah yang terdapat dalam Q.s. al-Nûr (24): 11-12. Namun kata ifk yang terdapat dalam kasus ini diartikan sebagai kebohongan yang besar karena kebohongan adalah memutar balikan fakta.21 Muhammad Fu’âd ‘Abdul Bâqî menambahkan kata affâkin yang terdapat dalam al-Syu’arâ (26): 222 juga diartikan bohong.22 Kata ifk memiliki berbagai bentuk kata sehingga menimbulkan makna yang berbeda satu dengan yang lainnya namun berasal dari satu kata yaitu afaka.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis berasumsi bahwa kata ifk dan buhtân memiliki arti yang sama yaitu bohong dari pembacaan beberapa ayat.

Namun demikian, penelusuran lanjutan yang harus dilakukan adalah bagaimana kata ifk dan buhtân jika di analisis dengan menggunakan metode semantik yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu?.

Oleh sebab itu, menarik untuk dikaji lebih dalam untuk memperkaya khazanah keilmuan semantik al-Qur’an. Maka penulis memilih judul: “IFK DAN BUHTÂN DALAM AL-QUR’AN (Aplikasi Metode Semantik Toshihiko

Izutsu)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan kajian pada penelitian ini adalah mengaplikasikan kata ifk dan buhtân yang terdapat di berbagai ayat dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode semantik yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu. Pembatasan tersebut

20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, V.9, h. 296.

21 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, V.9, h. 294-295.

22 Muhammad Fu’âd ‘Abdul Bâqî, Mu’jam Gharîb al-Qur’ân, (Kairo: Dâr al- Hadîts, 1364 H), h. 6.

(21)

bertujuan untuk mencapai pemahaman weltancshauung dari kata ifk dan buhtân dan menghindari terlalu melebarnya pembahasan dalam penelitian ini.

Kata ifk di dalam al-Qur’an dengan segala derivasinya disebutkan sebanyak 29 kali,23 dan kata buhtân disebutkan sebanyak 7 kali.24 Jika dikumpulkan asal kata afaka dalam al-Qur’an dengan segala perubahan bentuknya menjadi Ufika, ta’fikanâ, yu’fikûna, ifk, ifkân, ifkahum, dan affakin, begitu juga dengan kata buhtân dengan segala perubahan bentuknya, maka akan diperoleh arti yang berbeda tidak hanya berarti kebohongan saja, tetapi juga bisa diartikan dipalingkan. Oleh karena itu timbul pertanyaan, bagaimanakah aplikasi metode semantik Toshihiko Izutsu terhadap kata ifk dan buhtân?.

C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggali dan mengetahui pandangan al-Qur’an tentang kata ifk dan buhtân.

2. Untuk mengaplikasikan metode semantik Toshihiko Izutsu terhadap kata ifk dan buhtân di berbagai ayat dalam al-Qur’an.

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu secara akademis dan praktis. Manfaat secara akademis adalah untuk melengkapi penelitian sebelumnya mengenai kajian semantik al-Qur’an, khususnya skripsi karya Ahmad Karomain yang berjudul Semantik al-Qur’an Menurut ‘Aisyah abd al-Rahman bint al-Syati dan Toshihiko Izutsu: Sebuah Kajian Perbandingan. Penelitian ini berfokus pada

23 Muhammad Fu’âd ‘Abdul Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur’ân al-Karîm, (Kairo: Dâr al- Hadîts, 1364 H) h. 34.

24 Muhammad Fu’âd ‘Abdul Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras, h. 139.

(22)

kajian semantik al-Qur’an yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu. Manfaat secara praktis adalah sebagai rujukan alternatif dan bahan bacaan dalam mendukung mata kuliah Pendekatan Modern terhadap al-Qur’an dan Kajian Barat terhadap al- Qur’an.

D. Tinjauan Pustaka

Begitu banyak yang mengkaji dan meniliti semantik al-Qur’an perspektif Toshihiko Izutsu, namun belum terdapat karya ilmiah yang berusaha mengaplikasikan metode semantik Toshihiko Izutsu pada kata ifk dan buhtân dalam al-Qur’an. Masih banyak kata-kata dalam al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai objek kajian semantik yang belum diletiti, sehingga peneliti menganggap penting kata ifk dan buhtân untuk dikaji, karena mempunyai makna semantik yang tersimpan dan perlu dikaji lebih dalam. Sejauh penelusuran penulis, terdapat beberapa karya terdahulu yang relevan sesuai dengan penelitian ini, di antara adalah:

Skripsi karya Priyanto dengan judul Pendekatan Semantik Terhadap Al- Qur’an Menurut Toshihiko Izutsu; Studi Analisa atas Penggunaan Kata Fâsiq dalam Al-Qur’an.25 Priyanto menguraikan kajian semantik terhadap kata fâsiq dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode yang ditawarkan oleh Toshihiko Izutsu sehingga menghasilkan pandangan umum yang dapat diterima. Priyanto mendapat kesimpulan bahwa fâsiq berarti keluar dari kepasrahan dan ketaatan, jadi orang fâsiq adalah orang yang tidak mematuhi perintah Tuhan. Sebagaimana judul dari skripsi tersebut.

