• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Artinya anak mampu melakukan aktivitas logis tertentu, tetapi hanya dalam situasi yang nyata. Tanpa adanya bahan yang nyata anak belum mampu menyelesaikan masalah dengan baik.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis yang diuraikan sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan memperkaya pemahaman mengenai metode pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap peningkatan prestasi belajar IPA di Sekolah Dasar.

2. Manfaat praktis a. Bagi guru

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan tentang penggunaan metode inkuiri terbimbing dalam mata pelajaran IPA dan meningkatkan kualitas mengajar guru Sekolah Dasar.

b. Bagi siswa

Proses penelitian diharapkan dapat meningkatkan sikap dan keterampilan siswa dalam mata pelajaran IPA serta hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas V.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk melaksanakan penelitian serta penulisan karya tulis ilmiah, khususnya yang berhubungan dengan masalah metode inkuiri terbimbing.

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II berisi kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan. Pada bagian kajian pustaka berisi uraian teori-teori yang dikelompokkan dalam lima kelompok. Teori pertama membahas tentang prestasi belajar, teori kedua tentang metode inkuiri terbimbing (Guided Inquiry Approach), teori ketiga tentang IPA untuk Sekolah Dasar, teori yang keempat membahas tentang siswa kelas V Sekolah Dasar, dan teori kelima membahas tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bagian penelitian yang relevan berisi beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Bagian kerangka berpikir berisi jalan pikiran peneliti mengenai penerapan metode inkuiri terbimbing dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SD kelas V. Selanjutnya, bagian terakhir membahas hipotesis tindakan yang berisi dugaan sementara atas hasil penelitian yang dilakukan.

A. Kajian Pustaka 1. Prestasi belajar

a. Pengertian prestasi belajar

Mulyasa (2013:189) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang

dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar, berupa perubahan-perubahan perilaku, yang oleh Bloom dan kawan-kawan kelompokkan ke dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Lanawati (Akbar, 2004:168) Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruktusional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa. Sejalan dengan definisi tersebut, Olivia (2011:73) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan keberhasilan siswa terhadap tujuan belajar yang ditetapkan. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap perubahan perilaku siswa dari yang belum mampu menjadi mampu meliputi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Penilaian atau asessmen hasil belajar oleh pendidik dimaksudkan untuk mengukur kompetensi atau kemampuan tertentu. Hosnan (2014:387) menjelaskan bahwa assesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Assesmen autentik atau penilaian nyata diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan, baik intelektual maupun mental siswa.

Menurut Hosnan (2014:389) penilaian autentik harus menyeimbangkan tiga kompetensi. Penilaian yang dilakukan cukup memberi cakupan terhadap aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) secara seimbang. Proses pengukuran aspek kognitif digunakan dengan cara lisan atau tulisan. Aspek kognitif dapat diukur menggunakan tes esai dan objektif. Kedua jenis tes ini dapat digunakan untuk mengukur keenam kategori dalam ranah kognitif. Enam tingkatan dalam kompetensi kognitif terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evalusi (Sunarti dan Selly, 2013:29). Penilaian aspek kognitif dilakukan setelah mempelajari suatu kompetensi dasar yang harus dicapai, akhir semester, dan jenjang satuan pendidikan.

Penilaian terhadap aspek afektif dilakukan selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas (Hosnan, 2013:390). Sunarti dan Selly (2014:46) juga mengungkapkan bahwa kompetensi afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi atau nilai. Sikap adalah kecenderungan untuk merespons suatu objek, situasi, konsep, atau orang, baik menyukai atau tidak menyukai. Penilaian sikap siswa dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sikap. Instrumen yang dapat digunakan berupa kuesioner dan lembar pengamatan.

Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan tes unjuk kerja, proyek, portofolio, dan penilaian produk. Tes unjuk kerja atau praktik

adalah penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Instrumen penilaian unjuk kerja adalah lembar observasi dengan checklist atau rating scale. Sunarti dan Selly (2013:59) juga menambahkan hal yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian unjuk kerja yaitu langkah-langkah kinerja yang diharapkan, kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai, kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, dan kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Mulyasa (2013:190) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi empat, yaitu (a) bahan atau materi yang dipelajari; (b) lingkungan; (c) faktor instrumental; dan (d) kondisi peserta didik. Dengan demikian, untuk memahami atau meningkatkan pretasi belajar, perlu didalami faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Mulyasa (2013:191) menambahkan bahwa faktor internal adalah faktor diri baik secara fisiologis maupun secara psikologis. Faktor fisiologis berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik seseorang terutama panca indera. Sedangkan faktor psikologis berasal dari dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat, dan sikap.

Intelegensi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar. Semakin tinggi tingkat intelegensi, makin

tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai. Jika intelegensinya rendah, maka kecenderungan hasil yang dicapainyapun

rendah. Meskipun demikian, tidak boleh dikatakan bahwa “taraf prestasi belajar di sekolah kurang, pastilah taraf intelegensinya kurang”, karena banyak faktor lain yang mempengaruhi (Mulyasa, 2013:191).

