BAB I PENDAHULUAN
F. SistematikaPenulisan
Agar pembahasan ini menjadi sistematis serta untuk mempermudah analisa materi dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan dalam sistematika penulisan. Secara garis besar, skripsi ini terdiri dari lima bab yang dibagi dalam sub-sub bab dan setiap sub-sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
BAB I : Pendahuluan berisi tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis berisi tentang kajian teori mengenai pengertian dukungan sosial keluarga.
BAB III : Gambaran Umum tentang Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta
meliputi: sejarah lahirnya, visi dan misi terbentuknya Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta, program kerja dan struktur Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta.
BAB IV : Hasil Temuan bentuk dukungan sosial keluarga terhadap warga bina sosial penyalahguna NAPZA pada Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta.
BAB V : Pembahasan analisis bentuk dukungan sosial keluarga terhadap warga bina sosial penyalahguna NAPZA pada Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta.
BAB VI : Penutup berisikan kesimpulan dan saran. Di akhir penulisan ini penulis memasukan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI A. Dukungan Sosial
1. Definisi Dukungan Sosial
Menurut Cohen dan Syme seperti yang dikutip oleh Didiet Widhiowati dan Rokna Murni menjelaskan bahwa dukungan sosial dipahami sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek emosi, informasi, bantuan instrumental, dan penghargaan. Sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya.[4] Begitupun juga menurut House seperti yang dikutip oleh Nuni Nurhidayati dan Duta Nurdibyanandaru menjelaskan bahwa dukungan sosial adalah kadar keberfungsian dari hubungan yang dapat dikategorikan dalam empat hal yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan penilaian. [16]
Pengertian diatas mencerminkan bahwa dukungan sosial dapat menjadi aspek yang penting terhadap kesembuhan setiap individu karena setiap individu membutuhkan adanya kasih sayang dan perhatian dari orang yang berada disekitarnya terutama dari keluarga.
Hal ini dilakukan agar penerima dukungan sosial tidak
mengalami kegoncangan jiwa, seperti perasaan tidak dihargai dan kesepian.
Dukungan sosial dapat berlangsung secara alamiah didalam jejaring bantuan keluarga, kawan, tetangga, dan teman sebaya, atau didalam kelompok dan organisasi, yang secara spesifik diciptakan atau direncanakan untuk mencapai tujuan dukungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.[17]
2. Bentuk Dukungan Sosial
Menurut House yang dikutip oleh Setiadi dalam buku konsep dan proses keperawatan keluarga (2008) bahwa setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain:
a. Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan.
Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lainnya.
d. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial
keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.[17]
3. Fungsi Dukungan Sosial
Menurut Will (2008), bahwa fungsi dukungan sosial antara lain:
a. Dukungan Harga Diri. Ancaman harga diri, meningkatnya keraguan akan kemampuan diri, cara membicarakan masalah yang dihadapi. Bentuknya berupa perhatian, menawarkan simpati dan meyakinkan kembali elemen penting dari dukungan sosial ini adalah perasaan diterima dan dihargai.
b. Dukungan Informasi. Individu tidak dapat merasakan masalah yang dihadapi, maka dukungan ini dilakukan dengan memberikan informasi, nasehat dan petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah.
c. Dukungan Instrumental. Bersifat nyata (berbentuk materi) yang bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membutuhkan dan orang lain yang dapat memenuhi.
d. Dukungan keterdekatan sosial. Dukungan ini diberikan untuk memberikan kepuasan
intrinsik bagi individu dan untuk mengatasi kesepian dan memberikan kepuasan serta kehangatan berkawan dan penerimaan dalam kelompok.
e. Dukungan motivasi. Dukungan ini diberikan dengan memberikan dorongan kepada individu agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.[4]
4. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Dukungan sosial bisa didapatkan dari berbagai sumber. Menurut Goldberger dan Breznitz, dukungan sosial bersumber antara lain: orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja atau juga dari tetangga. Thoits mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti dengan individu, misalna keluarga, teman dekat, pasangan hidup, saudara dan tetangga.
Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa ia akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.
Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa. Disatu sisi ia ingin bebas dan mandiri serta lepas dari pengaruh orangtua, disisi lain pada dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orangtuanya.[18]
B. Keluarga
Keluarga adalah unit atau satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. kelompok inilah yang melahhirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadian dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat. Dalam bentuk yang paling dasar, sebuah keluarga terdiri dari seorang suami dan seorang isteri ditambah dengan anak-anak mereka yang belum kawin, ada kalanya anak tiri atau anak angkat yang secara resmi mempunyai hak dan kewajiban yang kurang lebih sama dengan anak kandung, dan yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama. Satuan
atau kelompok sosial semacam ini disebut keluarga batih atau keluarga inti.
Disamping keluarga inti kita juga mengenal keluarga luas atau besar. Keluarga besar terwujud apabila didalam keluarga inti itu ada tambahan sejumlah orang lain baik yang sekerabat maupun yang tidak sekerabat dengan salah satu pasangan suami isteri keluarga inti yang bersangkutan, yang bersama-sama tinggal dalam satu rumah dan menjadi anggota keluarga inti. [19]
Keluarga sebagai unit terkecil satuan sosial mempunyai fungsi tertentu. Fungsi keluarga dapat digolongkan dalam dua tipe ialah fungsi yang dapat dilaksanakan oleh keluarga sendiri dan fungsi yang dapat dilakukan baik oleh keluarga itu sendiri maupun yang dapat dilakukan oleh lembaga sosial lain. [19]
C. Intervensi Keluarga
Intervensi pada level keluarga, menurut Zastrow dilakukan dengan melihat keluarga sebagai suatu sistem yang anggotanya saling berinteraksi dan mempunyai saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Karena itu, masalah yang dihadapi oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika yang ada di keluarga mereka.
Sebagai konsekuensinya, perubahan pada satu anggota keluarga (members of the family) akan dapat memengaruhi anggota keluarga yang lain.
Salah satu metode „penyembuhan‟ yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah melalui terapi keluarga (family therapy) atau menurrut Zastrow dikenal pula dengan nama konseling keluarga (family counseling). Zastrow mengemukakan alasan lain untuk menempatkan keluarga sebagai fokus perhatian, karena keikutsertaan (partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses „penyembuhan‟ (klien). Misalnya saja, bila seseorang merasa bahwa kebiasaannya untuk menggunakan narkoba bukanlah suatu hal yang salah, maka anggota keluarga yang lainnya akan dapat mengingatkan bahwa ia sedang mengalami suatu masalah.
Bahkan lebih jauh lagi, anggota keluarga tersebut dapat saling memperkuat dalam proses terapi (penyembuhan), sekurang-kurangnya memberikan dukungan sosial dan moral terhadap si pelaku penyalahguna narkoba tersebut.[20]
1. Pengertian Konseling Keluarga (Family Counseling)
Untuk membantu secepatnya pemulihan klien, amat diperlukan dukungan keluarga seperti ayah, ibu, saudara, dan keluarga dekat lainnya. Nuansa emosional yang akrab harus mampu diciptakan agar terjadi keterbukaan klien terhadap keluarga, sebaliknya anggota keluarga mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pemulihan klien.[21] Dampaknya adalah tumbuh
rasa aman, percaya diri, dan rasa tanggung jawab klien terhadap diri dan keluarga. Untuk mencapai keberhasilan dalam konseling keluarga maka prosedur yang harus ditempuh adalah: a) menyiapkan mental klien untuk menghadapi anggota keluarga. b) memberi kesempatan kepada setiap anggota keluarga menyampaikan perasaan terpendam, kritikan-kritikan dan perasaan-perasaan negatif lainnya terhadap klien. c) selanjutnya memberi kesempatan kepada klien untuk menyampaikan isi hatinya berupa kata-kata pengakuan jujur atas kesalahan-kesalahannya. d) keluarga menaruh kepercayaan terhadap semua upaya klien dan mendorong penyembuhan klien dengan tulus dan kasih sayang.[21]
Konseling keluarga merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada individu-individu anggota keluaga melalui sistem keluarga dengan membenahi komunikasi agar berkembang potensi mereka seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan keleraan, toleransi, penghargaan, dan kasih sayang.[22]
a. Konseling Keluarga Pendekatan Gestalt Menurut Walter Kempler mendefinisikan konseling keluarga dengan pendekatan Gestalt sebagai suatu model difokuskan pada saat sekarang ini dan pada pengalaman keluarga yang dilakukannya dalam sesi-sesi konseling. Hal yang
lebih ditekankan adalah keterlibatan konselor dalam keluarga. Kempler bahkan beranggapan bahwa konseling keluarga eksperiesial sebenarnya adalah persoalan pribadi sebagai manusia bagi konselor itu, dan masalah teknik cenderung tak menjadi yang terpenting dalam sesi-sesi itu. Tidak ada alat atau skill, yang ada hanyalah hubugan orang dengan orang, manusia dengan manusia.