25 Priyanto, Pendekatan Semantik Terhadap al-Qur’an Menurut Toshihiko Izutsu; Studi Analisis atas Penggunaan Kata Fasiq dalam Al-Qur’an, Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

(23)

Skripsi dengan judul Hasan menurut Toshihiko Izutsu dalam Buku Ethico Religious Consepts in The Koran (Sebuah Studi Analitis), karya Faisal Hidayah.26 Skripsi tersebut memaparkan kata Hasan di dalam al-Qur’an dengan segala perubahannya digunakan dalam perkara religius dan keagamaan. Hasan berarti menyenangkan, memuaskan, indah, terpuji, kebahagian, kemakmuran, dan keberuntungan, namun Izutsu sendiri dalam kata Hasan ini tidak menerapkan pendekatan semantik yang telah dirumuskannya.

Tesis Karya Fathurrahman dengan judul Al-Qur’an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu. Tesis tersebut menunjukkan penolakan atas pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Nabil Ghanaim, Dirasah fi al-Tafsir (1987) bahwa Non-Muslim tidak boleh mengkaji al-Qur’an. 27

Skripsi yang berjudul Janji dalam Al-Qur’an (Kajian Semantik atas Kata al-Wa’d, al-‘Ahd dan al-Misâq) karya Al-Ma’arif.28 Skripsi tersebut menguraikan tentang kajian semantik terhadap kata al-Wa’d, al-‘Ahd dan al-Misâq. Hasil penelitiannya adalah bahwa kata al-Wa’d adalah janji yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan kata al-‘Ahd dan al-Misâq. Janji dalam al-Wa’d merupakan janji yang sangat kokoh, bahkan Allah menggunakan al-Wa’d sebagai ancaman, agar benar benar dijalankan janji yang telah diucapkan.

Skripsi karya Saifus Subhan Assuyuthi dengan judul Weltanschauung al- Qur’an: Kajian Komparatif terhadap Penafsiran Toshihiko Izutsu dan Fazlur Rahman. Saifus Subhan melakukan kajian komparatif mengenai konsep-konsep

26 Faisal Hidayah, Hasan Menurut Toshihiko Izutsu dalam Buku Ethico Religious Concepts in The Koran (Sebuah Studi Analitis), Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.

27 Fathurrahman, AL-Qur’an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

28 Al-Ma’arif, Janji dalam Al-Qur’an (Kajian Semantik atas Kata al-Wa’d, al-‘Ahd dan al-Misâq), Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

(24)

fundamental Weltanschauung al-Qur’an, sepert: Tuhan, Manusia, alam semesta, eskatologi dan wahyu menurut pandangan Toshihiko Izutsu dan Fazlur Rahman.

Kesimpulannya adalah bahwa Weltanschauung al-Qur’an merupakan asas dari peradaban Islam.29

Skripsi Karya Unun Nasihah dengan judul Kajian Semantik Kata Libâs dalam al-Qur’an. Skripsi tersebut menguraikan makna kata Libâs yang terdapat dalam al-Qur’an, variasi lafadznya serta implikasi kata Libâs terhadap kehidupan dan fokus skripsi ini hanya pada kata Libâs. 30

Skripsi karya Nailur Rahman dengan judul Konsep Salâm dalam Al-Qur’an dengan Pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu.31 Pada karya tersebut Nailur Rahman menguraikan kajian semantik Toshihiko Izutsu terhadap kata salâm.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah mencari makna dasar dan makna relasional kata salam, kemudian meneliti historis penggunaan kata salâm pada periode pra Qur’anik, Periode Qur’anik, dan periode pasca Qur’anik. Kesimpulan dari penelitian Nailur Rahman adalah makna dasar kata salam adalah selamat dan makna relasionalnya adalah agama Islam, surga, dan Allah. Sedangkan makna salam dari ketiga periode tersebut sangat beragam tergantung pada latarbelakang agama saat itu. Al-Qur’an hanya mengklarifikasikan dan mengkhususkan bahwa ucapan salam merupakan bentuk identitas umat Islam ditunjukkan dengan ucapan Asslamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

29 Saifus Subhan Assuyuthi, Weltanschauung al-Qur’an: Kajian Komparatif terhadap Penafsiran Toshihiko Izutsu dan Fazlur Rahman, Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

30 Unun Nasihah, Kajian Semantik Kata Libas, Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.

31 Nailur Rahman, Konsep Salam dalam Al-Qur’an dengan Pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu, Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

(25)

Skripsi karya Zunaidi Nur yang berjudul Konsep al-Jannah dalam al- Qur’an (Aplikasi Semantik Toshihiko Izutsu).32 Zunaidi Nur mengungkapkan makna dan konsep yang terkandung dalam kata al-Jannah dalam al-Qur’an dengan menggunakan analisis semantik yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu. Kesimpulannya adalah bahwa al-Jannah di dalam al-Qur’an mendapat makna religius yang sangat penting yaitu surga yang merupakan tempat kembali bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan.

