• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yang terdiri dari 18 indikator. Indikator yang terdiri atas (1) Pelayanan Kesehatan Dasar dengan 14 indikator, (2) Pelayanan Kesehatan Rujukan dengan 2 indikator, (3) Penyelidikan Epidemiologi dan penaggulangan KLB dengan 1 indikator, (4) Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dengan 1 indikator.

Situasi derajat kesehatan dapat dinilai dengan beberapa indikator. Indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian seperti Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI) serta angka kesakitan beberapa penyakit.

Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tidak hanya dari kesehatan saja seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.

Adapun situasi indikator yang ada di Kabupaten Jepara sebagai berikut: A. ANGKA KEMATIAN

Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka Kematian merupakan salah satu alat untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, serta kondisi lingkungan fisik dan biologi secara tidak langsung. Disamping itu dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan dengan melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu Angka Kematian Neonatal (AKN) per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Anak Balita (AKABA) per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Ibu (AKI) per

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 11 100.000 kelahiran hidup. Besarnya tingkat kematian yang terjadi pada periode terakhir dapat dilihat dari uraian sebagai berikut :

1. Angka Kematian Neonatal

Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan jumlah kematian bayi umur < 28 hari (0 – 28 hari) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKN menggambarkan tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk ANC, pertolongan persalinan, dan postnatal ibu hamil. Semakin tinggi AKN, semakin rendah tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Gambar 3.1

Angka Kematian Neonatal di Kabupaten Jepara Tahun 2014 – 2015

AKN di Kabupaten Jepara dibandingkan tahun 2014 terjadi penurunan. Pada tahun 2015 ini sebesar 4,74 per 1.000 kelahiran hidup. AKN pada anak laki-laki lebih tinggi yaitu 5,50 per 1.000 sedangkan pada anak perempuan 3,95 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Neonatal tertinggi terjadi di wilayah Puskesmas Batealit, Mlonggo dan Nalumsari (tabel 5).

2. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian bayi (AKB) merupakan banyaknya kematian bayi umur kurang dari 1 tahun (0–11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.

5,77 4,74 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 2014 2015 AKN

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 12

Gambar 3.2

Angka Kematian Bayi di Kabupaten Jepara Tahun 2011 – 2015

Hasil dari rekapitulasi puskesmas, AKB tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana tahun ini AKB sebesar 6,35 dengan kematian bayi 134 dari 21.116 kelahiran hidup (tabel 4 dan 5).

AKB tahun 2015 ini telah memenuhi target MDGs ke-4 tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup serta target RAD MDGs Propinsi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 8,7.

3. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita (0–5 th) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA mempunyai manfaat untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan kesehatan anak balita, mengetahui tingkat pelayanan KIA/posyandu, mengetahui tingkat keberhasilan program KIA/posyandu serta menilai kondisi dan sanitasi lingkungan.

9,69 10,02 9,13 7,01 6,35 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 2011 2012 2013 2014 2015 AKB target MDG's 2015 =23

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 13 Jumlah kematian balita di Kabupaten Jepara ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.3

Jumlah Kematian Balita di Kabupaten jepara Tahun 2011 – 2015 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah kematian 235 230 203 162 156 Kelahiran hidup 21.772 21.564 20.912 20.978 21.116

Jumlah kematian balita tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (tabel 3.3) yaitu sebanyak 156 anak. Jumlah kematian diatas dapat dihitung AKABA yang tersaji dalam gambar dibawah.

Gambar 3.3

Angka Kematian Balita di Kabupaten Jepara Tahun 2011 – 2015

AKABA tahun 2015 sebesar 7,39 per 1.000 kelahiran hidup, terjadi penurunan dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya dan menjadi AKABA terendah sejak tahun 2011 (tabel 4 dan 5). Bila dibandingkan dengan target MDGs ke-4 tahun 2015 yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup

10,79 10,66 9,71 7,72 7,39 0 5 10 15 20 25 30 35 2011 2012 2013 2014 2015 AKABA target MDGs 2015=32

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 14 dan RAD MDGs Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 sebesar 11,9 AKABA di Kabupaten Jepara telah memenuhi target.

4. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka kematian ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi oleh ibu selama kehamilan sampai dengan paska melahirkan yang dipengaruhi oleh : status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetrik. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula.

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti seperti kecelakaan, terjatuh dll.

