• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI

C. Siswa

Di dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan Sekolah, tentu memiliki anggota atau warga sekolah. Anggota yang paling penting adalah siswa (anak didik). Anak didik (siswa) dipahami sebagai individu yang belajar dan sebagai individu dengan segala perbedaannya (Djamarah, 2002 dalam Wijaya & Taganing, 2008). Dalam penelitian ini, subyek yang akan digunakan adalah siswa SMK. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa adalah subjek belajar yang menempati posisi sentral kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga SMK.

Siswa SMK termasuk dalam usia remaja. Pada masa remaja ini, banyak perubahan yang terjadi pada masing-masing individu. Mulai dari perubahan secara fisik, kognitif, serta sosial dan emosional. Perubahan fisik yang terjadi antara lain perubahan hormonal. Perubahan yang paling menonjol pada remaja perempuan adalah pertambahan tinggi badan yang cepat, menarche, pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut kelamin. Sedangkan perubahan paling menonjol pada remaja laki-laki adalah pertumbuhan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan (Santrock, 2005).

Di sisi lain, ada aspek-aspek psikologis yang menyertai perubahan-perubahan fisik. Salah satu hal yang paling terlihat tentang aspek psikologis dari perubahan fisik ketika memasuki masa remaja adalah bahwa remaja mulai disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka (Santrock, 2005). Berkembangnya fisik pada remaja akan mempengaruhi kebutuhan-kebutuhan remaja. Seperti misalnya kebutuhan-kebutuhan akan penampilan yang semakin diperhatikan. Sebagian besar remaja akan merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Remaja selalu ingin berusaha untuk memperbaiki penampilan mereka. Keprihatinan timbul dalam diri remaja ketika ada kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Para remaja menyadari bahwa mereka yang berpenampilan menarik akan diperlakukan dengan lebih baik daripada yang kurang menarik. (Hurlock, 2005).

Selain mempengaruhi kebutuhan-kebutuhan remaja, perkembangan fisik juga akan mempengaruhi identitas diri remaja, termasuk bagaimana remaja bersosialisasi dengan teman-teman seusianya. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan teman sekelompok memang masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, lambat laun remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman lainnya dalam segala hal, seperti sebelumnya. Identitas diri yang dicari oleh remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan fisik, perkembangan kognitif pada remaja mulai berubah. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis. Remaja lebih mampu untuk menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang dipikirkan orang lain tentang diri mereka, serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial. Pemikiran remaja mulai berallih ke pemikiran operasional formal. Pemikiran operasional formal berlangsung dari usia 11 tahun hingga 15 tahun (Piaget, dalam Santrock, 2005). Pemikiran operasional formal lebih abstrak dari pemikiran seorang anak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran mereka. Sebaliknya, remaja dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotesis, dan penalaran-penalaran yang benar-benar abstrak. Remaja melihat orang lain dan dirinya sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya. Terutama dalam hal cita-cita. Selain itu, remaja mulai berpikir logis. Mereka mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan masalah tersebut. Pemikiran tersebut sering disebut Piaget sebagai ”pemikiran deduktif hipotesis” (Santrock, 2005).

Pada masa remaja merupakan masa di mana pengambilan keputusan meningkat. Remaja mengambil keputusan mengenai teman sebaya mana yang akan dipilih, masa depan (karier), apakah harus kuliah ataukah langsung bekerja setelah lulus sekolah, dan lain sebagainya. Kemampuan dalam mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan itu akan

diterapkan dalam dunia nyata. Hal ini disebabkan luasnya pengalaman itu sangat penting dalam proses tersebut. Remaja perlu banyak peluang untuk mempraktekkan dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis. Kesalahan pengambilan keputusan pada remaja kemungkinan terjadi ketika dalam kenyataan, hal yang menjadi masalah adalah orientasi masyarakat terhadap remaja dan kegagalan untuk memberi pilihan-pilhan yang memadai bagi remaja (Santrock, 2005).

Perkembangan lain yang terlihat pada remaja adalah perkembangan sosial dan emosi. Secara sosial, relasi remaja dengan teman atau kelompok sebaya menjadi lebih luas. Remaja meluangkan waktu lebih banyak untuk bergaul dengan teman sebaya. Hal ini menyebabkan remaja mulai tergabung dengan kelompok-kelompok dan Klik. Kesetiaan remaja dalam kelompok, klik, klub, organisasi, dan tim memiliki peran kendali yang sangat kuat terhadap kehidupan banyak remaja (McLellan, Haynie, & Strouse, 1993, dalam Santrock, 2005). Peran kendali tersebut bisa berkaitan dengan pemikiran remaja mengenai masa depan mereka. Semakin banyak teman dan relasi, remaja semakin bisa untuk berpikir secara luas mengenai masa depannya, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana remaja berpikir dalam pengambilan keputusan setelah lulus sekolah pada nantinya.

Secara emosi, masa remaja disebut sebagai masa ”badai dan tekanan”, yaitu suatu masa di mana kematangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi tersebut pada umumnya disebabkan para remaja baik laki-laki maupun perempuan berada

dalam suatu tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan pada masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi hal tersebut. Pada periode ini, remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan emosi yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara (ngambek), atau dengan suara keras mengkritik orang yang menyebabkan amarah. Bila seorang remaja ingin mencapai kematangan emosi, maka remaja perlu untuk melakukan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada masa remaja terjadi beberapa perkembangan dalam diri individu, yaitu perkembangan secara fisik, kognitif, sosial dan emosi. Perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masa remaja tersebut mempengaruhi perkembangan individu di masa selanjutnya, termasuk masa-masa di mana seorang individu harus melakukan pengambilan keputusannya mengenai karier yang akan dipilihnya.

Dokumen terkait