Skripsi dengan judul Semantik al-Qur’an Menurut ‘Aisyah ‘abd al-Rahman Bint al-Syati’ dan Toshihiko Izutsu: Sebuah Kajian Perbandingan, karya Ahmad Karomain.33 Skripsi tersebut menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan metode semantik dalam mengungkapkan makna kata dalam al-Qur’an antara

‘Aisyah ‘abd al-Rahman Bint al-Syati’ dengan Toshihiko Izutsu. Persamaannya adalah keduannya sama-sama memperhatikan makna dasar dan makna relasional (Izutsu), Bint al-Syati’ menyebutnya dengan makna asal dan makna majazi.

Sementara perbedaannya terletak pada ‘Aisyah ‘abd al-Rahman Bint al-Syati’

dalam metodenya lebih mengedepankan surat pendek, kemudian mengumpulkan ayat yang sesuai tema kajian kemudian baru menentukan tema. Toshihiko Izutsu terlebih dahulu menentukan tema fundamental kemudian disusul dengan ayat dan perbandingan syair pra-Islam.

Penulis tidak menemukan penelitian mengenai aplikasi kajian semantik al- Qur’an Toshihiko Izutsu yang diterapkan pada kata ifk dan buhtân. Literatur

32 Zunaidi Nur, Konsep al-Jannah dalam al-Qur’an: Aplikasi Semantik Toshihiko Izutsu, Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

33 Ahmad Karomain, Semantik al-Qur’an Menurut ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman Bint al-Syati’

dan Toshihiko Izutsu: Sebuah Kajian Perbandingan, Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

(26)

terdahulu terfokus pada kata lain seperti kata hasan, libas, fasiq, konsep al- Jannah, dan konsep salam, maka kajian ini perlu dilakukan untuk melengkapi dan menjadi rujukan alternatif dalam kajian semantik al-Qur’an. Kajian semantik al- Qur’an ini penting untuk mengetahui pembentukan visi Qur’ani terhadap alam semesta melalui pemahaman terhadap makna-makna kata yang terdapat dalam al- Qur’an.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research).34 Penelitian kepustakaan merupakan penelitian menggunakan data informasi dan dengan bantuan berbagai macam literatur yang terdapat di perpustakaan, seperti kitab, buku, kamus, naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen dan lain-lain.35 Langkah-langkah library research adalah pertama, mengidentifikasi sumber-sumber yang relevan. Kedua, menentukan sumber- sumber tersebut. Ketiga, memperoleh sumber atau referensi. Keempat, mengevaluasi sumber-sumber tersebut sebagai data penelitian. Kelima, menggabungkan sumber-sumber tersebut dalam argumen penulis.36

Penelitian ini juga menggunakan metode analisis (analitical) tentang metode semantik yang digunakan oleh Toshihiko Izutsu dalam mengkaji al- Qur’an. Langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data yang

34 Library research (kajian pustaka) atau kajian literatur yang merupaka sebuah uraian atau deskripsi tentang literatur yang sesuai dengan bidang atau topik tertentu. Library research juga memberikan tinjauan mengenai apa yang telah dibahas atau dibicarakan oleh peneliti atau penulis, teori hipotesis yang mendukung, permasalahan penelitian yang diajukan atau dinyatakan, metode dan metodologinya yang sesuai. Lihat: Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 95.

35 Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Mandar maju, 1996), h. 33.

36 Mary W. George, The Element of Library Research: What Every Student Needs to Know (New Jersey: Princeton Universty Press, 2008), h. 21.

(27)

dibutuhkan, kemudian dilakukan klarifikasi, deskripsi dan analisis. Metode ini diaplikasikan ke dalam beberapa langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder.37 Sumber primer disebut juga sumber pokok, sedangkan sumber sekunder adalah sumber-sumber pendukung yang sesuai tema penelitian.

Objek penelitian ini adalah pemikiran Toshihiko Izutsu dalam meneliti al-Qur’an dengan menggunakan semantik, maka yang menjadi sumber primer adalah buku karya Izutsu, Ethico Religious Concepts in the Koran dan God and Man in The Koran.38 Adapun sumber sekunder dalam penelitian ini adalah sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian seperti buku-buku mengenai semantik,39 beberapa kamus,40 kitab-kitab tafsir, artikel maupun jurnal ilmiah yang dianggap relevan dengan tema pembahasan.