AKI di Kabupaten Jepara tidak dihitung karena faktor pembandingnya adalah 100.000 jumlah kelahiran hidup, sedangkan di Kabupaten Jepara jumlah kelahiran hidup kurang dari 100.0000 kelahiran hidup.

Data yang tersaji selama kurun waktu 2011 sampai dengan 2015 adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Jumlah Kematian Ibu Dibandingkan dengan Jumlah Kelahiran Hidup di Kabupaten Jepara Tahun 2011 s/d 2015

2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah kematian 24 21 26 19 11

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 15 \

G1G

Dari grafik diatas terlihat bahwa kematian pada saat nifas dalam 4 tahun sebelumnya sangat mendominasi dan pada tahun 2015 terjadi penurunan yang cukup signifikan hal ini dikarenakan adanya :

 Monitoring perawatan paska persalinan > 24 jam di semua fasilitas

kesehatan

 Feed back rujukan ke bidan desa (dari RS) terutama kasus risti

 Pengawalan lebih intensif oleh bidan desa (tupoksi)

 Peningkatan koordinasi dan komunikasi antara RS, puskesmas dan

bidan desa

Pada tahun 2015, terjadi kematian ibu sebanyak 11 orang dari 21.116 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 19 kasus terjadi penurunan yang cukup signikan 8 kasus. Dari 11 kematian ini, paling banyak adalah ibu berumur 20-34 tahun sebanyak 8 orang atau 72,72% (tabel 6). Penyebab kematian ibu tahun 2015 adalah : 3 kasus (27,27%) karena hipertensi dalam kehamilan seperti preeklamsi dan eklamsi, 3 kasus (27,27%) faktor lain, 2 kasus (18,18%) karena perdarahan dan 2 kasus (18,18%) karena infeksi dan 1 kasus (9,09) karena jantung. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 TH 2011 TH 2012 TH.2013 TH. 2014 TH. 2015 4 4 9 8 5 2 4 1 4 0 18 13 16 7 6

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 16 B. ANGKA KESAKITAN

1. Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs.

Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Kegagalan pengobatan TB sebagian besar karena pasien berobat secara tidak teratur, sehingga menimbulkan kasus-kasus Multy Drug Resistence(MDR) maupun Xaviare Drug Resistence (XDR).

a. Case Notification Rate (CNR) Kasus Baru BTA (+)

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Angka Notifikasi Kasus TB/Case Notification Rate (CNR) yaitu angka yang menunjukkan jumlah pasien TB yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk pada satu periode di suatu wilayah. Penemuan kasus TB sekarang ini harus dilakukan secara aktif oleh petugas kesehatan tanpa meninggalkan penemuan secara pasif dimana penderita berobat ke pelayanan kesehatan. Karena bila tidak ditemukan kasusnya, akan menjadi sumber penularan yang laten (seumur hidup) dari penderita ke lingkungan sekitar para penderita tersebut.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 17 Untuk memastikan diagnosis TB harus dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis sebanyak 3 kali (SPS) yaitu:

 S (Sewaktu) yaitu dahak diambil di unit pelayanan kesehatan pada

waktu kunjungan pertama kali.

 P (Pagi) yaitu dahak diambil pagi hari berikutnya di rumah segera

setelah bangun tidur pagi, kemudian dibawa dan diperiksa di unit pelayanan kesehatan

 S (Sewaktu) adalah dahak diambil di unit pelayanan kesehatan pada

saat menyerahkan dahak pagi.

Dinyatakan TB BTA+ jika penemuan pasien TB melalui pemeriksaan dahak SPS dengan hasil pemeriksaan mikroskopis :

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif b. Terdapat 1 spesimen dahak SPS dengan hasil BTA positif dan foto

toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis

c. Terdapat 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya dengan hasil BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

Proporsi kasus baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA positif) diantara seluruh kasus TB paru yang tercatat di Kabupaten Jepara sebesar 44,54%. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan kasus baru TB paru BTA positif di Kabupaten Jepara lebih kecil dibandingkan dengan penemuan kasus baru TB paru BTA negatif dengan rontgen positif. Ini juga menunjukkan bahwa masih banyak kasus TB paru yang belum terobati dengan baik sehingga berpotensi menularkan TB paru di masyarakat.

Angka penemuan kasus baru TB Paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA positif) yang tercatat (Case Notification Rate/ CNR BTA positif) tahun 2015 di Kabupaten Jepara sebesar 47,97 per 100.000 penduduk (tabel 7).