Mulyasa (2013:192) mengungkapkan bahwa minat adalah kecenderungan dan ketertarikan yang tinggi terhadap sesuatu. Oleh karena itu, minat dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu. Misalnya seorang siswa yang memiliki minat besar pada pelajaran matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak, belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

Selain itu, Mulyasa (2013:192) juga menambahkan bahwa sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk merespon secara positif maupun negatif dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek, barang, dan sebagainya. Selain faktor diatas, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh waktu dan kesempatan. Siswa yang memiliki waktu dan kesempatan untuk belajar cenderung memiliki prestasi yang tinggi daripada yang hanya memiliki sedikit waktu dan kesempatan untuk belajar. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa orang pandai dapat mengerjakan banyak hal dalam waktu dan kesempatan yang relatif singkat, sementara orang bodoh membutuhkan waktu dan kesempatan yang banyak.

Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal yang menurut Mulyasa (2013:193) digolongkan ke dalam faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor non-sosial adalah faktor lingkungan seperti lingkungan alam dan fisik misalnya keadaan rumah, ruang belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya. Faktor eksternal dalam lingkungan keluarga baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Di samping itu, Mulyasa juga menambahkan diantara faktor eksternal yang sudah dijelaskan ada pula faktor guru atau fasilitator. Proses pembelajaran tidak berlangsung satu arah melainkan terjadi secara timbal balik. Pembelajaran di dalam kelas sebagian besar ditentukan oleh peranan guru.

Setelah mengetahui teori tersebut dapat diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik seseorang terutama panca indera. Sedangkan faktor psikologis berasal dari dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat, dan sikap. Faktor eksternal sosial terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat pada umumnya. Faktor eksternal yang terakhir adalah faktor non-sosial. Faktor non-sosial adalah faktor lingkungan seperti lingkungan

alam dan fisik misalnya keadaan rumah, ruang belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.

2. Metode Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry Method) a. Pengertian Metode Inkuiri

Metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Kurniasih dan Berlin, 2014:56). Menurut Hamdayama (2014:31) inkuiri berasal dari kata to inquire (inquiry) yang berarti ikut serta atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Sependapat dengan Hamdayana, Gulo menyatakan (dalam Trianto, 2009:166) bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang

siswa berdiskusi, inkuiri berfokus pada pengujian hipotesis, dan penggunaan fakta sebagai informasi atau fakta (Sanjaya, 2009:166). Dari paparan ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa metode inkuiri adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri melalui kegiatan pengamatan, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkannya sendiri sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bermakna.

b. Pengertian Metode Inkuiri Terbimbing

Metode inkuiri memiliki beragam macam. Sund dan Trowbridge (dalam Mulyasa 2007:109) mengemukakan ada tiga macam inkuiri. Ketiga macam metode inkuiri yaitu inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri bebas (free inquiry), dan modified free inquiry.

Menurut Dewi dkk (2013) dalam e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha volume 3 tahun 2013, pembelajaran inkuiri terbimbing menekankan pada proses penemuan sebuah konsep sehingga muncul sikap ilmiah pada diri siswa. Metode inkuiri terbimbing dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut kemampuan mereka atau menurut tingkat perkembangan intelektualnya karena anak SD memiliki sifat yang aktif, sifat ingin tahu yang besar, terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflektif terhadap suatu proses dan hasil-hasilnya yang ditemukan. Berpijak dari hal tersebut kelebihan metode inkuiri

terbimbing adalah guru mampu membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya.

Amin (2005) juga menambahkan dalam Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia volume 3 nomor 3 November 2005 yang dikutip oleh Sochibin (2004:97), pembelajaran Guided Discovery Inquiry Laboratory Lesson (GDILL) adalah pembelajaran penemuan dengan bimbingan. Guru memberikan bantuan yang cukup besar dalam pembelajaran dan siswa melakukan pendidikan melalui prosedur langkah demi langkah. Menurut Ali, dikutip juga oleh (Sulistyowati, 2004) GDILL merupakan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimana pelaksanaan penyelidikan dilaksanakan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing.

c. Strategi Metode Inkuiri Terbimbing

Beberapa strategi untuk menunjang pembelajaran kooperatif metode GDILL menurut Sochibin (2009) dalam Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia no 5 tahun 2009 halaman 96-101 adalah sebagai berikut: Pertama dilakukan pembagian kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa. Jumlah anggota tersebut diharapkan lebih efektif dibanding dari jumlah siswa yang lebih banyak. Pembagian tugas dapat lebih terencana dengan baik dan masing-masing lebih mencurahkan waktu untuk tugasnya.

Pembentukan kelompok sebaiknya dilakukan oleh guru agar kemampuan siswa dalam kelompok merata.