37 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: CV. Alfabeta, 2004), h. 129.

38 Terjemahan Agus Fahri Husein, A.E. Priyono dkk, Konsep-konsep Etika Religius dalam al-Qur’an, dan Relasi Tuhan dan Manusia.

39 Seperti buku karya Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta: Trans Pustaka, 2011).dan juga karya Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2004), ada juga karya Jos Daniel Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004).

40 Seperti kamus Lisân al-‘Arab, karya Abu al-Fadl Jamal al-Dîn Muhammad Makrûm Ibn Mandzûr al-Fariqi al-Misrî, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, karya Ahmad Warson Munawwir. Kamus karya Abî al-Qâsim al- Husain ibn Muhammad ibn al-Mufaddal al- Ma’rûf bi al-Râghîb al-Asfahânî yaitu Mu’jam al-Mufradât al-Faz al-Qur’ân. kitab Mu’jam Gharib al-Qur’ân, dan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faz al-Qur’ân al-Karîm keduanya karya Muhammad Fu’âd ‘Abdul Bâqî.

(28)

2. Pengolahan Data

Data-data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Deskripsi

Mengumpulkan dan mengelompokkan arti semantik secara umum, mengumpulkan berbagai macam makna dan penafsiran kata ifk dan buhtân, kemudian menggambarkan serta menguraikan pemikiran Toshihiko Izutsu tentang teori semantiknya.

b. Analisis

Analisis data merupakan proses memilih beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.41 Setelah mendeskripsikan pemikiran Toshihiko Izutsu, langkah selanjutnya adalah menganalisis dan mengaplikasikan metode semantik Izutsu kedalam kata ifk dan buhtân, kemudian mendapat kesimpulan mengenai weltanschauung dari kata ifk dan buhtân tersebut.

3. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010/2011.”

Transliterasi pada skripsi ini juga merujuk pada tranliterasi yang terdapat dalam Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010/2011.

41 Sedarmayanti dan Syarifuddin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), h. 166.

(29)

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini ditulis secara sistematis dan terarah, skripsi ini diuraikan ke dalam lima bab yang memuat beberapa sub-bab di dalamnya. Uraian lima bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab pertama: sebagai bab pendahuluan, bagian ini menjelaskan latar belakang permasalahan kemudian diteruskan dengan rumusan masalah sebagai bingkai dan penentu arah dalam penelitian ini, dengan ditunjang oleh tujuan serta kegunaan penelitian, tinjauan pustaka sebagai penunjang penelitian dahulu yang relevan, disertai dengan metodologi penelitian untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penulis mengakhiri bab ini dengan sistematika penulisan.

Bab Kedua: dalam bab ini membahas semantik: Gambaran umum mengenai semantik, yang meliputi beberapa poin, di antaranya: definisi semantik secara umum, sejarah dan perkembangan semantik, metode semantik menurut Toshihiko Izutsu dan aspek-aspek metodologinya, ditutup dengan urgensi analisis semantik.

Bab ketiga: dalam bab ini membahas mengenai Pengertian dan wacana mengenai “Bohong”; Pengertian bohong secara etimologi dan terminologi, kemudian dipaparkan ayat-ayat al-Qur’an berkenaan bohong (kadzib, ifk, dan buhtân), dengan segala derivasinya dari segi lafadz dan periodesasi turunnya.

Penafsiran kata kadzib, ifk, dan buhtân, baik menurut tafsir klasik maupun kontemporer. Selanjutnya penjelasan mengenai semantik kadzib model Toshihiko Izutsu.

Bab keempat: inti pembahasan berisi aplikasi teori semantik Toshihiko Izutsu pada term ifk dan buhtân dalam al-Qur’an, mengikuti model semantik pada term kadzib pada pembahasan sebelumnya. Kemudian menjelaskan hubungan

(30)

makna semantik ifk, buhtân, dengan kadzib. Relevansi semantik al-Qur’an dalam konteks zaman sekarang.

Bab kelima: berisi kesimpulan dan saran-saran. Setelah melakukan pembahasan terhadap masalah yang menjadi fokus dalam skripsi ini, penulis menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan, dan memeberikan saran- saran demi perkembangan penelitian-penelitian selanjutnya.

(31)

16

Berawal dari semantik umum yang dikemukakan oleh beberapa tokoh Barat, kemudian metode semantik yang ditawarkan oleh seorang pemikir neomodernis Jepang yaitu Toshihiko Izutsu dalam karyanya Ethico-Religious Concepts in the Koran (1966 M). Izutsu menawarkan metode semantik al-Qur’an dengan tahapan;

menentukan kata kunci, menentukan makna dasar dan makna relasional, untuk mendapatkan pandangan dunia masyarakat atau yang disebut dengan weltanschauung. Metode semantik al-Qur’an yang ditawarkan Izutsu juga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menafsirkan al-Qur’an yang salih li kulli zamân wa makân.

