• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Uji Sitotoksik Ekstrak Etil Asetat Daun Keladi tikus Terhadap

Daya antikanker ekstrak etil asetat daun keladi tikus terhadap sel kanker kolon WiDr dalam penelitian ini diketahui melalui pengujian efek ekstrak terhadap sel kanker kolon WiDr dengan melihat korelasi antara log konsentrasi ekstrak dan viabilitas sel. DMSO dipilih sebagai pelarut ekstrak karena telah digunakan secara luas dan tidak mempengaruhi pertumbuhan sel ataupun bersifat sitotoksik. Hal ini telah diteliti oleh Violante, Zerrouk, Richard, Provot, Chaumeil,

and Arnaud (2005) yang meneliti tentang daya sitotoksik DMSO terhadap sel tumor kolon CaCo2 dan hasilnya tidak ditemukan efek sitotoksik terhadap sel dengan kadar DMSO 10%. Menurut Sarir (2005), kematian sel yang terjadi setelah penambahan DMSO diakibatkan karena nutrisi dalam media telah habis atau kepadatan sel yang terlalu rapat.

Biakan sel kanker kolon WiDr ditumbuhkan dalam media kultur yang mengandung antibiotik (penisilin-streptomisin), dan antifungal (Fungizone) untuk mencegah terjadinya kontaminasi akibat bakteri dan jamur, FBS yang mengandung hormone yang mampu memacu pertumbuhan sel dan juga berperan dalam transport protein, mineral, dan lemak, dan RPMI yang berfungsi untuk menyediakan nutrient untuk pertumbuhan sel yaitu asam amino, vitamin,

garam-garam anorganik dan glukosa agar sel dapat tumbuh dengan baik (Freshney, 2011).

Orientasi dalam uji MTT dilakukan untuk menentukan rentang konsentrasi sampel yang akan digunakan. Orientasi dilakukan dengan empat rentang konsentrasi yang berbeda. Rentang konsentrasi yang pertama adalah 10.000; 1000; 100; 10; 10; 1; 0,1; 0,01. Ekstrak yang terlalu pekat pada konsentrasi tertinggi pada rentang ini menyebabkan terbacanya absorbansi ekstrak oleh ELISA reader. sehingga hasilnya tidak valid dan kemudian dilakukan orientasi dengan rentang konsentrasi kedua yang lebih rendah yaitu 5000; 1000; 100; 10; 1; 0,1; 0,01. Hasil yang didapatkan pada rentang konsentrasi ini masih tidak valid karena ekstrak masih terlalu pekat sehingga absorbansinya terbaca oleh

ELISA reader.

Rentang konsentrasi ketiga dalam penelitian ini dari yang terkecil sampai terbesar adalah 1; 10; 400; 100; 1000; 1200; dan 1500 g/mL. Pada rentang ini masih terdapat ekstrak yang terbaca absorbansinya, tetapi tidak sebesar konsentrasi sebelumnya. Konsentrasi ini dipilih agar kurva antara viabilitas sel dan log konsentrasi ekstrak yang terbentuk berupa kurva sigmoid, yang menggambarkan aktivitas enzim suksinat dehidrogenase (Gambar 6). Metode MTT dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etil asetat daun keladi tikus terhadap viabilitas sel kanker kolon. Metode ini dipilih karena sensitif, relatif cepat dan mudah dilakukan (Sieuwerts et al, 1995). Pencucian suspensi sel dengan PBS dilakukan setelah perlakuan sampel uji terhadap suspensi sel dan telah diinkubasikan selama 24 jam. Proses metabolisme oleh enzim suksinat

dehidrogenase dilakukan sel hidup terhadap MTT yang ditambahkan dan setelah dilakukan inkubasi menghasilkan warna ungu yang berbanding lurus dengan jumlah sel yang masih hidup. Warna ungu ini menandakan adanya perubahan MTT menjadi kristal formazan yang berwarna ungu.

