• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

C. Social Comparison

1. Social Comparison tubuh pada anak usia 8- 11 tahun

Social comparison bagi anak-anak adalah sesuatu yang penting sebagai landasan evaluasi diri pada anak, untuk mengukur kemampuan inelektualnya di sekolah (Dweek, Elliot dan Festinger, dalam Aboud, 1985). Ruble dan Frey (dalam Chayer dan Bouffard, 2010) mengatakan bahwa social comparisonsudah dimulai sejak usia pertengahan sekolah dasar, sekitar usia 8 tahun. Social comparison kemungkinan dapat membantu mereka menentukan tujuan dan aspirasi terutama yang berhubungan dengan sekolah

karena dalam melakukan perbandingan anak akan memadukan norma dan ekspektasi dalam hal perilaku dan kemampuan (Chayer dan Bouffard, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Buunk dkk (dalam Chayer dan Bouffard, 2010), menemukan bahwa anak usia 12 dan 13 tahun, membandingkan kemampuanya menggunakan tipe perbandingan upward comparison untuk meningkatkan performansinya dan memiliki acuan untuk mencapai target mereka. Upward comparison adalah perbandingan yang dilakukan oleh individu yang bertujuan untuk menaikan derajat diri dan memperbaiki diri, agar menjadi unggul dibandingkan dengan rekan-rekan lain. Kegagalan dalam memperbaiki diri akan berdampak kepada gangguan harga diri (Blechert, dkk 2009). Buunk (dalam Chayer dan Bouffard, 2010) juga menemukan bahwa banyak anak yang menggunakan tipe perbandingan upward comparison yang mengalami frustasi, malu dan cemburu ketika tidak mampu mencapai target mereka. Anak-anak tidak terus menggunakan upward comparison, Buunk dan Ybema (dalam Chayer dan Bouffard, 2010) juga menemukan, terkadang anak menggabungkan upward comparison dan downward comparison dalam suatu social comparison. Sebagai contoh, anak membandingkan kemampuannya dengan teman yang lebih pintar dikelas, sekaligus juga membandingkan dirinya dengan teman yang tidak pintar dikelas. Will (1981) mengungkap downward comparison adalah ketika seseorang melihat orang lain atau kelompok yang dianggap lebih buruk dari diri mereka dengan tujuan agar individu merasa lebih baik tentang dirinya . Blechert (2009) menjelaskan bahwa umumnya orang yang

menggunakan tipe downward comparison, memiliki tujuan melindungi diri, sebab downward dapat meningkatkan harga diri dan efek postif pada diri individu. Wills (1981) menjelaskan kecenderungan membandingkan dengan “target” yang lebih buruk dari individu karena ada efek ketakutan, proyeksi, permusuhan daya tarik terhadap orang lain, prasangka sosial, agresi bermusuhan dan humor sehingga cenderung mengkambing hitamkan dan mencari rasa aman. Dampak daridownward comparisonlebih banyak postif, sebab anak akan merasa bahagia dan bangga pada dirinya, tetapi juga bisa berdampak negatif seperti kekhawatirannya menjadi seperti target pembandingnya (Buunk dan Ybema, dalam Chayer dan Bouffard, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Santrock, Smith, dan Bourbeau (dalam Santrock 2011) pada anak-anak berkulit hitam usia 4 dan 5 tahun, mengungkap bahwa social comparisonmerupakan faktor yang menentukan perilaku agresi dan regresi pada anak.

Social comparison pada anak usia akhir masa anak-anak tidak selalu mengenai kemampuan intelektual dikelas saja, tetapi juga terdapat pada kemampuan fisik dan penampilan fisiknya Smolak (dalam Cash 2011). Smolak (dalam, Cash 2011) juga mengatakan bahwa kemampuan fisik dan penampilan fisik terkait dengan body image anak. Pada usia ini Smolak (dalam Cash 2011) menjelaskan bahwa bentuk kehawatiran anak terhadap tubuhnya, tidak terlalu terfokus soal berat dan bentuk tubuhnya, tetapi terkait rambut dan penampilannya. Hal ini dipengaruhi oleh, perilaku anak yang membandingkan diri mereka dengan mainan seperti bonekaBarbiedan