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 18 Angka ini masih jauh dari target SPM nasional maupun kabupaten tahun 2015 sebesar 100%. Untuk Tahun 2014 adalah sebesar 42,88%.

Sedangkan proporsi kasus baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA positif) di antara seluruh kasus terduga (suspek) TB yang diperiksa dahaknya di Kabupaten Jepara sebesar 13,72% (tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa penjaringan kasus terduga (suspek) TB di Kabupaten Jepara sudah baik, karena proporsi kasus baru TB paru BTA positif antara 10 – 15%.

b. Case Notification Rate (CNR) seluruh kasus TB

CNR untuk semua kasus TB tahun 2014 di Kabupaten Jepara sebesar 96,25 per 100.000 penduduk (tabel 7). Angka tahun 2015 tidak data yang bisa dianalisis.

c. Proporsi Kasus TB anak 0 – 14 tahun

Tidak ada laporan adanya kasus TB pada anak umur 0 – 14 tahun di Kabupaten Jepara

d. Angka Keberhasilan Pengobatan Penderita TB Paru BTA positif

Penderita TB dinyatakan sembuh bila pasien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan hasil apusan dahak ulang (follow up) dengan hasil negatif pada akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. Indikator yang tertuang dalam kesembuhan ini disebut angka kesembuhan (Cure Rate/CR). Bila pasien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya, maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA (+) yang diobati disebut dengan keberhasilan pengobatan (Succes Rate).

Angka kesembuhan TB (Cure Rate) di Kabupaten Jepara sebesar 63,91 %. Hal ini menunjukkan angka kesembuhan TB belum memenuhi target minimal sebesar 85%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 19 TB (succes rate) Kabupaten Jepara sebesar 65,79%. Angka ini juga masih jauh dari angka target yaitu 90%.

2. Persentase Balita dengan Pneumonia

Diketahui bahwa ISPA mempunyai kontribusi 28% sebagai penyebab kematian pada bayi < 1 tahun dan 23% pada anak balita (1 - < 5 th) dimana 80% - 90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia.

Pneumonia balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru, ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan atau napas sesak pada usia balita (1 hr - < 5 tahun). Pneumonia sering terjadi pada balita dan merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3-10 jam bila tidak segera mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil rontgen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan jamur. Bakteri yang umum adalah Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,virus misalnya virus influensa. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS.

Balita tertular pneumonia disebabkan karena beberapa hal antara lain:

tertular oleh penderita batuk, imunisasi tidak lengkap,

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 20 secara berulang, tinggal di lingkungan yang tidak sehat dengan kepadatan penghuni yang berlebih.

Cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita adalah penemuan dan tatalaksana penderita Pneumonia Balita yang mendapatkan antibiotik sesuai standar atau pneumonia berat dirujuk ke rumah sakit di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Gambar 3.5

Cakupan Penanganan Kasus Pneumonia di Kabupaten Jepara Tahun 2011 s/d 2015

Perkiraan jumlah kasus pneumonia balita adalah 10% dari jumlah balita yang ada. Di Kabupaten Jepara perkiraan kasus pneumonia di tahun 2015 adalah 11.883 kasus dengan kasus yang tertangani sebanyak 1.037 kasus sehingga cakupan penanganan kasus pneumonia hanya sebesar 8,73% (tabel 10). Cakupan ini jauh dibawah target SPM tahun 2015 yaitu 100%.

3. Prevalensi HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. 81,5 76,5 57,9 13,4 8,73 2011 2012 2013 2014 2015 Cakupan Pneumonia target SPM 100 %

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 21 Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah infeksi HIV.

Penderita HIV positif adalah seseorang yang telah terinfeksi virus HIV, dapat menularkan penyakitnya walaupun nampak sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit apapun. Sedangkan pengertian penderita AIDS adalah seseorang yang menunjukkan tanda-tanda dari sekumpulan gejala penyakit yang memerlukan pengobatan, setelah sekian waktu terinfeksi HIV. Perjalanan waktu sejak seorang penderita tertular HIV hingga menderita AIDS dapat berlangsung lama, antara 3 sampai 10 tahun tergantung dengan daya tahan tubuh penderita.