Karena itu penting bagi konselor adalah menengarkan suara dan emosi mereka. Konselor melakukan perjumpaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh, sebagai sahabat, sebagai orang yang dipercaya dalam perjumpaan antara sesama. Karena itu Kampler senang dengan style directive dan confrontatif nya, sebab hubungan mereka akrab.[23]
b. Pendekatan Konseling Keluarga Munurut Aliran Adler
Pendekatan Adler bertujuan untuk mempermudah perbaikan hubungan anak-anak dan meningkatkan hubungan di dalam keluarga.
Mengajarkan anggota keluarga bagaimana menyesuaikan diri yang lebih baik terhadap anggota keluarga yang lainnya dan bagaimana hidup bersama dalam keluarga sosial yang sederajat (sesama manusia).
Dinkmeyer mengungkapkan bahwa Pendekatan Adler bertujuan menyempurnakan kehidupan dalam keluarga dengan cara Sharing (berbagi) dan yang terpenting mengajar anggota keluarga agar mampu memberikan semangat dan dorongan untuk berkembang bagi anggota lain.
BAB III
PROFIL LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta
Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta berdiri sejak tahun 1973 dengan nama Unit Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA berlokasi di Sasana Tresna Werdha Budi Dharma Jl. RS. Fatmawati Cilandak, Jakarta Selatan dibawah naungan Departemen Sosial. Pada tahun 1975 berpindah ke Jl. S. Parman Kav-57 Slipi, Jakarta Barat dengan nama Panti Rehabilitasi Korban Narkotika Wisma Khusnul Khotimah. Dalam perkembangannya pada tahun 1979, nama panti berubah menjadi Panti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah.
Tahun 1994 lokasi berpindah ke Babakan Pocis III Serpong, Tangerang Selatan. Kemudian pada tahun 2018 kembali berganti nama menjadi Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta dan nama tersebut tetap bertahan hingga sekarang. Dengan adanya likuidasi Departemen Sosial, maka tahun 1999 Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta dialihkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta c.q Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkoba/NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah memberikan perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum Undang Undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, bandar, maupun prosedur narkotika.[1]
B. Visi dan Misi 1) Visi
Terwujudnya kondisi Korban Penyalahgunaan NAPZA ( WBS)
yang Sehat, Bersih, Produktif, dan Normatif melalui Pelayanan Rehabilitasi Sosial.
2) Misi
1. Menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas Narkotika, Psikoptropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA).
2. Memberikan pelayanan kepada klien/ WBS secara Profesional.
3. Membina klien/ WBS agar mampu mengatasi masalah dan memiliki ketrampilan kerja.
4. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi
pelayanan rehabilitasi sosial.
5. Menjalin kerja sama lintas sektoral.
C. Maksud dan Tujuan 1) Maksud
Kegiatan pelaksanaan rehabilitasi terpadu bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta dimaksud untuk memperoleh hasil penanganan yang optimal dalam upaya mencapai sasaran program rehabilitasi sosial serta adanya keterpaduan langkah dalam pelaksanaannya.
2) Tujuan
Memulihkan kondisi fisik, mental, spiritual, psikis sosial, sikap dan perilaku agar para remaja tersebut kembali menjadi generasi muda Indonesia yang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, baik dalam lingkungan warga maupun lingkungan masyarakatnya, mampu menolong dirinya sendiri/mandiri, kreatif, bergairah dan produktif serta berguna bagi nusa dan bangsa.[1]
D. Tugas dan Fungsi
Sesuai dengan peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 355 Tahun 2016 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti
Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
1) Tugas Pokok
Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya 2 merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial dalam pelaksanaannya menyelenggarakan kegiatan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Narkoba yang meliputi: Identifikasi dan Assesment, Bimbingan dan pelatihan serta Penyaluran dan Bina Lanjut.