A. Definisi Semantik

Kata semantik, pada dasarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Secara bahasa, kata semantik (Inggris: semantic) berasal dari kata sema dalam bahasa Yunani yang berarti tanda atau lambang1, atau dari verba semaino ‘menandai’. Kata semantik ini kemudian digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna.2 Dalam kamus linguistik disebutkan, semantik adalah sistem penyelidikan makna dalam linguistik umum.3 Semantik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

1 Abdul Chair. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 2.

2 Fatimah Djadjasudarma, Semantik 1 Pengantar ke arah Ilmu Makna (Bandung: PT Refika Aditama, 1999), h. 1.

3 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.

174.

(32)

ilmu tentang makna kata; pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran makna.4 Kata semantik juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti.

Secara terminologi, semantik dapat didefinisikan sebagai bidang linguistik yang mengkaji arti bahasa. Hal ini dapat kita pahami dari definisi yang dikemukakan oleh ahli semantik yang dikutip dari buku Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa. Pengertian yang dikutip oleh Subuki yang dikemukakan oleh Griffiths yaitu:

Semantik adalah kajian terhadap “perangkat” arti: pengetahuan yang tersandingkan dalam kosakata bahasa dan bagaimana kata tersebut digunakan dalam membentuk arti yang lebih luas hingga pada tingkatan kalimat.5

Definisi yang sedikit berbeda dapat kita simpulkan dari apa yang terdapat dalam Encyclopedia of Linguistics

Semantik adalah kajian terhadap makna tanda dan representasi, baik secara mental maupun secara linguistik. Tujuan akhir dari semantik adalah membangun teori yang bersifat umum tentang arti.6

Batasan dalam mengkaji semantik kita dapat lihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh Strazny, sebagaimana yang dikutip oleh Subuki dalam buku semantiknya

Pembahasan arti dalam semantik terkait dengan persoalan arti kalimat dan bagaimana arti tersebut di bentuk oleh arti setiap komponen yang turut membentuknya (klausa, frasa, kata, dan morfem).7

4 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 805.

5 Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa (Jakarta: Trans Pustaka, 2011), h. 4-5.

6 Makyun Subuki, Semantik, h.5.

7 Makyun Subuki, Semantik. h. 5.

(33)

Sedangkan menurut Izutsu, secara terminologi semantik adalah ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pengertian yang lebih luas dari kata, sehingga hampir segala sesuatu yang memiliki makna merupakan objek semantik.8 Lebih lanjut, Izutsu memaparkan, bahwa semantik adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir, tetapi juga alat pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. Semantik, dalam pengertian ini adalah semacam Weltanschauung-Lehre, kajian tentang sifat dan struktur pandangan dunia sebuah bangsa saat sekarang atau pada periode sejarahnya yang signifikan, dengan menggunakan alat analisis metodologis terhadap konsep-konsep pokok yang telah dihasilkan untuk dirinya sendiri dan telah mengkristal ke dalam kata-kata kunci bahasa itu.9 Kajian semantik berawal dari pengkajian istilah kunci dan berujung pada pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk makna kata dan pergeseran makna, sehingga membentuk arti yang lebih luas, dari beberapa komponen yang ada di dalam kalimat tersebut.

Banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh dalam pergeseran makna serta memberikan nilai-nilai tambahan pada makna yang dimiliki oleh kata.

Sebenarnya perubahan makna kata menyangkut banyak hal seperti pelemahan, pembatasan, pergantian, pergeseran, perluasan dan pengaburan. Perubahan

8 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan,Manusia Pendekatan Semantik terhadap al- Qur’an, Penerjemah Agus Fahri Husein dkk, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003), Cet II. h. 2.

9 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 3.

(34)

makna tersebut bisa terjadi akibat perubahan kata dari bahasa lain, perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, tanggapan pemakai bahasa serta asosiasi pemakai bahasa terhadap sesuatu.10 Apabila salah satu faktor di atas terdapat pada kata, maka akan terjadi perubahan makna pada kata tersebut.

Biasanya perubahan makna diakibatkan oleh perubahan bentuk kata, jadi setiap perubahan yang terjadi pada bentuk kata, maka perubahan itu juga terjadi pada maknanya. Namun demikian, jika perubahan makna terjadi, maka makna inti tetap terlihat keberadaannya.11 Perubahan makna tersebut yang disebut semantik.