Pada stadium awal orang yang terinfeksi virus HIV pada 12 minggu pertama akan mengalami masa ”periode jendela”, artinya bila dilakukan test HIV belum terbentuk antibodi sehingga hasilnya masih negatif, tetapi orang tersebut sudah dapat menularkan ke orang lain. Pada stadium berikutnya biasanya tanpa gejala, tetapi orang tersebut sangat potensial untuk menularkan HIV kepada orang lain.

Cara penularan HIV melalui 3 cairan yaitu: cairan darah (lewat tranfusi, pengguna suntikan bersama-sama, kegiatan medis dengan alat tusuk dan iris yang tercemar HIV), cairan sperma dan vagina (hubungan seks kedalam vagina atau anus), cairan air susu ibu (penularan dari ibu ke janin selama kehamilan, persalinan atau menyusui). Tidak pernah dilaporkan penularan melalui air

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 22 mata, keringat, air liur/ludah, air kencing dan melaui perantara nyamuk. HIV tidak menular melalui jabat tangan, makan bersama, renang dan kontak sosial lainnya. Demikian juga kontak serumah dengan pemakaian piring, alat makan lainnya atau makan bersama-sama.

Sesuai kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, seluruh penderita HIV/AIDS harus mendapatkan pelayanan sesuai standar. Tatalaksana penderita HIV/AIDS meliputi Voluntary Counseling Testing (VCT) yaitu tes konseling secara sukarela, perawatan orang sakit dengan HIV/AIDS, pengobatan Anti Retroviral (ARV), pengobatan infeksi oportunistik, dan rujukan kasus spesifik.

Gambar 3.6

Distribusi Penderita HIV/AIDS menurut Kecamatan Di Kabupaten Jepara Tahun 2015

Jumlah kasus baru HIV/AIDS tahun 2015 sebanyak 103 orang, dengan rincian 66 kasus HIV dan 37 kasus AIDS. Terjadi kesamaan penemuan kasus baru dibanding tahun 2014 yaitu sebesar 103 kasus (tabel 11). Untuk Kasus AIDS baru, Kabupaten Jepara masuk dalam peringkat ke-3 dan kasus HIV baru peringkat ke-4 terbesar di Provinsi Jawa Tengah.

Adanya trend kenaikan kasus HIV/AIDS perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tindakan yang telah dilakukan adalah dengan

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 23 kegiatan skrining darah donor melalui PMI. Jumlah pendonor di Kabupaten Jepara tahun 2015 sebanyak 13.128 dan seluruhnya (100%) darah donor tersebut dilakukan skrining HIV. Dari seluruh darah donor yang diperiksa, sebanyak 7 orang (0,05%) positif HIV, terdiri dari 6 orang laki-laki dan 1 orang perempuan (tabel 12).

Selain skrining donor darah juga dilakukan pengambilan sampel di lokalisasi yang tersebar di Kabupaten Jepara serta pengawasan yang melekat terhadap warga Jepara yang bekerja di luar Kabupaten Jepara yang berisiko tinggi.

Tabel 3.7

Penderita HIV/AIDS Kabupaten Jepara Tahun 1997 – 2015

No Kecamatan

Jenis Kelamin

Kondisi Saat

Ditemukan Kondisi Saat Ini Total

L P HIV AIDS Meninggal Hidup Penderita

1 Jepara 37 23 33 27 19 41 60 2 Tahunan 13 15 5 22 7 21 28 3 Batealit 18 13 12 19 13 18 31 4 Kedung 21 29 16 34 12 38 50 5 Pecangaan 23 25 19 29 11 37 48 6 Kalinyamatan 4 12 3 13 3 13 16 7 Welahan 12 8 7 13 5 15 20 8 Mayong 10 5 4 11 4 11 15 9 Nalumsari 10 8 7 11 6 12 18 10 Mlonggo 24 30 17 37 19 35 54 11 Pakis Aji 20 18 13 25 10 28 38 12 Bangsri 24 45 25 44 26 46 69 13 Kembang 15 41 20 36 15 41 56 14 Keling 6 34 20 20 18 22 40 15 Donorojo 13 42 26 29 17 38 55 16 Karimunjawa 2 3 4 1 1 4 5 Jumlah 252 351 232 371 186 417 603

Menurut perhitungan estimasi di Jawa Tengah, Kabupaten Jepara tahun 2015 ditarget menemukan kasus HIV AIDS sebanyak 110 penderita, dan kumulatif sampai tahun 2015 sejumlah 549 penderita. Dengan demikian Kabupaten Jepara sudah melampaui target MDGs yang ditetapkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