lainnya Smolak (dalam Cash 2011). Selain itu, anak perempuan cenderung membandingkan dan menjadikan model peniruan bagi diri mereka dengan karakter ditelevisi, teman, saudara, dan orang tua. Penelitian Jones (2002) mengungkap bahwa anak laki-laki dan perempuan usia 7 hingga 10 tahun melakukan social comparison dengan selebriti untuk atribut fisik dan perbandingan atribut pribadi dan sosial kepada teman-teman. Perbandingan kedua atribut pada anak laki-laki dan perempuan berkorelasi kepada ketidakpuasan tubuh. Jones (2002) juga melaporkan bahwa bentuk perbandingan yang dilakukan oleh anak perempuan adalah perbandingan wajah dan anak perempuan lebih cenderung sering membandingkan atribut wajah dan sosial dari pada anak laki-laki.

Social comparison terhadap tubuh merupakan proses membandingkan tubuhnya dengan tubuh orang lain (Schutz, Paxton dan Wetheim dalam Berg dkk, 2007). Social comparison terhadap tubuh (body social comparison) membuat individu memahami makna dari sebuah penampilan yang mengharuskan mereka berpenampilan, perilaku membandingkan penampilan bertujuan untuk menyamai dirinya dengan lingkungannya. Perbandingan penampilan fisik dan kemampuan fisik berkaitan dengan perbandingan bentuk dan fungsi tubuh. Sehingga, terlalu sering melakukan social comparison terahadap tubuh akan berdampak kepada evaluasi diri yang negatif yang memiliki kecenderungan kearah ketidakpuasan tubuh (Jones, dalam Berg dkk, 2007).

Faktor-faktor yang mendorong individu melakukan perbandingan terhadap tubuh menurut Berg, Paxton, Keery, Wall, Guo dan Neumark (2007) adalah karena perilaku social comparison yang dilakukan individu sudah menjadi hakekat dan perilaku sosial setiap individu, selain itu terdapat tekanan dari masyarakat tentang standar ideal tubuh dan adanya evaluasi dari lingkungan dan media. Sehingga, ada hubungan antara media, keluarga, lingkungan dan ketidakpuasan tubuh yang dimediasi oleh kecenderungan perbandingan tubuh (Thompson, Heinberg, Altabe dan Tantleff , Dunn dalam Berg dkk 2007).

Semakin berkembangnya zaman, tekanan terhadap kompetisi dan prestasi membuat perilaku mengobeservasi dan membandingkan diri antar individu kemungkinan sudah terjadi sejak kecil. Pada saat membandingkan, diperlukan target pembanding sebagai acuan. Jika dikaitkan dengan citra tubuh, individu biasanya memilih target perbandingan yang dekat dengan dirinya, seperti teman sebaya atau individu yang memiliki standar ideal seperti yang ditawarkan media. Harter (dalam Martin dan Gentry, 1997) mengatakan saat ini banyak tekanan yang dihadapi anak perempuan usia menjelang remaja dan remaja untuk fokus menyenangkan orang lain melalui kecantikan fisik, sehingga self esteem yang rendah lebih banyak ditemukan pada anak perempuan menjelang usia remaja dan remaja dibandingkan laki-laki. Dengan demikian, Martins dan Kennedy (2006) mengatakan untuk memenuhi tuntutan lingkungan, perempuan dewasa, remaja, dan perempuan menjelang remaja membandingkan daya tarik fisik mereka dengan model di

iklan. Faktor-faktor pendorong seseorang melakukan social comparison, adalah karena adanya motivasi untuk mengevaluasi diri, adanya kebutuhan mempertahankan citra diri yang positif dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan diri (Corcoran, Crusius, Mussweiler (2011).

Berdasarkan penjabaran diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa social comparisontubuh adalah, kecenderungan individu untuk menggunakan orang lain sebagai objek pembanding untuk mengevaluasi kemampuan dan pendapat individu terkait tubuhnya dengan tujuan mencapai dan memenuhi kebutuhan dasar seperti meningkatkan diri dan perbaikan diri terkait tubuhnya.

Dokumen terkait