B. Sejarah dan Perkembangan Semantik

Tradisi kajian semantik baru dimulai sekitar dua ratus tahun yang lalu, namun kajian terhadap makna bahasa pada dasarnya telah dilakukan sejak beberapa abad sebelum masehi. Hal itu dibuktikan dengan adanya perbedaan pendapat antara Plato dan muridnya yaitu Aristoteles, mengenai hubungan antara bahasa dan objek di dunia pada zaman Yunani Kuno. Plato menyatakan bahwa hubungan antara kata yang dipakai dengan barang yang dinamainya didasarkan atas hubungan tertentu yang bersifat ikonistik12. Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa hubungan antara bentuk dan arti kata dalam sebuah bahasa bersifat konvensi, yaitu didasarkan atas kesepakatan para pemakai bahasa.

Aristoteles bahkan menjelaskan juga bahwa kata itu memiliki dua macam arti, yaitu arti yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom dan arti akibat proses

10 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 288.

11 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 247.

12 Ikonis (iconic) adalah berkaitan dengan gambaran; langsung menimbulkan pertalian dengan sesuatu yang digambarkan. Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 80.

(35)

gramatikal.13 Pembagian yang dikemukakan oleh Aristoteles tersebut hampir sebanding dengan apa yang disebut makna leksikal14 dan makna gramatikal15 dalam semantik.

Cikal bakal semantik sebagai disiplin ilmu dalam linguistik baru dimulai pada tahun 1852. Reisig (1852) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama16, yakni etimologi17, sintaksis18 dan semasiologi19. Reisig menganggap bahwa semasiologi ini sebagai disiplin historis yang hendak mencari prinsip-prinsip yang menguasai perkembangan makna.20 Kemudian Coseriu dan Geckeler mengatakan bahwa disiplin semantik juga diperkenalkan oleh sarjana Perancis yang bernama M. Breal pada tahun 1883 melalui bukunya yang berjudul Essai de Semantique Science de Significations yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1900 dengan judul Semantics: Studies in The Science of Meaning. Breal masih menyebut semantik sebagai ilmu murni historis (historical semantics) artinya, studi semantik pada waktu itu lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur di luar

13 Subuki,Semantik, h. 6.

14 Leksikal adalah bersangkutan dengan kata atau kosa kata. TIM, KBBI, h. 510. Dalam Kamus Linguistik, leksikal berarti hal yang bersangkutan dengan leksem (satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk inflektif suatu kata; misalnya, Inggris. Sleep, slept, sleeps, sleepin, adalah bentuk-bentuk dari leksem sleep). Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 126.

15 Gramatikal berarti sesuai dengan tata bahasa. TIM, KBBI, h. 283, dalam Kamus Linguistik, gramatikal (grammatical) berarti sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika suatu bahasa.

Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 67.

16 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 1-2.

17 Etimologi merupakan cabang ilmu bahasa yang menyelediki asal usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan makna. TIM, KBBI, h. 237. Dapat dilihat juga dalam Kamus Linguistik, Etimology (etymology). Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 52.

18 Sintaksis merupakan bidang ilmu bahasa tentang susunan kata dan kalimat; ilmu tata kalimat. TIM, KBBI, h. 845. Sedangkan dalam Kamus Linguistik, Sintaksis (syntax) berarti pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata. Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 199.

19 Semasiologi adalah studi tentang makna, sebuah bidang yang berhubungan dengan istilah semantik yang kita kenal saat ini. Djadjasudarma, Semantik 1, h. 2.

20 Stephen Ulman, Pengantar Semantik, Penerjemah: Sumarsono, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 6.

(36)

bahasa, seperti bentuk perubahan makna, latar belakang perubahan, hubungan perubahan dengan logika, psikologi, dan bidang ilmu lainnya.21 Istilah semantik juga muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American Philological Association atau dalam bahasa Indonesia disebut Organisasi Filologi Amerika dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A Point in Semantics.22

Pada tahun 1916, diterbitkan sebuah karya Ferdinand de Saussure yang sering disebut-sebut sebagai bapak linguistik modern, yang berjudul Cours de Linguistique Generale. Saussure berpendapat bahwa tanda merupakan sebuah kesatuan antara dua entitas mental yang terdiri atas signifiant (Inggris: signifier, Indonesia: sesuatu yang dijelaskan atau penanda), yaitu image acoustique atau citra bunyi, dan signifiee (Ingrris: signified, Indonesia: sesuatu yang menjelaskan atau petanda), yang disebutnya sebagai konsep. Menurut Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, merupakan satu kesatuan (the whole unified).23

Edward Saphir menerbitkan buku yang berjudul Language Introduction to the Study of Speech (Amerika Serikat, pada tahun 1921),24 merupakam tonggak pertama studi bahasa secara ilmiah dan menempatkan studi bahasa sebagai satu ilmu yang berdiri sendiri.25 Walaupun dalam bukunya Edward Saphir tidak menyebutkan istilah arti dan semantik, tetapi dia menyinggung masalah konsep dan ide. Menurutnya, kata itu sudah mewakili suatu konsep tunggal maupun konsep kombinasi yang saling berhubungan sedemikian rupa dan membentuk

21 Subuki, Semantik, h. 7.

22 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 1.

