• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN dalam bab terakhir ini, penulis

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

A.2. Sistim, Asas-Asas dan Syarat-Syarat Perjanjian

Sistim terbuka mengandung azas kebebasan membuat perjanjian, lain dengan sistim tertutup yang mengandung sifat memaksa dari peraturan-peraturannya, sebagaimana halnya dengan Hukum Benda, yang macam-macamnya hak atas benda itu adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa.

Sistim terbuka dari Hukum Perjanjian, memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi dan bermacam apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian merupakan yang dinamakan “Hukum pelengkap” (“optional law” Bah. Inggris) yang berarti pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuatnya, mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian. 10 Kalau mereka tidak mengatur sendiri sesuatu

soal, maka diartikan bahwa mereka mengenai soal itu akan tunduk kepada undang-undang.11

Memang biasanya orang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu dan biasanya hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja. Misalnya kalau kita mengadakan perjanjian jual beli, cukuplah apabila kita sudah setuju tentang harga dan barangnya. Tentang dimana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya penghantaran barang, tentang bagaimana kalau barnag musnah dalan perjalanan, soal-soal itu lazimnya tidak dipikirkan dan tidak diperjanjikan.

10 Op. Cit 13 11 Ibid

Dan apabila timbul perselisihan maka menyerah saja kepada hukum dan undang-undang.

Sistim terbuka yang dianut Hukum Perjanjian kita simpulkan dari pasal 1338 ayat I yang berbunyi ; “Semua perjanjian yang diadakan secara sah, berlaku bagi mereka yang mengadakannya sama seperti undang-undang”

Dari rumusan pasal diatas kita dapat mengetahui makna isi pasal itu adalah, merupakan suatu pernyataan kepada khalayak ramai bahwa kita diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengadakan perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat siapa yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Hal ini kita dapat melihat dari perkataan “semua”

Disamping pengertian – pengertian diatas dari sistim terbuka, juga mengandung suatu pengertian, bahwa perjanjian-perjanjian khusus yang diatur dalam undang-undang hanyalah merupakan perjanjian yang paling terkenal saja dalam masyarakat pada waktu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dibentuk.

12

12 Op Cit Hal 14

Misalnya, perjanjian “sewa-beli” dalam undang-undang Hukum Perjanjian, kita tidak akan menemukannya, tetapi dalam praktek kita sering menemukan dan mendengarkannya, yang merupakan suatu campuran antara jual-beli dengan sewa-menyewa.

Asas-asas dalam suatu perjanjian

Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa asas yang berlaku, antara lain13

1. Azas Kebebasan Berkontrak

:

Azas kebebasan berkontrak adalah salah satu azas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak azasi manusia. Azas kebebasan berkontrak ini didasari oleh pasal 1338 KUH perdata, yakni suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Azas Konsensualisme

Azas ini dapat ditemukan dalam pasal 1320 dan pasal 133814

3. Azas Kepercayaan

KUH perdata. Dalam pasal 1320 KUH Perdata, desebutkan secara tegas bahwa adanya kesepakatan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian dan pada pasal 1338, disebutkan “semua perjanjian”. Kata-kata dalam pasal 1338 dan 1320 ini menunjukkan bahwa setiap orang diberikan kesempatan untuk menyatakan keinginannya yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Azas ini sangat erat hubungannya dengan azas kebebasan mengadakan perjanjian.

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak itubahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di kemudian

13 Prof.Miriam Darus Badrulzaman.2001.Kompilasi Hukum Perikatan Citra Aditya Bakti,Bandung. Hlm 83

14 Pasal 1338 KUH perdata : semua perjanjian yang dibuat sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya

hari. Tanpa kepercayaan, maka perjanjian tidak mungkin diadakan oleh para pihak.

4. Asas Kekuatan Mengikat

Di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan tetapi juga terhadap beberapa unsure lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral. Demikian sehingga asas-asas, moral, kebiasaan dan kepatutan mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian.

5. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kekayaan, jabatan, bangsa, dan lain-lain. Masing-masing para pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua belah pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai ciptaan Tuhan.

6. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang diadakan. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur memiliki kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur juga memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian hukum ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang para pihak.

8. Asas Moral

Asas ini terlihat dalam perikatan, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugatkontraprestasi dari debitur. Asas ini juga terdapat dalam pasal 1339 KUH Perdata15

9. Asas Kepatutan

. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan atau moral, sebagai panggilan dari hati nuraninya.

Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata, asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian, asa ini patut dipertahankan Karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

Syarat-syarat perjanjian

Syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian,diatur pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu “untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 syarat yakni :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

15 Pasal 1339 KUH Perdata: suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan., kebiasaan atau oleh undang-undang

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Syarat-syarat diatas dapat dikelompokknan menjadi dua bagian yaitu kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan

syarat obektif, karena mengenai objek dari perjanjian. 1. Syarat Subjektif

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

dengan diberlakukan keta sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan berkehendak. Para pihak tidak mendapat suatu unsure paksaan atau tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengartian sepakat di lukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui para pihak. Sedangkan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, dalam KUH Perdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor yang dapat menimbulkan cacatpada kesepakatan tersebut. Yaitu kehilafan, pakasaan dan penipuan.

b. cakap untuk membuat suatu perikatan

pasal 1329 : Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.

subjek hukum yang tidak cakap hukum pasal 1330 : b.1 Orang-orang yang belum dewasa

Orang yg telah dianggap dewasa oleh hukum, atau berumur 18 tahun berdasarkan hukum perkawinan (ini yg berlaku dalam hukum perdata) atau dalam KUHPerdata berumur 21 tahun.

b.2 Dibawah pengampuan

b.3 Orang-orang perempuan, dalam hal ini ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Mengenai sub 3 pasal 1330 KUH Perdata ini tidak berlaku lagi sejak tahun 1963 dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 mengatakan kedudukan wanita yang telah memiliki suami diangkat ke derajat yang sama dengan pria, untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan, ia tidak memerlukan bantuan dari suaminya.

2. Syarat Objektif

a. Syarat tentang barang

suatu perjanjian haruslah memiliki objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti aka nada secara ringkas, ketentuan mengenai barang yang menjadi objek perjanjian adalah sebagai berikut :

2) Barang- barang yang di pergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti pelabuhan, gedung-gedung umum, jalan raya dan sebagainya tidaklah dapat di jadikan objek perjanjian

3) Dapat di tentukan jenisnya. (pasal 133316

4) Barang yang akan datang atau barang yang aka nada. (pasal 1334 KUH Perdata)

17

KUH Perdata)

b. Syarat tentang suatu sebab yang halal

berdasarkan pasal 1335 samapai dengan pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa setiap perjanjian yang dibuat tanpa sebab, dengan sebab palsu atau larangan serta bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan adalah tidak sah, dan tidak memiliki kekuatan hukum.

A.3 SUBJEK DAN OBJEK PERJANJIAN