• Tidak ada hasil yang ditemukan

Goa Gajah terletak di Banjar Goa Desa Bedulu Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar, jaraknya sekitar 25 km dari Kota Denpasar. Situs ini berada di tebing bagian timur sungai Petanu, yang secara geografis terletak pada koordinat 8o 31’ 24. 38” LS, 115o 17’ 13. 20” BT, dan pada ketinggian 164 meter di atas permukaan laut.

Situs Goa Gajah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian utara dan bagian selatan. Di bagian utara terdapat bangunan goa dan petirtaan. Bangunan goa terletak di sisi utara menghadap ke selatan yang dipahat pada tebing batu cadas. Pintu masuk goa berbentuk segi empat panjang. Di atas ambang pintu goa terdapat hiasan muka raksasa dengan ciri-ciri: mata melotot, hidung besar, memperlihatkan gigi dan taring. Pada sisi luar goa terdapat pahatan yang menggambarkan daun-daunan, binatang (kera, babi), dan raksasa. Pada dinding sebelah timur pintu masuk goa terdapat dua baris

tulisan Kediri Qwadrat. Tulisan bagian atas berbunyi “Kumon” dan tulisan bagian bawah berbunyi “Sahy (w) angsa”. Berdasarkan studi paleografi, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke 11 M (Stutterheim, 1929: 75-76; Goris, 1954: 24)

Pintu masuk goa di Situs Goa Gajah Kompleks Situs Goa Gajah dan lingkungannya

Goa gajah sesungguhnya merupakan lorong berbentuk huruf T yang panjangnya sembilan meter. Pada dinding - dinding lorong terdapat lima belas ceruk pertapaan. Diantara ceruk-ceruk itu ada yang diisi arca. Pada ceruk dinding utara terdapat fargmen arca, ceruk sebelah barat terdapat arca ganesa, dan ceruk sebelah timur berisi tiga buah lingga yang ditempatkan dalam satu lapik.

Di bagian depan goa terdapat benda cagar budaya antara lain: arca ganesa, arca pancoran, arca raksasa, dan fragmen bangunan. Di sebelah barat goa terdapat sebuah pelinggih disebut Pelinggih Hariti. Di dalam pelinggih tersebut terdapat tiga buah arca yaitu: arca hariti (budha), arca ganesa, dan arca raksasa jongkok.

Bangunan Petirtaan berada di sebelah selatan Goa, tepatnya di tengah-tengah halaman dengan posisi agak rendah. Bangunan ini dibatasi oleh tembok keliling, dengan dua pintu masuk yaitu di sebelah barat dan di sebelah selatan. Bentuk Petirtaan terdiri atas dua kolam yang dibatasi tembok rendah dan di bagian tengah terdapat pelataran. Pada masing-masing kolam terdapat tiga arca pancoran yang ditempatkan pada dinding sebelah timur. Ciri-ciri arca digambarkan sebagai berikut. Arca berdiri di atas padmasana, kedua tangan ditekuk ke depan (di depan pusar) memegang kendi sebagai tempat saluran air. Dari penggambarn buah dada dapat diketahui bahwa arca pancuran tersebut adalah arca laki-laki dan perempuan. Arca laki-laki ditempatkan di tengah yang diapit oleh arca perempuan. Berdasarkan studi ikonografi, arca pancuran di Goa Gajah menunjukkan persamaan langgam dengan arca pancuran di Candi Belahan (Jawa Timur) yang diduga berasal dari abad ke 11M (Kempers, 1959).