23 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 2.

24 JWM. Verhar, Pengantar Linguistik (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h. 1.

25 Chair, Pengantar Semantik, h. 15.

(37)

kesatuan psikologis.26 Kemudian pada tahun 1923, terbit buku yang berjudul The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards27 yang menekankan hubungan tiga unsur dasar yakni thought of reference (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent (acuan).

Pikiran memiliki hubungan langsung dengan simbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan acuan, karena keduanya memiliki hubungan arbitrer.28

Leonard Bloomfield merupakan tokoh setelah Edward Sapir yang terkemuka di Amerika Serikat dan diterima sebagai peletak dasar strukturalisme dalam teori-teori kebahasaan dengan bukunya Language (1933 M). Bloomfield menjelaskan bahwa kita akan dapat mendefinisikan arti kata secara tepat apabila kita mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan arti kata tersebut secara ilmiah.

Sebaliknya kita tidak dapat mendefinisikan arti kata sedapatnya saja atau tidak cocok dengan penggolongan ilmiah. Disinilah letak kelemahan pelajaran bahasa.

Bahkan, penjelas kamus sering terjadi sirkumlokasi, penjelasan arti kata dilakukan secara berputar-putar.29

Noam Chomsky menerbitkan buku pertamanya Syntantic Structures pada tahun 1957 M.30 Dalam bukunya, Chomsky tidak menyinggung-nyinggung masalah semantik, bahkan pada akhir tahun 1950-an, Chomsky mencanangkan sintaksis31 sebagai kancah pusat dan utama dalam kegiatan linguistik, dan

26 Gorys Keraf, Linguistik Bandingan Tipologis (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 123.

27 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 4.

28 Djadjasudarma, Semantik 1, h. 3.

29 Chair, Pengantar Semantik, h. 15.

30 Samsuri, Analisis Bahasa: Memahami Bahasa Secara Ilmiah (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 317.

31 Sitaksis adalah pengaturan dan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar; cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya; ilmu tata kalimat.

TIM, KBBI, h. 610.

(38)

semantik (makna) dipandang sebagai hal yang terlalu rumit untuk direnungkan.

Akan tetapi, di dalam bukunya yang berjudul Aspect of the Theory of Syntac (1965 M)32 disebutkan bahwa, semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan arti kalimat sangat ditentukan oleh komponennya. Dari pernyataan tersebut, kajian semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semarak.

Semantik tidak lagi menjadi obyek pariferal tetapi menjadi obyek sentral, dan perhatian terhadap semantik sebagai teori tentang makna banyak muncul ke permukaan.33

Menjelang akhir tahun 60-an, sejumlah linguis pengikut Chomsky, antara lain George Lakoff, John Robert Ross, Mc Cawley, dan Kiparsky, memisahkan diri dari pandangan linguistik Chomsky dan mendirikan aliran tersendiri. Aliran tersebut terkenal dengan sebutan aliran semantik generatif. Mereka berpendapat bahwa semantik dan sintaktik harus diselidiki secara bersama-sama karena keduanya itu satu. Maka analisis kalimat dalam suatu bahasa tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah.34 Pendapat tersebut selaras dengan pandangan sekolompok linguis yang berlatar belakang transformatif generatif, berkeyakinan bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan kata lain, analisa kalimat tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteksnya.35

Mc Cawley dalam bukunya The Role of Semantics Grammar mengingatkan bahwa suatu bahasa tidak dapat dianalisis secara cermat apabila analisis tersebut dilakukan terhadap kalimat-kaliamt terpisah. Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan kalimat yang mendahului maupun kalimat yang mengikutinya

32 Chair, Pengantar Semantik, h. 17.

33 Verhar, Pengantar Linguistik 1, h. 1.

34 Chair, Pengantar Semantik, h. 20.

35 Bambang Kaswati Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 10.

(39)

dalam suatu wacana. Di samping itu, peneliti juga harus memperhatikan faktor- faktor ekstra linguistik di luar bahasa seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, tentang apa, dsb. Bahkan, beberapa tokoh generatif semantik lain justru menyuruh supaya membedakan antara arti dengan presuposisi.36

Jerrold Katz dan Jerry Fodor banyak menerima pengaruh dari pemikir sebelumnya seperti Jacobson, Halle dan Chomsky. Pada awal tahun 1960-an, Katz dan Kawiq mulai menarik semantik ke dalam teori linguistik.37 Dalam buku The Structure of Semantic Theory (1968 M), mereka mencoba untuk membentuk sifat dasar dari komponen semantik model Chomsky. Mereka membedakan penanda gramatikal dari penanda semantik. Jadi, mereka tetap mempunyai sedikit perbedaan dengan Chomsky.38