2) Fungsi
Berdasarkan tugas pokok tersebut PSBR Taruna Jaya II mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
a) Pelaksanaan Penerimaan meliputi Registrasi, Persyaratan Administrasi dan Penempatan dalam Panti.
b) Pelaksanaan Pendekatan Awal meliputi Identifikasi, Seleksi, Observasi, Wawancara dan Motivasi.
c) Pelaksanaan Assesment meliputi penelaahan, rasa pengungkapan, pemahaman masalah dan potensi.
d) Pelaksanaan Pembinaan dan Bimbingan meliputi:
Pembinaan Fisik, Bimbingan Mental dan Spiritual, Bimbingan Sosial, Bimbingan Psikologis, Bimbingan dan Pelatihan Ketrampilan (Montir Mobil, Montir Motor, Las dan Elektronika), serta Bercocok Tanam.
e) Pelaksanaan Resosialisasi meliputi Praktek Belajar Kerja/Magang dan Pelaksanaan Reintegrasi dalam bentuk kunjungan ke rumah, lingkungan sekolah/pekerjaan/masyarakat dan Outing (Rekreasi).
f) Pelaksanaan Penyaluran meliputi: Kembali kepada keluarga dan bekerja.
g) After Care/Bina Lanjut meliputi: Home Visit/Kunjungan Keluarga, Wawancara, Dialog, Konselling. Bila pada kenyataannya Warga Bina Sosial (WBS) belum berhasil, maka dapat kembali ke Panti untuk mengikuti Pemantapan Program dan akan ditempatkan di Ruang Shelter.
h) Terminasi, yaitu Pengakhiran/pemutusan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Terminasi/penghentian pelayanan dilakukan 1 (satu) tahun setelah WBS disalurkan.[1]
E. Syarat dan Tata Cara Penerima Layanan
Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 335 Tahun 2016, Remaja yang terlibat masalah NAPZA, sehingga menyebabkan timbulnya gangguan-gangguan dalam melaksanakan fungsi sosial psikologisnya, dari semua golongan sosial maupun ekonomi dengan syarat:
1) Kriteria WBS:
a) Remaja/ Pemuda Laki-laki yang terlibat masalah NAPZA yang menyebabkan timbulnya gangguan-gangguan dalam melaksanakan fungsi sosial psikologisnya, dari semua golongan sosial maupun ekonomi
b) Ber-KTP DKI dan atau hasil penertiban c) Ada keinginan dari calon klien/ WBS
untuk berhenti dari penyalahgunaan NAPZA ( surat perjanjian bermaterai ) d) Ada surat pengantar dari RT/RW dan
Kelurahan/Kecamatan Tempat tinggal/domisili
e) Ada kesanggupan orang tua/ wali untuk bekerja sama dengan Panti (Surat Pernyataan dari orang tua bermaterai) f) Bersedia mematuhi tata tertib / peraturan di
Panti
g) Bersedia tinggal di asrama selama
Rehabilitasi Sosial dengan Surat Pernyataan tertulis
h) Jika mendapatkan kiriman dari keluarga, WBS/ Klien sudah harus melalui pemeriksaan dan pengobatan rehabilitasi medis dari Rumah Sakit (sudah detoksifikasi)
2) Usia WBS:
Usia 15 sampai dengan 35 tahun 3) Asal WBS:
a) Rujukan dari Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya (PSBI)
b) Masyarakat c) Organisasi sosial d) LSM/ NGO e) Kepolisian f) Dan Lain-lain F. Struktur Organisasi
Tabel 3.1
Struktur Kegiatan Konseling Keluarga PSBR Taruna Jaya II
PENDAMPING PEKERJA SOSIAL
JOKO SUSILO, ST M. KURNIAWAN, S.Sos
W.
SATUAN PELAYANAN
Dra. DERMI WHIYATII / AHMAD TAUFIK, A.Ks
G. Program Rehabilitasi
Salah satu program rehabilitasi yang digunakan untuk pelayanan pada WBS di Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta Tangerang Selatan adalah program konsultasi keluarga, home visit (family support group). Dalam menjalankan program konsultasi keluarga terdapat standar operasional pelayanan (SOP) yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta Tangerang Selatan, yaitu sebagai berikut:[1]
1) Satuan pelaksana pembinaan sosial menugaskan petugas untuk melaksanakan kegiatan konsultasi, dimulai dengan rencana kegiatan konsultasi selama 10 menit.
2) Petugas membentuk tim untuk melaksanakan kegiatan konsultasi dengan batas waktu selama 1 jam untuk menghasilkan daftar nama tim kegiatan konsultasi.