Pembacaan hasil dilakukan dengan menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 595 nm, yaitu pada panjang gelombang maksimal kristal formazan. Terdapat nilai minus yaitu pada konsentrasi 1000 g/mL replikasi I dan II yang kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh adanya kontaminasi yang terjadi pada kontrol media, perbedaan kepadatan sel antar sumuran, dan adanya sampel yang ikut terbawa masuk ke kontrol media sehingga kontrol media menunjukan absorbansi yang lebih besar daripada perlakuan, sehingga hasil perhitungan viabilitas sel bernilai minus.

Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan program R, dan didapatkan nilai IC50 sebesar 102 g/mL. Menurut Ueda et al (2002) nilai IC50 dibawah 100 g/mL menunjukan bahwa ekstrak tersebut memiliki potensi sebagai anti kanker. Potensi ekstrak sebagai antikanker digolongkan dalam tiga tingkat, yaitu kuat (IC50<20), sedang (IC50<50) dan lemah (IC50>50) (Ellithey, Lall, Hussein, and

Meyer, 2013). Ekstrak etil asetat daun keladi tikus berpotensi sebagai antikanker namun memiliki kekuatan yang lemah terhadap sel kanker kolon WIDr.

Gambar 6. Kurva hubungan viabilitas sel vs log konsentrasi ekstrak keladi tikus Dilihat dari morfologi selnya, sel yang mati terlihat lebih gelap, terlihat dekat dengan lensa karena mengambang (tidak menempel pada dasar plate), tidak saling menempel dan batas antar sel tidak jelas. Sel yang masih hidup memiliki ciri berwarna lebih cerah karena sitoplasmanya masih mengandung cairan sitoplasma yang dapat meneruskan cahaya dari mikroskop inverted, menempel satu dengan yang lain, berbentuk bulat dan terlihat menempel di dasar plate. Sel yang mengalami perubahan morfologi ditunjukkan oleh anak panah berwarna merah, sedangkan sel normal ditunjukan oleh anak panah berwarna oranye pada gambar 7. Aktivitas antikanker ekstrak etil asetat daun keladi tikus memiliki pola

dose dependent, yaitu viabilitas sel akan menurun seiring kenaikan konsentrasi sampel, kecuali pada seri konsentrasi yang paling tinggi, yaitu didapatkan viabilitas sel yang justru meningkat. Hal ini disebabkan karena sampel yang terlalu pekat, sehingga meskipun telah dicuci oleh PBS tetap meninggalkan bekas di dalam well plate dan menyebabkan absorbansi yang lebih tinggi.

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 viab il it as s el ( % ) log konsentrasi

Setelah pemberian MTT, perbedaan morfologi sel dapat semakin terlihat. Sel-sel yang masih hidup dapat mengubah MTT menjadi kristal formazan berwarna biru keunguan sedangkan pada sel yang mati tidak ditemukan adanya perubahan yang menimbulkan warna. Reagen stopper ditambahkan untuk melarutkan kristal formazan. Kontrol sel memiliki intensitas warna yang paling tinggi dan jika dibandingkan dengan perlakuan, intensitas warnanya semakin menurun seiring kenaikan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Intensitas warna ini akan terbaca oleh ELISA reader, dan hasilnya akan berbanding lurus dengan viabilitas sel.

(A) (B) (C)

(D)

Gambar 7. Efek sitotoksik ekstrak daun keladi tikus terhadap sel WiDr.

Pada konsentrasi ekstrak 1500 g/mL (A), dan 1200 g/mL, (B), tidak teramati bentuk sel karena tertutup oleh sampel yang pekat. Pada konsentrasi 200 g/mL (C), terlihat beberapa sel mengalami

perubahan morfologi dan pada konsentrasi 1 g/mL (D), tidak ditemukan perubahan morfologi. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop inverted perbesaran 400x.

Aktivitas antikanker dari tanaman keladi tikus juga dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya, yaitu terhadap sel kanker rahim HeLa (Da’i et al, 2007), dan terhadap sel kanker leukemia P338 (Choo et al., 2001).

C. Uji Apoptosis Ekstrak Etil Asetat Daun Keladi Tikus dengan Metode

Dokumen terkait