Selain di Barat, ternyata di Jepang juga terdapat salah seorang pemikir neomodernis yang paling serius dan produktif yaitu Toshihiko Izutsu (Tokyo, Mei 1914- 1993 M), dengan karyanya dalam bidang semantik khususnya semantik al- Qur’an yang berjudul Ethico-Religious Concepts in the Koran (1966 M). Dalam bukunya Izutsu menganalisa konsep kepercayaan dalam teologi Islam.39 Buku ini memiliki tujuan ganda. Pertama, Izutsu memberikan sajian deskriptif mendetail tentang seluruh proses sejarah dimana konsep sejarah itu dilahirkan, berkembang dan diperinci oleh orang muslim. Kedua, Izutsu membuat dengan teliti analisis

36 Chair, Pengamtar Semantik, h. 20.

37 Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, h. 10.

38 Chair, Pengantar Semantik, h. 18.

39 Priyanto, “Pendekatan Semantik Terhadap al-Qur’an Menurut Toshihiko Izutsu; Studi Analisis atas Penggunaan Kata Fasiq dalam Al-Qur’an,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 21.

(40)

semantik kepercayaan dan konsep-konsep kunci lainnya yang bersama-sama dalam membangun jaringan konseptual yang menyusun dirinya.40

Maka kajian semantik al-Qur’an berawal dari kajian semantik umum yang kemudian dikembangkan oleh salah satu tokoh Jepang yaitu Toshihiko Izutsu yang melakukan pendekatan terhadap al-Qur’an dengan menggunakan metode semantik.

C. Metode Semantik Menurut Toshihiko Izutsu

Menurut Toshihiko Izutsu semantik adalah ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pengertian yang lebih luas dari kata, sehingga hampir segala sesuatu yang memiliki makna merupakan objek semantik.41 Dengan pendekatan semantiknya, Izutsu menganalisis kata-kata kunci dari suatu bahasa dengan tujuan untuk menangkap secara konseptual pandangan dunia (Weltanschauung) dari orang-orang yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat berbicara dan berfikir, namun lebih penting lagi, sebagai alat dalam menangkap dan menerjemahkan dunia yang mengelilinginya.42

Izutsu menawarkan metode semantik sebagai sarana untuk menganalisis al- Qur’an dengan tanpa terikat oleh ideologi manapun. Izutsu menyebutkan dalam salah satu bukunya, bahwa perlu adanya cara pandang yang baru dalam menyikapi masalah-masalah lama yang dihadapi oleh umat Islam.43 Pendekatan baru ini adalah dengan melakukan analisis semantik terhadap al-Qur’an, dengan tujuan untuk memunculkan tipe ontologi hidup yang dinamik dari al-Qur’an

40 Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concepts in the Qur’an (Montreal: McGill University Press, 1966). h. ix.

41 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 2.

42 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 3.

43 Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 2.

Gambar

Tabel 3.1 Term Kadzib di dalam al-Qur’an
Tabel 3.2 Term Ifk di dalam al-Qur’an
Tabel 3.3 Term Buhtân di dalam al-Qur’an
Tabel 4.1 Makna Term  Ifk dan Buhtân

Referensi

Dokumen terkait

Semantik al-Qur’an menurut Toshihiko Izutsu berusaha menyingkap pandangan dunia al-Qur’ān (Weltanschauung) melalui analisis semantik terhadap kosakata atau istilah-istilah

Ada regulasi pelayanan resusitasi yang tersedia dan diberikan selama 24 jam setiap hari di seluruh area rumah sakit, serta peralatan medis untuk resusitasi dan obat untuk

Aplikasi ini nantinya akan memberikan informasi letak – letak ATM dalam bentuk peta dan dapat menentukan lokasi ATM terdekat dari posisi nasabah menggunakan formula

dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan

Penelitian ini yaitu studi kepustakaan (Library Reseach), merupakan sebuah kegiatan riset yang dilakukan dengan mencari data dari koleksi kepustakaan. Metode yang

Modul Bimbel Kami selalu disesuikan dengan Kurikulum yang ada di sekolah, sehingga kegiatan Bimbingan tidak sia-sia karena soal-soal yang kita sediakan hampir sama dengan

Beberapa manfaat bersepeda disampaikan oleh Oja et al., (2011), diantaranya adalah : 1) Kegiatan mengayuh pada bersepeda menyebabkan tidak tertekannya lutut oleh karena

Pada tahap ini aka dikaji apa saja yang telah dilakukan pada siklus II ini untuk megetahui keberhasilan dalam penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).