Arca Pancuran di Petirthaan Situs Goa Gajah

Di bagian selatan situs ini terdapat beberapa peninggalan Budha. Bentuk-bentuk cagar budaya yang ditemukan antara lain: relief stupa dan relief hiasan, fragmen arca budha, dan ceruk pertapaan. Relief stupa dan relief hias dipahat

pada batu cadas, dan merupakan reruntuhan sebuah bangunan. Variasi bentuk Relief tersebut adalah berbentuk stupa payung bersusun tiga belas, relief stupa bercabang tiga, dan relief hias berupa sulur daun-daun, relief burung, dan ceplok bunga. Di sebelah barat dari reruntuhan relief stupa terdapat sebuah ceruk pertapaan yang di pahat pada cadas. Sedangkan di sebelah tenggara relief stupa terdapat sebuah fragmen arca budha yang diletakkan di dalam pura pada salah satu pelinggih. Arca tersebut tidak berkepala, digambarkan duduk di atas lapik dengan sikap padmasana, sikap tangannya dhyana mudra (sikap semadi). Di sebelah fragmen arca tersebut terdapat sebuah arca budha yang masih utuh, tetapi arca tersebut hilang pada tanggal 19 Januari 1990 dan sampai saat ini belum ditemukan (Suantra & Muliarsa, 2006: 33-59). Berdasarkan studi ikonografi, arca Budha di Goa Gajah menunjukkan persamaan langgam dengan arca Budha di Candi Borobudur (Jawa Tengah) yang diperkirakan berasal dari abad ke 8-9 (Stutterheim, 1929: 160).

Fragmen stupa tumpang 13 di Situs Goa Gajah bagian selatan

Temuan cagar budaya di Situs Gua Gajah memberikan gambaran situs ini memainkan peranan penting pada abad VIII-XI masehi. Situs Goa Gajah menunjukkan adanya nilai toleransi beragama (sinkritisme) antara Agama Hindu (bersifat Ciwaistis) dan Agama Budha (Budhis). Unsur Ciwa diwakili oleh temuan tri lingga, arca ganesa, dan arca pancoran, sedangkan unsur Budha berupa arca hariti, arca budha, dan relief stupa. Berdasarkan temuan cagar budaya yang menunjukan pengaruh unsur Agama Hindu dan Budha pada satu situs dapat dikatakan bahwa nilai toleransi beragama telah berkembang subur pada abad VIII-IX di Bali.

Sampai sekarang situs Goa Gajah masih difungsikan oleh masyarakat sebagai media pemujaan untuk mohon keselamatan dan kesuburan. Khusus untuk arca Trilingga dan arca Ganesa di dalam goa diyakini dapat menyembuhkan penyakit. Arca Hariti dipercaya sebagai media untuk mohon anak bagi pasangan yang belum memiliki keturunan. Air yang keluar dari arca pancuran juga dipercaya sebagai air suci untuk pensucian diri (penglukatan), dan bahkan dipercaya sebagai air untuk awet muda. Tidaklah mengherankan jika air yang keluar dari pancuran ini juga menjadi salah satu daya tarik wisatawan manca negara dan domestik untuk berkunjung ke obyek wisata Goa gajah. Kenyataan ini membuktikan kearifan religius magis Situs Goa Gajah tetap terjaga sampai sekarang.

Pembangunan petirthaan di Situs Goa Gajah ternyata memanfaatkan dan mengelola sumber air (mata air) yang ada di sekitar situs. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Peneliti Balai Arkeologi Denpasar menghasilkan temuan bahwa sumber air di Goa Gajah berasal dari mata air yang ada di lereng bukit sebelah timur situs. Mata air tersebut disalurkan melalui parit-parit ke petirthaan (arca pancuran) dan kemudian disalurkan kembali ke sungai. Melalui sistem pengelolaan air dan drainase yang baik nenek moyang masa lalu telah mampu memanfaatkan sumber air tersebut yang berimplikasi terhadap pelestarian lingkungan sampai sekarang. Masyarakat sekitar situs tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam termasuk sumberdaya air yang dianggap amat penting dari situs Goa Gajah ini.

Sebagai obyek wisata unggulan Kabupaten Gianyar, situs ini sudah terdaftar menjadi cagar budaya dan sudah mendapat perlakuan pelestarian. Selain konservasi yang telah dilakukan secara bertahap, sudah dilakukan pencegahan terhadap getaran jalan umum yang ada di atas situs ini. Jalan umum tersebut telah dipindahkan ke arah utara sehingga mengurangi getaran mobil terhadap situs Goa Gajah. Namun, situs Goa Gajah belum mendapat SK Penetapan dari yang berwewenang.