Sebagian penderita ditemukan dalam kondisi AIDS, yang berarti terjadi keterlambatan dalam penemuan deteksi secara dini. Salah satu

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 24 penunjangnya karena banyak dari warga Jepara yang bekerja di luar Jepara dan kembali dengan membawa AIDS dengan jumlah akumulasi total kasus dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2015 pada waktu ditemukan kasus AIDS sebesar 371 kasus dan HIV positif 232 kasus sehingga kasus HIV/AIDS berjumlah 603 tersebar di semua kecamatan dengan jumlah penderita meninggal 186 orang (30,84%). Dari penderita AIDS yang masih hidup, 171 penderita (41,07%) telah mendapatkan obat Anti Retro Viral (ARV) yang difasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. Dilihat dari jenis kelamin, penderita HIV/AIDS di Kabupaten Jepara didominasi oleh perempuan ( 52,2% ) dibanding laki-laki ( 41,79%).

Gambar 3.8

Distribusi Penderita HIV/AIDS menurut Umur Di Kabupaten Jepara Tahun 1997 s/d 2015

Distribusi menurut umur sebagian terbesar pada golongan usia produktif 26-40 tahun (57,8%). 0-5 th 5,8% 6-15 th 1,6% 16-25 th 17,2% 26-40 th 57,8% 41-60 th 17,40% > 60 th 0,2%

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 25 Berdasarkan proporsi penderita HIV/AIDS menurut faktor risiko:

Gambar 3.9

Proporsi Penderita HIV/AIDS menurut Faktor Risiko Di Kabupaten Jepara Tahun 1997 s/d 2015

Proporsi menurut faktor risiko tertular HIV, sebagian besar ditularkan melalui hubungan heterosex sebanyak 532 kasus, homosex 22 kasus, perintal 44 kasus, dan penularan melaui jarum suntik (Injection Drug User) sebesar 5 kasus.

Dilihat dari proprosi menurut jenis pekerjaan:

Gambar 3.10

Proporsi Penderita HIV/AIDS menurut Pekerjaan Di Kabupaten Jepara Tahun 1997 s/d 2015

Heterosex 88,4% Homosex 4% Perinatal 7% IDU 1,6% IRT 31,3% PSK 15,9% Buruh 11,3% Swasta 27,4% Lain-Lain 3,3% Nelayan 0,8% Narapidana 0,2% Sopir 2,5% Anak 7,3%

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2015 26 Proporsi terbesar penderita HIV/AIDS menurut pekerjaan tahun 2015 terbesar diderita oleh Ibu Rumah Tangga yaitu sebesar 31,3% (189 kasus). Selanjutnya dari kalangan swasta sebesar 27,4% (165 kasus), Pekerja Seks Komersil/PSK 15,9% (96 kasus), buruh 11,3% (68 kasus), anak-anak 7,3% (44 kasus), lain-lain 3,3% (20 kasus), sopir 2,5% (15 kasus), dan nelayan 1,0% (5 kasus) dan narapidana 0,2% (1 kasus). 4. Jumlah Kasus Sifilis

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri spiroset Treponema pallidum sub-spesies pallidum. Rute utama penularannya melalui kontak seksual; infeksi ini juga dapat ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan terjadinya sifilis kongenital. Sifilis diyakini telah menginfeksi 12 juta orang di seluruh dunia pada tahun 1999, dengan lebih dari 90% kasus terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2015 di Kabupaten Jepara terdapat 9 kasus terdiri dari 6 laki-laki dan 3 perempuan. Kelompok umur terkena terbanyak adalah umur 25 – 49 tahun sebanyak 8 kasus atau 88,89% (tabel 11).

5. Persentase Balita dengan Diare Ditangani

Diare diartikan dengan berak-berak yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berbentuk encer. Gejala yang timbul adalah frekuensi berak lebih dari biasanya, tinja lembek atau cair, mulas, sakit perut, terdapat lendir dengan atau tanpa darah (disentri), berak cair seperti air cucian beras (kholera). Akibat dari diare akan mengakibatkan kekurangan cairan dalam tubuh dan garam-garaman, semakin lama diare semakin cepat seseorang kekurangan cairan tubuh (dehidrasi).

Persentase cakupan diare yang ditangani dihitung dengan rumus jumlah diare yang ditangani dibagi dengan jumlah perkiraan penderita diare

Dokumen terkait