Kedua adalah pembagian tugas terstruktur misalnya melaksanakan praktikum dengan memperhatikan langkah kerja yang ada pada LKS, menjawab pertanyaan pada LKS, dan melaksanakan diskusi setelah kegiatan praktikum selesai. Pembagian tugas kepada masing-masing siswa dalam kelompok perlu dilakukan oleh guru semua kelompok bertanggungjawab terhadap tugasnya masing-masing. Pembagian tugas kepada masing-masing siswa dapat mendorong siswa lebih bertanggungjawab, bukan hanya terhadap dirinya melainkan juga terhadap kelompoknya, karena keberhasilan kelompok terletak pada keberhasilan individu. Keberhasilan individu dalam pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing ini diantaranya adalah berhasil mengembangkan prestasi belajar siswa yang meliputi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

d. Langkah-langkah Penerapan Metode Inkuiri

Ada beberapa tahapan dalam pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri. Langkah-langkah metode inkuiri dalam proses pembelajaran menurut Hosnan (2014:342-344) yaitu:

1) Orientasi

Orientasi merupakan langkah untuk membina suasana pembelajaran yang responsif dengan mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Dalam tahap orientasi,

siswa diajak menggunakan kemampuannya untuk memecahkan suatu masalah.

2) Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dicapai disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.

3) Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap siswa adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban atau perkiraan sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

4) Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan

pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

5) Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis, yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi harus didukung data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6) Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan inti dalam proses pembelajaran sehingga untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru membimbing dan menunjukkan kepada siswa data mana yang relevan.

Trianto (2009:172) juga menambahkan beberapa tahap inkuiri yang terdiri dari 6 fase. Tahapan inkuiri menurut Trianto dapat dilihat secara lengkap pada Tabel II.1

Tabel II.1

Tahap pembelajaran Inkuiri menurut Trianto (2009:172)

Fase Perilaku Guru

1. Menyajikan pertanyaan atau masalah.

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah-masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok. 2. Membuat hipotesis. Guru memberikan kesempatan pada siswa

untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan. 3. Merancang percobaan. Guru memberikan kesempatan pada siswa

untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.

4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi.

Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Mengumpulkan data dan menganalisis data.

Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Dalam penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang digunakan oleh peneliti adalah langkah pembelajaran menurut Hosnan.

e. Keunggulan dan Kelemahan Metode Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan karena memiliki beberapa keunggulan. Beberapa keunggulan metode inkuiri menurut Hosnan (2014:344) yaitu (1) pembelajaran inkuiri menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran inkuiri dianggap

lebih bermakna. (2) pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang pada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. (3) inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. (4) pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Berbeda dengan pendapat Hosnan, ada beberapa perbedaan keunggulan pembelajaran inkuiri menurut Suyadi (2013:126) diantaranya adalah (1) menekankan pada pengembangan aspek kognitif secara progresif. (2) siswa lebih aktif dalam mencari dan mengolah informasi. (3) siswa memahami konsep dasar dan ide dengan lebih baik. (4) membantu siswa menggunakan ingatan dalam mentransfer konsep yang dimilikinya kepada situasi proses belajar yang baru.

Metode inkuiri selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan. Kelemahan metode inkuiri menurut Hosnan (2014:344) yaitu jika strategi ini digunakan sebagai pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar, kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan, dan selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap siswa. Selain beberapa

kekurangan yang telah disebutkan di atas, Suyadi (2013:127) juga menambahkan kelemahan inkuiri yaitu jika guru kurang spesifik merumuskan teka-teki atau pertanyaan kepada siswa dengan baik untuk memecahkan masalah secara sistematis, maka siswa akan bingung dan tidak terarah dan pada sistem pembelajaran klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak, penggunaan strategi pembelajaran inkuiri sukar untuk dikembangkan dengan baik.

3. IPA untuk Sekolah Dasar a. Pengertian IPA

Menurut Trianto (2012:136) IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya (Samatowa, 2011:1). Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam satu per satu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Sains dan teknologi kini mengetahui budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, di satu

sisinya mengandung hakikat sains (the nature of science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology).

IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah (Samatowa, 2011:2). Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di mana mereka hidup. Melalui pendidikan IPA kita mendorong anak didik untuk dapat meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, pencipta alam semesta. Dari penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan tentang alam semesta yang menggunakan sikap ilmiah seperti mengamati dan melakukan eksperimen.

b. Hakikat IPA

Menurut Samatowa (2011:3) IPA atau science pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu alam. IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang tejadi di alam ini. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di Sekolah Dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat yaitu: (1) IPA berfaedah bagi suatu

bangsa karena kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan, (2) apabila diajarkan secara tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis (3) apabila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka dan (4) mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi membentuk kepribadian anak secara keseluruhan (Samatowa, 2011:4).

c. IPA untuk Sekolah Dasar

IPA harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak-anak, maka perlu diajarkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam (Samatowa, 2011:5) adalah: mengamati, mencoba memahami apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Paolo dan Martin juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Menurut De vito (1993) dalam Samatowa (2011:104) pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan ide-ide siswa, membangun keterampilan (skills) yang

diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA

Dokumen terkait