3) Petugas melaporkan hasil pembentukan tim konsultasi kepada satuan pelaksana pembinaan sosial,
4) Satuan pelaksana pembinaan sosial menelaah hasil pembentukan tim kegiatan konsultasi, jika setuju dilanjutkan, jika tidak setuju akan dikembalikan kepada petugas untuk diperbaiki,
5) Tim melakukan koordinasi dan persiapan pelaksanaan kegiatan dan tempat konsultasi degan batas waktu 3 hari dan menghasilkan materi atau bahan dan jadwal kegiatan kosultasi.
6) Tim melaksanakan kegiatan konsultasi, kegiatan berlangsung 60 menit per WBS dan keluarga dan selama proses konsultasi menghasilkan daftar nama WBS dan keluarga, foto kegiatan, kelengkapan laporan selama konsultasi.
7) Tim membuat draf awal laporan kegiatan konsultasi dengan batas waktu selama 3 hari.
8) Tim menyerahkan draf awal laporan kegiatan kepada satuan pelaksana pembinaan sosial, 9) Satuan pelaksana pembinaan sosial memeriksa
draf awal laporan kegiatan konsultasi, jika setuju diserahkan ke petugas untuk didokumentasikan, jika tidak setuju dikembalikan kepada tim untuk dilengkapi/diperbaiki,
10) Satuan pelaksana pembinaan sosial memerintahkan petugas untuk mendokumentasikan laporan kegiatan konsultasi,
11) Petugas mendokumentasikan laporan kegiatan konsultasi.
Gambar 3.1 Konsultasi Keluarga
Sumber : Hasil Observasi, 22 Januari 2018
Sedangkan program home visit adalah program yang dilakukan PSBR Taruna Jaya II untuk mengetahui keberadaan keluarga WBS, mengetahui latar belakang keluarga WBS. Home visit dilakukan ketika pendamping menilai perlu atau tidaknya dilakukan home visit untuk mengetahui keberadaan keluarga WBS. Tujuan home visit untuk mengetahui ada masalah apa dengan anak dikeluarga, lalu bagaimana hubungan dengan keluarganya. Selain itu, tujuan lain dari home visit ialah menyampaikan perkembangan anak selama proses rehabilitasi terhadap keluarga WBS, dan membuat kesepakatan atau persetujuan untuk kelanjutan masa depan anak, apakah anak ingin disalurkan ke tempat kerja atau dikembalikan ke keluarga.[3]
H. Fasilitas Panti Dalam Memberikan Konseling Keluarga
1) Luas Tanah : 33.030 M2 2) Luas Bangunan : 3.928 M2 3) Kapasitas Tampung : 200 orang 4) Bangunan Panti meliputi :
a) Ruang Kantor b) Aula
c) Asrama
d) Ruang Ibadah, Musholla/ Masjid e) Ruang Makan
f) Ruang Konseling g) Ruang Adaptasi h) Ruang Identifikasi i) Ruang Bimbingan j) Ruang Perawatan k) Ruang Klinik
5) Prasarana dan Sarana Penunjang, meliputi:
a) Perlengkapan poliknik b) Perlengkapan Ibadah
c) Kendaraan Operasional/Dinas:
Roda empat : 1 (satu) unit (Ambulan) Roda dua : 1 (satu) unit
BAB IV HASIL TEMUAN
Berdasarkan hasil temuan lapangan bentuk dukungan sosial keluarga terhadap anggota keluarga warga bina sosial penyalahguna NAPZA di PSBR Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta dari Oktober 2017 s.d Mei 2018, dapat diperoleh suatu informasi bentuk dukungan sosial keluarga terhadap anggota keluarga warga bina sosial penyalahguna napza di PSBR Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta.
A. Pelaksanaan Program Rehabilitasi di PSBR Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta
1. Standar Pelayanan Rehabilitasi
Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta sebagai institusi pelayanan publik berupaya untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mutu atau kualitas yang baik, sehingga pelayanan dalam bentuk Rehabilitasi sosial berperan dalam permberdayaan sosial dan pelayanan khusus kepada Warga Binaan sosial (WBS)/Orang dengan masalah sosial.
Dalam memberikan pelayanan rehabilitasi terdapat standar pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh PSBR Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta yang meliputi:
Dalam memberikan pelayanan rehabilitasi terdapat standar pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh PSBR Taruna Jaya II Dinas Sosial DKI Jakarta yang meliputi: